Gara dan Hisa kembar identik. Penampilan kedua cowok itu persis sama. Karennya pun sama. Tapi minat dan kemampuan? Beda jauh! Gara berotak encer dan kemampuan akademiknya gemilang. Sementara itu, Hisa jago olahraga dan sederet trofi kejuaraan berhasil ia raih. Walaupun bersekolah di SMA berbeda, persaingan mereka tak pernah surut.
Dalam keluarga mereka, ada satu aturan yang tidak boleh mereka langgar. "Gara dan Hisa tidak boleh pacaran sebelum lulus SMA dan diterima masuk di perguruan tinggi." Kalau sampai aturan itu dilanggar, konsekuensi yang akan mereka terima tidak main-main.
Kisah ini bermula ketika Hisa mengetahui ada foto cewek di handphone Gara. Ya, diam-diam Gara memang berpacaran dengan Dinar. Mendapati rahasia Gara, Hisa seolah mendapat senjata ampuh untuk "menghancurkan" saudara kembarnya. Jadi, siapa bilang saudara kembar nggak bisa perang?
Hisa dan Gara, sepasang anak kembar identik yang sekarang duduk di bangku SMA kelas XII. Meskipun kembar identik, Hisa dan Gara tidak selalu bersama. Hisa bersekolah di SMA Praja, Gara bersekolah di SMA Pandu Karya (Pakar). Hisa lebih berprestasi di bidang olahraga, sementara Gara cemerlang di bidang akademik. Keduanya pun memilih untuk tidur di kamar terpisah karena Hisa lebih menyukai musik menghentak, sedangkan Gara buth ketenangan untuk belajar.
Siapa bilang saudara kembar nggak bisa perang?
Bibit peperangan antara Hisa dan Gara sudah terlihat sejak tiga tahun yang lalu. Entah kenapa seperti ada persaingan di antara keduanya. Gara seringkali merasa iri karena kedua orang tua mereka lebih memperhatikan prestasi Hisa di bidang olahraga. Sedangkan Hisa juga selalu merasa bodoh berada di dekat Gara yang memiliki nilai-nilai tinggi di semua mata pelajaran. Apalagi seperti saat ini menjelang musim try out di sekolah. Hisa harus menaikkan nilai-nilainya. Makanya dia memanfaatkan Gara untuk menggantikannya mengikuti ulangan matematika di sekolahnya. Gara jelas menolak, tapi kemudian bungkam ketika Hisa menunjukkan kartu As yang membuat Gara tidak berkutik. Foto Gara bersama seorang gadis menjadi senjata Hisa. Hisa dan Gara memang dilarang pacaran oleh kedua orang tua mereka sebelum mereka duduk di bangku perguruan tinggi. Bagi yang melanggar tentunya ada hukuman yang berat.
Gara terpaksa menyamar menjadi Hisa. Tapi Hisa tidak fair. Di saat seharusnya Hisa hadir sebagai Gara di SMA Pakar, Hisa justru bolos. Akibatnya Gara terpaksa menerima hukuman dari sekolah. Gara yang sakit hati kemudian membalas perbuatan Hisa. Tidak mau terima, Hisa kembali membalas Gara. Begitu seterusnya hingga perang yang mereka sulut menjadi api yang menghancurkan satu sama lain.
Saya punya sepupu perempuan yang juga kembar identik. Tumbuh besar bersama mereka membuat saya mengamati hubungan yang terjalin di antara keduanya. Setahu saya, belum pernah kedua sepupu saya ini tidak kompak. Mereka saling mendukung apapun kondisinya. Hal ini membuat saya bertanya-tanya di awal membaca novel TwinWar ini, pasti ada pemicu utama sehingga Hisa dan Gara seperti jadi musuh bebuyutan.
Kalau boleh memilih, saya merasa lebih relate dengan Gara. Di mata saya Hisa ini bad boy-nya sementara Gara adalah good boy-nya. Hisa yang pemalas dan menghalalkan berbagai cara yang penting misinya menjadi pelari yang mewakili sekolahnya di Pekan Olahraga Pelajar terwujud. Kepada Gara, Hisa pun mengaku akan melakukan apa saja agar deretan trophy miliknya di ruang tamu bertambah.
Konflik yang muncul bukan hanya antara Hisa dan Gara saja. Ada juga masalah yang melatarbelakangi mengapa kedua orang tua mereka melarang mereka pacaran di masa SMA, hal yang memicu perang di antara Hisa dan Gara. Konflik lainnya yang menjadi favorit saya adalah antara Hisa dan Ollie, cewek yang naksir berat sama Hisa tapi selalu ditolak. Ollie adalah karakter favorit saya di novel ini.
Saya suka dengan sisipan ilmu Biologi tentang pewarisan gen dan teori kembar di dalam novel ini. Hehe... maklum saya kan biologist, jadi senang rasanya bisa menemukan ilmu biologi di novel populer. Kemudian celetukan-celetukan dan candaan dari Danu dan Johan, sahabat Hisa juga menyegarkan. Bahkan hingga menutup halaman terakhir novel ini, saya jadi mengerti mengapa novel ini bisa menjadi juara I dalam Gramedia Writing Project Batch 3. Alurnya tertata baik, semua karakter terdeskripsikan dengan jelas, dan saya sepertinya tidak nemu typo dalam novel ini.
Terima kasih untuk Mas Utha yang sudah memberikan kepercayaan bagi saya untuk mengulas novel ini. Dan btw, ini novel teenlit GPU pertama yang saya baca dengan logo teenlit yang baru. Logonya keren, tagline logonya juga "Speak Up Your World". Dan habis membaca novel ini, saya jadi kepikiran untuk bikin proyek pribadi membaca semua karya Gramedia Writing Project yang sudah terbit.
Ini bukan review, karena kalau saya mereview novel ini jadinya bakalan promo 😂😂
Hanya mau bilang bahwa saya sangat menikmati proses kreatif di balik lahirnya TwinWar. Dari bagaimana Gara-Hisa yang tadinya hanya seonggok ide kecil di sudut benak, hingga mewujud dalam buku setebal hampir 300 halaman. Banyak kisah di baliknya, dan itulah hal-hal utama yang membuat saya menyematkan bintang 5 pada TwinWar.
🌟🌟🌟🌟🌟
Semoga, semua pembaca TwinWar, siapa pun kalian, bisa menikmati kisah Gara-Hisa sebagimana saya menikmati saat menciptakan mereka. Dan, jangan lupa dengan teman-teman si kembar yang nggak kalah kece dan gokil: Dinar, Ollie, Danu, dan Johan 😃😃
Akhirnya novel pemenang kesatu GWP Batch 3 udah keluar. Sebenarnya udah lama selesai baca novel ini dan bikin reviewnya di blog, tapi baru sempat review di Goodreads sekarang.
Novel ini menurutku memiliki unsur-unsur yang penting dalam sebuah novel yang bagus. Gaya penulisannya menarik dan nggak membosankan, karakterisasinya kuat dan bagus, semua permasalahan yang disodorkan memiliki penyelesaiannya masing-masing, dan yang paling bikin puas adalah plot twistnya yang menarik. Nggak nyangka banget loh bakalan seperti itu. Hebat! Dan yang terpenting juga, kisahnya benar-benar teenlit, sesuai dengan labelnya. Intinya, novel TwinWar karya debut Dwipatra ini memang layak menjadi juara pertama ajang kepenulisan GWP Batch 3. Congratulations again to the author!
