Bukan besarnya rumah atau luas halaman dari balik pagar rendah yang memesona Rara, melainkan jajaran pot-pot cantik yang ditaruh di depan jendela-jendela besar rumah tersebut. Belum pernah Rara melihat jendela sedemikian indah. Mulai hari itu, ia punya sesuatu untuk diimpikan. Bapak dan Ibu harus tahu. ***
Rara adalah gadis yang periang dan suka bermain. Ia dan teman-temannya suka bermain di pinggir-pinggir jalan saat istirahat mengamen, di bawah derasnya hujan, juga di pekuburan tengah kota Jakarta yang menjadi lingkungan tempat tinggalnya. Sebagai gadis kecil, ia merasa tak kekurangan apa pun, apalagi orangtuanya tak pernah memarahinya seperti ibu-bapak teman-temannya.
Tapi ada satu mimpi Rara yang ingin sekali ia wujudkan. Sebuah mimpi sederhana, untuk memiliki jendela. Ia ingin sekali bisa tetap melihat hujan, dan tak harus menyalakan lampu ketika siang meski pintunya ditutup. Namun Rara tak tahu, keinginan sederhananya diam-diam membuat pusing orang-orang terdekatnya hingga gadis kecil itu harus membayar mahal agar mimpinya terwujud.
Asma Nadia Education: Bogor Agricultural University (IPB, 1991) Home FAX: +622177820859 email: asma.nadia@gmail.com
Working Experiences: I was working as a CEO of Fatahillah Bina Alfikri Publications, and Lingkar Pena Publishing House, before starting AsmaNadia Publishing House (2008)
Writing residencies: in South Korea, held by Korean literature translation institute (2006) & and in Switzerland held by Le Chateau de Lavigny (2009)
Writing Workshop: - Conducting a creative writing (novel), Held by Republika News Paper, 2011 - Writing workshop instructor for (novel) participants from Brunei, Singapore, Indonesia, Malaysia, held by South East Asia Literary Council (MASTERA), July, 2011 - Conduct a writing workshop for Indonesia Migrant Workers in Hongkong (2004,2008, 2011), and for Indonesian students in Cairo, Egypt (2001, 2008), and University of Malaysia. - Giving a creative writing workshop for Indonesian’s students in Tokyo, Fukuoka, Nagoya, Kyoto (November 2009). - Giving writing workshop in Manchester; Indonesia Permanent Mission in Geneve; Indonesian Embassy in Rome, and for Indonesian students in Berlin (2009) - Held a writing workshop with Caroline Phillips, a Germany writer, in World Book Day 2008
Performance: - Performing two poems for educational dvd (Indonesian Language Center) 2011. - Public reading: (poem) in welcoming Palestine’s writers in Seoul, 2006; - Public reading short story in Geneve 2009, Performing monologue in Mizan Publishing Anniversary 2008, Ode Kampung Gathering in Rumah Dunia, etc.
Awards and honors: 1. Istana Kedua (The Second Palace), the best Islamic Indonesia novel, 2008 2. Derai Sunyi (Silent Tear, a novel), won a prize from MASTERA (South East Asia Literary Council), as the best participant in 10 years MASTERA, 2005. 3. PREH (A Waiting), play writing published by The Jakarta Art Council, honored as the best script in Indonesian’s Women Playwrights 2005 4. Mizan Award for the best fiction writer in 20 Years Mizan (one of Indonesian’s biggest publishers) 5. Asma Nadia profile was put as one of the 100 distinguished women publishers, writers and researchers in Indonesia, compiled by well-known literary critic Korrie Layun Rampan, 2001. 7. Rembulan di Mata Ibu (The Moon in the Mother’s Eye, short stories collection), won the Adikarya IKAPI (The Indonesian Book Publishers Association) Award, 2001 9. Dialog Dua Layar (Two Screen’s Dialogue, a short story collection), won the Adikarya IKAPI (The Indonesian Book Publishers Association) Award, 2002 10. 101 Dating, a novel, won the Adikarya IKAPI Award, 2005 11. The most influential writer 2010, awarded by Republika News Paper 14. BISA Award for helping Indonesia Migrants Workers who wants to be writers (held by Be Indonesia Smart and Active Hongkong) 15. Super Woman MAG Award 2010 16. One of ten most mompreneurship 2010, by Parents Guide Magazine
Summary of translations of work into other languages: 1. Abang Apa Salahku (published by PTS Millennia SDN.BHD 2009) 2. Di dunia ada surga (published by PTS Millennia SDN.BHD 2009) 3. Anggun (published by PTS Millennia SDN.BHD 2010) 4. Cinta di hujung sejadah (published by PTS Millennia SDN.BHD 2011) 5. Ammanige Haj Bayake (Emak Longs to Take The hajj), NAVAKARNATAKA PUBLICATIONS PVT. LTD, 2010 (in south indian language/Kannada)
Menariknya kisah ini bila yang diangkat adalah kisah kehidupan anak-anak di rumah haram atau di kawasan setinggan. Peringkat awal tertanya-tanya mana mungkin ada rumah yang didirikan tanpa jendela. Namun setelah diceritakan kondisinya, kita langsung faham logiknya.
