Sketsa-sketsa Kembangmanggis “Anak-Anak Tukang” merupakan rangkaian kisah-kisah ringan keseharian dalam impresi aliran kata-kata dan impresi tarikan garis-garis ilustrasi yang tidak sempurna, dalam rangkaian hidup yang serba-tak-sempurna.
Hidup ini sederhana. Hidup ini penuh warna. Hidup ini problem. Tentu saja! Namun di tangan kitalah keputusan untuk menyikapinya. Bisa dibaca sambil tertawa atau terharu.
Sambil mengisi waktu santai atau saat menunggu.
Ada kebijakan dalam napasnya. Ada inspirasi. Ada kesederhanaan keseharian. Ada warna-warni kehidupan. Ada wawasan. Ada kebebasan pada setiap diri kita. Yang sering terlupakan.
Nama Kembang Manggis sekarang ini barangkali tidak banyak yang mengenal. Namun, pada kisaran tahun 80-an, nama itu lumayan beken sebagai penulis novel.
Mungkin Anda yang gemar membaca fiksi atau berlangganan majalah Hai, ingat sebuah cerita bersambung di majalah remaja itu yang berjudul TIA. Oleh Gramedia Pustaka Utama, cerbung tersebut kemudian diterbitkan dalam bentuk novel. Nah, pengarangnya adalah Kembang Manggis.
Buku ini cocok dibaca sore-sore pas lagi santai. Di hari yang gak buru-buru lah gitu. Sambil baca, minumnya es soda, makannya keripik kentang lada hitam. Punggung disenderin ke bantal. Kaki diselonjorkan santai. Jangan lupa, data seluler dimatikan. Terus tanpa sadar saking serunya baca Anak-Anak Tukang, kita udah plesiran ke Pasar Ubud, mencicipi segelas Daluman. Lalu ke Cianjur menonton bulan tenggelam. Di Bandung menginap di asrama putri jalan supratman. Lantas berkenalan dengan perempuan-perempuan yang jadi tiang keluarga. Abis itu loncat ke Flores, ada dua pelangi di Bajawa. "Bila saya ditanya oleh siapa saja, di Flores ada apa. Saya selalu menjawab: ada pelangi"
Isi bukunya santai, unik perspektif penulisnya, saya jadi kayak "oh iya ya!" atau "oh gitu?"
Masih dengan sketsa Kembangmanggis, yang terus terang lebih saya sukai dibanding Secangkir Coklat Panas.Kisahnya seru seru, ditulis dengan selera humor yang bagus, dan hasilnya adalah kisah yang renyah dan dekat di hati.
ini bagusss. menyenangkan sekali membaca buku ini. isinya tentang perjalanan hidup kembangmanggis, bersama semua kejadian menyenangkan dalam kesehariannya. mau baca tulisan kembangmanggis lainnya!
Anak - Anak Tukang adalah karya ibu Baby Ahnan, yang lebih dikenal dengan nama Kembangmanggis. Infonya sih beliau penulis jaman 80'an, yang jadi make sense soalnya ya gue kan lahirnya di akhir2 80-an ya wkwkw. Apalagi ternyata bu Ahnan ini 2 tahun lebih tua dari bapak gue, jadi baca buku ini emang berasa kayak dengerin cerita orang tua sih. Tapi ya disitulah pesona dari buku Anak - Anak Tukang ini.
Gue kurang paham kenapa buku ini dikategorikan sebagai novel, karena sejatinya Anak - Anak Tukang itu lebih pas sebagai memoar. Anak - Anak Tukang sendiri juga judul salah satu bab di buku ini, yang lebih tepat disebut sebagai tulisan keseharian Kembangmanggis. Jadi alurnya memang ga linear dan cenderung random. Setiap bab diawali atau diakhiri dengan sketsa dari Kembangmanggis, dan menjadi keyword dari apa yang mau diceritakan oleh penulisnya. Mulai dari kesehariannya di Ubud bersama dua anak - anaknya, lalu bagaimana perjuangan Kembangmanggis berbisnis, dan juga solo trip pakai motor (!) di usia menjelang 60 tahunan ke Sumbawa dan Flores. Bagian trip ke Sumbawa itu bagi gue luar biasa sih, tapi secara keseluruhan Kembangmanggis emang luar biasa. I mean, kapan gue baca ibu - ibu umur mau 60-an pergi dari Bogor ke Bandung cuma NAIK MOTOR? Suami gue aja belum tentu mau kayak gini, dan apalagi gue, hahaha. Makanya gue salut banget sama Kembangmanggis yang ngetrip dari Ubud ke Flores dengan hanya motor saja. Sendirian pula! Membaca interaksinya dengan masy Flores cukup mengetuk hati, mengingatkan gue pas trip gue kemaren ke Wolo di Kolaka, Sultra, yang mana daerahnya cukup terpencil juga.
