Jump to ratings and reviews
Rate this book

Islamisme Magis #1

Bukan Perawan Maria

Rate this book
Buku Kumpulan Cerita karya Feby Indirani, Bukan Perawan Maria (Pabrikultur, 2017) adalah sebuah kado pertama dari kampanye ini untuk Anda.

Dalam dunia yang tuntas dicipta Feby, kita menjumpai malaikat yang ingin cuti, babi yang punya permintaan mengharukan, tanya jawab di alam kubur yang melenceng dari harapan, atau seorang pelaku teror yang terguncang di ruang tunggu akhirat.

Sembilan belas cerita yang mengajak kita melihat alam doktrin dengan empati dan juga rasa humor. Sebuah kumpulan mengajak kita berpikir dan tersenyum-senyum sendiri atas drama manusia-manusia yang mengangankan surga.

206 pages, Paperback

First published May 1, 2017

31 people are currently reading
585 people want to read

About the author

Feby Indirani

17 books51 followers
Feby Indirani, Journalist and Writer, started to write since elementary school, beginning with a diary. When in high school, she got 2nd place in an essay contest for teen organized by Gadis magazine, and was actively involved in a school publication. She went to Universitas Padjadjaran, majoring in journalistic, and joined djatinangor student publication. Feby won an Essay Writing Competition for Students in 2001, organized by Toyota Astra Foundation. Late 2002, she received a grant from the Asia Foundation and the Study Center for Religion and Civilization (PSAP) Muhammadiyah, through a call for papers on Women and Muhammadiyah.

May 2003 through June 2004, Feby worked as a reporter in Trust magazine. July 2004, Feby joined the Tempo Group when the organization started reactivating Tempo Center of Data and Analysis (PDAT). As a team, the PDAT published three books with Feby involved as writer. Among the titles is Ahmadiyah: Keyakinan yang Digugat (A Faith Accused), where Feby joined in a research trip to an Ahmadiyah village.

August 2006 through April 2011, Feby worked as a journalist in Business Week Indonesia (recently renamed as Bloomberg Businessweek Indonesia). Feby has published several works, started by a novel titled Simfoni Bulan (Bulan’s Symphony 2006). She also wrote two film-adaptation novels, a novel adapted from a lyric of a song, and a how-to on modeling. No, she never actually had a try at modeling, but she did systemize and codify the experience of Arzetti Bilbina, an Indonesian top model.

One of her book is titled I can (not) Hear: Journey of a Hearing-Impaired to a World of Sounds. was featured in the Kick Andy TV show in October 2009, and won the Anugerah Pembaca Indonesia Award 2010 from Goodreads Indonesia in best non-fiction.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
118 (25%)
4 stars
242 (51%)
3 stars
86 (18%)
2 stars
15 (3%)
1 star
7 (1%)
Displaying 1 - 30 of 121 reviews
Profile Image for Ursula.
302 reviews19 followers
August 26, 2017
Buat yang lemah iman, Bukan Perawan Maria (BPM) tak akan menjadi bacaan yang tepat. Kecuali kesabarannya seluas Sahara dan pemikirannya tak serapat Jepang di masa sakoku

Dalam BPM, Feby membawa pembaca melihat potret kehidupan umat beragama, yang mayoritas muslim, di Indonesia. Kalau kalian rajin mengikuti berita peristiwa kelompok beragama dari tahun ke tahun, pasti tidak akan asing dengan kisah-kisah di kumpulan cerpen ini.

Kisah pertama adalah Baby Ingin Masuk Islam, yang mungkin kalau dari judulnya, kalian bisa menduga tentang seekor babi yang ingin masuk Islam. Meski akhirnya ditolak oleh majelis yang berkepentingan, Baby tetap menjadi Islam dengan membaca kalimat syahadat.

Feby bermain dengan satir pada penutup cerita, ketika anggota majelis yang menolak Baby masuk Islam karena babi itu haram, akhirnya minta dibawa ke kampung untuk ‘mencicip daging Baby karena sudah masuk Islam.’ Ia bermain pada pemaknaan haram dan halal yang kondisional.

Dalam Tanda Bekas Sujud, pembaca diperkenalkan dengan Abik yang terobsesi dengan dahi hitam yang bagi kebanyakan orang tanda ibadahnya rajin. Sujud yang lama saat salat membuat dahi menghitam, dan bagi sebagian orang menjadi obsesi; sama dengan jenggot kambing atau celana ngatung. Sayang hal seperti ini seringkali cuma semacam tanda, ketika perilaku sehari-hari justru berkebalikan.

Abik berafiliasi dengan ormas garis keras yang rajin menyisir restoran ataupun warteg saat bulan puasa (ingat sesuatu?) dan mengobrak-abrik yang ketahuan masih buka (ingat kisah warteg di Banten?). Akhirnya, tanda sujud tersebut terus bertambah setiap Abik menggerebek warteg, hotel melati, kos-kosan, yang dilakukan atas dasar menegakkan agama.

Tanda sujud yang awalnya menjadi kebanggaan, malah membuat Abik akhirnya malu keluar kosan.

Demikian juga dengan para ‘pengantin’ yang diiming-imingi bidadari surga berdada montok, selalu perawan, dan tak pernah disentuh siapapun. Semasa hidup, fantasi ini terus menerus dijejalkan ke benak mereka tanpa pandang bulu.

Feby memberikan suatu alternatif, di mana ketika sesudah mati tak ada bidadari yang menunggu para pengantin.

“Tidak ada bidadari. Tidak pernah ada. Dan tidak akan ada.”

“Bagaimana mungkin?” pekik Rohan

“Mengapa tidak?” kali ini perempuan itu yang balas membentak, sambil berdiri dan menantang wajah Rohman. “Apakah kamu kira kamu layak mendapatkan segala keindahan dan kebahagiaan setelah membunuh begitu banyak orang tak berdosa di dunia?”

- Ruang Tunggu


Tak lupa, ia memberikan narasi sudut pandang perempuan terhadap ‘janji bidadari surga.’ Annisa memergoki suaminya menyimpan buku bermuatan topik tersebut hingga hatinya galau. Tak tahan lagi, ia pun melabrak Hasan pada suatu malam.

“Bagaimana mungkin seorang pria dijanjikan begitu banyak perempuan oleh Allah? 72 bidadari untuk setiap lelaki beriman! Sementara tidak ada janji apapun untuk perempuan beriman! Itu sungguh tidak adil!”

“Hus, kau tidak boleh berkata begitu... Allah itu selalu adil...”

“Ya tapi tetap saja itu tidak adil... Kenapa sih laki-laki tidak pernah bisa puas dengan satu perempuan saja? Kenapa Abi tidak bisa puas dengan hanya Ummi?”

“Lho, kata siapa? Abi puas kok!”

“Tapi masih ingin 72 bidadari surga kan?” nada suara Annisa meninggi.

Siapa yang tidak kepingin? Sahut Hasan, tapi kali ini hanya dalam hati.

- Cemburu Pada Bidadari


Pengalaman aliran minoritas juga tak ketinggalan. Pada kisah Layla Al Qadar, pembaca akan mengikuti cerita kelompok Al Qadar sekaligus fenomena ‘nabi-nabi baru’ yang banyak bermunculan.

Layla, yang terinspirasi dari Lia Eden, adalah pemimpin dari kelompok fiksional Al Qadar. Ia mendirikan sekte tersebut karena mendengar wahyu dari Malaikat Jibril. Oleh masyarakat, Layla dan pengikutnya pun diserang, hingga ada yang terluka ataupun koma di rumah sakit.

Ironisnya, Layla dan pengikutnya justru yang terancam dipenjara karena tuduhan penodaan agama.

Sebenarnya cerita-cerita BPM bukan lah sesuatu yang asing dan mengejutkan. Feby yang sudah melanglang buana di dunia jurnalistik tentu mengolah fakta-fakta di lapangan menjadi fiksi yang bernas. Kehidupan minoritas dan warga teropresi juga sudah tak asing baginya karena ia sebelumnya pernah menuliskan laporan tentang penganut Ahmadiyah.