"Mungkin dia memang hanya pemeran pengganti di sini, tapi apa salahnya memberikan kebahagiaan yang tak mampu diberikan oleh pemeran utama, meskipun itu hanya sesuatu yang semu?" (Halaman 115)
Ada alasan pribadi kenapa saya tertarik membaca buku ini. Iya, karena tokoh utama dalam novel ini adalah sepasang anak kembar. Sejak SMP saya selalu tertarik dengan anak lelaki yang kembar. Itu saya bawa hingga kini. Haha. Ngegebet salah satu dari anak kembar? Juga pernah 😂
Gara dan Hisa mengingatkan saya pada Si Kembar Ares dan Orion dalam novel Summer Breeze karya Orizuka. Sepasang kembar yang juga menjadi 'rival' bukan?
Dibanding sosok Hisa, saya justru lebih menyukai tokoh Gara. Haha. Buat saya, karakter Hisa terlalu egois. Menjengkelkan. Pengen nampol beud tuh bocah. *ditabok sama penulisnya
Kalau kalian baca blurb buku ini, dalam keluarga Gara-Hisa ada aturan untuk dilarang berpacaran sebelum masuk kuliah. Kenapa hayo? Kalau jawaban klisenya sih, sama kayak jawaban jutaan orang tua di dunia ini yang membuat larangan sejenis: Papa sama Mama enggak mau sekolah kalian terganggu hanya karena kalian sibuk pacaran. Iya enggak? Tapi, ternyata ada alasan lain dari orang tua si kembar. Hmmm ... baca bukunya deh kalau mau tahu. Agak gimana gitu alasa di baliknya. :(
TWINWAR ini Juara 1 Gramedia Writing Project lho. Dibanding Seventeen Once Again yang juara 2--saya belum baca yang juara 3--alur novel ini lebih rapi. Meski tetap saya masih menemukan sedikit hal yang enggak nyambung, tapi novel ini cukup menghibur. Bisa dijadikan pilihan buat kalian yang mencari novel remaja untuk dibaca.
Iya, remaja secara fisik dan mental, ya. Bukan novel dengan tokoh pelajar yang banyak adegan ena-enanya. 😤
Menyegarkan, menyenangkan, dan berpesan tanpa menggurui. Kusuka Twinwar, dari awal, konflik keduanya sudah disajikan dengan seru dan menarik. Kusuka bagaimana penulis menuliskan sebab atas akibat-akibat di masa sekarang. Seperti, mengapa Hisa dan Gara tak akur, mengapa Mama tak memperbolehkan berpacaran, atau mengapa Mbak Galuh berkata si kembar mirip pacarnya. Kukira, teenlit macam inilah yang dibutuhkan remaja. Baiklah, sekian dan sukses untuk penulisnya.
TeenLit dengan kadar humor dan drama yang tepat. Bikin teringat sama buku-buku Luna Torashyngu jaman Lovasket. Menyenangkan! Tiap karakter dibangun dengan baik dan rapi. Pantas kalau buku ini menang GWP juara satu.
Buku ini juga bersejarah buatku dan Genta. Selain karena kami berkesempatan untuk mendesain sampulnya, TwinWar juga jadi buku TeenLit pertama yang menggunakan logo TeenLit terbaru yang kami desain.
Saya tersenyum saat berhasil menuntaskan buku yang warna kevernya mengingatkan saya kepada buah mangga. Baiklah, mungkin saya sedang lapar saat membuka plastik bukunya. Andai saya tidak harus menjaga Elnino sehabis pulang sekolah, ponakan tiga tahun saya yang banyak tingkah, saya yakin bisa babat habis buku ini kurang dari 12 jam. Karena memang, bahasa yang digunakan Dwipatra lugas, tanpa metafora yang berat dan bikin jengah. Cocok sekali dengan pembaca remaja. Selain itu, novel ini juga dibuka langsung dengan hamparan konflik antara dua tokoh kembar Hisa dan Gara. Nggak pakai acara basa-basi, perang itu diekpose langsung di bab pertama. Awal baca sudah disuguhkan perang yang seru.. Wow! Jelas ini menarik urat penasaran saya, apa sebab dua kembar itu tampak terlihat lebih seperti musuh daripada saudara?
"Mungkin dia memang hanya pemeran pengganti di sini, tapi apa salahnya memberikan kebahagiaan yang tak mampu diberikan oleh pemeran utama, meskipun itu hanya sesuatu yang semu?"
Saya salut dengan penulis, Dwipatra, yang konsisten berhasil menjaga karakter tokoh-tokohnya. Mereka memiliki ciri khas. Gara, Hisa, Dinar, Ollie, memerankan karakter yang kuat dan tampak nyata. Tidak hanya dilihat dari deskripsi fisik tokoh-tokohnya saja, namun karakter itu juga masuk ke dalam cara tokoh berdialog hingga sudut pandang tokoh, dan berpikirnya. Kalau ditanya karakter favorit dari keempat tokoh utama itu. Tetap, favorit saya adalah Ollie; cewek yang centil, percaya diri, pejuang, tidak mudah putus asa, setia kalau sudah naksir orang, dan tidak malu menembak cowok lebih dulu. Meskipun, Hisa akan menolaknya lagi dan lagi. Buahahaha... Konyol saja sih cewek berambut ikal dan pemilik kulit eksotis itu.
"Udah deh kalau emang nasib lo cuma jadi cadangan, nggak usah sok ngayal bisa jadi pemain utama. Berlapangdadalah...."
Selain karakterisasi, yang membuat novel ini gurih adalah alur yang rapi dan terjaga sangat apik. Penulis berusaha menahan jawaban-jawaban pertanyaan yang langsung timbul di awal sebagai pengikat rasa penasaran saya. Padahal saya paling benci diikat-ikat. *Loh. Semacam, kenapa sih, Gara dan Hisa bisa perang dan musuhan? Kenapa sih, orang tua mereka ngotot bikin aturan nggak boleh pacaran sebelum lulus SMA? Lalu, Hisa dapat foto Gara dan Dinar saat pacaran itu dari siapa? JAWAB GUE PATRA!
"Ya, mungkin Hisa sudah berbuat tak adil pada Gara. Tapi inilah kesempatannya untuk bisa membalas apa yag dulu Gara lakukan padanya."
Eh emang apa yang dilakuin Gara pada Hisa dulu sih? Sialnya, untuk mengetahui jawabannya, saya harus membuka lagi dan lagi lembar novel ini. Wahai saudara Patra, ketahuilah, saya sampai telat makan dan nggak bisa berhenti ingin segera menuntaskan rasa penasaran saya. Ketika penulis sedikit membuka jawaban dari salah satu pertanyaan itu, rasanya saya seperti orang puasa yang diguyur es sirup dengan potongan buah segar beraneka rupa saat magrib tiba. Dan itu terus terjadi sampai pertanyaan-pertanyaan dalam lokus otak saya dijawab semua. Atau ketika mulut saya berujar bilang, Oh... jadi karena itu, bujubuneng! Karena gini toh, Asem tenan jancuk! Ternyata dulu Gara gitu, sambil tersenyum puas. Hebat bukan, Twinwar?
