Jump to ratings and reviews
Rate this book

Untuk Negeriku #1

Bukittinggi - Rotterdam Lewat Betawi

Rate this book
Saat aku duduk di kelas III, Pak Gaekku akan pergi ke Mekkah dan aku akan dibawanya menurut rencana yang sudah ditetapkan. Tetapi, beberapa minggu sebelum berangkat, ada desakan dari ibuku dan pamanku, supaya jangan aku yang ikut serta, melainkan pamanku yang bungsu, Idris. Aku dianggap terlalu muda untuk pergi ke Mekkah, sedangkan pengajian Al Quran belum tamat. Menurut pamanku, lebih baik aku tamat sekolah dulu. Sesudah khatam Quran dan mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab, barulah pergi ke Mekkah dan kemudian ke Kairo. Alasan itu diterima oleh Pak Gaekku dan ia berangkat ke Mekkah dengan Idris, pamanku. Ayah Gaekku di Batuhampar tidak setuju dengan perubahan rencana itu, tetapi sebagai seorang ahli tarekat, akhirnya ia mengalah juga. "Ini barangkali sudah takdir Allah," katanya. Tetapi ia selalu berharap supaya didikanku betapa juga berbelok-belok jalannya, akan berakhir di Al Azhar. "Ikhtiar dijalani, takdir menyudahi," katanya lagi. Ia dapat menghargai "pengetahuan dunia," tetapi pengetahuan agama lebih besar nilainya. Masyarakat hanya dapat menjadi baik dengan bimbingan agama.

324 pages, Paperback

First published January 1, 2010

51 people are currently reading
383 people want to read

About the author

Mohammad Hatta

84 books181 followers

Latar Belakang dan Pendidikan
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.

Nama yang diberikan oleh orang tuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Perjuangan
Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.

Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,” aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.

Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.

Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
176 (53%)
4 stars
121 (36%)
3 stars
25 (7%)
2 stars
5 (1%)
1 star
5 (1%)
Displaying 1 - 30 of 38 reviews
Profile Image for Maya.
Author 17 books28 followers
Read
January 31, 2012
Published by Padang Ekspres Daily Newspaper

Resensi buku “ Mohammad Hatta: Untuk Negeriku. Sebuah Otobiografi.”
Membaca Sejarah Indonesia dari Kenangan Hatta
Oleh Maya Lestari Gf.

Telah banyak buku-buku yang mengupas siapa Mohammad Hatta termasuk pemikiran-pemikirannya. Namun, tentu saja semua itu tak cukup bagi kita untuk mengerti benar siapa ia. Sebab, buku-buku tersebut ditulis dalam sudut pandang orang ketiga. Itulah sebabnya, buku berjudul Padamu Negeri, otobiografi Mohammad Hatta yang terbit ulang tahun ini menjadi istimewa. Sebab bukan sekadar catatan sejarah, tapi juga memuat gejolak perasaan Mohammad Hatta serta pendapatnya terhadap suatu peristiwa bersejarah bagi Indonesia.
Hatta memulai kisahnya dengan dua peristiwa yang kemudian hari menjadi pijakan penting haluan hidupnya. Peristiwa pertama terjadi pada tahun 1908. Saat Mohammad Hatta masih berusia enam tahun, ia melihat sesuatu yang menusuk kalbu di jembatan dekat rumahnya. Selusin serdadu Belanda ditugaskan berjaga di jembatan itu untuk menggeledah setiap warga yang lewat. Saat itu Perang Kamang sedang pecah, dan Belanda tak mau mengambil resiko ada orang bersenjata masuk ke Bukittinggi. Setiap hari, dari jembatan itu terdengar suara-suara hardikan dari para serdadu.
Peristiwa kedua yang mengharubiru hatinya adalah saat Pak Gaek Rais, sahabat pak gaek Hatta ditangkap Belanda karena tuduhan terlibat Perang Kamang. Dengan mata kepalanya sendiri Hatta melihat Pak Gaek Rais melambaikan tangan dari balik jendela kereta api dengan tangan dibelenggu. Kisah ini digambarkan begitu dramatis dan sangat filmis oleh Hatta. Mengingatkan kita pada adegan-adegan perpisahan sedih yang tak terucapkan di berbagai film drama.
Lahir sebagai keturunan ulama besar, Datuk Abdul Rahman, seorang ulama terkemuka yang memiliki banyak murid di Batuhampar, Hatta dididik dengan ajaran Islam yang ketat sedari kecil. Masih belia ia sudah dikenalkan dengan prinsip-prinsip pengabdian serta jalan tarekat menuju Tuhan. Pendidikan ini membentuk Hatta menjadi pribadi yang santun serta sangat menjaga dirinya dalam pergaulan dengan lawan jenis. Soal kesantunannya terhadap perempuan ini sudah dikenal luas oleh publik dan—menurut sejarahwan Taufik Abdullah, telah menjadi semacam folklore (cerita rakyat) di tengah masyarakat. Ini pun tampak dalam otobiografinya. Ia nyaris tidak menyinggung kehidupan pribadinya dengan perempuan. Kalaupun ia menulis tentang seorang perempuan, maka hanya dari sisi intelektualitasnya saja. Terlihat saat ia menceritakan Ainsjah Jahja, komisaris Jong Sumatranen Bonds (JSB) Cabang Padang yang cerdas. Itu pun dikisahkan dengan gaya satire, dimana para lelaki yang hadir dalam rapat JSB tak berani tampil ke depan untuk ikut berpidato pula, karena merasa sudah ‘dikalahkan’ oleh pidato Ainsjah yang memukau.
Otobiografi Mohammad Hatta ini terbagi atas tiga jilid. Jilid pertama, Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi, menceritakan kisah hidupnya dari masa kanak-kanak di Bukittinggi hingga masa ia kuliah di Belanda. Jilid pertama ini diakhiri dengan pidato pembelaannya yang terkenal, Indonesia Vrij. Pidato ini lahir sebagai pembelaan diri atas tuduhan mengikuti perhimpunan terlarang, memberontak dan menghasut. Jilid kedua, Berjuang dan Dibuang, mengisahkan masa-masa perjuangannya bersama tokoh-tokoh nasional lain dalam menentang berbagai kebijakan Belanda yang menyengsarakan rakyat, termasuk pahitnya dipenjara. Sementara jilid ketiga yang berjudul Menuju Gerbang Kemerdekaan mengisahkan peristiwa penting seputar pendudukan Jepang, proklamasi hingga perjuangan diplomasi di dunia Internasional. Otobiografi ini diakhiri dengan peristiwa penyerahan kedaulatan Belanda ke RIS pada Desember 1949.
Ada pertanyaan penting seputar otobiografi ini. Mengapa Hatta mengakhiri otobiografinya hingga tahun 1949 saja?Meutia Hatta, putri tertua beliau memiliki dugaan. Menurutnya, Mohammad Hatta dalam hidupnya memiliki dua kenangan yang begitu membanggakan. Pertama, saat proklamasi Indonesia pada 17 Agustus 1945, kedua saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda ke RIS pada Desember 1949. Perasaan bangga itulah yang menyebabkan Mohammad Hatta menulis memoarnya hingga tahun 1949 saja. Di sisi lain, ini mungkin bisa jadi renungan bersama. Apakah itu artinya, selepas tahun 1949 Mohammad Hatta merasa tak ada lagi hal mengesankan yang ia lakukan untuk Indonesia? Apakah posisi wakil presiden yang ia jabat hingga tahun 1956 tak begitu penting untuk dituliskan baginya? Entahlah. Ini tetap menjadi teka-teki bagi kita semua.
Otobiografi ini merupakan salah satu buku wajib baca, sebab memberi kita sudut pandang berbeda seputar beberapa peristiwa bersejarah Indonesia.