Kumpulan cerpen pertama Feby ini sangat menarik karena mengangkat tema yang sekarang ini justru banyak dihindari.

Buat yang lemah iman, BPM mungkin akan membuat murka dan berujung pada tuduhan penistaan agama (yang belakangan ini entah kenapa makin ramai disuarakan). Kalau saya sih lebih sepakat dengan Feby: relax, it’s just religion .
Profile Image for Yuniar Ardhist.
146 reviews18 followers
July 12, 2021
Buku kumpulan cerpen berisi 19 judul tentang kisah-kisah yang mengangkat isu sosial berlatarkan agama Islam. Adalah isu-isu yang kita tahu kerap didengar, dibicarakan, juga ditarik ke banyak perspektif yang berbeda. Sederhananya, buku ini mengangkat isu-isu dalam lingkup syariah Islam yang hidup di antara perkembangan masyarakat yang beragam.

Terima kasih pada @bentangpustaka untuk buku ini. Membaca blurb dan mukadimah dari seorang Ustaz, juga beberapa testimoni yang “wow” dari banyak pihak, membuat buku ini tampak sangat luar biasa.

Ide-ide di cerpen ini, bagus. Mengangkat isu-isu sensitif seperti istri yang meminta suami berpoligami, haramnya babi, orang yang menganggap bom bunuh diri sebagai tujuan mendapatkan surga, perempuan yang memakai niqab (cadar), dll. Saya mengapresiasi itu. Ide-ide seperti ini memang harus diangkat agar lebih banyak orang memahami secara benar dan tepat konteks.

Sayangnya, kalimat terakhir itu pula masalahnya. Banyaknya testimoni belum menjadikan saya mampu merasakan hal serupa. Cerpen-cerpen di sini bagi saya kurang mampu menyampaikan secara apik, rapat, indah, pesan-pesan esensial yang seharusnya bisa disampaikan. Masih sangat di permukaan, padahal sebenarnya isu yang diangkat penting dan bermakna luar biasa bagus dan dalam. Menurut saya, penulis gagal menggiring pemahaman pembaca kepada esensi itu. Sedih saya...

Bukan tanpa alasan. Ambil satu contoh, judul “Baby Ingin Masuk Islam”, sebagai salah satu isu paling ‘klasik’ yang dibicarakan. Di buku ini, dikisahkan ada seekor babi ingin masuk Islam. Hal ini menjadi perdebatan dalam sebuah sidang majelis yang menghadirkan Kyai Fikri sebagai sumber berita. Ia dimintai klarifikasi tentang kebenaran seekor babi yang kabarnya ingin menjadi muslim (pemeluk agama Islam).

Sampai di sini, menarik. Babi dikarakterkan sebagai sosok makhluk yang tercela dengan ‘status’ haramnya. Tiba-tiba ingin menjadi muslim di hari tuanya, sebelum dipotong. Sebagian berpikir, bagaimana bisa makhluk yang tercela (haram) berhak menjadi muslim? Bukankah akan semakin 'mengotori' agama itu sendiri? Respon anggota majelis mengesankan seolah-olah mereka orang-orang suci, dan berhak menghakimi status suci/ tidak sucinya orang lain.

Sebagaimana kita tahu, umat Islam memang tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi babi. Sebagian anggapan yang bergulir di masyarakat awam saat ini : bahwa babi dalam konteks keseluruhan adalah haram. Hewan yang seolah-olah tidak berguna diciptakan. Sehingga konteks “haram” melebar, bukan saja sebagai yang dilarang dimakan, tetapi juga berlaku di hal lainnya, misal dipelihara. Percakapan-percakapan dalam cerpen ini mengisyaratkan itu. Sampai di sini, saya sepakat. Analoginya bisa diterima dalam deskripsi.

Yang agak kurang nyaman bagi saya adalah ketika cerita digulirkan bahwa sang Kyai memelihara babi sebagai hewan ternak, dan 'memberi makan' kaum sangat kekurangan dan membutuhkan dari hasil ternak babinya itu.

Dijelaskan di sini, mereka kaum sangat miskin, dan bukan muslim (beragama Islam). Babi dianggap sebagai salah satu hewan ternak yang paling banyak menghasilkan keturunan. Juga diberikan alasan, hewan ternak lain sangat mahal.

Menurut saya ini tidak masuk akal, atau belum cukup alasan. Juga, seolah alasan-alasan yang diberikan ini sebagai sesuatu yang dipaksakan untuk pembenaran.

Seorang muslim tidak menerima suatu ‘ilmu’ tanpa berpikir. Tanpa ada landasan. Tanpa ada kajian yang benar. Begitu pun dalam konteks mengapa Islam melarang babi untuk dimakan. Semua ada penjelasannya, dan masuk akal.

Dalam konteks pemahaman Islam, babi adalah hewan yang diciptakan bukan untuk dimakan (oleh manusia). Hewannya sendiri (babi) tidak haram. Ia hanya haram ketika dimakan --oleh manusia. Dia juga tidak haram ketika yang memakannya adalah hewan lain, serigala misal. Artinya pula, babi juga tidak haram untuk dipelihara. Asal tidak dimakan. Poin pentingnya adalah : haram untuk dijadikan makanan bagi manusia. Sekali lagi, itu bukan tanpa alasan.

Akan jadi berbeda maksudnya, andai penulis menyampaikan konteksnya. Misal, latarnya adalah sebuah negeri yang memang biasa menggunakan babi sebagai makanan penduduk, tidak familiar (jika tidak bisa menyebutnya sebagai tidak ada) dengan ayam/ikan karena tempat tinggalnya biasa di hutan, atau posisi babi sebagai makanan yang justru memberikan pesan perdamaian/penghormatan dalam konteks budaya/ adat istiadat setempat. Itu menjadikan konteksnya berbeda. Namun, ketika lingkup yang diceritakan dibatasi dalam urusan “babi ingin masuk Islam" lantas status haram/halalnya dibenturkan dengan situasi dia dikonsumsi oleh orang karena sangat miskin dan tidak Islam karena alasan-alasan di atas, ini jadi tidak tepat (dan tidak utuh).

Alasan memberi makanan pada orang miskin, berbekal alasan hewan ternak lain lebih mahal dan bukan muslim, dinarasikan sebagai argumentasi menyikapi konflik “babi masuk Islam” tidak cukup mampu untuk meletakkan pesan : bahwa haram/halalnya babi tidak ditentukan oleh manusia, babi bukan hewan yang tercela/ tak berguna diciptakan, manusia harus meletakkan posisi halal/haram tepat pada posisinya, dll.

Bagaimana jika logika yang ditangkap justru menjadi : apakah artinya dengan memberi makan orang yang miskin dan tidak Islam dengan babi, akan menjadikan babi halal untuk dimakan? Jika ada yang berpikir begini, jelas akan menjadi cacat logika. Cerpennya tidak mampu menyampaikan pesan secara utuh, padahal itu yang penting!

Untuk kawan-kawan yang sudah paham, tidak ada masalah. Tapi bagaimana jika dibaca yang tidak? Cerpen-cerpen lain, yang saya rasakan juga relatif kurang mampu menyampaikan pesan secara utuh; kurang mampu diceritakan secara baik. Sederhananya : sepotong; sepenggal; terputus. Hanya seperti secuplik cerita yang diambil dari tempat asalnya untuk lalu dipindahkan begitu saja dalam bentuk tulisan. Padahal, tidak begitu yang seharusnya ketika sebuah ide/gagasan diungkapkan sebagai bentuk cerita (karya), apalagi buku, yang diterbitkan untuk dibaca secara luas, menjangkau sebanyak-banyaknya pembaca.
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,037 reviews1,962 followers
February 16, 2018
Terima kasih kepada Jurnal Ruang yang sudah memperkenalkan dengan sebuah tulisan menarik. Judul Bukan Perawan Maria sebelumnya pernah sempat mampir dalam feed Instagram. Tapi waktu itu, belum merasa penasaran sehingga berita kabarnya cuma sekedar lewat saja.