Novel ini tidak hanya memiliki cerita yang menarik, mengalir enak, gurih, tapi juga begitu penuh pesan moral. Setiap guru ngomong, atau orang tua kembar bersabda, saya ngerasa mereka sedang nyeramahi saya. Ya, jujur. Bagian itu agak bosen sih. Bagi pembaca yang sudah tua dan malas dinasehati kayak saya pasti akan berkomentar, duh, sudah kayak baca tulisan motivator saja euy. Namun, porsi muatan moral itu pas dan tidak lantas membuat janggal. Kenapa? Karena sudah sesuai dengan peran guru dan orang tua sebagai pendidik. Nggak lucu kalau misal, anak SMA yang memberikan muatan sebijak itu kan?
Jujur, saya malas membagi kalimat-kalimat a la Mario Teguh yang banyak diucapkan Pak Syam, guru olah raga sekolahnya Hisa atau kata-kata bijak orangtua si kembar. Nggak apa-apa ya, di bukunya banyak kok. Hihihihi *Hidup Pak Syam idoak :*
Akhir review yang malah lebih seperti curhatan absurd ini, saya memutuskan memberikan empat bintang untuk Twinwar. Pertanyaannya, kenapa di dada saya timbul rasa hangat saat selesai membaca buku ini?
Pertama, saya mengapresiasi kemampuan penulis saat membuat perbedaan yang signifikan antara dua karakter utamanya, saya akui itu sulit. Bisa saya katakan bahwa kunci keberhasilan novel ini ada pada perbedaan dua karakternya. Jika saja pembaca kebingungan suara siapa yang sedang bernarasi, itu adalah lubang yang fatal. Namun, lagi-lagi harus saya katakan bahwa penulis bisa membuat perbedaan itu hingga saya sebagai pembaca, tak perlu kesusahan mengetahui karakter mana yang sedang diceritakan. Saya suka Gara, demikian pula dengan Hisa. Dan porsi keduanya pun seimbang. Saya jadi menyukai Gara sebesar saya menyukai Hisa.
Kedua, novel ini "cowok banget". Setelah beberapa kali merasakan terlalu banyak aura feminin pada karakter cowok (yang tidak seharusnya begitu), akhirnya saya merasakan membaca novel yang "cowok banget". Jelas, faktor penulisnya yang seorang cowok memberi andil dalam pembentukan karakter Gara dan Hisa (dan teman-teman cowok Hisa lainnya). Dan jelas itu membuat sosok Gara dan Hisa benar-benar real. Bagi saya yang seorang cewek, menulis karakter cowok itu susah-susah gampang (tapi banyak susahnya). Membutuhkan kerja ekstra untuk mengulik isi kepala cowok hingga saya harus mewawancarai, ehm, teman cowok dan menanyakan ini-itu padanya. Membaca TwinWar jadi memperkaya pemahaman saya tentang bagaimana remaja cowok bertindak. Saya jadi berterima kasih untuk tambahan pengetahuan itu.
Ketiga, novel ini plotnya dinamis. Penulis seperti tak kehabisan ide untuk mencegah pembaca kebosanan saat membacanya. Saya suka. Apalagi, jalinan plot-plot yang banyak itu benar-benar rapi, dan selesai semuanya dengan baik.
Keempat, pesan moral dalam novel ini disajikan tanpa harus menggurui, apalagi pesan sponsor untuk menyukai pelajaran-pelajaran Mafia membuat pembaca sekalian belajar, ahaha. Bagus lho. Bukunya jadi kaya dan bergizi.
Akhir kata, saya suka novel ini. Meskipun sempat terhenti lama saat membacanya, tapi pada akhirnya saya bisa menyelesaikan buku ini dengan cepat. Ditunggu karya selanjutnya! Saya pasti akan baca :)
Bukan cuma karena cowok ganteng yang ternyata kembar, tapi aku juga suka penggambaran dari perkelahian antar saudara. Ada benarnya sih😂. Aku sama adik sendiri juga suka gitu. Kadang akur, kadang jadi musuh, hahaha😂. Bedanya, kami bukan kembar dan aku nggak sekejam Hisa ke Gara😂.
YESS TERKADANG AKU GERAM BANGET SAMA HISA. Iya, emang ada alasannya kenapa mereka nggak akur seperti itu. Tapi Hisa parah banget, deh.
Lalu, ada beberapa hal yang ketebak. Ya walaupun tebakanku nggak 100% benar, sih.
Untuk sebuah novel debut, ini bagus banget! I really enjoyed it😊
Buku kedua yang selesai dibaca malam ini! Haha dah lama uga ya ternyata saya nggak menikmati me-time baca buku (plus melupakan deadline Senin nanti lol) sampai bisa kelar dua buku kayak malem ini ~~~
TwinWar bercerita tentang twin (yaiyalah, is) yang nggak akur. Dari bab awal kita sudah disuguhin adegan berantem Hisa - Gara yang diawali dengan Hisa minta Gara ngerjain ulangannya dia dengan ngancem ngasih tahu ke Mama Papa kalau Gara pacaran--which is melanggar peraturan dari Mama Papa--kalau Gara nggak mau melakukannya. Dari sana, konflik bergulir nggak cuma soal si kembar yang kadang-kadang pengin banget saya jorokin ke selokan, tapi juga kegalauan khas remaja kayak putus nggak ya karena pacarannya dilarang, atau ambisi pengin banget bisa ikut lomba padahal dah kelas dua belas, atau perasaan nggak mau kalah sama sodara sendiri, atau perasaan yang nggak berbalas kayak Ollie (wkwk ini bikin baper sih).
Speaking of Ollie, SAYA SUKA BANGET DONG SAMA KARAKTERNYA DIA T_T bahkan meskipun di sini Dinar digambarkan lemah lembut dan dewasa, saya tetap cinta banget sama karakter Ollie. Soalnya Ollie mirip saya, hehehe. Dan cukup ngingetin kalau saya juga pernah (atau sering? lol) naksir sama orang tapi ditolak mulu tapi ya sayanya juga tetap bodo amat dan tetap lagak ceria kayak nggak pernah ditolak *EKHEM* ya pokoknya saya suka lah sama Ollie. Sama cara dia ngegebet Hisa dengan tetap jadi dirinya sendiri yang centil-centil gemesin (tapi lu suka kan, His? hhh sebel juga sih sama Hisa yang mau-mau enggak kayak begitu) dan bodo amat pas udah ditolak. I FEEL YOU OLLIE WELCOME TO THE CLUB!!! (apaan sih lol)
Jadi, secara keseluruhan, saya suka sama cerita ini. Danu Johan juga mayan mengobati kerinduan sohib-sohib ala Ridho - Oji di JDS series dan Saka - Ouji di Represi. Nah, tapi kadang-kadang saya masih suka sulit bedain "suara"-nya Hisa sama Gara. Ada saat-saat "suara" mereka masih terasa sama gitu terutama kalo lagi emosi, tapi nggak banyak. Terus hal lain yang mungkin bikin saya sempat agak nggak mulus bacanya adalah pas bagian flashback. Kayak nggak ada clue gitu kalau itu flashback jadinya tiap bagian flashback berasa disorientasi karena ceritanya mendadak beda. Terus juga perpindahan adegan kadang masih terasa kagok meskipun kalau ditinjau ((DITINJAU)) secara utuh, gaya penulisannya luwes. Terbukti dengan saya menyelesaikan baca novel ini dalam waktu tiga jam saja :)
3,6 untuk si kembar dan segala drama di kehidupan mereka. But I'll round it up for Ollie (bagian terbaik sih emang Ollie nih!) dan beberapa bagian yang bikin ngakak, terutama pas Hisa bilang ke Miss Galuh "Bukan masalah Ollie-nya, Miss. Masalahnya ada di aku." (well, nggak beneran ngakak sih karena sebenernya baper jadi ngakaknya agak getir x'))
Sepintar-pintarnya pembaca, tetap saja ada saat ketika dia akan terkecoh oleh plot penulis.
