Sebagian besar karya Borges, juga aspek-aspeknya yang sudah familiar, ada di buku ini: pemahaman batin manusia, karakter-karakter yang lahir dari kombinasi mitologi dan ilmu pengetahuan, penggambaran-penggambaran labirin, satire ringan bergaya Homer, darah dan pembalasan dendam, bauran antara pembunuhan dan metafisika, dan interaksi antara kehadiran yang-nyata dan penampakan yang-maya yang membuat realitas dan ilusi hampir-hampir tak dapat dibedakan.
Hanya Borges yang sanggup menulis dengan racikan semacam itu, kendati seseorang bisa saja menyangka bahwa karya-karya itu bersumber dari ragam inspirasinya, misalnya Edgar Alan Poe dan Franz Kafka, Ralph Waldo Emerson dan Miguel de Cervantes, dengan sedikit cita rasa liberal dari Omar Khayyam, Kabala dan Islam, dan banyak pengaruh dari bacaan esoterik. (Richard Bernstein, The New York Times)
-------
Isi:
BELATI Kawan yang Khianat Kisah Rosendo Orang Ketiga Perjumpaan Tantangan Kisah Hidup Tadeo Isidoro Cruz (1829-1874) Martin Fierro Tamat Juan Murana Lelaki di Ambang Pintu Selatan Si Orang Mati Akhir Duel Perempuan Renta Guayaquil Pedro Salvadores Avelino Arredondo Lengkung Pedang Kematian yang Lain
KISAH-KISAH GANJIL LAINNYA Injil Markus Duel Kongres Utopia Seorang Lelaki yang Lelah
Isidro Parodi: Kasus Keempat Kehendak Bebas dan Sang Commendatore
Jorge Francisco Isidoro Luis Borges Acevedo was an Argentine short-story writer, essayist, poet and translator regarded as a key figure in Spanish-language and international literature. His best-known works, Ficciones (transl. Fictions) and El Aleph (transl. The Aleph), published in the 1940s, are collections of short stories exploring motifs such as dreams, labyrinths, chance, infinity, archives, mirrors, fictional writers and mythology. Borges's works have contributed to philosophical literature and the fantasy genre, and have had a major influence on the magic realist movement in 20th century Latin American literature. Born in Buenos Aires, Borges later moved with his family to Switzerland in 1914, where he studied at the Collège de Genève. The family travelled widely in Europe, including Spain. On his return to Argentina in 1921, Borges began publishing his poems and essays in surrealist literary journals. He also worked as a librarian and public lecturer. In 1955, he was appointed director of the National Public Library and professor of English Literature at the University of Buenos Aires. He became completely blind by the age of 55. Scholars have suggested that his progressive blindness helped him to create innovative literary symbols through imagination. By the 1960s, his work was translated and published widely in the United States and Europe. Borges himself was fluent in several languages. In 1961, he came to international attention when he received the first Formentor Prize, which he shared with Samuel Beckett. In 1971, he won the Jerusalem Prize. His international reputation was consolidated in the 1960s, aided by the growing number of English translations, the Latin American Boom, and by the success of Gabriel García Márquez's One Hundred Years of Solitude. He dedicated his final work, The Conspirators, to the city of Geneva, Switzerland. Writer and essayist J.M. Coetzee said of him: "He, more than anyone, renovated the language of fiction and thus opened the way to a remarkable generation of Spanish-American novelists."
Mohon maaf sebelumnya bagi pencinta karya-karya Borges. Banyak cerpen yang saya skip. Cerpen-cerpen di bagian awal diklasifikasikan dalam bab Belati. Dan di dalam tiap cerpennya tentu ada belati. Juga pembunuhan, bar, dan kebingungan.
Jujur saja, saya tak bisa menikmati tulisan Borges. Tentu bukan karena cerpennya tidak bagus. Saya awam tentang sastra. Sepertinya inteligensi saya memang tidak memadai untuk memahami apa yang ingin disampaikan Borges. Belajar sedikit tentang Filsafat Ilmu dan Filsafat Manusia tak lantas membuat saya memahami apa yang tersaji dalam antologi cerpen ini. Tetapi saya lumayan suka cerpen Utopia Seorang Lelaki yang Lelah dengan dialog-dialognya yang berbobot. Mungkin bagi sastrawan dan mereka yang berkecimpung di dunia sastra, karya-karya dalam buku ini hebat, tapi bagi saya... membingungkan.