Penulis tidak hanya berkisah tentang rumah, namun beliau berkisah tentang impian-impian yang dibina dalam pemikiran anak-anak kecil dalam kawasan perumahan. Keperitan hidup kais pagi makan pagi kais petang makan petang dapat dirasakan melalui penceritaan beliau.
Di hujung naskah dikongsikan juga pengalaman penulis dalam penerbitan naskah-naskah tulisan beliau ke layar perak.
Manusia lemah, tapi Allah maha kuat. Kita tak mampu, tetapi tak ada yang mustahil bagi Allah.
Baca buku ini secara nggak sengaja dan berakhir dengan suka banget sama ceritanya, karna sangat heartwarming dan mengajarkan ku banyak hal walaupun genrenya fiction.
Ada beberapa karakter yang diceritakan dalam buku ini, tapi sebagian besar menceritakan tentang Rara, seorang anak kecil yang punya mimpi memiliki jendela di rumahnya. Mimpi yang sebenarnya sederhana, tapi mustahil karena keluarga Rara hidup ditempat penampungan sampah, ayahnya bekerja sebagai pemulung dan rumah mereka hanya berdinding tripleks yang bisa saja suatu saat digusur pemerintah.
Cerita di buku ini tentang Rara dan teman-temannya serta keluarganya, mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan tapi masih tetap punya ruang untuk bersyukur. Sepanjang cerita ada banyak masalah dan kesulitan yang dialami Rara maupun karakter-karakter lain, dan dari hal-hal manusia seperti marah dan kecewa ada kesadaran juga bahwa hidup kita manusia nyatanya hanya sementara. Dan se-kuat apapun kita berjuang, akhir dari segala sesuatu adalah ucapan syukur dan berserah sepenuhnya pada Tuhan.
Karakter dalam buku ini pengen ku peluk satu-satu, ada karakter yang nyebelin pastinya tapi i love how at the end they also learning. Karna secara natural begitulah manusia. Melakukan kesalahan, menyesal dan berusaha untuk berubah dan nggak melakukan kesalahan yang sama lagi.
I love how heartwarming and full with kindness this book is, dan menurutku dengan penulisannya yang sederhana dan gampang dicerna, everyone could enjoy this book and learn from it.
Hal yg agak mengganggu, tapi nggak jadi masalah sebenarnya adalah plot yang bisa tiba-tiba sudah meloncat ke satu peristiwa dengan penjelasan yg terlambat bahkan kadang nggak ada, jadi aku beberapa kali menebak-nebak dan itu cukup mengganggu pace aku selama baca bukunya. Tapi, at the end of the day i still would recommend this book for you to read!!
Secara tidak sengaja saya masuk stand Kompas saat mengunjungi Gramedia Bookfair, hari Jum'at 25 Februari 2011. Di situ saya melihat buku ini disc 30%. Mumpung lagi dapat subsidi, saya beli satu biji. Sebenarnya pengin sekalian isi stock buku Min Shop. Sayang sudah buat beli buku lain.
Novel ini ibarat adonan roti yang mengembang dari cerpen Jendela Rara menjadi film Rumah Tanpa Jendela (RTJ). Beberapa tokoh gelap di cerpen direvisi dan diperhalus. Alur cerita mengembang lebih luas. Tidak saja fokus dengan jendela, tetapi juga mengangkat perjodohan, doa dan sedikit menyentil tentang merawat anak down syndrom.
