What do you think?
Rate this book


267 pages, Tankobon Hardcover
First published January 1, 2016
Yang membunuh ayahku adalah ibu tiriku.
Tapi, ibut tiriku menghancurkan semua bukti, dan sekarang hidup dengan santai.
Aku kehilangan harapan pada kehidupan yang seperti ini.
Selamat tinggal.
Aku berharap suatu hari nanti, karma akan terjatuh dari langit atas ibu tiriku.
Watanabe Ruri (hal. 9)
"[...]. Kematian memang bisa membuat orang yang mati lepas dari kesukaran. Tapi, orang yang ditinggalkan harus melanjutkan hidup sambil membawa beban yang sepuluh kali lebih berat. Karena itu, aku merasa menyesal. Seharusnya waktu masih hidup, aku menghadapinya dengan usaha yang lebih besar lagi. Sekarang pun, aku masih merasa marah pada diriku yang tidak melakukannya." (hal. 114)
Penderitaan hanya bisa dirasakan oleh orang yang mengalaminya. Kalau misalnya belajar untuk ujian itu menyakitkan, tinggal berhenti saja. Kalau misalnya ditindas itu tidak menyenangkan, tinggal pindah sekolah saja. Kalau misalnya terlalu banyak bekerja sampai tenaga habis, tinggal pindah pekerjaan saja. Semua orang yang merasa tertekan, paling mengerti itu. Tapi, karena tidak bisa melakukannya, semua orang jadi menderita. Di dunia ini banyak orang yang kesusahan karena perang dan kelaparan. Dibandingkan dengan mereka, kita adalah orang-orang yang cukup sejahtera. Berpikir untuk bunuh diri itu benar-benar egois, lemah, dan hanya bisa menghindar dari masalah. Banyak orang yang mencela demikian. Ngomong-ngomong aku dulu juga begitu. .... Waktu diri sendiri disudutkan oleh kenyataan, hal logis seperti itu jadi tak terpikirkan. Waktu pagi datang, aku selalu ketakutan untuk melalui satu hari lagi yang baru. Selalu memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya, bagaimana cara melewatinya... (hal 113)
“Bukan hanya mengatakan 'jangan mati!' secara sepihak saja, tapi menemukan jalan keluarnya bersama. Menghadapi masalah bersama-sama. Dengan melakukan itu, kau juga menyelamatkanku.”