Konten Bukan Perawan Maria berupa kumpulan cerita yang memiliki satu tema besar: Agama dan Perempuan. Ya, dalam beberapa kisah Feby Indirani, sang penulis, membahas mengenai agama. Dan pada beberapa judul lainnya menggabungkan dua hal tersebut.

Berani? Ya, rasanya Feby memang berani karena urgensi membahas persoalan agama sangatlah penting. Belum lagi permasalahan mengenai perempuan, di mata agama. Dua topik vital tersebut ditulis oleh seorang perempuan yang menambah tertariknya Bukan Perawan Maria.

Seperti halnya judul pembuka "Baby Ingin Masuk Islam" yang rasanya sangat relevan dengan permasalahan sekarang. Apalagi Feby membahasnya dengan gaya satir: menggunakan hewan babi sebagai sosok yang diperbincangkan. Ending-nya jangan ditanya. Sebuah ironi yang lagi-lagi menyindir kondisi kita saat ini.

Feby juga mengajak para pembaca untuk mulai berpikir kritis. Jangan jadi keblinger dengan agama lantas kenyamanan bermasyarakat jadi terganggu. Sebagaimana kisah Rencana Pembunuhan Sang Muazin.

Kumpulan cerita ditutup dengan Lafaz 411 Pada ... (Saya Tidak Tega Menyebutnya), dan kita akan sangat kenal dengan kisah tersebut. Posisinya adalah bagaimana jika lafaz tersebut berada pada benda yang dianggap najis? Apakah manusia akan tetap ramai berkumpul dan berfoto layaknya jika lafaz tersebut berada pada sebongkah batu?

Bukan Perawan Maria merupakan sebuah kumpulan pemikiran cerdas yang kembali lagi mempertanyakan, apakah benar manusia memiliki agama? Lantas, mengapa tetap saling mengkafirkan?

Dan ketika membaca Bukan Perawan Maria, sebenarnya saya sendiri merasa bahwa jangan-jangan buku ini merupakan turunan dari tulisan favorit saya, Robohnya Surau Kami oleh A.A Navis mengenai hubungan antarmanusia yang sama pentingnya dengan hubungan manusia terhadap Tuhan.
Profile Image for Kahfi.
140 reviews15 followers
January 5, 2022
Benar bahwa buku ini memang hasil kontemplasi dan reaksi atas berbagai kejadian yang beririsan dengan konflik keagamaan, ditulis dengan format cerita pendek membuat isinya menjadi lugas dan tidak perlu banyak penjelasan. Selain tentu juga beberapa contoh peristiwa yang di angkat terasa dekat.

Buku ini tidak dianjurkan bagi konservatis karena berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan, namun buku ini akan sangat baik apabila dijadikan rujukan bahwa masih banyak permasalahan mendasar mengenai pengaplikasian ajaran beragama pada kehidupan sosial.

Terakhir, buku ini juga memperlihatkan bahwa dalam setiap agama termasuk Islam memiliki nilai suprarasional/magis dalam praktek nya sehingga tidak semua persoalan agama dapat diselesaikan melalui logika. Terkadang hanya perlu mengamininya saja.
Profile Image for raafi.
927 reviews449 followers
June 18, 2021
Buku ini amat segar dengan mengangkat tema religi yang berpadu dengan unsur magis/fantasi. Tidak heran kalau buku keduanya "Memburu Muhammad" (yang belum kubaca tapi kuyakin punya tema serupa dengan buku pertama ini) masuk nominasi PNFI Awards 2020 yang lalu.

Baru mencapai cerpen kelima atau keenam (aku tipe pembaca cerpen yang runut sesuai halaman) saja sudah banyak hal menggemuruhkan pikiran. Iman dan logika bertarung untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang kafir dan mana yang salih, mana yang bisa menjadi panutan dan mana yang tidak terhadap tokoh-tokoh yang hadir dalam setiap cerpen.

Aku bahkan membuat kategori penokohan buku ini yang setidaknya ada empat: (1) para tokoh yang hablum minallah dan hablum minannas-nya hijau, (2) para tokoh yang hablum minallah-nya hijau tapi hablum minannas-nya merah, (3) para tokoh yang hablum minallah-nya merah tapi hablum minannas-nya hijau, dan (4) para tokoh yang hablum minallah dan hablum minannas-nya merah. Pengkategorian ini memang terlalu sederhana, tapi setidaknya menjadi gambaran bahwa jenis manusia itu ya pasti antara keempat kategori tersebut.

Lalu, kenapa di awal kusebut bahwa kumcer ini berunsur fantasi? mungkin perlu dulu membagikan fiksi dan fantasi. begini, fiksi dalam sebuah teks itu rekaan kejadian yang tidak sebenarnya. sementara itu, fantasi dalam sebuah teks itu juga termasuk fiksi tapi lebih luas dengan memasukkan bumbu "hal-hal yang tidak mungkin". Dan banyak sekali hal-hal yang tidak mungkin di dalam kumcer ini seperti penceritaan manusia di alam setelah ia mati, iblis yang pensiun dini, hingga malaikat yang kelelahan dan disuruh cuti.

Unsur fantasi ini juga berkenaan dengan berkah/mukjizat (keberuntungan) dan azab (kesialan) yang juga terekam di beberapa cerita. Keduanya mungkin pernah betulan ada pada masa lalu di kehidupan nyata, tapi itu termasuk fantasi bila kemudian direka-reka. Ini terbaca njelimet tapi kamu akan paham saat membaca setidaknya satu cerpen saja di buku ini. Unsur fantasi itu ada di mana-mana.

Secara radikal, kumcer ini mungkin bermuara pada sebuah pertanyaan hipotesis: Apakah agama ternyata hanya merupakan fantasi?

Betapa segar dan berbahayanya pemikiran pembaca setelah merampungkan kumcer ini. Dan, penulis berpesan: "Relax, it's just religion!"
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
September 19, 2022
Sepertinya saya terlambat mengetahui kumpulan cerpen ini. Awalnya saya melihat judul buku ini di dafar wishlist teman saya,dan membuat saya penasaran. Sekilas membaca sinopsisnya membuat saya memasukkan buku ini dalam daftar wishlist. Lalu setelah itu terlupakan... (nasib wishlist ga jauh berbeda dengan timbunan). Minggu lalu, untuk pertama kalinya setelah 7 tahun akhirnya saya bisa berkunjung ke toko buku. Harusnya dirayakan dengan membeli sebuah buku. Saya menemukan buku ini, dan langsung membelinya.

Saya suka semua cerita pendek di dalamnya. Meskipun semua cerita dilatarbelakangi oleh ajaran agama Islam, tapi saya menikmatinya. Saya ikut tertawa dengan humor gelap yang disajikan dalam novel ini, dan juga terkesima dengan tulisan-tulisan yang menurut saya berani ini. Saya mengutip sebaris kalimat pada bagian Mukadimah dalam buku ini.
Seyogianya kita menyediakan ruang dan tenaga untuk membayangkan bahwa pribadi-pribadi yang berbeda-beda, kondisi kehidupan yang berbeda-beda, jika ditumbuhkan dengan nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran maka ia akan memunculkan mozaik kekayaan-kekayaan yang tiada batasnya...

Saya harus mencari buku #2 dari series Islamisme Magis ini.
Profile Image for Patryx.
459 reviews151 followers
November 5, 2022
Diciannove racconti che sono una critica feroce agli aspetti più rigidi della fede islamica ortodossa, quella che si risolve nell’adesione cieca e acritica ai precetti del Corano e si cura poco delle reali esigenze delle persone e della società. Alcuni di questi racconti potrebbero valere per qualsiasi espressione fondamentalista della religione (incluso il cristianesimo), ma essendo esplicitamente rivolti a criticare l’islamismo hanno creato notevoli problemi all’autrice.
Alcuni racconti sono strettamente legati al contesto sociopolitico dell’Indonesia e per tale ragione mi sono sembrati poco incisivi (anche se poi leggendo la postfazione tutto diventa molto più chiaro); la maggior parte però sono chiaramente una parodia dei costumi dell’Islam anche se mediata da metafore e simboli al punto che la sua autrice ha usato l’espressione islamismo magico per connotarli, una definizione che secondo me calza a pennello.
Profile Image for ikram.
241 reviews642 followers
December 17, 2021
Refreshed. Itu satu kata yang dapat menggambarkan buku ini. Bukan Perawan Maria menggabungkan keseharian umat Muslim beragama dengan unsur magis yang disajikan dengan humor dan satir. Dalam sembilan belas cerpennya, Feby Indirani menyindir isu-isu yang mengatasnamakan agama. Membaca buku ini sangat menyegarkan karena saya seperti diajak berpikir jernih dan bermain logika--mengajak saya untuk merenungkan kembali praktik beragama di negeri ini. Tidak banyak kumpulan cerpen yang membuat saya merasa demikian, so kudos for that, Mba Feby!

