Jump to ratings and reviews
Rate this book

Telepon Genggam

Rate this book

84 pages, Paperback

First published May 1, 2003

13 people are currently reading
218 people want to read

About the author

Joko Pinurbo

42 books361 followers
Joko Pinurbo (jokpin) lahir 11 Mei 1962. Lulus dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma Yogyakarta (1987). Kemudian mengajar di alma maternya. Sejak 1992 bekerja di Kelompok Gramedia. Gemar mengarang puisi sejak di Sekolah Menengah Atas. Buku kumpulan puisi pertamanya, Celana (1999), memperoleh Hadiah Sastra Lontar 2001; buku puisi ini kemudian terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Trouser Doll (2002). Ia juga menerima Sih Award 2001 untuk puisi Celana 1-Celana 2-Celana 3. Buku puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mendapat Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2002. Sebelumnya ia dinyatakan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Khatulistiwa Literary Award untuk antologi puisi Kekasihku (2004). Buku puisinya yang lain: Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), dan Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007). Selain ke bahasa Inggris, sejumlah sajaknya diterjemahkan ke bahasa Jerman. Sering diundang baca puisi di berbagai forum sastra, antara lain Festival Sastra Winternachten di Belanda (2002). Oleh pianis dan komponis Ananda Sukarlan sejumlah sajaknya digubah menjadi komposisi musik.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
44 (19%)
4 stars
108 (47%)
3 stars
67 (29%)
2 stars
6 (2%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 37 reviews
Profile Image for hans.
1,158 reviews152 followers
October 18, 2023
Buku ke-11 Jokpin yang aku baca setakat ini. Penulis paling cermat tutur dan aksara puisinya; ada tegas dan kritik juga humor yang aku suka. Penceritaannya mirip prosa dengan alur monolog dan dialog yang mengalir antara fiktif dan realiti. Tertarik dengan rangkapnya yang ekspresif dan berkias tapi mewah harmoni. Beberapa puisinya mengikut tema judul dengan subjek telefon genggam; lirikal dengan karakterisasi yang pelbagai— tentang hal-hal harian yang tragis dan misterius, perhubungan, keluarga, sikap, persahabatan juga sisi intens yang berlatar sureal/mistik atau hal kematian.

“Kalau harus gila, gila sajalah.
Ia ingin pulas dalam mimpi
yang ia tahu tak pernah pasti.”

“…bila aku sakit, telepon genggam suka menggodaku dengan suara angin dan ombak.
Lalu ia perlihatkan profil bulan yang malu-malu, profil ajal yang diutus waktu.”

“sebab kata-kata sudah besar,
sudah selesai studi, dan mereka
harus pergi cari kerjaan sendiri.”
Profile Image for Indah Threez Lestari.
13.4k reviews270 followers
June 19, 2010
Puisi untuk para bookaholic:

Bagaimana sebaiknya membaca buku:
1. Jangan sok pintar dan sok tahu. Jangan belum-belum sudah bilang: ah, kalau cuma begini aku juga mampu.
2. Jangan cepat merasa bodoh kalau tidak juga paham apa maunya buku. Apa yang tak kaupahami suatu saat toh akan membukakan diri.
3. Jangan terlalu lugu. Tahu kan batas antara lugu dan dungu sering tidak jelas-jelas amat? Kau bisa saja mengganti kata-kata dalam buku dengan kata-katamu.
4. Jangan sok filsuf: membaca buku sambil mengernyitkan dahi dan mengerutkan mata, apalagi pakai ketok-ketok jidat segala. Santai saja, supaya tidak penat. Kalau penat, kata-kata yang kaubaca tidak akan bebas menari-nari dalam otakmu
.

(Sajak "Buku")
Profile Image for Lalu Imaduddin.
4 reviews8 followers
February 27, 2012
Jujur. Saya paling suka "Telepon Genggam". Walaupun saya tidak terlalu mengerti parameter puisi yang bagus itu seperti apa, saya berpikir: puisi apapun yang menciptakan suasana nyaman saat membacanya dan tanpa sadar tiba-tiba saja sudah di halaman terakhir, itulah puisi yang bagus menurut saya.