Biodata buku
Judul : Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi (terdiri atas tiga jilid)
Penulis : Mohammad Hatta
Penerbit : Kompas
Jumlah halaman:Jilid I 323 hal. Jilid II 191 hal jilid III 229 hal.

Profile Image for Rahmad.
44 reviews7 followers
August 17, 2019
Masih 24 tahun, dan pencapaian beliau sudah sangat luar biasa.
Profile Image for Hamdanil.
143 reviews12 followers
October 15, 2017
Menarik sekali - easily one of my favorite books. Hatta selain statesman dan ekonom ternyata juga penulis yang hebat. Bukunya berkisah dari masa kecil Hatta di Bukittinggi sampai sekolah terus kuliah dan aktif berorganisasi di Eropa. Selain kisah hidupnya, bukunya juga dipenuhi pengamatan-pengamatan Hatta tentang kondisi di Sumatra Barat dan Eropa ketika itu sehingga baca buku ini banyak belajar sejarah juga. Selain itu banyak juga bertemu tokoh-tokoh pergerakan lain. Baru nyadar ternyata tokoh-tokoh pergerakan nasional di Eropa ketika itu rata-rata masih muda (20an tahun, umur kuliah). Biarpun foto-fotonya culun ternyata ketika itu sepak terjangnya jago. Hatta sendiri disegani di Eropa, tulisannya sering dimuat, sempat diangkat memimpin Liga Anti Imperialisme, dan ketika ditangkap Belanda sampai-sampai yang jadi pengacara pembelanya itu anggota parlemen Belanda. Tulisannya jelas, enak dibaca, terasa akrab (misal pake "aku" bukan "saya"), dan ga banyak berkoar-koar.
Profile Image for emanuella christianti.
12 reviews8 followers
August 17, 2011
Sebagai sebuah autobiografi, buku ini sangat objektif. Mohammad Hatta menuliskannya dengan gaya deskritif. Setiap detail dia ceritakan dengan kronologi, tanpa pembelaan terhadap perbuatannya di masa lalu. Hatta tampaknya juga tidak berusaha mengarahkan pembacanya menilai dirinya seperti apa. Dia hanya bercerita.
Buku pertama dari trilogi Untuk Negeriku ini mengajak saya memahami bagaimana masa muda Hatta membentuknya menjadi tokoh yang agamis, sekaligus modern dan nasionalis. Menjadi tokoh yang begitu berdampak, bahkan sejak usianya menginjak dua puluhan.
Bagian yang paling saya suka adalah petikan pidato pembelaan Hatta di sidang mahkamah Den Haag atas tuduhan penghasutan. Teks pembelaan inilah yang kemudian dikenal dengan judul Indonesia Vrij, Indonesia Merdeka.
Profile Image for Kurnia Dwi Aprilia.
216 reviews4 followers
June 20, 2018
Akhirnya saya mampu menyelesaikan membaca 1 dari 3 potongan buku Untuk Negeriku yg bercerita tentang kehidupan Moh Hatta yg kepada seluruh ceritanya bermuara terhadap sejarah besar Bangsa Indonesia.

