Ramadhan, maaf, kami masih sibuk dengan aktivitas. Kedatanganmu sering kali hanya kami jadikan ritual tahunan tanpa makna.
Ramadhan, maaf, kami masih sibuk. Sesekali kami memang menyentuh Al-Qur’an, tetapi tetap saja tak sebanding dengan intensnya hubungan kami dengan smartphone, gadget, dan televisi.
Ramadhan, maaf, kami masih saja sibuk dengan urusan dunia. Iming-iming pahala yang berlipat ganda tetap tak menggugah hati kami dalam jor-joran dalam ibadah, gila-gilaan dalam sedekah. Kami lebih takut kekurangan uang untuk mudik dan Lebaran, ketimbang rasa takut jika ini Ramadhan terakhir kami.
Allah, maaf, uang belanjaan lebih kami khawatirkan ketimbang ampunan-Mu. Makanan dan pakaian lebih kami prioritaskan ketimbang taqarrub pada-Mu.
Ya Allah, jika ini Ramadhan terakhir kami, semoga ibadah kami yang tak seberapa itu Engkau terima, semoga dosa kami yang menggunung itu Engkau ampuni.
Ramadhan, maaf, kami masih sibuk. Sesekali kami memang menyentuh Al-Qur'an, tetapi tetap saja tak sebanding dengan intensnya hubungan kami dengan smartphone, gadget, dan televisi.
Ramadhan, maaf, kami masih saja sibuk dengan urusan dunia. Iming-iming pahala yang berlipat ganda tetap tak menggugah hati kami untuk jor-joran dalam ibadah, gila-gilaan dalam sedekah. Kami lebih takut kekurangan uang untuk mudik dan liburan, ketimbang rasa takut pada peluang pahala besar yang hendak hilang usai Ramadhan.
Allah, maaf, kami masih saja sibuk. Kami lebih sibuk mempersiapkan mudik kami, hingga kami lengah mengisi Ramadhan-Mu yang hendak berakhir ini. Kami sibuk mempersiapkan Lebaran kami, sehingga tak sadar bisa jadi ini Ramadhan terakhir kami.
Rabb, maaf, kami jauh lebih sibuk untuk merenovasi rumah kami, hingga kami lupa memperbaiki ibadah kami. Kami sangat sibuk menghias halaman dan ruang tamu kami, hingga kami lupa untuk menghias hati kami.
Allah, Maaf, THR, dan belanjaan lebih kami khawatirkan ketimbang ampunan-Mu. Makanan dan pakaian lebih kami prioritaskan ketimbang taqarrub pada-Mu.
Tuhan, maaf, kami tak pernah menangisi Ramadhan-Mu yang hendak pergi meninggalkan kami. Karena pikiran kami tersita untuk menikmati Lebaran yang terasa lebih menyenangkan bagi kami.
---------
Buku ringan ini berisi 28 renungan Ramadhan serta 20 sajak-sajak Ramadhan yang ditulis dengan bahasa lugas dan sederhana. Saya sebut ringan karena memang renungan yang diangkat dalam buku ini cukup familiar dan dekat dengan keseharian kita.
Walau membahas tema bulan suci Ramadhan, @ahmadrifairifan tidak membahas tema-tema berat dan bikin kepala pusing. Ia membawa kita pada renungan yang begitu dekat namun seringkali tidak kita sadari.
Cocok dibaca saat menunggu waktu berbuka puasa, sambil merenungi ibadah yang telah atau akan kita jalani di bulan Ramadhan kali ini.
Sejujurnya, baca buku ini kurang memenuhi ekspektasiku di awal. Tapi, aku tetap melanjutkan. Setelah selesai pun, aku endapkan dulu, lalu merenungi sejenak tentang apa-apa yang disampaikan penulis.
Akhirnya, aku mulai paham. Penulis lebih ingin membantu pembaca untuk mendobrak mindsetnya.
Di buku ini, penulis kembali mereminder kita akan mulia-nya bulan Ramadhan. Syahrus shiyam, syahrul qur’an, syahrur rahmah, syahrul maghfiroh. Ah, betapa agungnya.
