Aku mencintainya karena ia mencintai kata-kata. Aku mencintainya lebih lagi karena ia mencintai buku-buku. Aku mencintainya karena ia adalah buku bagi kata-kata yang tidak bisa aku tuliskan. Aku mencintainya karena ia menjadi rumah bagi setiap kecemasan yang tidak perlu aku tunjukkan.
They are "Angsa-Angsa Ketapang" (2010), "Radio Galau FM" (2011), "Kata Hati" (2012), "Milana" (2013), "Cinta." (2013), "Surat untuk Ruth" (2014), "Jatuh Cinta adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri" (2014), "Jika Aku Milikmu" (2016), "Metafora Padma" (2016), "Elegi Rinaldo" (2017), "Mobil Bekas dan Kisah-kisah dalam Putaran" (2017), "Luka Dalam Bara" (2017), "Untuk Seorang Perempuan yang Memintaku Menjadi Hujan" (2017), "Asal Kau Bahagia" (2017), "Espresso" (2019), "Tentang Menulis" (2019), "Residu" (2019), "Batu Manikam" (2020), and "Banse Firius" (2020).
My short story “Goa Maria” appeared in the bilingual anthology of Indonesian writing Through Darkness to Light (Ubud Writers and Readers Festival 2013 & Hivos).
I provide editorial and copywriting services, for commercial and literary purposes. I accept prose, poetry, and nonfiction story.
Begitulah kalau penulis udah terkenal. Bahkan curhatannya pun bisa dijadikan buku. Meski berisi curhatan, tentu ada kisah di dalamnya yang bisa menjadi hiburan atau perenungan. Ada yang romantis, ada yang filosofis, ada yang lucu, bahkan ada plot twist yang nggak disangka-sangka. Aku cukup menikmati membaca karya Bernard ini. Dan aku jatuh cinta banget sama kovernya yang supercantik. Aku jadi nggak sabar baca karya Bernard yang lain, yang bukan murni curhatan.
Aku punya satu buku ini buat salah satu dari kalian. Bagi yang tertarik bisa ikutan giveawaynya di blogku. Kali ini ada pertanyaannya, hehe. Dan pertanyaannya menyempil di antara ulasanku. So, pastikan baca ulasannya ya (Nggak ada yang benar-benar gratis kan di dunia ini XD)
Saya beruntung sekali membaca buku ini lebih dahulu... (yaiyalah!) dan berkesempatan menyiapkan konsep dan kemasan, kemudian menghubungkan ilustrator muda yang bener-bener masih muda, @alvinxki yang masih mahasiswa ITB.
Saat diizinkan Bara membaca naskah awal, saya langsung terpikir bahwa buku ini akan menjadi buku yang manis selain karena naskahnya memang baper abis, juga dalam bayangan saya harus dilengkapi ilustrasi yang manis dan sendu. Karena apa, bisa dikatakan buku ini bukan novel, bukan puisi, bukan cerpen. Tapi, prosa pendek dari awal sampai akhir di buku ini akan membawa kita pada sensasi naik-turun sebuah hubungan.
Bagian paling saya suka tentu soal kacamata, karena saya pemakai kacamata. saya tahu kamu cantik. tapi setelah pakai kacamata kamu ternyata lebih cantik, ini salah satu part yang aduuuh bisa-bisa aku meleleh sambil baca naskah ini.
Kelebihan lain dalam buku ini adalah teknik penulisan. Bara benar-benar membuat buku ini dengan 'bebas'. Ada yang ditulis dalam bentuk surat, dialog-dialog pendek, bahkan ditulis dengan gaya drama.....