Kumcer ini melakukan eksplorasi tentang Hablum Minallah (hubungan antara manusia dan Sang Pencipta) dan Hablum Minannas (hubungan antara manusia dengan manusia lainnya)--setidaknya itu salah satu topik yang saya tangkap ketika membaca kumcer ini. Kedua konsep ini memang harus seimbang; tidak boleh timpang--harus sama-sama baik. Mba Feby membuat karakter-karakter yang kebanyakan hanya fokus ke dalam satu konsep saja.

Saya juga kagum dengan keberanian Mba Feby untuk menulis kumpulan cerpen ini. Di tengah-tengah masyarakat yang sangat sensitif untuk membahas agama, kumcer ini dapat dinilai sebagai sesuatu yang kontroversial; penistaan terhadap agama. Sayang, saya tidak yakin kumcer ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat umum. Menurut saya, Mba Feby juga kurang apik dalam membawakan pesan yang ingin beliau sampaikan dalam cerpen-cerpennya. Ada beberapa cerpen yang saya rasa masih menggantung pesannya.

Namun, saya merasa topik-topik dalam kumcer ini sangat penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang Muslimah, saya seringkali merasa geram dan sedih melihat kondisi masyarakat beragama saat ini. Banyak sekali tindakan merugikan dilakukan atas nama agama, doktrin-doktrin yang menghapuskan hakikat beragama itu sendiri. Tabu memang untuk membahas ini, tapi itulah alasan mengapa kita perlu mendiskusikan kumcer ini.

In summary, saya enjoy membaca kumcer ini. Sungguh nikmat membaca setiap halamannya. Cerpen pada halaman-halaman awal membuat saya geram dan muak, namun semakin ke belakang semakin membuat saya haru. Meskipun diajak berlogika, pada akhirnya lebih baik kita relax saja! Seperti kata Mba Feby di halaman paling awal; relax, it's just religion!

Cerpen favorit saya di antaranya: Pertanyaan Malaikat (menceritakan seorang perempuan yang pandai beragama dan fasih berbahasa Arab, namun sombong dan tidak peduli sekitar), Iblis Pensiun Dini (menceritakan Lusifer yang ingin pensiun dini karena tingkah manusia yang menurutnya sudah sama dengan setan), dan Malaikat Cuti (menceritakan tiga malaikat yang ingin cuti, namun pada akhirnya tetap memperhatikan manusia).

Saya memutuskan untuk memberikan buku ini 3.5 bintang!
Profile Image for Roberta.
2,006 reviews336 followers
April 17, 2025
Sono stata attratta da titolo e copertina, ma ho trovato una bella serie di racconti umoristici. Mai avrei pensato che esista un umorismo islamico, ma qui gli esempi sono molti e tutti validi.
Si parte dalla ragazza madre che sostiene di non aver fatto sesso con nessuno, e che di conseguenza deve essere la nuova vergine Maria del titolo, e si discute se una maialina può convertirsi all'islam. Un'altra donna si sveglia senza naso e un operaio non riesce a dormire a causa della vicinanza della moschea e delle grida del muezzin.
I personaggi sono tutti belli, i racconti brevi abbastanza da leggersi d'un fiato. Ottimo intrattenimento.
Profile Image for Nike Andaru.
1,636 reviews111 followers
March 16, 2024
27 - 2024

Kumcer ini menarik banget. Kita diajak mengulik banyak hal tentang islam dan yang mengajak kita berpikir tentang banyak hal, ya babi, ya maria, ya surga, ya pengantin, ya tentang tanda hitam di dahi, dll.

Judul favorit:
- Bukan Perawan Maria
- Iblis Pensiun Dini
- Tiba di Surga
- Malaikat Cuti
Profile Image for solana.
109 reviews
March 16, 2022
"wow," itu kata pertama yang saya pikirkan selepas membaca buku ini. seperti nama serinya 'islamisme magis', cerita-cerita dalam buku ini memang sungguh magis. oke, begini. cerita yang dicampurkan dengan kemagisan sufistik mungkin terdengar biasa, tapi cerita yang dicampurkan sekaligus dengan kritik sosial? saya pikir luar biasa. itu yang saya lihat dari sini.

yah, intinya saya sungguh senang akhirnya bisa juga membaca sesuatu yang berbeda dari rata-rata novel indonesia belakangan. 4/5 ✨
Profile Image for ucha (enthalpybooks) .
201 reviews3 followers
June 18, 2019
Tahu pertama buku ini ketika berkunjung ke acara ASEAN Literary Festival 2017 di Kota Tua Jakarta. Karena hanya melihat sekilas, saya kira buku itu semacam buku puisi yang ditulis perempuan penganut Katolik.

Lama tak terkait, akhirnya membaca juga buku ini karena jadi bahasan perdana pada #PiknikPustaka hari minggu lalu. Dan ternyata saya salah dua kali : 1. buku ini adalah kumpulan cerita, 2. dan hampir semuanya bertema tentang agama Islam.

Dari cerita pertama bakal bikin berdecak. Lanjut juga cerita kedua, ketiga dan seterusnya. Sampai pada kesimpulan : sungguh berani karya satu ini. Bukan hanya berani, tapi bisa jadi kontroversial juga. Apalagi sekarang ini di zaman serba sensitif untuk urusan agama.

Tapi bisa jadi inilah yang dibutuhkan : karya yang layak kita perbincangkan agar tak hanya jadi dasar tuduhan tabu.

Begitulah kami juga memperbicangkan buku ini berenam di minggu sore yang mendung di bawah rindangnya pohon Bodhi di satu mall di Bintaro. Santai dengan suasana piknik yang kebetulan sesuai dengan tema gerakan yang digagas Feby Indirani : "Relax, It's just religion"..
Profile Image for Puty.
Author 8 books1,378 followers
June 14, 2021
'Bukan Perawan Maria' adalah buku pertama dari trilogi Islamisme magis karya Feby Indirani. Berisi 19 cerita pendek, buku ini menyindir berbagai fenomena yang terjadi atas nama agama, mulai dari poligami sampai bom bunuh diri, dari toa masjid dini hari sampai nafsu kita untuk mencapai surga. Ya, bukunya fiksi surealis kok, walau saya tahu bahwa ini pasti akan menyinggung orang-orang yang mudah tersinggung ;)

Menurut saya buku ini menarik sekali sebagai bahan refleksi tentang bagaimana kita memaknai agama dan hubungan manusia dengan Tuhan yang semestinya intim dan penuh cinta.

Oh iya, saya baru membaca buku 'Bukan Perawan Maria' setelah 'Memburu Muhammad'. Menurut saya pribadi, cerita-cerita pada 'Memburu Muhammad' lebih matang dan 'jail'. Beberapa cerita di 'Bukan Perawan Maria' bagi saya pribadi terasa menggantung atau sulit saya 'decode'. Namun, trilogi ajaib ini akan tetap saya rekomendasikan ke semua pembaca buku. Nggak sabar menunggu buku ketiganya :)
Profile Image for Dadang Kurniawan.
4 reviews1 follower
Read
August 22, 2017
bisa dibilang bukunya offended, bisa dibilang bukunya fun, tapi mendingan ngga usah dibaca :)
semua cerpenya bercerita tentang penomena-penomena yang terjadi dimasyarakat muslim diindoneisa, ending nya hanging, ngga ada yang bener-bener close, jadi multi tapsir, pembaca bisa jadi upset, bisa jadi senyum senyum sendiri :)
Profile Image for Nina Majasari.
135 reviews1 follower
January 1, 2024
Buku terakhir yang selesai saya baca dipenghujung tahun 2023. Yang saya punya sampulnya berwarna hitam, versi terbaru dengan desain yang jauh lebih bagus daripada yang tercantum di Goodreads.