Salut.
Profile Image for Nike Andaru.
1,637 reviews111 followers
September 17, 2021
75 - 2021

Telepon Genggam ternyata sudah diterbitkan berbelas tahun lalu oleh Jokpin, lalu tahun 2017 kembali diterbitkan ulang. Tentu saja karena telepon genggam yang makin banyak digunakan, makin canggih dan kadang makin membuat kita seolah tidak merasakan kesepian.

Jokpin selalu menghadirkan banyak sisi dari puisinya. Khas Jokpin ialah ia mampu menjadi penyair yang membawa puisi dengan kata-kata yang sederhana tapi mampu menjelaskan banyak cerita, dengan gaya yang seringkali lucu.

Judul favorit : Telepon Genggam, Buku, Anak Seorang Perempuan, Lupa, Sudah Saatnya dan masih banyak lagi kayaknya nih.
Profile Image for Rari Rahmat.
38 reviews7 followers
June 16, 2020
aku lupa di acara atau wawancara mana, tentang bukunya ini jokpin pernah bilang saat di awal tahun 2000-an mulai muncul telepon genggam, ia seolah menerawang kalau suatu hari telepon genggam bakal bikin orang-orang jadi gila karena pengaruhnya. dari mulai munculnya telepon genggam itu, ia menulis puisi-puisi di buku ini yang banyak kaitannya dengan telepon genggam. terbit di tahun 2002, lalu pada tahun 2017 diterbitkan ulang oleh penerbit basa-basi. sekarang? hampir semua orang punya handphone, selalu dibawa kemana-mana, dan ketika handphone kita hilang kita seolah ditinggalkan orang terkasih yang mati.

kalau boleh jujur, aku enggak terlalu suka dengan puisi-puisi jokpin, atau istilahnya not my cup of tea. salah satu alasannya, karena aku enggak terlalu suka dengan puisi humoris atau nyeleneh. dan sudah jelas, puisi-puisi jokpin dikenal dengan nuasa humor itu oleh khalayak. kehumorisan itu jelas sekali di buku ini. kayaknya, ini kali pertama aku menemukan bait puisi seperti, "dalam sakit saya sering mendengar suara orang batuk di kamar mandi, kadang disertai jeritan sakit euy!" (laki-laki tanpa celana). hahaha. tapi bukan berarti puisi jokpin jelek, bukan berarti semua puisinya enggak ada yang aku enggak suka. ini cuma soal selera.

dengan gaya kesederhanaannya, jokpin bisa menulis dengan jujur, dengan kebebasannya. ia percaya diri. itu hal yang selalu kupelajari dari puisi jokpin. pada catatan penutup ia menulis, "mengapa kebanyakan puisi saya berbentuk cerita atau narasi? jawaban paling mudah: dengan bentuk atau gaya naratiflah saya merasa paling nyaman menulis puisi." kalimat itu buat kuberpikir kalau lagi-lagi, menulis puisi adalah soal kenyamanan.

berikut beberapa bait puisi yang kusuka dalam telepon genggam:

telepon genggam: surga kecil yang tak ingin ditinggalkan (telepon genggam)

setiap subuh ibu itu memungut embun di daun, menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat sekolah. malam hari diam-diam ia memetik air mata, menyimpannya dalam botol, meminumkannya kepada anak-anaknya bila mereka sakit.
.
ia mendidik anak-anaknya untuk tidak cengeng. ia tidak suka melihat orang mudah menangis. bila anak-anaknya bertanya, "mengapa ibu tak pernah menangis?", jawabnya, "biar kutabung air mataku buat hari tua. bila kelak aku meninggal, kalian bisa memandikan jenazahku dengan tabungan air mataku. (ibu yang tabah)

kini ibu saya yang cerdas terbaring sakit. tubuhnya makin hari makin lemah. dalam sakitnya ia sering minta dibacakan sajak-sajak saya dan kadang ia mendengarkannya dengan mata berkaca-kaca. beberapa saat sebelum beliau wafat, saya sempat lancang bertanya, "bu saya ini sebenarnya anak siapa?" saya membayangkan ibu yang penyayang itu akan hancur hatinya. tapi sambil mengusap kepala saya, ia menjawab hangat, "anak seorang perempuan." (anak seorang perempuan)
Profile Image for Ammar Jayyid.
71 reviews2 followers
January 6, 2021
Kumpulan puisi itu (Telepon Genggam) seharusnya terbit sekarang, bukan 14 tahun yang lalu. - Joko Pinurbo kepada Gunawan Tri Atmojo (2017).