Saya mulai baca buku ini sekirat 3 bulan yg lalu. Ini adalah buku yg tidak tebal terlama yg saya baca. Bukan karena kisahnya tidak menarik atau tidak penting, melainkan karena tata bahasa dan ilmu yg dituangkan oleh Moh Hatta terlalu tinggi, sehingga sulit bagi saya untuk mencernanya.
Buku ini berkisah tentang asal muasal keluarga Moh Hatta di Padang, kisah tentang perjalanannya menempuh sekolah dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Moh Hatta awalnya bersekolah di Bukittinggi, kemudian melanjutkan sekolah semacam tingkat SMA di Betawi yg kemudian dilanjutkan dengan pendidikan perguruan tinggi di Belanda.
Kisah-kisah yg diceritakan mengenai kesehariannya semasa di bangku sekolahan banyak diisi tentang aktifitasnya sehari-hari. Bagaimana dia mulai ikut bergabung dalam sebuah organisasi dan beberapa kali dipercaya menjadi bendahari. Juga tentang interaksinya dengan orang-orang berpengaruh dan berpendidikan, serta bagaimana dia dan teman2nya pada masa itu senang berdiskusi hal2 yg berguna sekali bukan hanya untuk dirinya melainkan untuk bangsanya. Begitu juga dengan kisah hidupnya di Eropa. Dimana Moh Hatta beserta teman-teman seperjuangan dari Indonesia bergabung menyatukan suara dalam rangka untuk menyampaikan suara-suara mereka terhadap kemerdekaan Indonesia melalui organisasi Perhimpunan Indonesia. Mereka mengikuti konferensi2 internasional dalam memperluas perkenalan nama Indonesia, mereka juga membuat surat kabar Indonesia Merdeka, serta mereka aktif dalam perkumpulan2 internasional lainnya yg menentang kolonialisme.
Melalui buku ini saya paham bahwa Moh Hatta adalah orang yg sangat rajin, disiplin, dan fokus pada tujuan. Hidupnya terbiasa teratur. Mulai dari cara dia melakukan rencana2 dalam rutinitas makan, belajar, berolahraga, dan berorganisasi. Rajinnya Moh Hatta terlihat juga bahwa beliu orang yg tidak penah jemu dan apalagi jauh dari buku. Banyak sekali buku yg dibeli dan dibacanya secara mendalam dan tuntas sehingga pengetahuannya sangat luas.
Profile Image for Karina.
133 reviews4 followers
February 26, 2019
Di masa sekolah ada mata pelajaran yang kurang saya minati yaitu sejarah, mungkin karena isi bukunya yang terlalu formal dan penjelasan guru yang membuat saya mengantuk..namun setelah saya dewasa saya mulai tertarik dengan film-film dokumenter dan menurut saya sejarah jadi lebih mengasyikan untuk dipelajari dan dipahami..mulailah saya mencari film-film yang berlatarbelakang sejarah baik dalam maupun luar negri..dan semenjak aktif mengkoleksi buku, saya mulai meminati buku biography yang ternyata jauh lebih mendalam mengenal sang tokoh sejarah sekaligus memahami situasi yang dialaminya..
Mohammad Hatta atau yang sering dipanggil Bung Hatta sang Bapak pendiri bangsa ini sebelumnya tidak terlalu saya kenali sosoknya hanya terkesan dia kalem dan cerdas.. Melalui buku autobiography yang ditulisnya ini, pembaca dapat memahami karakter, sifat dan pembawaan dirinya yang cerdas, tenang,rajin belajar dan taat ibadah. Membaca bukunya juga begitu detail dan jelas bagaimana dia hidup dari kecil hingga dia mengenyam pendidikan di padang, betawi (jakarta) lalu melanjutkannya ke Rotterdam Belanda sejalan dengan aktifnya beliau dalam berorganisasi.. Membaca tulisan beliau jadi bertambah pengetahuan sejarah saya, ilmu ekonomi yang dia pelajari,organisasi yang dia ikuti dengan detail ia jelaskan sehingga memudahkan bagi orang awam seperti saya memahaminya. Dari yang saya tangkap disini, saya bisa mengambil gambaran bahwa pemuda di masa itu sangat aktif dalam berorganisasi, memiliki cita-cita yang kuat untuk indonesia merdeka, memiliki hubungan erat satu sama lain walaupun perbedaan lokasi,memiliki pemikiran-pemikiran cerdas yang tidak kalah dengan pemuda eropa,aktif dalam memuat tulisan di majalah yang mereka buat dalam organisasinya, pandai dalam menggunakan beberapa bahasa terutama belanda, inggris dan prancis, berani tampil di perkumpulan internasional dan terlihat sekali bahwa Indonesia memiliki pemuda-pemuda yang berkualitas dan cerdas di masanya..Itu yang membuat saya sangat kagum.
Profile Image for Agung Wicaksono.
1,089 reviews17 followers
April 28, 2023
Sebelumnya, saya pernah membaca biografi Bung Hatta lewat buku yang ditulis orang lain. Lantas, ketika saya mengetahui bahwa ia menulis perjalanan hidupnya sendiri, saya pun tertarik untuk membacanya.