Satu yang membuat saya sedih adalah ketika Rara ditinggalkan Ibunya lalu Bapaknya. Tidak terbayangkan, kehidupan miskin itu ditambah dengan ujian ditinggalkan orang-orang yang disayangi. Novel ini menghalalkan mematikan tokoh, entah apa alasannya. Padahal dulu Bunda Helvi berpesan jangan matikan tokoh tanpa alasan yang kuat. Karena itu tanda tidak kreatif. Mungkin karena kematian lebih berhasil menguras emosi pembaca.
Novel ini meninggalkan banyak pesan. Mulai dari rokok, sholat, ngaji dll. Tokoh Alia mencerminkan saya dalam memilih jodoh :D. Yakni tidak merokok, karena tidak mungkin hidup dengan orang yang meracuni anak dan istrinya. Setiap orang memang punya hak memiliki paru-paru sehat. Bagaimana mungkin suami sendiri yang merampas hak itu.
Buat kalian yang punya rencana menovelkan cerpen-cerpennya. Pilih buku ini sebagai referensi.
Selalu suka dengan tulisan Asma Nadia, indah, menghangatkan dan penuh hikmah. Alurnya sederhana, pun bahasa yang digunakan tidak "sedalam" tulisan beliau biasanya, tapi tetap saja emosi saya teraduk-aduk. Membawa kisah mereka yang hidup dipinggiran kota dengan rumah triplek seadanya, sekaligus menjadi pembuka mata untuk jadi lebih peka dan bersyukur.
Apa mimpimu semasa kecil? Apakah memiliki sebuah jendela adalah salah satunya? Iya, kamu tidak salah baca: SEBUAH JENDELA.
Rara, gadis cilik tinggal di sebuah rumah berdinding triplek tipis berpintu satu tanpa jendela. Rumahnya tidak jauh berbeda dengan teman-temannya yang hidup di area kumuh dekat penampungan sampah. Mimpinya sederhana: memiliki sebuah jendela. Jendela yang menempel di dinding rumahnya. Jendela yang membiarkan angin menerobos masuk ke rumahnya. Jendela tempatnya melihat rintik hujan jatuh satu per satu. Jendela tempatnya menilik rembulan di langit tinggi kala malam. Tak mengapa kecil, yang penting ada. Namun, cobaan terus menghampiri. Kemalangan datang silih berganti. Mampukah ia mewujudkan mimpinya?
Rumah Tanpa Jendela ini menyuguhkan kehidupan masyarakat marginal yang erat dengan kritik sosial. Beberapa isu disindirnya: perjodohan perempuan yang cukup umur, kebakaran permukiman kumuh, upaya ganti rugi para korban yang tak merata, atau kehidupan daerah lokalisasi. Sementara itu, pola asuh serta kehidupan keluarga dengan anak berkebutuhan khusus (autis) juga dibahas. Dari kacamata anak-anak, buku ini menceritakan soal kehangatan keluarga, eratnya persahabatan, serta upaya meraih mimpi.
Aku menangkap tokoh sentral di buku ini tidak hanya Rara, tetapi juga ada Bu Alia–ibu guru cantik Sekolah Singgah–dan Aldo, sahabat Rara yang autis. Rara dengan mimpinya memiliki sebuah jendela, sementara Bu Alia dengan mimpinya hidup sebagai pendidik dan menikah dengan lelaki pilihannya, serta Aldo yang berjuang untuk diterima sebagai keluarga atau teman.
Perkembangan karakter yang seiring dengan perjalanan konflik cerita membuat buku ini wajib dibaca tuntas. Sosok tokoh utamanya yang hidup dalam kesederhanaan menjadi nilai tambah di tengah maraknya buku cerita yang menyuguhkan fantasi atau kehidupan mewah. Buku ini menyodorkan sisi lain kehidupan yang belum tentu dikenal oleh semua anak. Saltik nyaris tidak kutemui di buku ini. Sayangnya, satu saltik yang kutemukan justru di penulisan nama tokoh.
Kalau kamu mencari cerita anak yang realistik dan menyentuh, tentulah buku ini menjadi salah satu buku yang kurekomendasikan. Lewat kesederhanaan dan kehangatannya diharapkan buku ini mampu mengingatkan pembaca untuk senantiasa bersyukur serta mengasihi dan menyayangi sesama.
Rumah Tanpa Jendela • Asma Nadia • Republika • 2020 • 2017 • 215 hlm.