Telepon genggam sangat lekat dengan kehidupan dan problematika manusia saat ini. Di mana orang-orang seperti tidak dapat lepas dari telepon genggam, kalau bahasanya Jokpin, telepon genggam itulah yang lebih erat menggenggam si empunya. Menariknya, puisi ini ditulis di sekitar tahun 2002 dan 2003, yang kemudian dicetak lagi pertengahan tahun 2017.

Bentuk-bentuk puisi dalam kumpulan ini yang banyak jauh dari kaidah-kaidah puisi kebanyakan. Sangat naratif dan ‘seenak-enak’ Jokpin saja. Haha Tapi itu diungkapkan Jokpin sendiri.

Dan satu lagi yang berbeda dari buku puisi Jokpin lainnya, adalah bagian Catatan Penutup. Bagi saya ini adalah bagian yang sangat menyenangkan, karena di sini Jokpin bercerita sedikit proses di balik sehimpun puisi ini, sehingga saya sebagai penikmat mampu menangkap lebih apa yang ingin coba disampaikan olehnya. Yaitu ‘keresahan’ genggaman telepon genggam. Dari 2003 ke 2017 ketergantungan manusia pada telepon genggam tetap terjadi. Bisa dibilang malah telepon genggam saat ini lebih nempel lagi dengan penggunanya akibat semakin canggihnya fitur yang ada, dan semakin banyak hal yang bisa dilakukan melalui telepon genggam itu. Tidak terbatas pada telepon dan sms saja seperti pada tahun 2003 silam.

Di catatan penutup, Jokpin menyebutkan bahwa dari kumpulan puisi ini lahir beberapa puisi lagi, seperti “Telepon Tengah Malam” yang ngena sekali. Meskipun tidak masuk dalam kumpulan ini, tapi ini masuk puisi Jokpin favorit saya. Entah mengapa puisi-puisi Jokpin yang sangat saya senangi temanya selalu menyangkut keibuan. Haha sialan kau pak!

Selain itu,“Laki-laki Tanpa Celana” di kumpulan puisi ini, sampai jadi cerpen dan masuk ke Cerpen Pilihan Kompas 2003. Saya pernah baca cerpen ini secara colongan di Gramedia. Haha dan baru tahu kalau cerpen ini berasal dari puisi. Puisi yang agak aneh sih.

Masih banyak lagi puisi di sini, karena total ada 31 puisi. Tapi inilah sudah ulasan uwuwu dari saya. Hehe
Profile Image for Hani Maldini.
156 reviews1 follower
February 11, 2024
“Engkau tidak takut sekian lama tinggal sendirian? Engkau tidak kesepian? Oh, tidak. Mungkin malah sepi yang takut dengan kesendirianku”

Deskripsi:
Merupakan satu himpunan puisi, “Telepon Genggam” itu sendiri hanyalah salah satu kisah yang di lampirkan dalam koleksi ini. Awalan puisi-puisi yang ditulis merefleksikan kehadiran telepon genggam di tengah-tengah kemajuan hidup. Saat ini, telepon genggam sangat lekat dengan kehidupan dan problematika manusia. Di mana orang-orang seperti tidak dapat lepas dari telepon genggam tetapi menurut penulis, telepon genggam itu lah yang lebih erat menggenggam si empunya.

Jujurnya, puisi secara general bukan lah satu genre sastera kegemaran untuk saya baca dan telaah - bukan kerana membenci, saya malah amat mengagumi prosa-prosa yang puitis cumanya saya selalu akan berasa kecewa kerana gagal memahami sesetengah apa yang cuba disampaikan. Ini kerana bagi saya, untuk menyampaikan sesuatu idea adalah penting untuk mesej yang disampaikan itu mudah difahami oleh pembaca atau pendengar. Tetapi itu lah seni, bukan semuanya perlu dilontarkan secara literasi?