Kalau anda ingin memanjakan bahasa, cerita, diksi, metafora, dan teknik, juga mata oleh ilustrasi silakan diboyong buku ini saat nanti di toko buku.
oiya ada promo PO berhadiah pouch manis, di Mizanstore, atau toko2 online lainnya
IT'S ALL ABOUT WHO YOU THINK WHEN YOU READ THAT BOOK
OKE BENZBARA, KALI INI KAMU MENANG T_T
***
Saya mau memberi sedikit kejujuran disini, benzbara, ika natassa, aliazalea (?) dan dwitasari adalah penulis2 yang karyanya tidak saya sukai tapi entah mengapa, selalu saya baca tiap mereka mengeluarkan buku baru.
semacam, saya benci sama mereka kenapa tulisannya begituan mlulu, tapi di satu sisi saya tetap setia membaca untuk melihat bagaimana perkembangan tulisannya mereka gitu lho. paham gak? wqwq
dan ya, saya gak segan ngasih 1-2 bintang lho di beberapa karya penulis yang saya sebutkan di atas.
kalau terlalu menye2 atau ''kenapa masih main di zona aman dengan tema ginian lagi'', biasanya tanpa ragu langsung tak kasih 2 bintang.
NAH,
sebenarnya saya udah agak anti sama buku ini. nebaknya, wah anjir ini pasti isinya curhatan patah hatinya bara lagi, mooh, gak mau baca, baca timeline twitternya pas dia patah hati aja w dah mules, ini baca bukunya.
eh trus, tadi ntah kenapa iseng beli ini di playbook.
dan ya, cukup memuaskan saya :')
***
di sampul belakang buku ini sih keterangannya novel, tapi buku ini lebih berisi catatan-catatan dari blognya bara tentang masa-masa saat ia mengalami luka dulu.
dan tahukah kamu, kalau saya ditanya buku seperti apa yang mau kamu terbitkan, maka saya akan menjawab saya mau menulis seperti buku ini. berbagi cerita seperti ini.
ada beberapa cerita yang kebetulan pernah saya tulis juga. maksudnya, saya dan bang bara punya tulisan berjudul dan berisi sesuatu yang hampir mirip seperti dalam Dialog-Dialog yang Tidak Pernah Terjadi, Menulis dan Mencintai, Tenggelam dan Ingatan-Ingatan yang Hanya Samar.
pas baca itu saya merasa familier dengan tulisan serta temanya, trus langsung tak buka salah satu blog lama saya dan been there. saya pernah menuliskan kisah sakit yang serupa sekitar tahun 2011.
bukan berarti bang bara copas atau apa.
tapi kita berdua ternyata pernah mengalami sakit yang sama, dan menjadikannya pelajaran dengan pemikiran yang hampir serupa :')
sejauh ini, yang menjadi cerita favorit saya adalah yang Metafora Ombak, Membaca Novel Sapardi, Menangangi Patah Hati, Dialog-Dialog yang Tidak Pernah Terjadi, dan Tenggelam.
saya banyak menangis dan tertawa pas baca ini.
di beberapa halaman yang ntah kenapa pas bacanya membuat dada saya ngilu, saya sempat sklebat membayangkan perasaan bara saat menuliskan buku ini,
ketika bang bara menuliskan buku ini, apakah rasa sakitnya masih terasa,,,atau ia sudah mampu menuliskannya sambil tertawa ya karena menyadari bahwa ternyata ia bisa sembuh dan ternyata semuanya baik2 saja?
saya penasaran xD
beberapa kutipan kesukaan,
...Aku ingat aku datang menemuimu tanpa ekspetasi apa-apa. namun, di ujung pertemuan kita, aku terbitkan satu doa: aku menginginkan ini lagi. Sepertinya menarik kalau kita mereka-ulang adegan pertemuan pertama kita, Dua tahun yang lalu.
bagaimana?..
(langsung teringat dengan seseorang, hehehehehe)
...Di buku ini, aku menemukan sepotong dirimu. Entah karena penulisnya memiliki inspirasi yang serupa sosokmu, atau aku memang hanya sedang rindu..
kepada seseorang yang berada nun jauh disana, saat membaca ini saya teringat kamu. bagaimana kalau bulan depan kita bertemu?
suka sama buku ini, mau beli versi cetaknya juga ah~
dan suka juga sama ilustrasi di dalamnya.
dan ah, baru kali ini ''sreg'' sama bukunya bang bara xD
terima kasih telah berbagi ceritanya di buku ini bang bara!