Di bagian pertama dari otobiografinya ini, Bung Hatta menceritakan latar belakang masa kecil dan keluarganya yang tinggal di Padang. Di sana, ia adalah anak dari keluarga yang religius sehingga saudara dan orang tuanya mendukungnya untuk belajar agama ke Mekkah. Namun, ketika beranjak dewasa dan mengetahui kondisi bangsanya yang dijajah, ia memutuskan untuk pergi ke Belanda untuk berkuliah. Dengan keuangan yang seadanya, ia menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa sekaligus menjadi anggota pergerakan melawan kolonialisme. Beberapa negara di Eropa selain Belanda, seperti Belgia, Jerman, Swiss, Swedia, dan Hungaria pernah ia kunjungi untuk menghadiri rapat atau belajar tentang ilmu baru yang tidak ada di Hindia Belanda. Selain itu, diceritakan juga ketika ia ditahan oleh pemerintah Belanda karena dianggap menghasut melakukan pemberontakan setelah ia dituduh terlibat dalam pergerakan antikolonialisme. Selama lima bulan lebih berada di penjara, ia pun dibebaskan setelah dibantu oleh tiga orang kuasa hukum dari Belanda. Kemudian, ketika masalah di sana sudah beres begitu juga studinya, ia pun pulang ke Indonesia untuk melanjutkan perjuangan.

***

Membaca buku otobiografi bagian pertama ini, membuat saya memahami betapa tekad Bung Hatta dalam berjuang membebaskan Indonesia dari kolonialisme Belanda begitu kuat. Dengan ilmu dan tulisannya, ia mengkritik dan mengungkapkan kegelisahan yang ada untuk disebarkan kepada khalayak ramai supaya masyarakat Indonesia sadar untuk bangkit dalam situasi yang ditindas.
Profile Image for Op.
373 reviews125 followers
January 18, 2023
Pak Hatta ini belajar mulu ya
Profile Image for ifan.
47 reviews18 followers
July 14, 2017
bagian indonesia vrij sungguh menggetarkan :"
Profile Image for Gama Ramadhan.
157 reviews5 followers
September 3, 2016
Yang paling emosional dari buku pertama ini adalah saat Hatta membacakan pembelaannya pada sidang penahanannya atas tuduhan menghasut, "Yang Mulia Tuan-tuan Hakim. Sekarang aku sedang siap menunggu keputusan Tuan-tuan tentang pergerakan kami. Kata-kata Rene de Clerq yang dipilih pemuda Indonesia sebagai petunjuk, hinggap di bibirku:
Hanya satu tanah yang dapat disebut Tanah Airku, Ia berkembang dengan usaha, dan usaha itu ialah usahaku.
Profile Image for ARAH UTAMA.
48 reviews
November 26, 2022
Saat aku duduk di kelas III, Pak Gaekku akan pergi ke Mekkah dan aku akan dibawanya menurut rencana yang sudah ditetapkan. Tetapi, beberapa ming- gu sebelum berangkat, ada desakan dari ibuku dan pamanku, supaya jangan aku yang ikut serta, melainkan pamanku yang bungsu, Idris.

Aku dianggap terlalu muda untuk pergi ke Mekkah, sedangkan pengajian Al Quran belum tamat. Menurut pamanku, lebih baik aku tamat sekolah dulu. Sesudah khatam Quran dan mulai mengaji Nahu dengan mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab, barulah pergi ke Mekkah dan kemudian ke Kairo. Alasan itu diterima oleh Pak Gaekku dan ia berangkat ke Mekkah dengan Idris, pamanku. Ayah Gaekku di Batuhampar tidak setuju dengan perubahan rencana itu, tetapi sebagai seorang ahli tarekat, akhirnya ia mengalah juga. "Ini barangkali sudah takdir Allah," katanya. Tetapi, ia selalu berharap supaya didikanku betapa juga berbelok-belok jalannya, akan berakhir di Al Azhar. "Ikhtiar dijalani, takdir menyudahi," katanya lagi. Ia dapat menghargai "pengetahuan dunia", tetapi pengetahuan agama lebih besar nilainya. Masyarakat hanya dapat menjadi baik dengan bimbingan agama.




When I was in third grade, my old man would go to Mecca and he would take me according to a predetermined plan. However, a few weeks before leaving, there was pressure from my mother and uncle, that I should not go with them, but my youngest uncle, Idris.

I was considered too young to go to Mecca, while the Koran was not finished. According to my uncle, I'd better finish school first. After finishing the Quran and starting to recite Nahu by understanding a little Arabic, then he went to Mecca and then to Cairo. Pak Gaekku accepted that reason and he left for Mecca with Idris, my uncle. My father in Batuhampar did not agree with the change of plans, but as an expert in the tarekat, he finally relented. "This is probably God's destiny," he said. However, he always hoped that my upbringing, no matter how winding the path, would end in Al Azhar. "Effort is lived, fate is over," he said again. He can appreciate the "knowledge of the world", but religious knowledge is of greater value. Society can only be good with religious guidance.

blurb
#Goodreads
#ArahUtama
Profile Image for Reiza.
187 reviews6 followers
February 11, 2019
Buku ini saya beli tahun 2017, mulai dibaca tahun 2018 (akhir) dan tamat pada hari ini, 11 Februari 2019. Lama sekali memang, karena sempat diselang-seling dengan beberapa buku dan juga kesibukan yang kadang menghalangi. Tapi saya hendak menyempatkan kembali membaca disela-sela waktu sibuk, karena kok rasanya kurang produktif kalau sehari tidak membaca beberapa halaman buku.