--
Inikah cara Allah mengabulkan doa Rara seperti yang pernah dituturkan Ibu? Allah kadang mengabulkan, kadang menunda, kadang memberi ganti yang lebih baik dari doa-doa yang dipanjatkan seseorang. Hlm. 56
Inna ma'al 'usri yusro.... Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, begitu artinya. Pasti ada dua sisi berbeda dari setiap kejadian. Meski mungkin diperlukan waktu untuk bisa memahami sisi baik dari sebuah musibah. Hlm. 86
Kamu bisa mengenali pribadi seseorang ketika sebuah musibah terjadi. Hlm. 107
Namun menghabiskan waktu mencari siapa yang salah, meski perlu untuk evaluasi bersama tetap tidak akan mampu mengembalikan yang sudah pergi. Dan hidup harus terus berjalan. Manusia tidak boleh terkunci masa lalu. Hlm. 116
Manusia lemah, tapi Allah Maha Kuat. Kita tak mampu, tetapi tak ada yang mustahil bagi Allah. Selain ikhtiar, manusia hanya tinggal meminta. "Allah pasti mengabulkan setiap doa, Ra. Tapi kadang, ada doa-doa lebih penting yang harus didahulukan." Hlm. 185
Novel Rumah Tanpa Jendela ini termasuk novel yang cocok dibaca untuk semua kalangan usia. Mulai dari pembaca yang bahkan masih duduk di bangku Sekolah Dasar sampai pembaca usia dewasa sekalipun. Novel ini menceritakan tentang seorang gadis kecil bernama Rara, yang sangat memimpikan tinggal di rumah berjendela. Begitu sederhananya mimpi Rara.
Rara tinggal di sebuah rumah kecil yang terbuat dari papan triplek bekas di daerah pemukiman kumuh, bersama nenek dan ayahnya. Mengetahui bahwa gadis kecilnya sangat ingin memiliki jendela di rumahnya, Raga (ayah Rara), selalu berupaya mencari jendela bekas, berharap ada orang yang membuangnya di tempat sampah saat ia memulung. Untuk membantu perekonomian keluarga, Rara bekerja sebagai pengamen dan ojek payung pada saat hujan. Suatu ketika, Rara yang pada saat itu sedang mengojek payung, tiba-tiba terserempet oleh sebuah mobil. Untungnya si pemilik mobil bertanggung jawab atas kecelakaan tersebut.
Aldo adalah anak dari pemilik mobil yang menyerempet Rara. Aldo merupakan anak lelaki yang memiliki keterbelakangan mental. Aldo berasal dari keluarga kaya, semua anggota keluarga menyayangi dan dapat menerima kekurangan Aldo kecuali kakak perempuannya. Semenjak kecelakaan tersebut, Aldo dan Rara menjadi akrab. Rara kerap bermain ke rumah Aldo bersama teman-teman Rara yang lain. Melihat itu semua kakak perempuan Aldo semakin membencinya. Akhirnya Aldo pergi dari rumah karena melihat kakaknya yang mengatakan bahwa dia malu memiliki adik seperti Aldo pada saat pesta ulang tahunnya yang ke 17. Pada saat yang sama, rumah Rara kebakaran, ayah dan neneknya dalam keadaan koma, padahal pada saat itu ayah Rara berhasil mendapatkan jendela bekas untuk rumahnya. Aldo pun memutuskan untuk pergi ke Rumah sakit menemui Rara, namun karna keluarganya mencari sampai rumah sakit, Aldo pun pergi meninggalkan Rumah Sakit dan Rara pun mengikutinya.
Pada akhirnya, ayah Rara meninggal. Aldo dan Rara pun ditemukan, kakak perempuan Aldo sangat menyesali perkataannya, dan meminta maaf pada Aldo. Keadaan pun kini semakin membaik. Rara dan nenek diberi tempat tinggal oleh keluarga Aldo yaitu sebuah villa milik keluarga Aldo. Kini mimpi Rara pun terwujud, ia memiliki rumah dengan banyak jendela sekarang.
Kelebihan dari novel ini adalah penggunaan kalimat yang tidak terlalu kompleks sehingga memudahkan para pembaca mengerti pesan yang disampaikan oleh penulis yaitu jangan menilai orang dari segi fisiki, karena kamu yang lebih sempurna dari dia belum tentu memiliki hati yang lebih baik.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Mengambil kawasan setinggan sebagai latar tempat utama menjadikan ini bukan cerita orang ada-ada. Asma Nadia berjaya menggambarkan keseluruhan latar tempat dengan menarik.