TwinWar adalah salah satu novel teenlit yang demikian. Sampai pertengahan cerita saya udah yakin banget, "Pasti ini alasan kenapa si ini begini begini makanya dia nggak mau begitu begitu." Ternyata, Saudara-saudara, saya sedang menjadi pembaca sotoy. Tebakan saya salah! Nggak meleset jauh sih, tapi tetap saja salah. Dan saya jengkel karenanya. Haha.
Anyway, novel ini nggak se-twisty itu kok. Konfliknya banyak, yang bikin ceritanya terasa sangat padat. Tapi semuanya selesai dengan baik dan memuaskan. Pun perseteruan Hisa dan Gara--konflik utama novel ini--nggak klise. Interaksi mereka menarik, karakterisasi masing-masing lumayan kuat, dan perjalanan lika-liku hubungan mereka dari awal hingga rekonsiliasi sangat bagus. Nggak pernah kepikiran konflik antara dua anak kembar bisa diramu seapik ini. Apalagi hal itu diwarnai karakter-karakter di sekeliling mereka, yang masing-masing mempunyai ciri khas tetapi juga sangat manusiawi.
Iyes, cerita novel ini begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ceritanya sama sekali nggak muluk, dan mengandung pesan moral yang bagus untuk remaja, disampaikan dengan renyah dan tidak menggurui. Saya jarang menemukan teenlit yang bisa dibaca remaja cowok tanpa "bikin malu" (mengingat teenlit kerap disebut sebagai bacaan cewek). Novel ini adalah salah satu teenlit yang sangat bisa dinikmati oleh remaja cowok. Karakter Hisa dan Gara juga cowok banget, begitu pun hubungan mereka dengan sahabat-sahabatnya--Danu dan Johan--plus persaingan Hisa dengan Faisal.
Satu-satunya yang saya rasa agak kurang adalah emosinya. Barangkali karena atmosfer novelnya memang ringan, lumayan cerah, penuh positive vibes, tokoh-tokohnya dari keluarga baik-baik dan tidak emotionally broken--apalagi tokoh utamanya cowok, jadi tidak ada drama-drama yang terlalu emosional. Semua konfliknya realistis dengan emosi "kemarahan" yang dominan ala cowok remaja, itu pun bukan kemarahan yang sampai menjadi psychological issues. Ya wajar memang karena--sekali lagi--tokoh utamanya cowok. Nggak ada baper-baperan. :))) Cuma yaaa... barangkali karena saya terlalu sering membaca teenlit yang emosional, jadi datar aja baca ini, berasa ada yang kurang gitu hehe.
Intinya sih novel ini teenlit yang bagus dan kaya makna. Gaya bahasanya juga enak dinikmati; ada humor-humor narasi yang kadang bikin nyengir. Tapi paling kocak percakapan-percakapannya, terasa hidup dan mudah dibayangkan beneran diucapkan--bukan sekadar dialog di novel remaja. Endingnya juga lucu.
Beberapa jam aja nyelesain novel yang hampir 300 halaman ini....kalau bukan karena gaya berceritanya yg asik, aku pasti udah tutup GD dan lanjut besok. Asli, suka banget cerita yang langsung masuk ke masalahnya. Hisa dan Gara bikin aku pengen makan orang. Dua-duanya ngeselin!😂 dalam artian baik sih😂 kadang kasian sama Gara, tapi Gara juga salah. Kalau Hisa..dari awal emang keliatan paling egois, tapi setelah tau awal pemicunya, jadi pengen meluk Hisa:') Aku pokoknya suka bangetttt konfliknya yang bikin mencak-mencak sendiri😂 mau ketawa tapi kesel juga wkwk Nah setelah situasi 'tegang' itu agak mencair, aku seperti kehilangan 'nyawa' di novel ini, tapi tetep seru kok ceritanya, cuma aku lebih terkesan pas mereka masih bersitegang wkwk😂 Jadi..3.7 deh yaa😊👌
suka sama cerita kembaran ini, dibab awal gemes banget sama kelakuan mereka ih. Tapi ya emang ada yang ngebuat mereka jadi begini tu sih ya. Perubahan di tengah buku sampe akhir, kusukaaaaa.
Alurnya mengalir dan detail, overall bagi cari cerita teenlit. Rekomen banget nih si kembar :)
Never did I find this satisfaction after reading a teenlit fiction and I must say YAAAAY because honestly I couldn't stop giggling and yelling and smiling when reading this. That means this book just deserves five stars from me.
OK, where should I start it? First chapter actually.
Bab pertama langsung menyuguhkan background sekaligus konflik kedua karakter utama kita, si kembar identik Hisa dan Gara. Kalau lihat huruf pertama nama lengkap mereka, kayaknya tuaan Gara *sotoy*. Hisa yang punya bukti foto Gara berduaan sama pacarnya, Dinar, mengancam akan mengadukannya ke orang tua mereka karena ada peraturan bahwa mereka dilarang pacaran selama masih sekolah. Gara yang enggak mau kena hukum akhirnya bersedia memenuhi persyaratan Hisa demi enggak dilaporkan ke orang tua mereka. Syaratnya: jadi joki ulangan Matematika Hisa.
Gara yang punya otak encer enggak keberatan mengerjakan ulangan di sekolah Hisa. Namun, masalah demi masalah yang semakin besar pun bergulir setelah ulangan Hisa berakhir. Kita mungkin bertanya-tanya kenapa Gara dan Hisa enggak satu sekolah, dan kenapa mereka jadi saling iri dan bermusuhan. Tenang aja, semua itu punya alasan yang logis banget dan alamiah buat dialami saudara seperindukan *dikata kucing*.
Yang paling kusuka itu suasana remajanya yang cerah ceria dan tokoh-tokoh pendukung yang gemesin (terutama Ollie!). Percakapan mereka bukan sekadar pengisi kekosongan atau penyedap biasa, melainkan juga penggerak cerita (dan sumber tawa yang tak terhitung banyaknya).
Baik orang-orang dari sisi kehidupan Hisa maupun orang-orang dari sisi kehidupan Gara memiliki andil masing-masing dalam cerita, entah memperburuk keadaan atau malah menjadi pintu keluar dari masalah. Pokoknya ada keterkaitan antara tokoh dengan konflik dan konflik dengan plot, dan yang terakhir plot dengan perkembangan karakter-karakter utama kita. Ah, dan jangan lupakan kunci plot twist yang sebenarnya sudah disuguhkan di awal cerita tapi enggak kita sadari keberadaannya hingga si kembar merunut akar permasalahan mereka selama ini. Serius aja, itu ajaib. You did a good job, Luna.