Membaca buku ini bagaikan mendengarkan kisah tentang hidup seorang kakek yang sedang bercerita pada cucu-cucunya. Satu hal yang melekat pada saya ketika membicarakan Bung Hatta adalah punctuality. Saya pernah membaca novel Hatta dan di sana digambarkan bagaimana Hatta sangat tepat waktu. Dalam buku ini saya mendapat pandangan lain tentang manajemen waktu bapak proklamasi kita yang begitu terukur dan rapih.

Ini sebagian contohnya, ketika beliau sedang berlibur di Jerman:
Sejak sampai di Hamburg, aku adakan pembagian waktu. Sesudah sarapan pagi, pukul 08.30, aku pergi jalan kaki barang satu jam lamanya. Pukul 09.30 aku kembali di rumah dan belajar sampai pukul 12.30, sesudah itu aku beristirahat sebentar dan pukul 14.00 sesudah makan tengah hari aku belajar lagi sampai pukul 16.30. Sesudah itu aku mencuci muka sebentar dan keluar pergi berjalan-jalan atau aku duduk di suatu cafe di pinggir sebuah danau kecil di tengah kota dengan pandangannya yang indah.


Satu hal lagi yang saya juga kagumi adalah bagaimana Bung Hatta sangat detail dalam menceritakan berbagai peristiwa yang beliau alami. Khususnya dalam menceritakan pengalaman-pengalamannya kala menjadi pelajar dan mahasiswa. Kisah-kisah yang nampaknya sangat relatable dengan keseharian sekaligus juga unik, seperti digigit kutu busuk ketika menginap di hotel hingga overdosis kafein. Mungkin Bung Hatta terbiasa dengan mencatat diari sehingga cukup mudah untuk Bung Hatta mengingat kembali cerita kesehariannya. Bung Hatta tidak mengada-ngada dan terasa seperti sedang bercerita saja. Itulah yang membuat buku ini mudah dibaca. Sisi personalitas Bung Hatta sebagai seorang manusia Indonesia sangat dapat kita temui dalam buku ini.
Profile Image for Khalid Hidayat.
45 reviews19 followers
September 17, 2020
"Sinar merah masa datang sudah mulai menyingsing sekarang. Kami memghormati itu sebagai datangnya hari baru. Pemuda Indonesia harus menolong kami mengemudi ke jurusan yang benar. Tugasnya ialah mempercepat datangnya hari baru itu. Ia harus mengajar rakyat kami kegembiraan; bukan sengsara saja yang harus menjadi bagiannya. Mudah-mudahan rakyat Indonesia merasa merdeka di bawah langitnya dan mudah-mudahan mereka merasa menjadi tuan sendiri dalam negara yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka." (Kutipan pidato pembelaan Bung Hatta dalam persidangan yang menuntutnya perihal penghasutan melawan Kerajaan Belanda. Hal. 296. Pidato pembelaan yang di kemudian hari dibukukan dengan judul 'Indonesia Vrij' atau Indonesia Merdeka).

Begitu kagum dengan sangat tajamnya ingatan Bung Hatta dalam menguraikan detail-detail peristiwa kala masa mudanya, khususnya perjalanan studinya mulai dari Bukittinggi ke Betawi, lalu ke Rotterdam, dan banyak kisah lainnya selama di Eropa yang beliau tuturkan dalam buku ini. Kegemarannya membaca banyak buku dan disiplin dalam menuntut ilmu tidak luput diceritakan dalam buku ini. Serta tidak lupa pula, Bung Hatta menjelaskan lika-likunya berkecimpung dalam banyak organisasi, terlebih saat menjadi anggota Jong Sumatranen Bond, dan kemudian Indonesische Vereeniging (kemudian menjadi Perhimpunan Indonesia), yang bertujuan memupuk semangat nasionalisme Indonesia di kalangan pelajar Indonesia, yang kelak menjadi fondasi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia yang sesungguhnya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Kan.
73 reviews1 follower
April 21, 2020
Buku ini masuk dalam set box untuk negeriku.
Tulisan-tulisan dalam buku ini memiliki ejaan masa lampau yang agak sulit dimengerti pada masa sekarang. Tapi sama sekali tidak mengubah esensi buku ini.
Kalau boleh dibilang, tulisan dalam buku ini sangat bagus, bisa disebut elok.
Salah satu alasan saya menyukai biografi adalah karna saya bisa menilai orang lain itu melalui cerita-cerita di dalamnya.
Lagi-lagi, dalam biografi ini saya terasa diajak berkenalan dengan bung hatta. Lalu diajak berbicara, diajak bersepeda dan diajak mengintip pikiran-pikirannya yang kritis tentang kehidupan.