Hal yang pertama menarik perhatianku tentu saja adalah covernya yang manis. Lihat saja dua sejoli dalam cover Luka Dalam Bara ini. Nampak mereka sedang berada di meja sebuah cafe atau restoran dan sang pria pun memberikan sebuah amplop putih yang isinya ia tuangkan di hadapan perempuan di depannya. Dan sang perempuan pun dengan sigap menampung seluruh isi amplop itu di atas kedua telapak tangannya. Apa isi dari amplop tersebut? Tentu saja, keping-keping hati sang pria. Awwww... it's so romantic. Seolah-olah ingin menggambarkan bahwa sang pria telah memberikan seluruh hati dan cintanya kepada sang perempuan dan sang perempuan menerima dan menjaga seluruh cintanya dengan seluruh keberadaannya.
Sungguh amat tak disangka bahwa buku ini lahir dari tulisan-tulisan yang pernah dipublikasikan oleh Bang Bara di blognya. Membaca buku ini sungguh mengasyikkan karena setiap fragmen, meskipun ditulis dengan begitu sederhana dan singkat, ternyata mengandung makna yang begitu dalam. Siapa pun yang membacanya pasti akan ikut hanyut dalam untaian fragmen yang terangkai manis di buku ini.
Kepiawaian merangkai kata-kata disandingkan dengan ilustrasi yang manis pun makin menambah dalamnya makna yang timbul dari setiap fragmen. Ya, cinta memang selalu membawa sisi romantis dan puitis dari seorang manusia. Dan buku ini adalah salah satu bukti akan keberadaan cinta dalam diri penulisnya.
Bagian favoriteku terletak pada segmen Surat-surat untuk J dan Dialog-dialog yang Tidak Pernah Terjadi. Membaca Surat-surat untuk J membuatku semakin memahami betapa komunikasi adalah hal yang paling penting dalam sebuah hubungan, terlebih jika terentang jarak yang cukup jauh dalam hubungan tersebut. Tanpa komunikasi dua arah, rasanya nyaris mustahil untuk memperpanjang usia sebuah hubungan. Bagian ini juga membuatku tersadar bahwa pertengkaran adalah hal yang tak dapat dihindarkan dari sebuah hubungan yang sehat. Sungguh mencerahkan!
Selain mencerahkan mengenai kisah sesungguhnya dibalik pertengkaran dalam sebuah hubungan, Surat-surat untuk J ini juga menyadarkanku bahwa keberadaan seseorang yang dekat dengankulah yang akhirnya membuatku jadi terbiasa dengannya. Dan kini, aku bersyukur sudah menemukan si dia yang sudah menjadi kebiasaanku^^. Seseorang yang dengannya aku ingin bertambah tua bersama. Seseorang yang dengannya aku bisa terus tertawa.
Pernahkah kalian mendengar sebuah lirik lagu yang berkata "Dunia ini, panggung sandiwara. Cerita yang mudah berubah... Setiap kita dapat satu peranan. Yang harus kita mainkan..."? Nah, hal inilah yang langsung terlintas dibenakku saat sedang membaca bagian Dialog-dialog yang Tidak Pernah Terjadi, tepatnya pada fragmen mengenai Topeng.
Bukankah setiap kita memang memiliki banyak topeng yang kita kenakan secara bergantian, sesuai dengan peristiwa apa yang sedang kita hadapai? Bukankah setiap kita juga menjalankan lebih dari satu peran selama kita mengarungi samudera kehidupan ini? Dan adalah hal yang patut disyukuri jika kita akhirnya menemukan seseorang yang merasa nyaman bersama kita meskipun kita kerap mengenakan topeng yang berbeda. Hingga akhirnya kenyamanan itu membuat kita perlahan-lahan lebih percaya diri dan mampu melepas topeng kita saat sedang bersamanya.