Untuk itu, saya sebenarnya merasa senang dengan karya Joko Pinurbo ini kerana keseluruhan yang ditulis sebenarnya adalah sangat mudah dihadam. Boleh saya katakan, puisinya tidak ditulis dengan struktur sajak yang tipikal atau sepatutnya aturan sistematik sebuah puisi - tidak berirama, tidak berjargon dan tidak bermesej bersirat setiapnya. Karya puisi beliau yang dibuat bebas ini saya rasa istimewa kerana unsur-unsur keseharian, santai dan lucu yang dipenakan tanpa perlunya metafora melampau.

Dari puisi terpendek “Selamat Tinggal” hingga yang terpanjang “Laki-Laki Tanpa Celana”, kalimat-kalimat yang diaturkan membuat saya sebagai pembaca terpana dengan bahasanya yang mudah, lancar dan berasa nikmat kerana tidak perlu memaknainya sedalam yang serius. Namun, walau kurang kerja pembaca untuk mendalami, bukanlah maksudnya karya ini adalah karya yang mudah dinukil atau ‘malas’, ianya karya yang segar dan memberikan pengalaman yang sangat mengasyikkan.

4 🌟
Profile Image for 沈沈.
737 reviews
September 28, 2021
Telepon Genggam memperlihatkan proses lebih lanjut bahwa unsur main-main Jokpin memang menonjol sekali, melebihi yang pernah dilakukannya pada tiga buku sebelumnya, sambil di sana-sini meletupkan parodi, memunculkan kejutan, aforisme, dan truisme. Dari yang sederhana, misalnya mengganti “malang dapat ditolak, untung dapat diraih” hingga perlambang serius, contohnya “mandikanlah dia hingga tak tersisa lagi luka.” Dia gemar sekali memasukkan unsur keseharian, makian, olok-olok ke dalam puisi-prosanya bisa jadi karena ingin tahu sebenarnya apa dampak penggunaan itu terhadap pembacaan dan pemaknaan. Perkiraannya ada dua kemungkinan, pertama Jokpin ingin mendekatkan puisi kepada pembaca dengan mencari kekuatan ungkapan sebagaimana iklan televisi yang suka pernyataan hiperbolik kepada pemirsa. Agar pembaca terus terpana dan tak berhenti sebelum selesai. Kedua dia ingin agar puisinya bisa merambah ke mana saja, dengan subjek, kosakata, diksi, dan gaya yang baru. Kemungkinannya bisa sangat luar biasa, sebab citra-citra yang digunakan Jokpin tak pernah usang. Untuk buku ini jumlahnya tak perlu banyak, cukup 32 buah, rasanya Jokpin bisa menjamin pembaca akan memiliki pengalaman baru atau terheran-heran ternyata ada puisi yang bisa lancar sekali dibaca, bahasanya bersih, membuat segar, tak membuat orang terbata-bata atau terhenti terhalang kosakata tak dimengerti atau bisa bikin alergi.
Profile Image for Puspa.
168 reviews2 followers
August 11, 2020
Penyair kelahiran 46 tahun silam ini bercerita tentang emosi manusia terhadap ponsel. Ada yang gelisah, senang atau malah sedih ketika membaca pesan dalam handphone. Banyak yang merasa tidak tenang bila belum membaca pesan dalam inbox si ponsel dalam sehari.

Seperti dalam puisi pembuka berjudul sama dengan tajuk buku, “Telepon Genggam”. Ia menceritakan dua tamu berlawanan jenis yang bertukar nomor telepon. Sepulang dari pesta, si tamu pria tidak lekas berganti pakaian namun malah merapikan jas dan sepatunya. Ia tengah berharap-harap menerima panggilan dari nomor tamu wanita. “Ia berbaring telentang, masih dengan kaus kaki dan jas yang dipakainya ke pesta dan telepon genggam tak pernah lepas dari cengkeraman. Telepon genggam, surga kecil yang tak ingin ditinggalkan.’’

Masih ada beberapa puisi bertemakan telepon genggam. Selamat Tidur, Laut dan Panggilan Pulang, misalnya. Sisanya, pembaca temui beragam tema yang akan membawa pembaca ke suasana haru, mistis atau malah terpingkal-pingkal.