Buku ini sendiri bercerita tentang bagaimana bung hatta kecil menjalani hari-harinya, masa dimana hal-hal itu bisa mempengaruhi pikirannya dimasa depan.
Saya sendiri cukup puas membaca buku ini dan berharap bisa menyelesaikan satu set boxnya tahun depan.
Profile Image for Sholikhah.
95 reviews
October 13, 2017
Oh, jadi Bung Hatta memang lahir dari keluarga darah biru? Pantas saja sih..
Iya memang. Dia menjadi orang hebat, juga adalah karena "kebetulan" keluarganya sangat mendukung anak-anak dan keturunan mereka untuk sekolah. Kakek Hatta punya pesantren yang bertahan setelah Perang Padri. Ibunya berasal dari keluarga pedagang. Praktis, hidup Hatta sejak kecil tidak berkekurangan.
Dari buku ini, dan buku kedua, sebenarnya kondisi Indonesia zaman adanya Belanda tidak buruk-buruk amat. Buktinya, beberapa anak bangsawan dapat bersekolah di Belanda.
Hatta ini istimewa dibanding bangsawan lain, adalah karena dia mengambil bagian dalam pergerakan. Dengan sifat ulet-nya, dia membaca banyak buku, menulis banyak artikel, dan disiplin dalam keseharian, membuatnya istimewa.
Profile Image for Petra Gilang Ramadan.
33 reviews2 followers
February 17, 2023
Banyak mendengar cerita dari Mohammad Hatta.
Kisah hidup yang begitu menarik, ditambah penggambaran suasana Batavia dan daratan Eropa yang pada awal abad 20 yang klasik. Tentu, cerita yg dimaksud bukan hanya menjelaskan bagaimana dunia pada saat itu, tapi juga kehidupan yg penuh gejolak untuk menyuarakan kemerdekaan Indonesia di Indonesia dan Eropa. Hatta sejak muda seperti tidak mengenal lelah dan tak pernah rindu rumah. Berjalan kesana kemari, brtemu tokoh-tokoh baru, berdiskusi da merancang aksi untuk kemerdekaan. Tak lupa, sebagai intelektual, Hatta tetap mampu menyelesaikan pendidikannya di Belanda. Menarik!
Profile Image for nasywa.
12 reviews1 follower
June 3, 2024
originally read in Indonesian, but i’m more comfortable writing in English, especially for a book review.

as an autobiography, this book is excellent; it flows naturally and is detailed. Bung Hatta delivered all the details very well, his memory was on another level. even in his early 20s, he had already achieved so much. his discipline, determination, and leadership were indeed remarkable. this book should be read by all Indonesians, especially the younger generation who may have forgotten about our proclamators.
Profile Image for Najih.
9 reviews
October 3, 2024
Untuk pertama kali membaca biografi, ini sangat memuaskan. Bagaimana setiap langkah dibangun dapat dijelaskan cukup detail beserta dinamika hambatan di dalamnya. Tentang pendidikan masa kecil, mulai mengarungi samudera luas sedari Padang hingga Batavia, mengelola organisasi, hingga konsep nasionalisme pada awal tercetus selama masa pendidikan di Eropa. Tak lupa tentang periode menjadi propagandis untuk mengenalkan konsep Nasionalisme Indonesia bersama perhimpunan Indonesia. Sangat menginspirasi!.
1 review
Read
September 22, 2019
Buku fav.saya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Edy.
273 reviews37 followers
December 29, 2013
Buku ini merupakan otobiografi salah seorang tokoh proklamator kita yakni Bung Hatta. Bung Hatta yang lahir tahun 1902 menjadi anak yatim dalam usia 8 bulan. Beliau dilahirkan dari keluarga ulama yang alim dan disegani. Maka tidak mengherankan bila Bung Hatta dulunya digadang-gadang untuk mendalami agama Islam dan menjadi ulama.

Namun takdir menentukan lain. Beliau yang tekun dan cerdas, menempuh pendidikan dasar di Bukittinggi dan melanjutkan pendidikan menengah MULO di Padang. Di kota Padang inilah Hatta mulai belajar berorganisasi melalui klub sepakbola Swallow dan kemudian berkenalan dengan organisasi Jong Sumatranen Bond/JSB (Organisasi Pemuda Sumatera) dan mendapat jabatan sebagai Bendahara pada usia 16 tahun.

Pada usia 17 tahun, Hatta melanjutkan pendidikan di sekolah perdagangan Prins Hendrik Schoo/PHSl di Betawi (nama Jakarta tempo dulu). Di Jakarta ini Hatta semakin intensif dalam berorganisasi di JSB. Di sekolah PHS, bakat kutu buku Hatta makin mencuat sehingga buku-buku text book ekonomi dan social dilalap habis. Di Jakarta ini Hatta berkenalan dengan tokoh nasional seperti Haji Agus Salim yang memberikan inspirasi perlunya membentuk nasionalisme dan menanggalkan ego daerah.

Setelah lulus dari PHS, beliau diiming-imingi jabatan empuk, namun tekad Hatta untuk belajar sangat tinggi, sehingga beliau memutuskan untuk meneruskan sekolah. Ketertarikannya di bidang ekonomi dan adanya dukungan bea siswa dari sebuah yayasan di negeri Belanda, menghantar Bung Hatta untuk masuk di Handelshogeschool di Rotterdam Belanda pada usia 19 tahun. Selama sekolah di Belanda, intelektualitas Hatta semakin terasah dengan belajar kepada para profesor ternama dan dukungan buku-buku yang melimpah.

Di samping aktif belajar, Hatta juga terus membangun jaringan dengan sesama pelajar Indonesia di sana dan mendirikan organisasi yang dinamakan Perhimpunan Indonesia (PI). PI ini merupakan organisasi pelajar yang mulai memikirkan kemerdekaan Indonesia dengan pendekatan non cooperative. Dalam usia 24 tahun, Hatta berhasil tampil sebagai propagandis PI yang terlibat aktif dalam gerakan anti kolonialisme dan imperialism internasional. Hatta mulai tampil dalam level internasional untuk memperkenalkan nama “Indonesia” dan aktivitasnya ini mengantarnya bertemu dengan Nehru dan tokoh2 internasional lainnya. Aktivitas PI lama kelamaan dirasa merongrong pemerintah Belanda sehingga Hatta dan beberapa tokoh PI lainnya ditagkap dan diadili. Di pengadilan inilah Hatta menulis pembelaan yang diberi judul “Indonesia Merdeka”. Beliau juga diback up oleh beberapa pengacara Belanda yang bersimpati kepada PI. Pembelaan Hatta dan para pengacaranya berhasil, dan keberhasilannya tersebut membuat pamor PI menjadi semakin berkibar di level internasional.