Watak utama, Rara, anak kecil yang dibesarkan di kawasan setinggan yang di gambarkan sebagai anak yang ambitious. Bayangan saja, hanya kerana keinginannya untuk memiliki jendela dirumah ya, Rara berhasil menghasut teman-teman sekitar kawasan rumahnya untuk memiliki mimpi yang sama. Mempunyai jendela di rumah. Sehinggakan perihal keinginan mempunyai jendela ini tersebar sehingga sampai kepada Ketua rumah setinggan kawasan itu.
Tidak hanya berhenti setakat itu, Asma Nadia cemerlang membina ketokohan peribadi watak utama yang berita-cita tinggi ini dengan memperlihatkan bahawa, urusan mewujud mimpi itu adalah berkait soal ikhtihar Dan izin Tuhan.
Berkali-kali anak kecil ini memperlih kepada pembaca bahawa dengan izin tuhan, tiada yang mustahil. Bahkan, Asma Nadia juga secara tidak langsung mengajarkan kepada pembaca akan tatacara berdoa dan berdamai dengan ketentuan tuhan setelah memaksimumkan ikhtihar dan doa.
'Manusia lemah, tapi Allah Maha Kuat. Kita tidak mampu, tapi tak ada yang mustahil bagi Allah. Selain ikhtihar, manusia hanya tinggal meminta. Allah pasti mengabulkan setiap doa. Tapi kadang, ada doa-doa yang lebih penting yang harus didahulukan.'
Naskah ini sesuai dibaca bagi yang baru mula mahu berjinak membaca buku. Jangan risau akan ketebalannya, kerana buku ini ringan saja. Tidak perlu otak bekerja Keras berfikir panjang. Nikmat saja alur ceritanya.
Ini aku dengarnya lewat audiobook storytel. Klo dipikir iya bagaiamana bisa rumah tanpa jendela?😲 Ya, Rara gadis kecil yg punya impingan rumah mereka bisa punya jendela. Simplenya hanya igin bisa memandang keluar rumah dari jendela sambil duduk dan udara bisa bertukar dengan baik dan masuk ke dalam rumah. Tapi dengan ekonomi keluarganya yg tinggal di jakarta sangat sulit kemungkinan bisa punya tempat tinggal dengan jendela seperti impian rara. . Di umurnya yg masih anak-anak bnyak sekali cobaan yg harus diterima rara. Muali kehilagan ibu dan calon adik bayinya, ayahnya😭, kehilangan tempat tinggal. Perjalanan untuk punya jendela ini banyak sekali pesan moralnya dari kisah anak-anak ini (Rara dan teman”nya). Ya teman-teman dengan berbagai latar belakang dan karakter memberi warna hangat untuk cerita ini. Mimpi rara ingin punya jendela seperti simbol tentang betapa pentingnya harapan. Betapa pentingnya memliki harapan memperjuangkan apa yg layak dalam hidup kita. Dan bagaimana Tuhan punya cara mengabulkan doa” yg kita panjatkan. Doa kita bukan tidak perna di kabulkan tetapi cara Allah mengabulkannya dan menggantinya dengan lebih dari yg kita minta dan keikhlasan juga nita kita berdoa pd Allah.
🌟3,8/5 dan aku bulatkan jadi 4 karena terharu sama pesan moral dalam buku ini, meskipun agak pusing karena alur maju mundur yg agak susaah diidentifikasi🤔
Kisah tentang Rara dan mimpinya yang ingin memiliki jendela, tentang Rara dan teman-temannya yang tinggal di pemukiman kumuh bertemankan tumpukan sampah hingga bekas kuburan cina. Tentang Bu Alia, gadis cantik yang memiliki jiwa sosial tinggi, dibuktikan dengan keinginannya yang ingin membuka Sekolah Gratis dan Rumah Baca bagi kaum dhuafa. Tentang Aldo, anak laki-laki dengan penyakit down syndrome, menyebabkan ia berbeda dan terlihat aneh. Hal itu yang membuat Andini, kakak perempuannya, merasa malu memiliki adik yang tidak sempurna. Ibu dan Ayah Aldo, terlalu sibuk bekerja sehingga tidak bisa memerhatikan Aldo dengan segenap jiwa. Hanya Nenek dan Kak Adam yang cukup peka dan perhatian dengan kondisi Aldo. Hingga ada suatu kejadian yang membuat Aldo dan Rara berteman akrab... Sebuah persahabatan tulus yang dirasakan Aldo. Dan pertemuan itu juga yang nantinya akan mengubah perjalanan hidup Rara, keluarga, dan teman-temannya di pemukiman kumuh..