Joko tidak selalu menuliskan dalam bentuk konvensional. Terkadang puisinya tidak biasa. Ada pula yang seolah-olah tak mengindahkan diksi.

Ulasan juga tayang di: https://dewipuspasari.net/2008/11/12/...
Profile Image for endang cippy.
275 reviews26 followers
March 1, 2022
Aku baru merasakan baca buku puisi via ebook dan pinjam di app ipusnas sungguh luar biasa.

Bagi penikmat puisi. Jangan baca puisi via online atau ebook. Aku benar-benar kesulita n sekali menangkap makna yang di tulis oleh pengarangnya.

Perlu waktu lama untuk mencerna.
Bolak balik melihat halaman sebelumnya.
Dan perlu kesabaran tinggi.

Berhubung buku ini sudah tidak di cetak lagi. Antrian peminjamannya semakin panjang.

Awalnya, aku pinjam masih sepi. Masih sisa 3 stok.
Setelah lewat dari 3 hari.
Antriannya berubah jadi 40 orang!

Untuk isi dalamnya sendiri. Aku suka walaupun gak terlalu suka seperti buku puisi jokpin sebelumnya ( Baju Bulan dan Buku Latihan Tidur).

Dari penggalan-penggalan proses baca yang aku bagikan. Itulah yang membuatku terkesan.

Oh iya, di app ipusnas. Kalau ada kutipan-kutipan bagus sudah tidak bisa ditangkap layar. 😅😅😅
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Lidia.
91 reviews
July 7, 2022
Puisi-puisi Jokpin di buku ini lagi-lagi bikin saya sebagai pembaca geleng-geleng kepala, senyum sendiri, bahkan bicara sendiri di depan HP. LUAR BIASA

Mungkin puisi Telepon Genggam ini adalah ungkapan keresahan Jokpin terhadap telepon genggam yang sangat menguasai hidup kita. Di mana kita tak pernah berhasil lepas dari genggamannya. Apalagi melihat fungsi dari telepon ini bukan hanya sekadar komunikasi, tetapi lebih dari itu(membaca, kerja tugas kantor, game, dll) yang didukung dengan fitur dan aplikasi, memudahkan pekerjaan.

Jokpin memang selalu mengangkat tema2 keseharian dalam puisi-puisinya, hingga tak jarang kita dibuat tertawa, geli, dan gila sendiri.

Dan menurut saya yang paling menarik dari buku ini adalah kata2 penutup dari Jokpin, tentang proses penerbitan Telepon Genggam nya.
Profile Image for Fira.
125 reviews
December 8, 2024
Rate 3.5/5⭐

Semakin lama waktu berjalan semakin erat telepon menggenggam kita, lebih dari yang kita bayangkan, lebih dari kekuatan kita menggenggamnya maka semakin relevan puisi pak jokpin yang sudah ditulis puluhan tahun yang lalu ini. Satir didalamnya sungguh menghibur dan semoga menyinggung untuk memberi kesadaran bagi kita pembaca yang mungkin juga lewat telepon genggam.
Saya suka bagaimana telepon genggam dituliskan seperti terikat dengan kesepian, menunggu, excited dan kisah-kisah tentang telepon genggam dalam buku ini. Namun saya merasa, semakin lama temanya mulai berubah, itulah yang mengambil 1 dan separuh bintang dalam rating saya, saya merasa terlalu terhibur dalam tema telepon genggam and then it leaves me alone tapi catatan penutup cukup menghibur saya. Overall it's a good read.
Profile Image for Ripeh.
50 reviews3 followers
December 18, 2020
Benar bahwa saat ini telepon genggam dengan segala kecanggihannya sudah menggenggam kita lebih erat daripada tangan kita yang hampir nggak lepas menggenggamnya.

Sehimpun puisi ini sangat lain daripada yang pernah kubaca. Istimewa dengan caranya sendiri. Sedikit menggelitik, nggak jarang bikin kening mengerut, tapi aku paling suka pada puisi panjang Laki-laki Tanpa Celana. Ada nuansa horror yang nggak pernah kuduga akan ada dalam puisi yang ditulis Pak Joko Pinurbo, yang membuatku justru jadi menganggap puisi panjang ini menarik.