Pertama, covernya bagus, menjadi daya tarik utama untuk membaca tulisan di dalamnya. Kedua, buku ini harum (hanya pembaca-pembaca pilihan yang mengerti bagaimana harumnya), menjadi syarat penting untuk melanjutkan proses membaca. Ketiga, ternyata buku ini tidak melulu soal luka, ada aspek lain yang sempat dibahas, seperti budaya, politik, bahkan agama. Keempat, entah mengapa luka di dalam buku ini terkesan akur dengan cinta, memberi pemahaman bahwa luka tidak selalu menyakitkan. Kelima, banyak kalimat-kalimat yang cukup menyentuh hati, termasuk di dompet kecil yang saya dapat karena memesan buku ini sebelum dijual di toko buku, tidak hanya mengesankan tapi juga bermanfaat. Keenam, sederhana saja, setelah membaca buku ini saya berdoa supaya saya bisa memiliki seseorang yang mencintai saya semanis Kak Bara mencintai kekasihnya, meskipun itu sudah berlalu.
Paling suka sama cover dan ilustrasi di dalam buku ini.. Meskipun ada pepatah 'jangan menilai buku dari sampulnya' tapi tetap aja faktor utama aku beli buku ini karena sampulnya. *maapkan author
Mengenai isinya, ini kali kedua aku baca buku dengan model isi seperti ini. Fragmen-fragmen / curhatan sang penulis yang di bundle jadi satu (begitukan?). Sebelumnya aku sudah pernah baca buku Garis Waktu karya Fiersa Besari. Dan, ternyata aku lumayan suka dengan model penulisan seperti ini. Kata-katanya jujur, nyata, dan terlihat jelas sekali berasal dari dalam hati sang penulis (mungkin karena memang curahan hati pribadi mereka). Bukunya juga tipis, jadi tergolong quick reads. Disaat kamu sedang dalam zona 'reading slump', cocok banget baca buku ini biar tambah baper. (kaya aku kemaren, blm bisa move one dari Ingnite Me). Rekomendasi buat kamu yang suka buku-buku puisi atau memoar.. Happy Reading..
I'm not sure why I started buying Bara's books, but for some reason I keep buying them, oftentimes as a pre-order, like this one. The truth is I don't think Bara's writings are amazing, at best they are good enough. Good enough for me to be able to enjoy the ones I've read (yes, I own books that I haven't read yet). I think Bara gets better with each book he writes, though.
This particular book is very personal and it really does feel like reading a diary. It almost feels like I was violating some sort of privacy. Having finished it, however, I think I finally understand why I keep auto-buying his books. Bara writes like the man of my dreams, as in I hope my future life partner would write about me and about our love the way Bara wrote his story in this book.
Bagi pembaca lain, mungkin buku ini adalah varietas unggul yang berpotensi mengundang reaksi, "Fix bukunya parah gokil abis pecah banget bikin baper maksimal omg i am dying."
Bagiku, buku ini bukan apa-apa kecuali himpunan romantisme patah hati yang ditulis oleh laki-laki dewasa, untuk dibaca perempuan remaja, dan dibagikan ke media sosial mereka.
Cover buku ini sangat merepresentasikan fragmen-fragmen di dalamnya. I met with so beautiful content. Jadi, imo, ungkapan don’t judge a book from it’s cover sepertinya nggak berlaku untuk buku terbaru dari Kak Bara ini. Oh dan satu lagi, mini pouch-nya juga cute sekali. Aku suka!~
I'd like the cover of this one. Just like a fairytale book. And I couldn't guess before, there is Bara's signature inside. WOW!
Baca buku ini bikin aku mikir, ada ga ya laki-laki yang bikin tulisannya tentang aku? Eaaa haha. Udah ah segitu aja. Aku terlalu terlena sama kata-katanya, jadi susah berkata-kata.
Bara selalu bermain dengan kata-kata sehingga saya rasa terbuai. Cerita-ceritanya selalu sarat dengan perasaan sehinggakan ada ketikanya saya sendiri lelah dengan kekecewaan atau lemas dengan perasaan cintanya yang berbunga-bunga. Satu di antara yang menjadi kegemaran saya ialah "Rindu" pada halaman 73. Saya rasa terbuai dengan kerinduan. Sebuah buku yang berbaloi memilikinya. Sebuah kecintaan terhadap dunia kata-kata. Cukup indah.