Membaca memoir Bung Hatta dalam buku ini, kita dituntun menelusuri jejak sejarah beliau sebagai tokoh pergerakan nasional. Bahasa yang ringan, membuat isi buku ini mudah dipahami. Saya sangat menaruh rasa hormat kepada beliau dimana dalam usia muda beliau sudah bisa menjadi tokoh organisasi pergerakan nasional yang sangat disegani di level nasional bahkan internasional. Kekaguman yang lain adalah sifat beliau yang haus ilmu membuat beliau rajin melalap buku bacaan untuk memperluas pengetahuan dan wawasannya. Kepibtaranb Bung Hatta dalam mengatur waktu, juga menjadi sisi lain yang menarik sehingga aktivitas berorganisasinya bisa berjalan seiring dengan aktivitas belajarnya……
Profile Image for Anggi Hafiz Al Hakam.
329 reviews5 followers
February 7, 2017
Membaca buku pertama serial trilogy ‘Untuk Negeriku’ karya Bung Hatta ini menimbulkan semacam perasaan yang sentimental. Terasa betul bahwa buku ini ditulis dengan sentuhan personal Bung Hatta. Catatan personal yang lengkap dengan segala latar belakang emosionalnya.

Mohammad Hatta kecil dibesarkan dengan latar belakang agama yang kuat. Bung Hatta adalah seorang cucu dari ulama besar, Datuk Abdul Rahman, yang terkemuka dan memiliki banyak murid di Batuhampar. Ia sudah mulai dididik dengan ajaran Islam yang ketat sedari kecil. Hatta kecil sudah diperkenalkan dengan prinsip-prinsip keislaman dan jalan tarekat menuju Tuhan. Kelak, hal ini pula yang akan membentuk kepribadiannya.

Tidak banyak orang yang mengira bahwa Mohammad Hatta besar tidak sebagai alim ulama. Sebagaimana ia pernah ditahbiskan dahulu pada masa kecilnya. Ia melanjutkan pendidikan menengah MULO di Padang. Disinilah ia mulai belajar berorganisasi melalui klub sepakbola Swallod dan organisasi Jong Sumatranen Bond (JSB). Takdir pun membawanya hingga ke Betawi. Hatta pun bersekolah di Prins Hendrik School.

Lulus dari PHS, ia diimingi jabatan dengan fasilitas yang lumayan. Dengan tekad belajarnya yang tinggi, Hatta memutuskan untuk meneruskan sekolah. Saya bisa ikut merasakan pergulatan pada pikiran dan jiwa Hatta pada fase hidupnya yang kesekian ini. Kecintaannya pada Indonesia hingga keinginan dan impiannya yang tinggi mendorong Mohammad Hatta untuk meneruskan sekolah di negeri Belanda. Ketertarikannya yang tinggi terhadap bidang ekonomi menuntunnya belajar di Handelshogeschool di Rotterdam pada usia 19 tahun.

Kiprah Bung Hatta di negerinya Van Der Vaart sana seperti sudah kita baca di buku sejarah. Hatta tidak hanya terus belajar dan belajar. Bung Hatta juga rajin membangun jaringan dengan sesama pelajar Indonesia disana dengan membentuk Perhimpunan Indonesia (PI). PI terlibat aktif dalam gerakan anti kolonialisme dan imperialism internasional. Ia sempat ditangkap dan diadili karena aktivitas pergerakannya. Justru di pengadilan itulah memoar pembelaan Bung Hatta menjadi sebuah masterpiece berjudul “Indonesia Merdeka”.

Membaca buku pertama ini pembaca diajak untuk memahami ihwal mengenai identitas Mohammad Hatta. Bagaimana pembentukan karakternya dan siapa saja yang berperan dalam fase-fase hidupnya. Pembaca juga turut diajak mengembara dengan episode-episode hidup Bung Hatta yang terasa betul gairahnya untuk Indonesia Merdeka.
Profile Image for Nung Ria.
36 reviews2 followers
April 10, 2015
Finally selesai juga buku pertama dari 3 buku. Rasa haru membuncah, tak terbendung, Beliau benar-benar tokoh dari Indonesia sepanjang masa bagi saya (beside my Dad :D ). I am totally into his life. The first one who introduced me about Holland thing, who risen my curiosity about holland and attracted me to have desire getting education thing in Holland was him.

How he can get the scholarship, how he manages his life in Rotterdam, the way he created a word into sentences, his attitude towards other, and the most important one how he stand up for Indonesia. Gyaah.. *fangirling things*

This book telling about Mr. Hatta when he was a little, his activity, his family, he told us actually his grandparents preparing him for enter college in Middle east to get the best islam knowledge. He is not the smartest one, he struggle when he failed, he did the best thing he could to got scholarship. He was very aware with his surrounding. As a man, indeed he also have a weakness. You will know when you finish this first book.