Persahabatan tak kurang misteriusnya dibandingkan cinta atau aspek lain dari kebingungan yang, oleh kita, disebut kehidupan. (Hal. 13)
"Aku pun berpandangan bahwa penulis harus menuntaskan dirinya sendiri," kata Requena. "Kontradiksi-kontradiksi tak penting. Yang penting menuangkan di atas kertas semua kekacaubalauan dan kebingungan yang merupakan kondisi manusiawi." (Hal. 267)
Antologi ini seperti membuka wawasanku pada sisi lain Borges. Borges yg kukenal sebelumnya adalah Borges yang mengawang-awang, penuh dengan magic realism seperti dalam kumcer Labirin Impian yang mengawali perjumpaanku dengan karya2nya. Di buku ini, cerita-cerita pendek yang dikurasi jauh lebih realistis, dengan tema-tema yang dekat dengan kalangan bawah, sedikit lebih keras dan berdarah.
Antologi dibagi menjadi 4 bagian; Belati, Perang, Kisah-kisah Ganjil Lainnya, plus sebuah kisah detektif Isidro Parodi.
Pada bagian Belati, 12 kisah dikumpulkan dengan tema utama pengkhianatan, kekerasan, duel dan kematian. Sebagian besar kisah ini pendek atau sangat pendek, tapi meninggalkan gaung penyesalan yang cukup dahsyat. Aku rata-rata suka semuanya, tapi favoritku adalah Orang Ketiga, yang menceritakan kisah cinta berujung tragis dua bersaudara, dan Perjumpaan, yang unik sekali membahas tentang pisau-pisau belati yang mungkin (atau mungkin juga tidak) merasuki dua orang untuk berduel. Setetes rasa magic realism dipadu tema yang berbeda.
Dalam Perang, kisah-kisahnya berkisar pada orang-orang yang terlibat pertempuran atau orang-orang yang ditinggalkan untuk bertempur. Ada 7 cerpen di sini, ada 2 yang kusuka, Pedro Salvadores (meski sudah pernah kubaca sebelumnya di antologi lain, tampaknya ini cerpen Borges yang sudah banyak diterjemahkan dan direview) dan Lengkung Pedang. Ah wow, bicara tentang unreliable narrator, cerpen ini contoh kasus yang selevel dengan novel Pembunuhan Roger Ackroyd.
4 cerita dalam Kisah-kisah Ganjil Lainnya memang ganjil. Cerpen Kongres juga sudah pernah ada di antologi yang lain, jadi aku lebih suka cerpen Utopia Seorang Lelaki yang Lelah yang juga jadi judul buku kumcer ini.
Yang terakhir adalah kisah detektif dengan tokoh utama Isidro Parodi. Tampaknya tokoh ini sudah punya beberapa kasus lain sehingga latar belakang dan karakterisasinya sudah tidak dibahas dalam cerpen di sini. Tapi penyajian kasus dan penyelesaiannya mengingatkan pada gaya Poe dan AC. Aku sangat menikmati sajian penutupnya ini.
24 kisah keseluruhan, untuk lebih mengenal dan mencecap cita rasa Jorge Lois Borges. Kenyang.
Utopia seorang lelaki yang lelah, salah satu cerpen yang jadi judul kumcer ini, bercerita tentang seorang yang bertemu dengan teman masa depannya. Keganjilan-keganjilan dinarasikan dengan lancar seolah sesuatu yang lazim oleh Borges. Beberapa cerpen lainnya butuh beberapa kali baca di kalimat dan paragraf tertentu biar ngerti alurnya. Membaca Borges terkadang memang tidak mudah, tapi di situ kenikmatannya.
Harusnya ini jadi kumpulan cerpen paling menarik setelah Orang-orang Bloomington, namun sayangnya terjemahannya menghalangi. Cerita yang paling berkesan untukku: 1. Lelaki di Ambang Pintu 2. Guayaquil 3. Kehendak Bebas dan Sang Commendatore
Berisi kumpulan cerita dari Jorge Luis Borges. Sebagian besar temanya adalah tentang kehidupan di daerah Argentina atau Uruguay beserta tradisi yang berlaku di sana, seperti duel pisau. Secara tidak langsung, kita akan bisa mengetahui bagaimana gaya berkisah Borges di setiap cerita yang ia buat.
Membaca kisah-kisah yang disampaikan Borges dalam buku ini tidak mudah. Cerita yang seolah mempunyai lapisan dan labirin ini membutuhkan konsentrasi untuk bisa dinikmati.