This entire review has been hidden because of spoilers.
Sebenernya yang aku baca bukan ini tapi novelnya, berhubung adanya yang ini yaudah haha aku review disini saja
Novel Rumah Tanpa Jendela nyeritain tentang gadis kecil, Rara, dan mimpi sederhananya yaitu punya jendela di rumah.
Aku dari awal bingung, kenapa Rara pingin punya jendela? Kenapa ngga tas, atau sepatu, atau krayon buat mewarnai. Ternyata, Rara tinggal di rumah tanpa jendela, jadi kalo mau dapet sinar matahari, harus buka pintu rumah. Suatu hari, Rara ngeliat satu rumah yang ada jendelanya dan dibawahnya ada pot-pot bunga cantik, dan jadilah Rara pingin jendela.
Aku suka banget novel ini, meskipun ceritanya tentang Rara, tapi ada beberapa karakter lain yang dikasih spotlight khusus dan bikin novel ini jadi lebih berwarna, misal Kak Alia dan Rumah Singgah, juga Aldo (yang autis) dan problem keluarganya.
Baca novel ini bikin aku sayang sama jendela di rumah, bersyukur banget aku punya jendela yang gede plus tirainya, yang setiap aku buka tirainya, sinar matahari yang terang masuk ke dalam rumah dan aku bisa menikmati hangatnya sinar matahari.
Ada beberapa pesan penting yang disampaikan sama penulis di sini, yaitu mengenai bersyukur bagaimanapun keadaan kita dan kekuatan doa yang luar biasa.
Kita diingetin, bahwa kehilangan bisa terjadi kapan aja dan sesuatu bisa aja direnggut sekian cepetnya dari tangan kita, jadi kita harus bersyukur pada apapun yang kita punya sekarang, bagaimanapun kondisinya.
Kita diingetin, bahwa ketika kita berdoa dan meminta pada Allah SWT dan doa kita ngga segera dikabulkan Allah, itu bukan karna Allah ngga mau mengabulkan tapi bisa jadi karena Allah lagi nyiapin sesuatu yang lebih baik dari yang kita minta.
𝙅𝙞𝙠𝙖 𝙠𝙚𝙩𝙖𝙠𝙪𝙩𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙧𝙖𝙢𝙥𝙖𝙨 𝙨𝙚𝙩𝙞𝙖𝙥 𝙘𝙞𝙩𝙖-𝙘𝙞𝙩𝙖 𝙙𝙖𝙣 𝙞𝙢𝙥𝙞𝙖𝙣, 𝙡𝙖𝙡𝙪 𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙚𝙧𝙨𝙞𝙨𝙖 𝙗𝙖𝙜𝙞 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠 𝙥𝙪𝙣𝙮𝙖? - - Cerita ini tentang Rara yang ingin jendela di rumah yang menyimpan kisah kasih dan duka keluarganya. Rumah berdinding papan lapis itu berada dalam perkampungan yang terletak di antara timbunan sampah dan kuburan cina yang usang. Di situ, tersimpan kisah sahabat dan ragam tetangga. Cerita ini tentang anak kecil menempuhi takdir. - - Ini adalah comfort reading aku yang terbaru. Asalnya memilih untuk #AyoSastraIndonesia oleh @bookends tanpa mengetahui isinyi kerana buku ini milik mak, tidak disangka buku yang hanya setebal 198 muka surat ini mampu membuatku sering tersenyum, ketawa dan menangis. Tulisan Asma Nadia, seperti biasa, sangat indah walaupun kadang-kala perlu mencari maksudnya dalam talian 😂 (dan selalunya tidak 🌚). Ini buku pertama aku dalam Bahasa Indonesia sejak sekian lama. Buku terakhir yang aku baca sebelum ini adalah ketika berumur 13/14 tahun (?) Sangat gembira aku tergerak hati untuk memilih buku ini bagi menggantikan pilihan asalku (Bumi Manusia oleh Pram). - - GO. READ. THIS. BOOK. ok done hasut 💅🏽 - - Personal rating: 4.7⭐️
Novel Rumah Tanpa Jendela ini merupakan sala satu novel Asma Nadia yang begitu menyentuh hati. Asma Nadia dengan kreativitasnya mampu membawa kisah yang sederhana menjadi luar biasa. Novel ini sudah difilmkan, hal tersebut menjadi tanda bahwa novel ini sangat bagus karena memiliki nilai-nilai kehidupan yang realistis. Asma Nadia membangun tokoh dengan karakter yang sangat kuat. Seperti salah satunya tokoh Rara. Meskipun masih kecil, Rara adalah seorang anak perempuan yang mandiri di tengah segala permasalahan di hidupnya.