Berisi kumpulan cerita pendek dengan humor gelap yang cukup berani tentang kritik sosial kehidupan kaum muslim Indonesia yang lumayan menohok. Saya terkejut dan beberapa kali nyengir saat baca buku ini.

Ide ceritanya menyegarkan, unik dan sulit menebak endingnya. Namun sayang ada beberapa cerita yang terasa kurang smooth, guyonannya kurang halus dan kurang samar, sehingga timbul kesan terlalu bernafsu untuk mengolok-olok keimanan seseorang.

Baby Ingin Masuk Islam - 4/5
Kyai yang membantu Baby memperjuangkan haknya untuk menjadi seekor babi yang mualaf.

Tragedi Jum’at Siang - 1/5
Kisah Ahmad yang ngebut dengan mobilnya mengejar waktu melewati jalan-jalan tertentu sebelum ditutup untuk sholat Jum’at.

Rencana Pembunuhan sang Muazin - 5/5
Suara Muazin yang mengaji setiap hari mulai jam 3 pagi lewat speaker masjid mengganggu tidurnya. Segala upaya untuk menegur bahkan sampai lapor pak RT ternyata percuma. Tinggal satu cara yang belum dicoba, membunuhnya.

Pertanyaan Malaikat - 5/5
Sasmita mati, dengan bekal bahasa arab yang fasih, ia yakin bisa menjawab semua pertanyaan yang diajukan malaikat. Tak disangka malaikat bertanya dengan bahasa sunda. Ngakak.

Tanda Bekas Sujud (1) - 1/5
Dulu Abik menginginkan tanda bekas sujud di keningnya. Namun kini ia sudah memiliki begitu banyak tanda sujud, tidak hanya dikening, tapi juga di pipi kiri dan kanan, serta dagunya.

Perempuan yang Kehilangan Wajahnya - 5/5
Andai ia tak memakai nikab, kemungkinan besar Arifin mengenalinya dan akan menyapanya terlebih dahulu, sehingga Annisa tidak perlu mengorbankan gengsinya. Namun sebagai seorang yang bernikab, keputusan untuk menyapa berada di tangannya.

Poligami dengan Peri - 1/5
”Memangnya menurut Islam boleh menikah dengan jin?”
“Peri, Mas.”
“Ya, sama saja. Kenapa sih dia nggak menikah saja dengan kalangannya sendiri?”
“Banyu ingin merasakan punya suami dari golongan manusia.”


Cemburu pada Bidadari - 1/5
Sejak menemukan sebuah buku di tas suaminya, Annisa gelisah. Buku itu berjudul “Indahnya Bidadari Surga”.

Ruang Tunggu - 5/5
Rohman, pengantin bom bunuh diri kini sudah mati dan menanti di ruang tunggu. Ia tak sabar bertemu 72 bidadari.

Iblis Pensiun Dini - 5/5
Lucifer, iblis terjahat ingin pensiun, namun pernohonannya ditolak dan ditetapkan ke dunia untuk menjadi manusia.

Percakapan Sepasang Kawan - 1/5
”Imajinasi tentang sosok perempuannya jadul banget ya? Kayaknya zaman sekarang asyik juga kalau dapat perempuan yang berani, yang bisa diajak diskusi.”
“Ini kan bidadari surga, bukan perempuan dunia.”


Ana Al-Hubb - 4/5
Semua diawali ketika ia melakukan penelitian tentang tradisi baru pesantren di Indonesia. Hidupnya berubah ketika ia berkunjung ke Padepokan Ar Rahin yang dipimpin Kiai muda yang santun, tampan dan memiliki karamah.

Typo - 3/5
Aini, yang bangga dengan namanya huruf A jatuh cinta dan menikah dengan Zulkarnain, inisial Z, huruf paling akhir. Semenjak itu panggilannya menjadi Ny Zulkarnain. Ia hampir tak pernah mendengar namanya diucapkan lagi.

Tanda Bekas Sujud (2) - 5/5
Ketika ia menolong anjing yang kelaparan, tanda hitam di dahinya berangsur-angsur hilang.

Malaikat Cuti - 3/5
”Selama kalian cuti, siapa yang mencatat amal perbuatan manusia?”
“Sekarang kami punya pembantu baru untuk tugas tersebut. Perkenalkan, Facebook.”


Layla Al Qadar - 5/5
Ilyas seorang jurnalis, sedang mewawancara Layla, seorang nabi baru yang dulunya penyanyi dangdut di kafe, namun kini ia hijrah menjadi pemimpin kelompok jemaah Al Qadar setelah bertemu malaikat Jibril.

Tiba di Surga - 4/5
Abdullah ada di surga, ia bersyukur keindahan yang ia bayangkan selama ini sesuai dengan ekspektasinya. Bahkan ia kembali bertemu dengan istrinya yang meninggal 5 tahun lalu. Namun saat ia berkeliling, betapa kagetnya Abdullah mendapati ada pasangan gay di surga.

Bukan Perawan Maria - 5/5
Maria hamil tanpa disetubuhi lelaki manapun.
”Bagaimana kalau aku mengandung seorang nabi? Bukankah konon menjelang akhir zaman, Isa atau Yesus akan kembali lagi ke dunia untuk menyelamatkan manusia?”

Lafaz 411 pada … - 3/5
Mansyur terbelalak melihat anaknya yang belum genap 4 tahun buang air besar mengeluarkan kotoran yang mengandung lafaz alif-lam-lam-ha dalam huruf hijaiah.
Profile Image for Rowizyx.
384 reviews154 followers
August 8, 2024
Feby Indirani scrive una raccolta di racconti umoristici e molto pungenti sulla situazione dell'Indonesia – che vanta di essere il più grande Paese musulmano al mondo per numero di credenti, circa 203 milioni di persone, ossia l'87,2% della popolazione) – e di come l'Islam sia vissuto spesso come forma di controllo sociale, spesso e soprattutto sulle donne, e come sia vissuto più come apparenza ed esternazione pubblica che come effettiva fede. Le sue storie, pungenti ma forse mi sono mancati i riferimenti culturali per apprezzarle al 100%, rientrano nel genere "islamismo magico", un termine ancora poco noto, in cui il sovrannaturale e l'assurdo obbligano a mettere di fronte alle assurdità di molti dei fedeli: dall'ossessione a vedere il nome di Dio (e il numero che rimanda alla sura del Corano che lo contiene) ovunque, addirittura nella cacca di un bambino, alla strana richiesta di una maialina di potersi convertire all'Islam rifiutata perché haram, alla sparizione dell'identità delle donne nel niqab o nella perdita del nome (nelle culture islamiche dopo la nascita del primo figlio maschio si diventa note come "madre-di-nome del figlio"). Al punto che, quando avviene la venuta di un nuovo profeta (o una profeta) da una madre nubile, come per Gesù – che nell'Islam è considerato un grande profeta, secondo solo a Maometto – lo scandalo per la gravidanza extraconiugale rende impossibile alle persone che le stanno intorno di cogliere il miracolo in corso.

È stata molto interessante da leggere, anche considerando che anche in Indonesia la forza delle frange più estreme dei fanatici e i gruppi che usano l'Islam come arma per imporsi politicamente sta crescendo negli ultimi anni. Una decisione coraggiosa, quella di pubblicare, permessa (dalla post-fazione) solo grazie alla tradizione della letteratura umoristica del paese, che una volta di più si dimostra attraversato dalle contraddizioni.
Profile Image for Juinita Senduk.
119 reviews3 followers
April 5, 2025
Jangan terkecoh oleh judulnya, karena buku ini tidak menyajikan renungan dari sisi agama Kristen sebaliknya buku ini menyajikan renungan dari sisi agama Islam. Renungan yang disajikan dengan jenaka tetapi terasa seperti tamparan di wajah kita.