Bagi pembaca biasa, mungkin ini tak lebih dari kisah sederhana tentang dua anak kembar yang saling berperang lucu. Tapi di mata pembaca yang lebih jeli, kita bisa melihat bahwa cerita ini memiliki kedalamannya tersendiri dan struktur ceritanya tersusun rapi, detail, juga terarah. Endingnya memuaskan tanpa terasa main mudah.
Kekurangan: hmm... kurang panjang kayaknya, haha.
P.S. jadi Gara memiliki introverted sensing yang kuat sementara Hisa memiliki extroverted sensing yang kuat. Ini terbukti dengan minat mereka yang bertolak belakang: Gara di bidang akademik, Hisa di bidang fisik. Enggak ada yang lebih lemah dan lebih unggul dari kedua aspek kepribadian ini, justru sebaliknya mereka bisa saling melengkapi, terutama jika Gara seorang ISTJ dan Hisa ESTP *balik-balik ke Jungian Function lagi Git*.
Waktu Mbak Vera ditanya Jansen di acara Workshop Gramedia Writing Project #3 pada 22 Juli 2017 lalu, alasan apa yang membuat juri sepakat menentukan naskah yang menjadi pemenang lomba menulis ini, jawabannya adalah, yang membuat hati jadi "greng".
And yes, ketika membaca TwinWar, dari awal sampai akhir, hati hangat, seru, marah, kesal, haru. Ada semua di sini. Dengan takaran yang pas dan khas TeenLit. Love it!
Yang udah baca review-ku di Instagram mungkin udah tahu aku nge-list apa aja. Tapi, baiklah, mari kuulang lagi. Wkwkkw.
Aku paling suka plotnya yang tertata. Dari awal sampe akhir, udah dipikirin dengan matang. Itu bikin pergerakannya mulus, dari satu konflik ke konflik lain. Semua terselesaikan dengan baik dan tuntas (kayak ngomong di rapor aja, LOL).
Hal lain yang kusuka adalah tokoh-tokohnya! Selain karakter mereka yang kuat, peran mereka tuh menyeluruh, berguna, dan punya alasan. Nggak ada yang muncul tiba-tiba, terus dibuang di tengah-tengah seolah mereka cuma iklan numpang lewat. Plus, kemistri tiap tokoh juga bagus. Bikin penasaran, kasihan, sampe nggak mau mereka kenapa-napa.
Menyoal ide, keseluruhan novel ini tergolong sederhana. Pertengkarannya alami, tempat-tempat di sekolah maupun rumah yang harusnya biasa tetep kerasa seru, dan—yang paling penting—dua tokoh utama cowoknya relatable!
Gara, misalnya. Dia ini tipe yang suka belajar, tapi dianggap membosankan. Mungkin Gara sendiri nggak tahu harus ngapain lagi kalo nggak belajar, which makes me totally root for him. Belum lagi, lingkaran teman Gara tu ngalahin sempitnya orbit elektron. Jadi, yha; aku semacam ngerasa terwakili (meski Gara jauh, jauh lebih pinter, wkwkwk).
Hisa juga kayak simbol tersendiri. Dia ini pemimpi, pejuang, yang sebel waktu tahu jalan menuju cita-citanya tuh rumit. Semacam, dia ngerti dia mampu, tapi pemahaman itu nggak cukup buat ngedapetin yang dia mau. (Hashtag quote so true. :P) Di sini, Hisa juga relatable. Dan lagi-lagi aku merasa terwakili.
Nah, bagian kekurangan. Pasti ini yang udah ditunggu-tunggu. Sebenernya, aku agak berekspektasi tinggi sama juara satu ini, mengingat kayaknya nggak ada yang ngebahas kesalahan tata bahasa sebelumnya. Sayang, kayak cerita klise lain di dunia nyata, harapan itu ada buat dijatuhin sesakit mungkin.
Yang paling awal kuperhatiin adalah pilihan kata yang repetitif di satu halaman yang sama—bahkan, jaraknya bisa cuma satu atau dua baris. (Dan ini nggak termasuk situasi kayak pas ngejelasin alel atau gen yang memang butuh diulang-ulang. Plus, kalo mau free spoiler, kusarankan mundur perlahan-lahan aja.)
Contoh:
hlm. 9: Satu lagi bukti bahwa dia benar-benar makhluk membosankan. .... Gara masih keheranan, benar-benar tak paham maksud perintah Hisa itu.
hlm. 21: Tanpa sadar, umpatan meluncur mulus dari mulutnya. ... “Lo kenapa sih, Gar? Tadi kayak orang amnesia, sekarang malah mengumpat nggak jelas.”
Mungkin, kata "umpatan" itu bisa diganti "sumpah serapah" atau semacamnya.
hlm. 32: Selain pembawaannya yang ceria, sikap masa bodoh itulah yang kadang justru membuat Ollie menarik. Setidaknya, itulah yang tampak dari kacamata Hisa.
Ini lumayan tricky sih. Dari segi penampilan kalimat, subjek-predikatnya baik-baik aja. Tapi, buat pembaca yang sadar ada kata “itulah”yang diulang-ulang, jadinya... aneh.
Hlm. 261: Posisi hampir semua pelari hampir sama.
Itu sebagian yang kutemui di awal-awal dan satu di akhir. Agak ke belakang mulai reda, meski bukan berarti langsung terhindar dari pleonasme juga. Penyakit pleonasme di TwinWar ini sumpah parah klise klasik hanjer sejarah zaman batu aja kalah: yap, kata “meski” yang diikuti “tetapi”! Kata “meski” itu udah nunjukin sesuatu yang berlawanan. Nggak perlu lagi dikasih “tapi”, karena jatuhnya bisa berlebihan. Biasanya, sih, “tapi” ini diganti sama “tetap”. Misal, Meski menyebalkan, tetep aja dia penasaran.
Sekece plotnya yang punya sebab-akibat, perkara “meski-tetapi” ini makin parah di hlm. 63: Folder berjudul “Foto” menarik perhatiannya, tapi begitu dia membuka folder itu, ratusan foto langsung berjajar rapi di layar.
Kalo memang Gara mau buka folder, kenapa nggak pake kata “dan”? Dua ide di atas kan saling berhubungan, sama sekali nggak bertentangan. Sayangnya, definisi “tapi” sama “dan” lebih susah dibedain daripada alel sama gen. Oh, well, bahkan hukum Mendell satu sama dua jauh lebih mudah dipahami!
Lanjut. Hal lain yang mengganggu adalah pemenggalan kata. Banyak yang nggak dipotong lewat kata dasar, dan aku nggak tahu ini salah manusia (lagi) atau salah mesin layout yang bikin berantakan dan nggak sempat dibenahin.