Ini pertama kali aku membaca kumpulan puisi beliau, setelah sebelumnya aku jatuh hati pada satu puisi karya Pak Joko Pinurbo yang berjudul Kamus Kecil.
Profile Image for Lesh✨.
277 reviews4 followers
June 3, 2024
Puisi yang mengarah ke prosa juga. Mulai ketagihan baca puisinya Jokpin karena seseru itu! Lucu, haru, sedih, kadang satir juga. Layak dibaca kapan pun karena cumup relate sampai sekarang. Aku suka pada bagian Lupa.

Pekerjaan yang paling mudah dilakukan adalah lupa.
Tidak butuh kecerdasan. Tidak perlu pendidikan.
Hanya perlu sedikit berpikir. Itulah sebabnya, banyak orang tidak suka kalender, jam, dan tulisan.
Menghambat lupa. Padahal lupa itu enak.
Membebaskan. Sementara.

Musuh utama lupa ialah kapan.
Profile Image for Aldrina.
84 reviews15 followers
July 5, 2024
W ga paham maksud dari stengah awal buku, tapi siapa sangka setelahnya somehow w paham dan relate:D

Ada sekitar 5 judul yang suka, most of them are melancholic. Suka banget sama judul "Lebih Dekat Dengan Engkau", sepanjang puisi w sennyum-senyum.. kira-kira kayak gini muka w 🙃 hehe

One thing for sure, "Santai saja supaya tidak penat. Kalau penat, kata-kata yang kau baca tidak akan bebas menari-nari."
Profile Image for Ariel Seraphino.
Author 1 book52 followers
February 24, 2018
Awalnya agak kurang senang dengan bentuk puisi naratif seperti yang dibuat dalam kumpulan puisi ini. Tetapi semakin lama dibaca semakin menarik juga. mungkin bukan krn jalan ceritanya yang menarik tetapi diksi-diksi yang dipilih oleh Jokpin yang bikin berdecak kagum. Favorit saya adalah puisi Buku. Syahdu sekaliii
Profile Image for Kla.
55 reviews4 followers
December 21, 2024
Buku ini seru buat dibaca! Joko Pinurbo banyak memasukkan keseharian kita dalam puisi-prosanya, hingga semua makian dan olokan bisa sampai ke pembaca. Mungkin aku bukan orang yang bisa menelaah puisi sebegitunya, tapi di Telepon Genggam ini banyak banget yang ‘nyangkut’ di aku.

“.. sebab kata-kata sudah besar,
sudah selesai studi, dan mereka
harus pergi cari kerjaan sendiri.”
Profile Image for ito.
11 reviews
March 8, 2019
Saya sebenarnya kurang paham tentang dunia puisi. Tapi saya suka membaca untaian kata berima yang saling berhubungan, walau saya masih kurang ilmu untuk menafsirkannya. Telepon Genggam benar-benar fresh! Sangat nyaman untuk dibaca bagi orang awam. Saya suka sekali dengan konten yang penulis buat.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
March 23, 2021
Salah satu puisi Jokpin bertema telepon genggam berjudul Genggam yang saya baca di buku Surat Kopi. Dalam buku ini ada juga sejumlah puisi dengan tema serupa.

Paling suka dengan puisi berjudul Lupa.