Ke-19 cerita pendek yang disajikan Feby Indriani dalam buku pertama dari trilogi Islamisme Magis, menyentuh hal-hal yang selama 13 tahun terakhir ini atau mungkin lebih, bersentuhan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan tak jarang, sentuhan itu menimbulkan friksi dan menjadi dinding pembatas bagi kita dalam berinteraksi satu dengan yang lain.

Ketika membaca Rencana Pembunuhan Sang Muazin, saya tersenyum-simpul, teringat teman saya yang menampilkan penutup telinga saat memasuki bulan Ramadhan lalu, keluh-kesah teman saya ketika malam takbiran lalu, atau berita tentang peristiwa yang terjadi di Jembrana saat nyepi baru-baru ini dan diskusi di WAG pencinta buku tentang hal yang sama.

Atau cerita tentang Tanda Bekas Sujud, tanda yang sempat menjadi trending pada masanya, atau mungkin hingga kini? Alm. suami saya pernah berujar, 'Beriman kepada Allah SWT tidak membutuhkan tanda. Kamu tahu, bahkan tanda itu dibuat sendiri oleh orang itu,' - saat saya bertanya kepada dia, mengapa dahinya tidak memiliki tanda itu, padahal dia rajin sholat 5 waktu, berdzikir dan tahajud -.

Kumpulan cerpen Feby ini sebenarnya berlaku resiprokal, renungan tentang bagaimana kita menyikapi iman kita, apapun agamanya, dalam membangun dan mengamalkan ajaran agama yang kita anut. Feby menyampaikan ini dengan halus dan jenaka lewat cerpenya yang berjudul Pertanyaan Malaikat.

Ah, tidak sabar rasanya untuk membaca buku kedua dari trilogi ini, Memburu Muhammad.
Profile Image for Liquidambar .
222 reviews18 followers
December 5, 2020
Questa è stata la mia prima esperienza con la letteratura indonesiana, e questi racconti, narrati con uno stile semplice, diretto, ma con un tocco di "realismo magico", sono stati particolarmente illuminanti nel sottolineare con chiarezza il ritratto di un Paese fortemente ancorato alla religione musulmana, legato ad una società patriarcale soffocante e adombrato da episodi di integralismo religioso che sfocia nell'oscurantismo fanatico.
Ma Indirani indica con fare giocoso le contraddizioni, i vuoti di senso e le tradizioni antiquate che si trovano nella vita moderna della sua Indonesia, e senza salire in cattedra lascia al lettore trarre le sue conclusioni, senza dare giudizi di valore.

La postfazione è molto utile per i neofiti come me, che possono trovare una spiegazione di massima alle scelte di stile e registro della scrittrice, compresa una breve spiegazione sulla traduzione italiana.

Che dire, è un libro breve e significativo per chiunque voglia incontrare una letteratura che abitualmente resta fuori dal radar, per confrontarsi con una serie di temi e tradizioni letterarie ben lontane dalle 'own voices' che tanto piacciono nei Paesi Occidentali.
Profile Image for ana.
244 reviews41 followers
January 18, 2022
Milik siapakah Islam?

Siapakah yang berhak menentukan bahwa kamu adalah yang paling bertakwa, dan perbuatan begitu sudah pasti salah dan harus dihentikan dengan cara apa pun juga? Apakah hak itu milik Allah semata?

Atau kita diberikan kesempatan untuk itu itu juga?

Seekor babi ingin masuk islam, seorang lelaki ingin menghentikan suara pengajian yang terlalu keras, iblis ingin pensiun karena merasa manusia sudah lebih kreatif dalam menjerumuskan sesamanya.

Menggelitik pemikiran, cocok untuk pembuka sebuah diskusi: buku yang bagus karya Feby Indirani.
Profile Image for Silvia.
86 reviews39 followers
Read
July 30, 2022
Purtroppo la traduzione, davvero troppo scolastica e rigida, non riesce a trasmettere l'afflato umoristico. Ho apprezzato i racconti dallo humor più nero, quelli sulle donne sottomesse che perdono la propria identità, ma quelli che avrebbero dovuto essere più sottili e caustici li ho trovati deboli ed è un peccato - fa capire anche il bisogno che abbiamo di ampliare la ricerca e la formazione di professionistə della traduzione letteraria in tutte le altre lingue, ci perdiamo davvero troppo
Profile Image for Marco.
378 reviews5 followers
June 2, 2020
Libro molto istruttivo, non mi sembra esista uno stile analogo anche per il cristianesimo, pone delle domande come approfondimento, per riflettere sorridendo, per provare a uscire dal dogmatismo intransigente, dall'integralismo, con racconti a volta paradossali, altre volte realistici.
Profile Image for Mardyana Ulva.
75 reviews3 followers
April 10, 2024
Kalau nggak salah hitung, ada 20 cerpen di dalam buku ini. Semuanya ditulis lugas dengan humor sarkas yang sungguh saya suka, sampai berkali-kali terkekeh sendiri membaca dialog serta adegan-adegan konyol karakter ceritanya.
Profile Image for Nabila Budayana.
Author 7 books80 followers
November 16, 2017
Bukan Perawan Maria” seakan berteriak di tengah padat dan ruwetnya saling hantam melalui media sosial perihal ke-Tuhan-an, rasa paling benar, dan argumen-argumen yang semakin membingungkan.


Baby terperangkap dalam sebuah perdebatan alot dalam sidang majelis. Semua hadirin memperdebatkan nasibnya, perkara boleh atau tidak boleh. Ini tentang Baby, seekor babi yang ingin masuk Islam. Kisah itu membuka kumpulan cerita pendek “Bukan Perawan Maria”.


Feby Indirani, penulis dan praktisi media ini membawa pembaca pada sebuah keberanian berbicara baru melalui fiksi. Sembilan belas kisah ini mengungkap tentang keadaan yang begitu dekat dengan keseharian kita, namun justru seringkali terlupakan atau dianggap terlalu sensitif untuk disinggung dalam obrolan maupun pembahasan. Feby bukan menghadirkannya dalam ketegangan yang provokatif, justru dengan nuansa santai dengan humor yang kental. Misalnya tentang seorang penjaga klub malam yang ingin membunuh seorang muazin hanya karena waktu istirahatnya terganggu oleh suara mengaji melalui pengeras suara musala, atau tentang Sasmita, seorang pemuda yang terkejut luar biasa karena di alam kubur malaikat Munkar dan Nakir menanyainya dalam bahasa Sunda.


Penulis seakan bebas bermain dengan karya rekaannya, namun tetap mengangkat hal-hal yang memiliki relevansi kuat pada kehidupan sehari-hari. Pertanyaan tentang bagaimana wujud surga berbeda dalam tiap kepala manusia. Entah kenikmatan visual tentang taman luas dengan sungai-sungai yang tenang mengalir, terbebas dari mortalitas dan selamanya dalam kebahagiaan, kedamaian abadi dalam pelukan Sang Pencipta, hingga hadiah 72 bidadari surga. Feby berusaha memberikan gambaran baru tentang surga melalui Abdullah, pemilik kios perbaikan komputer. Wafat di usianya yang ke-65, Abdullah percaya amal perbuatannya sukses membawanya ke surga. Ia ditunjukkan sebuah rumah lengkap dengan kolam untuk memfasilitasi hobi memancingnya, berbagai bentuk komputer canggih yang tak ada di dunia, hingga pertemuannya dengan Hanifah, istri pertamanya yang ia kira tak akan pernah masuk surga karena tak mengenakan jilbab sepanjang hidupnya di dunia. Dibenturkan antara ekspektasi dan realitas, pada akhirnya hal itu membawa guncangan pada Abdullah, dan pernyataan ketidaksiapannya untuk masuk surga.