Contoh:
hlm. 30: kejai-lan (kata dasarnya jail)
hlm. 60: kaca-ngin (kata dasarnya kacang, bukan kaca)
hlm. 77: mento-ring (kata dasarnya mentor, ing cuma imbuhan)
hlm. 93: pun-gkas (errrrr???????????)
hlm. 163: ngeras-ain (oke, aku tau kata dasarnya “rasa”, tapi ini jadi konyol, seolah kata dasarnya tuh “keras”—dan, tunggu contoh-contoh di bawah..................)
hlm. 169: ponse-lnya (wkwkwkwkwk)
hlm. 173: ng-ajak (okelah, fix 2018 ciptain imbuhan ng di PUEBI)
hlm. 268: riva-litas (aku nggak tahu kata ini beneran ada atau enggak, tapi kata dasarnya kan “rival”)
Sekalian ngebahas kata yang salah, di hlm. 20 ada kalimat yang kurang titik setelah nama Rian. Ternyata, Saudara/i yang budiman, titik itu nyasar ke hlm. 79 setelah kata "keduanya".
Menyoal kata baku, ada beberapa lema kayak:
- akademik (hlm.33 dan seterusnya—kenapa bukan akademis?)
- memekakan (hlm. 63—kenapa kurang K? PUEBI revisi lagi?)
- meski pun (hlm.90—again, PUEBI revisi lagi???)
- menambil (hlm.134—mau nyacat ya gimana wong imbuhan men emang ada)
- tanggungjawab (hlm. 135, 185, 231; di 151 nyebut bertanggungjawab, tapi terus “tanggung jawabnya” sama “tanggung jawab” dipisah; awalnya aku berasumsi emang selingkungnya digabung gitu, tapi kok makin ke belakang makin nggak konsisten)
- bekerjasama (hlm.150, 162, 167, 178—apa mungkin ini selingkung? serius nanya nih, bukan sarkasme)
- antar sekolah — hlm. 216 >> antar yang diikuti kata dasar harusnya disambung, kecuali antar ini jadi kata kerja (kayak “Antar dia ke sana”) atau yang ngikutin tuh kata turunan alias kata yang punya imbuhan (mungkin kayak “antar perusahaan”, karena nggak pake kata dasar “usaha” dan diimbuhi per– sama –an)
- uneg-unegnya (hlm. 153—di KBBI adanya unek-unek)
Kadang, ada kata sambung yang nggak perlu. Kayak:
hlm. 124: Hisa sama sekali tak peduli dengan kemarahan yang di wajah saudaranya itu. Nggak usah "yang".
hlm. 187: Bayi Nura lahir beberapa kemudian. Wkwkwkwk serah lo dah.
hlm. 276: ...seolah suhu udara di berangsur-angsur turun ke derajat terendah.
Dan, beberapa dialog yang menggelitik kotak tertawa. Sebenernya ini agak ngingetin ke novel sebelah, yang levelnya jelas jauuuh di bawah TwinWar. Tapi karena kebakuannya menggelikan, aku jadi nggak tahan buat membandingkan.
hlm. 10: “Serahkan foto itu dan akan gue lakuin semua yang lo mau.” Ini nih, salah satu “keunikan” Gara—pake kata baku di dialog yang harusnya terkesan sok berkuasa dan penuh ancaman. Alih-alih pake “serahkan”, kenapa nggak “lo janji harus ngehapus foto itu dan gue janji bakal ngelakuin semua yang lo mau” aja?
hlm. 53: “Kenapa gue nggak terkejut, ya?” Okelah, secara SPOK bener-bener aja. Tapi rasanya geli pas dibaca. Usulku sih pake kata “kaget” aja.
hlm. 170: “Kamu pernah ketemu mereka kan saat nyamar jadi Hisa?” Kenapa nggak pake “pas” atau "waktu" aja? Aku mulai khawatir sama kesehatan kotak tertawaku.
hlm. 207: “Tapi, orangtua kami juga tidak lagi terlalu mikirin masalah itu kok.” Enakan pake “nggak”, menurutku. Rangkaian tidak-lagi-terlalu-mikirin itu kedengeran... aneh.
hlm. 208: “Saya tahu Pak...”
Nah, di sini aku bisa sedikit adil nih. Kuperhatiin, beberapa novel GPU belakangan punya penyakit nggak ngasih koma sebelum manggil orang. Mulai A untuk Amanda, Sing Me Home, Insecure, sampe TwinWar.
Tahu, nggak, sekrusial apa kalo koma itu hilang?
“Ini salah, Hisa.”
sama
“Ini salah Hisa.”
Nah, “saya tahu Pak” itu si pembicara tahu tentang si Pak, tapi lagi ngomong sama orang lain. Kalo “saya tahu, Pak”, si pembicara lagi ngomong sama si Pak.
hlm. 212: “Tapi, ketika kami ajak pulang bareng, dia bilang masih ada urusan.” Pake “pas” mungkin lebih enak.
hlm. 230: “Udah, Papa harus segera balik kantor.” Ada dua yang kerasa aneh di sini—kata “segera” yang bisa diganti “cepet”, sama nihilnya kata “ke”.
hlm. 232: ini puncaknya, Saudara/i budiman, awal dialog tanpa huruf kapital di “sekarang kita fokus dulu...” Padahal sebelumnya ada titik di akhir kalimat. Yah, serah lo dah.
===========
Sebenernya aku nggak bermaksud rese atau brengsek sih. Toh udah dijamin sama review guideline di Goodreads. Aku cuma bertanya-tanya, kenapa masalah “sepele” kayak gini dibiarin merajalela? Apa emang bahasa Indonesia segitu nggak pentingnya sampe ada anggapan “asal plot bagus, bahasa nomor sekian. toh bahasa cuma alat”????? Kalo gitu sih, sekalian aja PUEBI sama kurikulum bahasa Indonesia dihapuskan.
Harapanku cuma satu: seandainya TwinWar cetak ulang ratusan ribu kali di tahun 2018 dan selamanya, cacat kecil ini bisa dikembaliin. Toh, udah ditunjukin halaman mana aja yang ndagel. Dan kalo memang bahasa Indonesia se-nggak penting itu, harusnya ini nggak ngerepotin banget, kan? Wong cuma urusan sepele kok. Wkwkwk. (Hashtag serah lo dah. Hashtag kalo nggak ada yang peduli ya sudah, nggak pa-pa. Kita hidup dengan Bhineka Tunggal Ika, yang penting kaum mayoritas senang dan tenang muahahahaha)
TwinWar bercerita tentang Gara dan Hisa, si kembar identik yang bermusuhan. Di keluarga mereka ada peraturan yang melarang keduanya untuk berpacaran sebelum lulus SMA. Hisa yang mendapati kalau Gara diam-diam sedang menjalin hubungan dengan seorang gadis, memanfaatkan saudaranya itu. Hal ini memicu perselisihan yang lebih besar di antara mereka. Pada akhirnya, apakah hubungan kedua saudara ini masih dapat diperbaiki?
Pertama, selamat dulu untuk Mas Dwipatra yang memenangkan Gramedia Writing Project ke-3. Setelah Bara Aksadewa (ulasan di sini) di 2013, akhirnya ada lagi novel yang dia terbitkan.
Sejak awal novel ini sudah berhasil menggaet pembaca. Konfliknya menarik dan tokoh-tokohnya kuat, walau saya agak kesulitan untuk mengingat Gara/Hisa itu yang jago olahraga atau yang berotak encer.