Ada juga prosa yang lumayan panjang, selain puisi-puisi.
Profile Image for Deva.
44 reviews
July 22, 2025
Mata mengincar mata, merangkum ruang. Rasanya kita pernah bertemu. Dimana ya? Kapan ya?
Apa salahnya, sesekali kita berlupa
sesekali kita kembali jadi bocah manja
tidak tahu bencana yang bakal tiba
tidak sempat berpikir tentang dosa
Profile Image for Ratih Cahaya.
413 reviews7 followers
December 8, 2021
Dari beberapa buku puisi Joko Pinurbo yang telah kubaca, mungkin ini yang paling favorit dan menggelitik.
Profile Image for Andita.
308 reviews3 followers
October 15, 2024
Jokpin dan Telepon Genggam, seperti dua hal yang tidak bisa lepas dari satu dan yang lainnya. Membaca Telepon Genggam adalah membaca bagaimana Jokpin banyak menarasikan puisinya. Indah!
Profile Image for Mita Iskhomiya.
38 reviews
December 22, 2025
Puisi Jokpin tampak main-main, tapi menyentuh dan tajam. Kelihatan ringan, tapi berat di perasaan. Telepon Genggam ditulis dengan humor tipis, reflektif dan kesedihan yang jujur.
Profile Image for Robi Manulang.
15 reviews4 followers
September 25, 2022
Subjektif saya, inilah karya terbaik Jokpin dari pembacaan 9 karya setelah ia menjadi 'vampir' yang mengamati kaum milenial di jejaring sosial media.
Profile Image for Dzata Iffah.
46 reviews1 follower
January 31, 2024
"Telepon Genggam" Buku kumpulan puisi Karya Jokpin ini merupakan karya Jokpin yang pertama kali saya baca. Buku ini sebenarnya aku beli pada tahun 2021 waktu ada bazar buku di kota tempatku kuliah. Alasanku membeli buku ini karena ada salah satu puisi bertema "buku", yang membuatku langsung jatuh cinta dengan karya jokpin.

Buku "Telepon Genggam" ini merupakan puisi yang ditulis beliau sekitar tahun 2002-2003, dan pada tahun itupun aku masih berusia sekitar 2/3 tahun😭. Bisa di bayangkan pada tahun tersebut Jokpin sudah menulis puisi tentang keresahannya tentang telepon genggam, yang ternyata pada 20 tahun kemudian masih sangat sangat relate dengan kehidupan di kehidupan sehari hari.

Puisi yang menjadi favorit ku di buku ini adalah: Selamat Tidur, Buku, Selamat Ulang tahun buku, Lupa

My Rating on Goodreads: 4/5

#bookreview #book#bookrecommendations #jokopinurbo #jokopinurboquotes #jokpin
Profile Image for fara.
280 reviews42 followers
August 19, 2022
Saya memang menyukai banyak sekali judul puisi di dalam buku ini, tapi entah kenapa saya justru tertarik pada cerita Jokpin di lembar paling akhir perihal proses penerbitan Telepon Genggam yang berangkat dari kegelisahannya soal benda canggih yang mengambil atensi seluruh insan manusia di muka bumi ini. Beberapa puisi memang saya temukan kurang menarik, kurang nendang, atau apalah (saya nggak tahu bagaimana menilai puisi yang baik dan benar, tapi saya selalu menggunakan feeling saja). Namun, seperti yang telah saya sampaikan, banyak juga yang saya suka. Selamat Tidur, Jam, Ojek, Anak Seorang Perempuan, sampai yang paling saya soroti: Laki-laki Tanpa Celana. Walau saya bukan penggemar puisi-puisi Jokpin, penggunaan narasi yang agak panjang alih-alih tipografi estetik lain, saya rasa itu hal yang unik.
Profile Image for Laras.
160 reviews
October 5, 2016
Setiap subuh ibu itu memetik embun di daun-daun, menampungnya dalam gelas, dan menghidangkannya kepada anak-anaknya sebelum mereka berangkat sekolah. Malam hari diam-diam ia memeras airmata, menyimpannya dalam botol, dan meminumkannya kepada anak-anaknya bila mereka sakit. –Ibu yang Tabah

Perkenalan saya dengan Joko Pinurbo sama seperti dia, terjadi lewat tulisan. Dengan tulisan pula Joko mempersembahkan rangkaian kisah yang bukan hanya sekedar kata, tapi juga makna.
Profile Image for Arystha.
323 reviews11 followers
March 7, 2022
30 puisi dalam buku ini yang ditulis pada rentang tahun 2002-2003. Tema-tema yang mendominasi adalah telepon genggam itu sendiri (seperti judul bukunya), dan beberapa tema lain seperti jam dinding, foto, anjing, ojek, pengarang, mandi, buku, kanibal, ibu, dan tema-tema lain.
Puisi terakhir dalam buku ini:

Selesai Sudah
Tugasku Menulis Puisi
sebab kata-kata sudah besar,
sudah selesai studi, dan mereka
harus pergi cari pekerjaan sendiri.
(2003)
Displaying 1 - 30 of 37 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.