Ada juga kisah “Malaikat Cuti” perihal malaikat yang ingin istirahat dari tugas-tugasnya mencatat amalan manusia. Mereka merasa tenang untuk cuti karena memiliki “asisten” baru bernama Facebook. “.. Begitu banyak manusia yang mencatatkan amalnya di situ, baik ataupun buruk, semua diumumkan di status Facebook..” (hal. 137). Anggapan bahwa pekerjaannya akan semakin mudah dengan Facebook, justru berujung rumit karena sebuah unggahan amal akan membuat rentetan efek – entah baik atau pun buruk- pada manusia lainnya.


Nuansa imajinatif juga terus dikuatkan hingga akhir perjalanan membaca kumpulan kisah ini. Pembaca dikenalkan dengan seorang perempuan urban bernama Maria yang hamil tanpa suami. Di tengah kekalutannya akan tekanan sosial, Maria bahkan berandai jika dirinya selayaknya Siti Maryam yang mengandung Nabi Isa. Feby secara halus juga membawa pesan tentang feminisme.


Meski begitu, penulis tak sekadar mengajak pembaca santai dalam menyikapi kisah-kisahnya. Banyak yang bahkan cenderung satire, membuat pembaca tergelitik untuk kembali menengok pada hal-hal kecil dalam beragama yang seringkali nyaris mengalahkan esensi, memicu perdebatan, dan menimbulkan gesekan. Feby seakan berpesan bahwa keterbukaan dan pikiran yang jernih tercipta dari pikiran-pikiran yang tenang, bukan dalam kekisruhan.


“There’s always fiction at the basis,” ujar Yuval Noah Harari, seorang profesor penulis buku Sapiens dan Homo Deus pada salah satu wawancaranya. Fiksi tak bisa begitu saja dianggap nomor dua atau media hiburan belaka. Lebih dari itu, ia bisa menyentuh sisi dalam manusia tanpa diduga. Siapa tahu pula, “Bukan Perawan Maria” menjadi salah satu penggeraknya. Syaratnya hanya satu. Tak perlu semuanya ditanggapi terlalu serius. Relaks.
Profile Image for Hera Diani.
Author 3 books17 followers
July 2, 2017
Senang bacanya! Baik tulisan maupun gayanya mengingatkan pada Danarto, yang karyanya sering bertema sufistik. Semuanya satir tentang umat Islam, cerpen-cerpennya menggigit dan humoris tapi jernih, tidak pretensius dan tidak provokatif hanya untuk sekedar ingin provokatif. Mengajak kita menertawakan diri sendiri. Akan lebih terasa lucu membacanya, seandainya saja situasi keagamaan di negara ini tidak sevulgar sekarang.
Profile Image for fara.
280 reviews42 followers
August 19, 2022
Cerdas, segar, menggelitik, dan berani. Paket komplet ini punya sebutan yang baru saya dengar dalam dunia sastra; Islamisme Magis. Kalau biasanya saya berkutat pada realisme magis yang hobi muncul dan terselip dalam cerpen-cerpen di media, kali ini saya berkenalan dengan istilah mahamind-blowing yang bikin saya geleng-geleng kepala. Sembilan belas cerpen Feby sama-sama berfokus pada masyarakat beragama yang punya masalahnya masing-masing. Masalah yang sederhana dan dekat dengan kehidupan sehari-hari, tentunya terasa nyata dan begitu menampar realita. Gaya bertutur dan problem yang diusung Bukan Perawan Maria sedikit mengingatkan saya pada karya-karya Danarto yang sufistik, juga A. A. Navis dan Robohnya Surau Kami yang melegenda; yakni tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia.

Berangkat dari cerpen pertama yang nendang dengan satirenya yang gila-gilaan, cerita tentang seekor babi yang ingin masuk Islam dan perdebatan tolol sepanjang cerita bergulir pada kisah-kisah mengejutkan berikutnya, Ahmad yang frustrasi karena jalannya dihalangi untuk kepentingan salat Jumat, speaker masjid yang mengganggu (ini bahkan sempat jadi perbincangan dan perdebatan publik) dalam "Rencana Pembunuhan Sang Muazin", Lucifer sang raja iblis yang ingin pensiun, sampai malaikat yang cuti karena menganggur. Semuanya tertuang apik dibalut bungkusan fantasi (meski saya agak skeptis apakah kisah-kisah hal gaib yang dibuat fantasi telah merepresentasikan agama dengan 'benar'). Kalau disuruh memilih cerpen yang paling saya suka, nyaris semuanya saya suka. Oleh karenanya, saya berpikir keras hendak diberi bintang berapakah Bukan Perawan Maria ini.

"Typo" sejauh ini adalah cerpen terbaik yang bercerita soal perempuan yang merindukan jati dirinya sendiri, perempuan yang setelah menikah dan memiliki anak lebih dikenali sebagai isteri dan ibu, bukan sebagai dirinya sendiri. "Cemburu Pada Bidadari" dan "Poligami dengan Peri" yang menyorot peran dan posisi istri. Ada pula "411" dengan segala kekocakan tokoh-tokohnya yang terkesan dungu karena dengan mudahnya percaya lafaz Allah dalam tahi seorang anak kecil. Juga kisah Abik, tokoh menjengkelkan yang merasa menjadi manusia paling suci sedunia yang mengalami fenomena menggelikan bin aneh dalam "Tanda Bekas Sujud". Serius, benar-benar hampir semua cerpen saya suka.

Bukan Perawan Maria tentu nggak sesempurna itu. Beberapa cerpen saya pikir masih kurang eksekusi dan eksplorasi. Ada yang menggantung dan kurang terasa pesannya gara-gara singkatnya narasi dan padatnya jumlah halaman cerpen. Yang pasti, gurauan-gurauan di media sosial itu ternyata memang benar adanya, teguklah agama sesuai dengan dosis karena mabuk agama adalah sekonyol-konyolnya orang mabuk. Untuk penganut Islam konservatif, kayaknya kumpulan cerpen ini disinyalir dapat menimbulkan emosi dan hanya akan membuat pembacanya marah-marah. Sebaliknya, untuk penganut Islam moderat, membaca Bukan Perawan Maria sepertinya justru seakan sedang disuguhi hiburan yang kreatif sekaligus reflektif.
Profile Image for Haryadi Yansyah.
Author 14 books62 followers
November 20, 2021
Kehebohan terjadi di sebuah kampung saat Kiai Fikri, orang yang dihormati dan disegani membawa kabar mengejutkan jika seekor babi bernama Baby menyatakan keinginannya untuk memeluk agama Islam.

“Dari berbagai penjuru ruangan, ucapan astagfirullah menggema, sebelum kemudian berbagai tangan serentak meminta kesempatan bicara.” Hal.1

Memang sulit ditangkap nalar. Bagaimana seekor hewan yang dalam Islam diharamkan itu berkeinginan untuk menjadi mualaf. Sebagian masyarakat tentu saja menolak. Saya membayangkan, jika yang menyampaikan hal ini adalah warga biasa yang dianggap nggak soleh-soleh banget, pasti keributan besar akan terjadi.

“Tidak akan kita biarkan! Seluruh hal tentang babi itu haram. Seluruh zatnya. Titik.”

“Apa hak kita melarang siapa pun untuk masuk Islam? Katanya, Islam itu rahmat bagi semesta alam?”

“Memangnya apa agama Baby sebelumnya? Kenapa dia ingin masuk Islam sekarang?”

“Kalau Anda melarang Baby masuk Islam, artinya Anda bersikap tidak adil. Dan, itu adalah sikap yang dibenci Allah dan Rasul-Nya.” Hal.4.

Ucapan Kiai Fikri itu menggema diantara keriuhan, kegamangan mulai menyeruak ke relung sebagian warga. Apakah penolakan mereka beralasan? Bagaimana kalau ternyata Allah-lah yang ternyata menghendaki itu?

Kisah di atas adalah salah satu dari 19 cerpen yang ada di buku “Bukan Perawan Maria” ini. Cerpen berjudul “Baby Ingin Masuk Islam” ini hadir sebagai pembuka dan langsung menghentak saya sebagai pembaca.