Konfliknya kemudian berkembang ke arah yang lain. Jujur saya agak kehilangan fokus saat konfliknya mulai berkembang. Ada semacam tensi yang hilang dari ceritanya. Bagian awal yang terasa seru karena "prank war"-nya si kembar mendadak hilang dan diganti dengan alur yang lebih lambat.
Secara keseluruhan, saya suka dengan ceritanya. Suka juga dengan kover dan logo Teenlit yang akhirnya berubah setelah satu dasawarsa lebih. Teenlit pertama kali muncul kapan, sih? Pertengahan tahun 2000-an?
Kalau kamu mencari novel remaja yang seru, TwinWar ini patut dicoba.
Meskipun jalan ceritanya mudah ditebak, namun gaya penceritaan yang teenlit banget (ringan) membuat novel ini tetap asyik untuk diikuti. Terlebih, tokoh utama dan sudut pandang cowok yang diberikan, membuatnya berbeda dari teenlit kebanyakan (walaupun makin ke sini, teenlit cowok juga makin banyak).
Aku paling suka karakter Ollie yang ceplas-ceplos dan memang bener-bener kujumpai di dunia nyata. Karakter inilah yang membuat pembumian novel ini berhasil. Tentu saja dikuatkan dengan interaksi persahabatan antarcowoknya yang, yeah, digambarkan dengan baik di novel ini.
Bacaan yang lumayan menyenangkan sebagai permulaan di tahun ini.
Eike sangat penazaran dengan nopel ini. Y o y? (Bacanya why oh why yach darling)
Bikozzzzz... ini yg jawara 1 tjuyyyyy~ yez, juara 1 gwp. eykeh kan uda baca nih yg 17 once again juara2 dan suka bingitzzzz. nah yang ini juga suka binggo.
tapi eykeh lebih suka yg juara2. tp di luar itu zmua novel perang sodara Kembar ini memmmmvvvaaang goksss. dari awal cerita aj yach udah rempizzz nih Gara dan Hisa. salut buat author yg cukmey banget olah kata.
teyuz gara2 we baca ripiu Akang/Nci Springfall (btw komen eykeh ama dia dihapus entah knp, terus ripiuna jg diedit, padahal daku kira dya mauk temenan ma alay ma eyke) di buku 17 once again, dia bilang buku ini editannya cukmey cukmey. tapi we mah ndakk paham... nyahahahaha. gw si ga ngeh ada tipatipo di novel inih ato di novel ituuuh bikoz we membacca krn we sukkkkkka, jd buat represing ae daaah... apalagi bahaz tipo, kata kakak we yg anak sastra Indonesia aja, dia sukkkkka pucing cyin baca tulisan we nyahaha. untung eik masuk ekonomi ya cyin.
ih eyke mau buat ripiu twinwar panjang lusa lusa deh.... ini anak hima berizzzzikkkkk... plus mau ripiu novel Dylan yg juga hitzzz abis setelah eneeeeh.
Ini novel recommend banget sih dan pantes buat jadi juara di GWP 👏👏👏.
"Gue tadi juga beli gunting" "Lagi mau nyoba juga eh, ketemunya headphone lo. Ya udah, gue potong aja kabelnya. Lagian kalau putus tinggal disambung lagi kan?"
Sumpah waktu aku baca blurb cerita ini aku ga nyangka bakalan "sehidup" ini kisah Gara dan Hisa ini. Saudara kembar yang justru bermusuhan. Cara mereka bermusuhan juga engga serius banget, tapi mengena dengan realita.
Apalagi ketika Hisa tahu kalau Gara pacaran. Masalahnya bukan Hisa dan Gara menyukai perempuan yang sama, tapi di keluarga mereka ada peraturan yang tak tertulis. Dimana sebelum lulus SMA dan mendapatkan Universitas mereka nggak boleh pacaran. Gimana menurut kamu? Terdengar kolot kah?
Ketidakberdayaan Gara, juga bukti yang dimiliki Hisa membuat Gara harus menyamar menjadi Hisa selama beberapa waktu.
Kedua kembar ini mempunyai kelebihan masing-masing. Gara yang seorang anak klub sains, dan suka kedamaian sedangkan Hisa si jagoan di bidang olahraga. Keduanya punya porsi sendiri menurut aku. But di beberapa part justru orang tua mereka lebih mengedepankan Hisa, poor you Gara 😟. Padahal aku sukanya Gara loh 😂, kalau kalian lebih milih cowok yang jago di bidang akademik atau non akademik nih?
"Satu orang pernah punya pengalaman buruk dengan sesuatu, bukan berarti orang lain juga perlu menjauhi hal itu."
Dinar, sosok yang menjadi pacar Gara. Bahkan sudah mengetahui kalau yang berada di hadapannya sekarang ini bukan Gara. Melainkan saudara kembarnya. Hisa.
Sedangkan Gara justru berkutat dengan soal try out yang seharusnya dikerjakan Hisa, ditambah dia harus "meladeni" Johan dan Danu sahabat Hisa yang lumayan rempong. Belum lagi dengan Ollie perempuan yang bahkan sudah menembak Hisa berkali-kali, tapi selalu ditolak 😢. Ollie ini perjuangannya luar biasa banget loh buat Hisa. Semoga hatinya Hisa terketuk ya Ollie.
Sampai kemudian pertukaran peran mereka menjadikan boomerang keduanya, Hisa yang terancam gagal mengikuti turnamen lari. Juga Gara sebagai siswa yang rajin terancam dikeluarkan dari sekolah. Nah gimana ya endingnya? Apakah passion mereka sama-sama hancur? Karena pertukaran peran itu?
"Pacar memang bisa menjadi sumber bencana. Tapi, bersama orang yang tepat,yang ada hanyalah bahagia dan cinta yang sesungguhnya."
Aku amaze banget dengan novel ini, sangat amat layak mendapatkan label juara 1 di GWP kemarin. Kisah antara Hisa dan Gara ini gak hanya mengisahkan tentang persaudaraan yang tidak baik, tapi juga tentang persahabatan, hubungan antara orang tua dan anak juga dibumbui kisah percintaan remaja, dan yang menjadi sumber permusuhan mereka yaitu "janji". Kira- kira janji apa ya yang ngebuat persaudaraan mereka renggang?
Penyelesaian masalah di novel ini juga cukup pelan, bisa dibilang masalah yang hadir ga cukup berat tapi gak terlalu ringan juga. Nah gimana tuh, aku juga bingung sendiri jelasinnya. Intinya konfliknya pas, realistis banget.
Dari segi penokohan yang menambah kekuatan novel ini, penulis tuh bisa banget ngebuat part yang ngebuat aku "ini gayanya Gara banget" "ini gayanya Hisa banget deh".
Dan satu lagi, kak Dwipatra aku boleh pinjem Dinar ga sih buat ngajarin rumus Matematika sederhana 😂 .
Anak perempuan kembar yang jatuh cinta sama satu cowok kemudian tukar-tukaran peran? Uh, sudah biasa sih dijadikan premis cerita. Tapi kalo untuk anak laki-laki kembar yang perang saudara? Nah, itu premis yang unik. “Loh, Kok perang? Bukannya anak kembar itu selalu kompak?” Pertanyaan itu yang terlintas di benakku sewaktu baca sinopsisnya, dan bikin tertarik untuk beli.