"Mungkin saja, yang kamu perlukan hanyalah jatuh cinta lagi." (Menulis dan Mencintai, hlm. 69)
Tak jarang, aku menjelma impulsif saat membeli buku. "Luka dalam Bara" adalah salah satu contohnya. Semata karena sampul dan ilustrasinya yang cantik, serta jilidan hardcover dengan harga yang murah, aku memutuskan ikut pre-order di #Bukabuku.
Apakah aku menyesal setelah membacanya? Tidak juga, meski aku berharap Bara bisa lebih elegan dalam menuliskan curhatnya seputar hubungan percintaannya--tidak sementah dan sebiasa ini. Untung, sampul dan ilustrasinya cantik. Untung, di beberapa bagian, aku bisa menemukan rasa terkoneksi dengan tulisannya. Misalnya:
Bagaimana salah satu tokoh menangani patah hatinya (Menangani Patah Hati, hlm. 62-64). Ini mirip dengan caraku menyembuhkan diri pascapatah hati: memeras kesedihan sampai kering sebelum bangun dan menjalani kembali hidup yang tak akan pernah seperti semula, tapi hidup yang aku telah berdamai dengannya.
Aku bersepakat juga dengan ini: "Sesuatu yang membuatku mencintai seorang begitu lama adalah, karena garis waktuku dengannya selalu bersaling-silang. Belum benar-benar bertemu pada garis dalam alur yang sama. Semakin lama waktu yang terulur, cinta semakin dalam terpancang." (Surat-surat untuk J 6, hlm. 53)
Lalu aku sejenak tercenung pada "Ikatan". Ikatan dan/atau komitmen adalah salah satu ketakutan terbesarku. Saat ketakutan itu menyerang, aku selalu mengingat petikan dalam Madre karya Dee,
“Kalau bebas sudah jadi keharusan, sebetulnya sudah bukan bebas lagi, ya?”
Nah, Bara menyadarkanku lagi tentang hal serupa dengan cara berbeda.
"Bagaimana bisa kita terbebas dan terlepas dari ikatan, sementara kita sendiri tercipta dan terbentuk melalui ikatan-ikatan?" (hlm. 81)
Bagaimana aku bisa lupa kalau tubuhku terdiri dari ikatan-ikatan molekul?
Selain itu, aku juga suka tulisan yang berjudul "Rumah". Selebihnya, tak meninggalkan kesan yang kuharapkan padaku. Yah, salah sendiri berharap.
Saya menyukai beberapa tulisan dari Bara, yang cukup menyentuh dan mengalun dengan indah; nyaman untuk diikuti. Untuk sebuah kumpulan tulisan, rasanya sulit untuk mengatakan di mana celah tulisan-tulisan yang satu ini. It's been great to actually get to get the book and enjoy it to the fullest. No regret at all!
Awalnya aku mengira buku ini berisi penggalan cerita/kumpulan cerita yang berisi tentang pengalaman penulis. Dan ternyata dugaan aku kali ini meleset.. Siapa yang bisa menebak, dari covernya yang penuh jebakan ternyata buku ini berisi kumpulan-kumpulan fragmen yang ditulis oleh penulisnya sendiri dari pengalamannya bersama seseorang. Terkait perasaan campu-aduk yang di satukan dalam bentuk sebuah buku. Dan telah berhasil membuat aku mengingat kenanagan lama dan merindukan kembali akan sosok yang sudah menjadi kenangan aku dulu itu.
Melalui buku ini juga penulis menyampaikan banyak hal (secara tak kasat mata) kepada pembaca melalui tutur kata dan kalimat di dalam buku ini mengenai bagaimana cinta bisa menjadi sebuah energi bagi seseorang, dan juga dalam satu waktu cinta bisa menjadi sebuah luka yang membekas di dalam diri seseorang.