After finished this book, I am fly away in my imagination. What if i have time machine, im definitely could see the past, and i will choose to see his daily life (after i choose to see Rosululloh daily life of course :D ). Ah its gonna be great if i could do that thing.

59 reviews
April 18, 2014
Selalu kagum dengan bapak proklamator ini. Ya, meski ia sampai sekarang hanya menyandang status sebagai proklamator, namun siapa pun pasti setuju bahwa perjuangan beliau bagi bangsa ini lebih dari sekedar menandatangani teks proklamasi :)

Buku otobiografi ini menjelaskan kisah Hatta semenjak ia kecil hingga akhirnya ia melepas jabatannya sebagai ketua Perhimpunan Indonesia. Dari buku ini banyak hal yang bisa saya pelajari dari kepemimpinan Bung Hatta. Kecintaan beliau akan tampak di buku ini. Sifat disiplin beliau terhadap waktu juga tercermin dari berbagai kegiatan di buku ini yang beliau masih bisa sebutkan waktu kegiatan tersebut dilakukan. Bahkan, beliau sekitar dua kali menjelaskan rutinitas sehari-hari beliau yang teratur. Saya juga tertarik dengan cara beliau membagi waktu untuk membaca buku. Pukul 16.00 atau 16.30 dihabiskan beliau untuk membaca buku sastra atau pun buku yang menambah pengetahuan umum. Selanjutnya, malam ia gunakan untuk membaca buku-buku kuliah. Ah, seandainya saya mengikuti cara tersebut dari dulu :)
Profile Image for Siti Maslihah.
32 reviews3 followers
August 3, 2016
Orang mengenal Soekarno, Soeharto, tapi banyak yang melupakan Hatta. Mungkin di masa datang anak cucu kita akan menganggap Hatta adalah nama Soekarno, bukan seorang individu terpisah yang juga tak kalah besarnya dengan Soekarno sendiri.
Membaca buku ini seperti membaca Tetralogi Buru dengan pencerita yang berbeda dan nyatanya kenangan yang dialami sendiri oleh Hatta dan ditulisnya sendiri pula.

Malu rasanya melihat perjuangan Hatta belajar di negeri orang. Disiplinnya mengatur waktu belajar, jalan-jalan atau hanya sekedar minum kopi. Lucu ketika ia diajak minum bir dan memilih air es saja tapi ternyata harganya lebih mahal :D

Ada rasa iri dengan orang-orang di masanya yang bisa bermacam-macam bahasa.
Profile Image for Galih Kartika.
17 reviews4 followers
February 5, 2016
Masa kecilnya di Bukittinggi, landasan agama Islam yang tertanam kuat semenjak kecil dari keluarganya, kehidupan pengusaha kakeknya, masa sekolah, pendidikan ekonomi di negri Belanda, ketertarikan dengan sosialisme, dan jaringan luas yang dibangunnya di luar dan di dalam negri lewat tulisan juga lewat pertemuannya dengan berbagai tokoh penting pergerakan, serta kegigihannya dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia di luar negri. Itu semua yang tergambar detail dalam buku ini, dan bisa dijadikan gambaran yang membangun pemikiran dan membentuk Bung Hatta menjadi seorang negarawan sejati. Bung Hatta layak jadi teladan di tengah suasana Indonesia saat ini yang haus keteladanan seorang pemimpin.
Profile Image for Aulia.
27 reviews
December 24, 2024
Im totally into his life through this book... Tulisannya deskriptif sekali, detail bahkan sampai ke waktu kejadian. Banyak pelajaran yang didapat dari kehidupan 1900an, tapi yang utama dari buku ini adalah bagaimana Bung Hatta berusaha mendisiplinkan dirinya sendiri dalam banyak hal, termasuk kejujuran. Bukan hanya karena beliau selalu punya target dalam hidup, tapi karena beliau sadar kalau tercapai dan belum pun tidak pernah lepas dari pertanggungjawaban.
Profile Image for Mufti Ali.
13 reviews
March 21, 2021
Buku ini menjadi wahana yang dapat memberikan pembacanya gambaran seorang Hatta. Pembaca diajak mengikuti alur berpikir dan pandangan hidupnya. Pembaca juga serasa mendengar internal monolognya seorang Mohammad Hatta, karena mungkin buku ini memang ditulis sendiri olehnya. Hal yang paling menarik adalah bagaimana Hatta menuliskan komentar-komentar pribadinya terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang ia sedang alami waktu itu. Secara umum, buku ini ditulis dengan apik dan menarik.
Profile Image for Pakne Ken.
13 reviews
August 18, 2013
Salah satu, bila bukan nomer satu buku biograsi yang ada di rak buku. Ketekunan, kesederhanaan, altruisme, keteguhan keyakinan. setelah baca ini, mungkin generasi muda indonesia akan mempunyai pandangan lain tentang bangsa, dan mau dibawa kemana (dr sudut salah satu pendiri bangsa)
Profile Image for Wahyu Alam.
31 reviews3 followers
November 26, 2015
Salah satu quote yang sanga aku suka:
Tuntutlah ilmu lebih dahulu, supaya engkau kelak mempunyai pengetahuan ilmiah sebesar dasar pengetahuanmu dalam praktik nanti. Jangan terburu-buru masuk praktik karena keadaan luar biasa dan gaji sementara. Semuanya itu tidak kekal.
Displaying 1 - 30 of 38 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.