Allah sudah ngasih kita kesempatan nih selama 11 bulan buat ngumbar nafsu, yang seringkali kita jadikan setan sebagai kambing hitam penggoda iman. Nyatanya, di bulan Ramadhan setan tak lagi menggoda, kenapa masih aja kita nggak kuat nahan nafsu? Ah, alasan ! Jleb bangeett 🥲
Kadang, kita dengan pede-nya beranggapan bahwa tahun depan bakalan ketemu lagi sama Ramadhan, iya kalau iya, kalau nggak?
Ramadhan bukan lagi dimanfaatkan untuk memperbanyak ibadah, yang ada malah sibuk meraup penghasilan tambahan, ngurusin bukber dan reuni halbil, persiapan beli ini itu buat mudik, dan segala tetek bengek ‘baru’ yang mau ditampilkan di hari raya. Padahal, ngga gitu konsepnya 😭
Malu cah ! Baca buku ini kok rasanya jadi sungkan ke Gusti Allah. Bilangnya ‘Marhaban Ya Ramadhan’ tapi aplikasinya ga sesungguh itu menyambut dan membersamai Ramadhan, khususnya di 10 hari terakhir.
Buku ini dengan gaya khas Mas Rifa’i yang ringan dan santai dalam mengolah kata, recommended banget dibaca menjelang Ramadhan begini. Semoga bisa menambah imputan lebih semangat lagi mengoptimalkan diri selama bulan Ramadhan.
Tentang hal-hal yang berkaitan dengan Ramadhan. Ada beberapa kata-kata menarik dari buku ini.
"Night of The Thousand Moon" "Dalam mencari Lailatul Qadar kita seolah sedang bermain undian dengan Allah. Malam 21 Ramadhan masjid membludak, malam 22 kembali sunyi. Malam 23 ramai iktikaf, malam 24 sepi. Malam 27 berbondong-bondong menginap di masjid, malam 28 menikmati tidur nyenyak di rumah. Malam 29 semakin rajin, malam 30 waktunya bubar. Good Bye Ramadhan, kini saatnya pesta." (Halaman 161)
"Kadang kita di atas, kadang terlindas. Suatu ketika di puncak, namun adakalanya terinjak." (Halaman 179)
Membaca buku ini di bulan Ramadhan membuat diri ini tersindir dan tertampar karena terkadang lalai dan abai begitu saja dengan bulan istimewa yang penuh dengan keberkahan dan ampunan. Menggunakan diksi yang ringan dan mudah dipahami seakan menjadi pengingat untuk kita semua sebagai pembaca bahwa sejatinya Allah dengan segala kemurahan sifatNya memberikan kita jeda sejenak ditengah hiruk pikuknya urusan duniawi. Selain itu dilengkapi dengan riwayat hadist nabi dan dalil ayat Al-Quran yang semakin menambah keistimewaan buku ini. Recomended!
Renungan-renungan di buku ini menggetarkan hati, membuatku berulang kali bertanya pada diri sendiri. Banyak pencerahan yang kudapat. Setiap renungan dibahas dengan sederhana. Namun, sayang sekali, terlalu banyak kalimat dan paragraf yang repetitif. Sesuai judulnya, buku ini akan lebih afdal dibaca saat bulan Ramadhan.
Buku nonfiksi kedua yang kubaca bulan ini, ya ditemukan tak sengaja di gramedia digital dan bertepatan dengan bulan yang sama dengan judulnya, Ramadhan. Ada 26 renungan yang berhubungan dengan ramadhan, mulai dari arti puasa hingga idul fitri. Bahasa yang digunakan ringan mudah dipahami, membuat aku yang membaca banyak setuju dengan tulisannya.
Aku suka buku ini hanya saja banyak pengulangan di tiap renungan membuatku kadang pengen skip baca saja karena kalimatnya cenderung mirip, atau malah bisa lebih simpel tanpa pengulangan. Marhaban ya Ramadhan😇