Overall, bagi kamu yang menyukai bacaan-bacaan manis yang penuh penghayatan dan mampu membawa setiap pembacanya hanyut dalam luapan emosi perasaan bersama penulis dan untaian kata-katanya, aku sangat merekomendasikan buku ini menjadi list bacaan kamu berikutnya.
Luka Dalam Bara karangan Bernard Batubara terbitan @nourapublishing
Buku ini memang tak lebih dari sekadar "diary" penulis. Tapi di luar itu semua, saya makin menyadari bahwa menulis adalah suatu proses mengungkapkan keresahan. Apa pun bentuk keresahan itu.
Maka, saya semakin sadar diri untuk tidak menggerutui semakin banyaknya tulisan yang muncul dengan jenis beragam. Saya tidak akan mencaci bagaimana pun isi sebuah tulisan. Kenapa? Karena apa yang salah dari menyampaikan keresahan? Jika memang berbeda dengan ekspektasi kita akan sebuah tulisan, mungkin saat itu kita sedang meresahkan hal yang berbeda. Mengutip beberapa kalimat dalam buku ini, penulis mengungkapkan hal berikut. "Dalam hidup yang rumit namun sederhana ini, kita memang membutuhkan seseorang yang bisa menghadirkan keseriusan dalam suasana santai. Sekaligus mengeluarkan kekonyolan di saat-saat yang terlalu serius. Kita akan mudah jatuh cinta dengan orang yang seperti itu."
Begitu lah kiranya. Kenapa kita tak menjadi bagian dari orang-orang itu saja? Terima kasih.
Cintaku, Belahan jiwaku Bagaimana kabarmu di sana? Semoga cuaca buruk tidak membuat kesehatanmu terganggu. Sepertinya sudah lama kita tak saling berbagi kisah mengenai buku yang kita baca. Kesibukan kita masing-masing membuat waktu yang tersisa sangat sedikit. Semoga bukan menjadi kebiasaan buruk kelak.
Kali ini giliranku bercerita terlebih dahulu ^_^ Ada sebuah buku yang sebenarnya bukan jenis buku yang akan aku buru. Meski begitu, ada sesuatu yang menarik sehingga aku mencoba menikmati. Satu hal utama yang menjadi daya tarik adalah begitu cepatnya kuota preorder buku ini tercapai. Hanya dalam jangka empat hari sebanyak 500 eksemplar sudah habis dipesan. Konon penerbit harus membuka kloter kedua karena permintaan yang besar, jumlahnya juga sebanyak 500 eksemplar lagi! Entah memang mereka penggemar karya penulis atau tergoda dengan bonus pouch serta tanda tangan penulis. Faktanya buku ini laris manis.
Manis. Jujur aku tidak begitu terbiasa membaca buku seperti ini, yang berisi tentang curahan hati sang penulis. But my curiousity got the better of me. Saat melihat buku ini di rak sample, tanpa pikir panjang aku mengambilnya dan mencari tempat nyaman untuk membaca di sudut toko. Kupikir, "Mungkin saja buku ini dapat menyembuhkan reading slump-ku." Kenyataanya? Ya, sedikit membantu. Dengan cerita-cerita pendek yang dikemas secara manis membuatku kadang tersenyum sendiri. Bernard Batubara dapat mengubah segala curhatan tentang dirinya menjadi tulisan yang berkesan. Dengan bahasa yang tidak begitu berat juga dapat membawa sang pembaca ikut larut dengan keadaan di dalamnya.
Pesan bukunya 2 Maret. Bukunya sampai 22 Maret. Ini jadi salah satu anticipated book yang bikin baper.
Bacanya hari Jumat, udahnya gak sampe 2 jam selesai. Padahal udah nyiap-nyiapin hati yang luas buat baper, tapi gak taunya enggak lho ((harus senang atau sedih nih)). Malahan jadinya senyum-senyum sendiri hahaa.