Bagian paling seru adalah pas si kembar saling gengsi mengakui bahwa mereka saling sayang. Yaampun. Segitunya. Heran deh sama cowok-cowok. Ada apa ya mereka dengan ego mereka yang selangit? Mereka lebih milih mempertahankan ego ketimbang mengakui sayang ke saudara kembaran sendiri?
selesai baca dalam sehari. bagus banget! penulisannya rapi dan penuh perhitungan. masih agak kaku sih di awal, dan pace cerita agak melambat mulai dari tengah sampai ke akhir. tapi semuanya memuaskan! perwatakan, plot, penyelesaian masalah, bahkan kata-kata yang digunakan dalam dialog-dialog kayak waktu para guru dan orang tua si kembar ketemu. berasa scripted banget sih dialognya di situ, tapi saya suka karena jadi gaada reaksi-reaksi aneh nan sinetronistis. pairing favorit saya adalah Hisa-Ollie, soalnya suka gemes sama ke-tsundere-an (?) Hisa 😂
puas! ini adalah novel yang dengan sendirinya membuktikan kepada para pembacanya mengapa dia jadi juara satu. dari segala segi memang pantas, sih, dapat posisi itu.
I have to say kalo ini teenlit paling seru yang pernah aku baca. tentang saudara kembar yang enggak bisa akur karena suatu hal di masa lalu. ada banyak hal yang dilibatkan di sini. kasih saang, cinta, persahabatan, dan keluarga. enggak cuma bikin nangis, ini juga punya banyak cerita kocak yang bisa bikin ketawa. sukaaa
Jarang-jarang novel teenlit tokoh utamanya cowok. Gaya bahasa penulisannya rapi, makanya nyaman buat dibaca. Sebenarnya bisa dibaca sekali duduk, tapi saya baca ini lama karena dibarengin sama kerjaan yang mulai menggila wkwk.
Teenlit yang patut direkomendasikan sebagai bacaan remaja yang bisa memotret kehidupan anak muda secara utuh dan murni. Tidak melulu soal cinta, tapi juga soal sisi akademis, prestasi, keluarga, persahabatan, dan juga rivalitas.
Aku tertarik membaca novel ini karena tokohnya kembar; Hanggara Setiaji (Gara) dan Mahisa Aryaji (Hisa).
Pacar Gara; Dinara Syabil (Dinar), dan teman Hisa; Andanu Rizki (Danu), Johansyah Putra (Johan) dan Ollivia Sadani Gunawan (Ollie) cukup membuat cerita jadi hidup.
Ada tokoh Mama, Papa, Miss Galuh, Pak Syam, Faisal, Luna dan beberapa tokoh lain yang mendukung.
Aku agak susah bedain karakter Gara dan Hisa. Mirip banget. Dua-duanya jahil. Tapi kelihatan Gara lebih teratur, tegas dan berani, Hisa agak pengecut dan serampangan.
✒ Penulis menggunakan Pov 3, bergantian fokus ke Gara dan Hisa.
⏰ Alur maju-mundur Ada hal-hal detail yang dijabarkan pada bagian alur mundur, yang menjadi sebab hal-hal yang terjadi di masa sekarang.
Novel ini diawali dengan Hisa yang mengancam Gara karena Hisa punya kartu As Gara.
Sepertiga awal banyak scene serang-serangan gak penting, sampe akhirnya kejujuran Gara pada pak Syam menjadi titik balik persaudaraan Hisa dan Gara.
Hal-hal yang cukup membuat penasaran sepanjang baca: 1. Alasan Hisa benci sama Gara 2. Alasan Gara benci sama Hisa 3. Alasan Mama melarang Gara dan Hisa pacaran.
Jujur, aku gak bisa milih harus suka sama Gara atau Hisa. Dua-duanya punya alasan. Sayangnya aku gak bisa simpati dengan salah satunya.
Dan dibalik perang dingin Gara dan Hisa, dipacu oleh sikap orang tuanya yang menerapkan reward dan punishment. Sayangnya menurut salah satunya, Papa kurang adil. 💔
Well, tema yang diangkat cukup umum untuk novel remaja: persaingan antar saudara, larangan pacaran, pacaran diam-diam, cewek naksir cowok keren/pinter, kejujuran dalam ujian, dll.
Menurutku, novel ini cocok untuk dibaca remaja. Ringan dan menghibur. Walaupun masih ada plot hole dan scene di luar tema yang tidak perlu. Aku tetap bisa menikmati membacanya dan menangkap pesan yang ingin disampaikan. 😊
Untuk skill kepenulisan sudah cukup baik, aku tidak menemukan typo. Tapi penggunaan font yang sama pada alur maju dan mundur cukup mengganggu fokus bacaku.
Judul buku : Twinwar Penulis : Dwipatra Penerbit :Gramedia Pustaka Utama (GPU) Desain sampul : Sukutangan ISBN : 978-602-03-7679-0 Cetakan pertama, 4 Desember 2017
296 halaman
Gara dan Hisa kembar identik. Penampilan kedua cowok itu persis sama. Kerennya pun sama. Tapi minat dan kemampuan? Beda jauh! Gara berotak encer, kemampuan akademiknya gemilang. Hisa jago olahraga, dan sederet trofi kejuaraan berhasil ia raih. Walaupun bersekolah di SMA berbeda, persaingan mereka tak pernah surut.Dalam keluarga mereka, ada satu aturan yang tidak boleh mereka langgar. “Gara dan Hisa tidak boleh pacaran sebelum lulus SMA dan diterima masuk di perguruan tinggi.” Kalau sampai aturan itu dilanggar, konsekuensi yang akan mereka terima tidak main-main.Kisah ini bermula ketika Hisa mengetahui ada foto cewek di handphone Gara. Ya, diam-diam Gara memang berpacaran dengan Dinar. Mendapati rahasia Gara, Hisa seolah mendapat senjata ampuh untuk “menghancurkan” saudara kembarnya. Jadi, siapa bilang saudara kembar nggak bisa perang?
Cerita dibuka dengan Hisa yang meminta Gara untuk bertukar peran, untuk menghadapi ulangan Matematika. Awalnya Gara menolak, tapi ancaman berupa foto-foto mesra Gara dan pacarnya membuat ia terpaksa setuju. Hisa juga meminta Gara untuk memotong rambut mirip dengannya. Gara setuju.
Bertukar peran membuat Gara ingin mengerjai Hisa. Lewat Keling-lah rencana itu ia paparkan. Gara meminta Keling memberinya ulat tanpa bulut pada jam makan siang. Jelas, saat itu tukar peran selesai. Gara-gara Keling, aib Hisa terbongkar. Ya, Hisa takut ulat. Peperangan berlanjut. Esoknya, Hisa membuat Gara kewalahan: kesiangan karena Hisa mematikan alarm jam bekernya, menyembunyikan sepatunya di gudang, menggeboskan ban motornya, dan tentu saja karena sepatu, dia mendapat hukuman di sekolah. Gara marah, pulang sekolah, ia memotong senar gitar Hisa. Hisa marah. Ia pun membalas dengan memotong kabel headphone kesayangan Hisa.