Buku ini sebenarnya mengingatkan kita untuk bersyukur karena pasti ada orang yang lebih membutuhkan. Rara dan aldo adalah gambaran perbedaan status sosial yang sering trrlihat di masyarakat. Si kaya dan si miskin. Tetapi mereka punya cerita sendiri untuk menemukan value kehidupan dimana berkecukupan dalam hidup belum tentu memiliki kebahagiaan yang berarti. Novel ini sebenarnya menarik akan tetapi menurut saya tipikal penceritaannya mudah sekali di tebak.
Sejujurnya, alur novel ini terlalu mainstream. Tidak terlalu meninggalka kesan bagi saya setelah membaca buuku ini, tapi tetap penulis dengan lihai menceritakan setiap kejadian secara runut sehingga pembaca mudah untuk menangkap cerita yg ingin disampaikan penulis
Ceritanya sederhana, buku ini membawa pembaca terjun ke dalam dunia polos anak-anak pinggiran dan membuat kita lebih membuka mata terhadap kisah hidup mereka. Tetapi, alurnya yang maju mundur sedikit membuat saya kebingungan di beberapa bagian
makes my eyes busting of tears af KOCAK. i read this sad pathetic masterpiece at my 4/5st grade of elementary school T_____T CAN U EVER IMAGINE THAT SUMPAH pantesan aku suka bacain yang angst angst... dari kecil udah baca yang begini...
Satu mimpi Rara yang ingin sekali bisa terwujud, memiliki sebuah jendela. Sederhana memang, namun berbagai jalan berliku harus dilalui tuk memilikinya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
saya baca buku ini secara tidak sengaja di Gra**dia. Tadinya cuma iseng2 saja baca (buku yang sudah dibuka sampulnya tentu saja ;p). Pedahal tadinya saya baca buku ini sambil di loncat2 tiap halamannya (seperti saya kalau "nebeng" baca buku2 lainnya di Gra**media,yang penting tahu garis besarnya ;p) dan entah mengapa saya justru bertambah penasaran dengan isinya secara mendetail, sehingga membuat saya membaca tiap lembarnya dari awal hingga (tak terasa) halaman terakhir buku ini.
Menceritakan seorang anak bernama Rara yang tinggal di daerah kumuh di Jakarta yang sangat menginginkan sebuah jendela untuk rumahnya. Bagi seorang Ayah yang hanya bekerja sebagai pemulung hal tersebut adalah permintaan yang berat. "Rara ingin punya jendela. Satu saja. Satu,tidak perlu yang besar. Yang kecil pun boleh" begitu kira2 Rara selalu menyatakan keinginannya kepada Ibunya, Bapaknya serta sahabat2nya. Sungguh suatu permintaan yang sederhana bukan??