Well, yang saya suka (dan salut) dari bara adalah pilihannya untuk membagi 'lukanya'--apa yang ia alami & rasakan--lewat tulisan. dan kata-kata yang dipilihnya juga bagus--tak berlebihan. I'd love to read it again & again, walau sambil membayangkan momen bara & si mbakmantan berkacamata #eeh.
nb: ohya sukaa juga dengan ilustrasi & harum bukunya~~
Pepatah boleh mengatakan "Don't judge a book by it's cover", tapi menurutku buku yang bagus pasti punya cover yang berbeda dari yang lainnya -you can call it 'karisma'. Pertama kali lihat covernya kamu bakal inget sama buku 'Love is...' karya ilustrator ternama Korea Selatan bernama Puuung. Menarik dan eye-catching, like what I said before -it has charisma. Buku ini terbilang cukup tipis dan setiap bagian dalam cerita dikemas dengan bahasa yang ringan namun sangat berkesan bagi pembaca. Aku pribadi sangat suka sekali buku ini karena isinya benar-benar menjawab setiap pertanyaan yang selama ini selalu aku pendam sendiri. Bersyukurnya, ternyata diluar sana ada seseorang yang memiliki pemikiran sama seperti yang aku miliki, and he just like me, he really like to write. So I can learn more from him by every words that he write.
"Aku mencintainya karena ia mencintai kata-kata. Aku mencintainya lebih lagi karena ia mencintai buku-buku. Aku mencintainya karena ia adalah buku bagi kata-kata yang tidak bisa aku tuliskan. Aku mencintainya karena ia menjadi rumah bagi setiap kecemasan yang tidak perlu aku tunjukkan." -Luka Dalam Bara
Saya sangat menikmati membaca buku ini dari awal hingga akhir. Terasa ringan, manis, sedikit getir, hangat. Pas sekali rasanya dibaca selama perjalanan di kereta, atau sambil duduk di pojokan kafe dengan musik yang mengalun pelan sebagai latar belakang. Buku pertama Bernard Batubara yang saya coba baca karena tergoda cover cantiknya. Dan buku ini, membuat saya ingin membaca buku-buku Bernard Batubara yang lain.
Terus ternyata mini review yang di IG lebih lengkap hahaha. Melipir ke sana saja, ya: @coverlylove_id
Ada dua macam manusia: yang senang dibuatkan kata-kata oleh kekasihnya seperti ini, dan yang getek. Saya yang kedua. Tapi saya setuju sama 'harus mencintai semua topengnya' (impian saya banget itu, bisa bertemu dengan belahan jiwa yang mau melakukan itu ke saya), dan ilustrasinya caem banget. Dilihat-lihat kayaknya karya anak ITB (sok tahu).
Collectible. Tapi buat yang kurang suka giung, lebih baik bacanya dicicil aja, jangan disekaligusin. Nanti pusing.
Luka hati yang dituliskan dalam fragmen-fragmen yang kemudian dijilid. Sudah banyak curahan luka hati yang dibukukan. Yang berbeda adalah luka ini milik seorang lelaki. Hampir tidak percaya kalau buku ini ditulis oleh seorang lelaki. Bagaimana seorang lelaki dengan gamblang membuka luka hatinya kepada semua orang? You've did it with style, Bar! In elegant way.
isinya mendebarkan sekaligus manis. kisah nyata yang sedemikian sehingga dapat membuat efek baper nyaris maksimum. Kisah kak bara yang ditulis secara ringan dan dibumbui mantra candu yang bikin ingin ngebuka lembar halaman-halaman selanjutnya=)) dan jangan lupakan bagian surat untuk J yang luar biasa!!!
Buku ini recomended banget buat refreshing selepas UTS;)
This is my 1st time reading Bara's book and i don't know what appeal me most to buy this book, but the cover. I open bukabuku, like once in two days and this book keep showing up in the web, so i checked this out, and fell in love instantly with the cover. People says don't judge a book buy the cover. I don't judge it, i buy it. What can i say? I love the cover and many of you must've been like it too. For the content itself, i know it's not a novel, not a fiction. It's a diary. Diary of Bara. But why did i keep grinning while reading it?