“Kok bisa ya Feby Indriani kepikiran membuat cerpen seperti ini? Pikir saya.

Dan, semakin saya menyantap buku ini, semakin banyak kejutan yang saya jumpai. Ada banyak protes soal yang Feby utarakan dalam cerpen-cerpennya. Di cerpen “Tragedi Jumat Siang” misalnya, Feby mengangkat isu di mana banyak masjid yang sengaja menutup akses jalan dengan dalih: akan digunakan untuk beribadah.

Di satu sisi, ya beribadah tentu saja ganjarannya pahala. Namun, jika dilakukan dengan cara menutup akses jalan di mana ada banyak sekali orang yang berkepentingan akan menggunakannya, apakah bijak?

Tokoh Ahmad di cerpen ini bahkan dengan mudah dicap kafir, sombong, durhaka, setan dan (calon penghuni) neraka saat mencoba bernegosiasi untuk diizinkan lewat sebab dia terburu-buru sedangkan semua akses ditutup. Namun, komentar semacam, “Enggak menghargai sama sekali! Ini Jalan sudah dikosongkan untuk ibadah.” Hal.15 yang ia dapatkan.

Saya pernah menulis tulisan khusus mengenai penggunaan speaker masjid beberapa waktu lalu. Nah, soal ini juga tak luput dari Feby. Di cerpen “Rencana Pembunuhan Sang Muazin” dia mencoba menggali suara hati orang-orang yang merasa terzalimi akan penggunaan speaker masjid yang tak mengenal waktu.

“Tiap dini hari aku selalu terbangun karena suara mengaji dari musala itu.”

“Ah, betul! Aku juga. Apalagi ibu kosku baru memiliki bayi, dan si bayi sering terbangun karena kaget dengan pelantang suara muasala yang keras banget itu.” Hal.19.

Di cerpen lain yang berjudul “Tanda Bekas Sujud (1)” saya tertawa geli saat membacanya. Cerpen ini bercerita tentang sekelompok anak muda yang berburu tanda hitam di jidat.

“Tanda bekas sujud, itu yang dikatakan guru pengajiannya, akan didapati pada wajah mereka yang rajin shalat. Semua rekannya di kelompok pengajian itu berlomba-lomba untuk memili tanda tersebut di kening mereka.” Hal.33.

Saya tertawa sebab apa yang ada di cerpen ini sangat relate dengan apa yang kawan-kawan SMA saya lakukan dulu. Mereka –yang sebagian adalah anak rohis, dengan terbuka bercerita kepada saya dan kawan lain bahwa mereka melakukan beberapa cara untuk membuat jidat mereka hitam. Salah satunya dengan “mengerok” jidat mereka dengan menggunakan logam dan batu kecil. Buahahaha.

Kritik sosial Feby terhadap pria yang melakukan perselingkuhan dengan dalih poligami juga ia tuangkan dalam cerpen berjudul “Poligami dengan Peri”. Bedanya, jika di kehidupan nyata para pria busuk ini yang mencari berbagai cara untuk melakukannya, namun di cerpen ini, permintaan poligami itu datang dari sang istri.

“Ya, aneh lah, mana ada istri yang sungguh-sungguh rela dari lubuk hati paling dalam kalau suaminya menikah lagi?”

“Ya, ada saja tuh cerita-cerita dari sebagian kelompok yang seperti itu. Malah jadi seperti kampanye. Istri-istrinya tampil bersama dan akur. Kan, perempuan salihah....”

“Ah, omong kosong! Itu, kan, pembodohan untuk para Muslimah! Aku paling marah dengan kampanye seperti itu! Meremehkan perempuan banget!” Hal.51.

Sang suami begitu sewot mendapati permintaan Anisa, istrinya. Namun, ketika Anisa bilang bahwa sang suami akan dijodohkan dengan seorang peri, apakah suami tak berubah pikiran? Lagi-lagi cerpen yang bernas dan menarik.

Terkait judul tulisan ini yang menyinggung mengenai malaikat bercuti, ini terkait dengan cerpen berjudul “Malaikat Cuti” yang dikisahkan bahwa malaikat-malaikat yang ada memutuskan untuk cuti sementara dari tugas sebagaimana biasanya.

“Iya, cuti seperti manusia melakukan cuti. Berhenti sejenak dari rutinitas tugas sehari-hari,” sahut Mikail.

“Cuti itu Cuma ilusi buatan manusia. Buat kita, mana ada cuti?” Ar-Rad menghentikan cambuknya karena heran. Hal.131.

Cerpen ini menurut saya ada juga kaitannya dengan cerpen lain berjudul “Iblis Pensiun Dini”. Nggak main-main, yang mau pensiun adalah pimpinannya para iblis pula.

“Kau kan menjadi iblis pertama dalam sejarah yang mengajukan pensiun dini,” kata Hakim.

“Aku selalu senang mbisa mencatat sejarah,” ujarku tanpa menyembunyikan nada bangga. Hal.81.

Nah, apa yang menyebabkan iblis ingin pensiun dan malaikat ingin bercuti itu? Melihat apa yang terjadi pada kehidupan kita, para manusia belakangan ini, sepertinya jawaban itu hadir di benak kita masing-masing, bukan?

* * *

Buku “Bukan Perawan Maria” ini adalah buku pertama dari trilogi Islamisme Magis, “yaitu fiksi yang berakar dari tradisi, mitologi, keseharian hidup berislam yang lekat dengan hal-hal gaib dalam dunia kaum pemercaya.” Hal.xiii.

Cerpen pamungkas yang dijadikan judul buku ini pun terkait dengan hal itu. Di mana, diceritakan seorang wanita bernama Maria hamil tanpa disetubuhi lelaki manapun. Bak cerita Siti Maryam atau Bunda Maria yang melahirkan Nabi Isa (atau Yesus dalam kepercayaan Katolik) tanpa dibuahi sperma pria, di zaman sekarang seorang wanita muda bernama Maria juga mengalaminya.

Bedanya, Maria sebelum ini memang sudah terbiasa melakukan hubungan seks dengan para pria. Hidupnya segerampangan. Makanya, saat dia menceritakan kehamilan itu ke sahabatnya, reaksi semacam, “Siapa bapaknya?” Hal.170 akan keluar.

Maria menggeleng, “Demi Allah, tidak ada.”

“Ya, tidak mungkin, dong...”

Maria memejamkan mata. “Tapi, memang tidak ada.”

“Coba ingat-ingat, apa kamu pernah mabuk, lalu tak sadarkan diri? Mana tahu saat itu kamu tidur dengan seseorang, tapi tidak ingat.” Hal.171.

Kisah Maria yang mendadak hamil ini memiliki akhir kisah yang lumayan mengejutkan.

Buku “Bukan Perawan Maria” ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Italia, Jepang dan Jerman. Dengan segala prestasinya, saya sih tidak heran ya, sebab memang ke-19 cerpen yang hadir di buku setebal 200 halaman ini sama kuatnya, sama menariknya dan sama menghentaknya.

Saya sudah lama nggak baca kumpulan cerpen senikmat ini. Bahasa yang digunakan Feby ringan. Rasanya tak ada kata-kata njelimet yang ia pakai demi dicap sastra yang kadang sebagai pembaca bikin kepala pening saat dibaca. Selamat buat Feby untuk karyanya yang kece ini.

Skor 9/10


Profile Image for Fajar Martha.
42 reviews5 followers
January 5, 2023
Cerpen-cerpen di buku ini terlalu bernafsu ingin mengkritik agama (Islam), lantas melupakan tugas utama suatu cerpen: menghadirkan semesta fiksi dengan kepenulisan terampil, yang bisa membawa pikiran pembacanya memasuki semesta tersebut.

Terdapat banyak cemooh dan sinisisme kering, sehingga unsur magisme/fantasi terkesan dihadirkan untuk membasuh kekeringan tersebut.

Memang, karya seperti ini akan disambut hangat oleh sebagian kalangan. Tapi saya rasa penulis lebih cocok menulis protes pamflet saja.
Displaying 1 - 30 of 121 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.