Perasaan saya campur aduk setelah selesai membaca buku ini: perasaan bersyukur atas kehidupan yg saya dapatkan, perasaan terharu (hingga mata berkaca2 terutama ketika Bapak Rara berusaha keras mewujudkan impian Rara), serta perasaan bersalah karena saya malah keasyikan 'nebeng' baca buku sampai selesai ;p
Mengisahkan tentang gadis kecil yang tinggal di perkampungan kumuh pinggiran kota Jakarta. Bersama ibu, bapak dan neneknya. Kehidupan Rara, gadis kecil itu terasa lengkap karena dia mempunyai teman-teman yang meskipun terkadang menyebalkan, namun tetap membuat hari-harinya ceria. Oh, ada satu lagi. Hidup Rara terasa lengakap dengan jendela-jendela yang menghubungkan dirinya dengan mimpi-mimpinya. Meskipun ada satu mimpi yang belum bisa terpenuhi. Dalam kehidupannya,,, ia bertemu dengan banyak orang baru, kak Adam, bu Alia, dan Aldo. Seolah hidup Rara dan teman-teman mulai menemuka sedikit kecerian lebih. Namun, tidak ada hidup yang baik-baik saja, kan?? Kehidupan Rara mulai menerima sedikit demi sedikit cobaan. Meskipun ibu selalu mengatakan, "doa Ra, doa." Ya, hanya doa tempatnya berpegang teguh menghadapi segala ujian. Apakah Rara mampu menghadapinya??????
Bukankah Tuhan punya cara yang lebih baik meskipun menurut manusia tidak baik bagi mereka???
Nah, Rara akan mengajarkan bagaimana hidup dalam kesederhanaan, bagaimana menerima semua cara Tuhan memperlakukan kita, mengajari arti kehidupan. Bagaimana dan bagaimana semua akan baik-baik saja...
Ini merupakan novel karya Mbak Asma yang pertama kali gue baca, awalnya gue beli karena tertarik dengan judulnya sih..
Gaya bahasanya mudah untuk diikuti, dengan ukuran hurufnya yang menurut gue "pas," ga terlalu besar ataupun kecil, dan ga terlalu banyak kata baru yang biasanya bisa gue dapetin dari novel karya penulis lain..
Di dalam cerita novel ini, akhirnya gue bisa seolah-olah sedang menjadi seorang anak kecil yang rumahnya kecil, tidak mewah, tidak dengan mudah mendapatkan apa yang sedang ia inginkan, tidak terlalu ambil pusing dengan keadaan orang lain yang hidupnya seperti diatas angin, tidak pula memilih-milih dalam urusan pertemanan..
Buku ini, mengajarkan gue arti sebuah kesederhanaan dan rasa syukur yang amat sangat dengan yang namanya kehidupan, bahwa gue masih lebih beruntung dibanding anak kecil di dalam novel ini.. Bahkan saat gue nulis review ini, gue masih membayangkan seandainya benar itu adalah kehidupan nyata gue, entahlah bagaimana rasanya..
Semoga bukunya Mbak Asma yang lain bisa menginspirasi seperti yang satu ini 👌
Judul : Rumah Tanpa Jendela Pengarang : Asma Nadia Penerbit : Kompas Tahun Terbit : 2011 Jumlah Halaman : 180
Novel ini menceritakan Rara, seorang anak perempuan yang menghuni sebuah rumah sederhana yang tak berjendela yang terletak disebuah perkampungan kumuh di pinggiran Jakarta. Ia memiliki mimpi sederhana, yaitu ingin memiliki jendela untuk rumah tripleksnya. Agar dari dalam rumah ia dapat menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan. Rara tidak sendiri memburu mimpi. Dua pemuda jatuh cinta mengimpikan sosok yang sama. seorang gadis bermimpi untuk kemudian menyerah dan terlupakan. Sementara di rumah yang megah, seorang anak lelaki yang sangat rindu akan kengatan sebuah keluarga , juga persahabatan yang tulus. Novel ini menginspirasi untuk memperjuangkan sebuah mimpi dan melanjutkan kehidupan diiringi dengan berbagai cobaan yang datang silih berganti.
Hmmm...bukunya keren banget, bacanya sampe terharu. Jadi ngga sabar nonton filmnya besok :) Yuuuk kita nonton rame2. Nonton sambil beramal, karena keuntungan dari tiket akan di sumbangkan ke anak2 yang membutuhkan :)
Sebenernya novel RTJ dah khatam, tapi skenario-nya masih dalam proses di baca. Yang aku salut dari paket buku ini selain novel kita juga dapat skenario RTJ. Hmmm, baru kali ini aku baca skenario film ;) Ternyata bagus juga, seperti kita di bawa ke film aslinya, padahal belum nonton lho..;)
Sebuah cerita yang membuka mata kita tentang lugu dan uniknya dunia anak. Sayangnya, aku kurang sreg dengan cara penuturannya yang terkesan melompat-lompat dan kurang "mengalir". Bintang 3 deh untuk buku ini. :)