Bagian di Ubud juga menarik, dimana kelihatan banget Kembangmanggis ini emang suka makan dan deskripsi makanan yang dijabarkan emang jadi terasa lezat. Padahal gue bukan penggemar sambal, apalagi sambal matah dan juga ga mau makan bawang merah yang masih mentah. Tapi kelihaian Kembangmanggis dalam menjabarkan kesenangannya akan bawang merah dan juga usahanya dalam mencari sambal matah yang pas rasanya membuat gue tersenyum simpul. Bagian saat Kembangmanggis menjalankan bisnis kulinernya (ternyata beliau ini ownernya "Makaroni Panggang" di Bandung) membuat gue manggut - manggut, terutama usahanya dalam bermanuver saat beberapa cabang mengalami kesulitan keuangan dan semangatnya dalam memberdayakan ibu - ibu rumah tangga untuk berdikari. Bahkan bagian saat dia mengajak ibu2 bagian produksi usahanya untuk berlibur bikin gue merasa terharu.
Anak - Anak Tukang memang sebuah memoar yang luar biasa. Buku ini cocok dibaca dalam sekali duduk, dalam kondisi penat untuk melepas lelah, atau bahkan saat pengen cari buku yang wholesome. Membaca kisah - kisah Kembangmanggis emang terasa seperti mendengar kisah orang tua sendiri. Kadang di awal agak menghakimi, tapi di akhir bab mengakui kalau salah. Pemilihan kata - katanya sendiri sangat kaya, tegas tapi tetap enak dibaca. Dilengkapi dengan wejangan - wejangan yang tak terasa menggurui dan terasa kalau Kembangmanggis ini emang sudah menjalani banyak asam garam kehidupan. Sayangnya, buku berhenti saat solo trip Kembangmanggis di Sumbawa yang memberikan pertanyaan cukup menggelitik, bagaimana agar anak - anak di Sumbawa yang sudah lulus sekolah bisa berwirausaha, dimana bab ini ditulis tahun 2017. Sebuah pertanyaan yang mungkin juga belum ada jawabannya sampai sekarang di 2023 ya.
Tukang tersebut membawa keluarga kecilnya ke tempat ia bekerja. Padahal tempat ia bekerja tak memiliki sarana tempat tinggal yang memadai. Dan tiga anak-anak tersebut sebenarnya perlu bersekolah. Cerita anak-anak tukang ini menjadi satu dari 30 kisah dalam kumpulan sketsa dan cerita Kembangmanggis bertajuk "Anak-anak Tukang".
Aku tertarik dengan sampul buku ini. Ia menggambarkan tiga anak yang nampak riang berjalan tanpa alas kaki di antara rerumputan. Aku suka sketsanya dan kubayangkan buku ini penuh dengan gambar sketsa.
Cerita yang menjadi andalan dalam buku kumpukan sketsa Kembangmanggis ini adalah "Anak-anak Tukang". Ceritanya menggunakan bahasa yang lugas tidak banyak bunga. Ia bercerita tentang realita dan keseharian.
Cerita-cerita lainnya juga disampaikan dengan menarik, sesekali menghibur. Aku suka ceritanya tentang kerupuk terung. Kerupuk itu menyelamatkannya dari razia surat kendaraan karena si polisi kasihan melihat motor si ibu penuh kerupuk. Dipikirnya ia penjual kerupuk dan mereka tak tega merazia ibu-ibu yang berjualan kerupuk. Jika ditilang pasti bakal susah si ibu.
Cerita menggelitik dari "Pak Udel", si penjual gerabah. Si penulis bertemu dengan pria yang sarung dan bajunya kurang tertutup sehingga menampakkan udelnya. Ia merasa risih dan meminta si penjual menutup udelnya. Untungnya ia tak marah dan malah meminta maaf.
Cerita-cerita lainnya tak kalah menarik. Apalagi yang menyertakan kuliner di dalamnya seperti sambal matah dan dedaluman, cincau khas Bali. Buku ini kaya inspirasi. Si penulis meski sudah tak lagi muda tetap penuh semangat, ia menjelajah hingga Flores dengan motor seorang diri. Ia wanita yang tangguh dan unik.
Kupikir buku ini kumpulan sketsa. Tapi rupanya sketsa hanya muncul di bagian depan cerita. Seandainya lebih banyak sketsanya malah buku ini bakal lebih menawan.
Cerita-cerita sederhana dengan bahasa lugas rupanya juga tetap mengundang perhatian. Apalagi dilengkapi dengan sketsa.
Buku ringan, hangat, sederhana, dan manis untuk menemani hari-hari santai atau sebagai jeda saat frustasi menghadapi dunia. Seperti membaca buku diary/jurnal harian, terdiri atas 30 cerpen yang habis disantap 5-8 menit per babak. Buku ini menceritakan seorang perempuan pengusaha kuliner yang juga suka mengganti pekerjaannya secara spontan saja. Cerita mengenai kupas bawang, kerupuk terung, basa basi, anak-anak tukang, menyambal, prepare, ransel, jes limun, pas poto, tiang keluarga, tetap 7 kapal, menjadi tua, dan ngojek, cukup memberi ku cara pandang baru mengenai hidup.
Beberapa highlight di buku ini: •Kupikir, itulah yang sejak tadi diinginkan oleh Rizki. Perhatian ibunya. Walaupun berupa cubitan pelintir yang membuatnya mempunyai alasan untuk meraung-raung di ketiak ibunya •Bunga kecincang untuk memasak sambal matah •Terasi bisa menjadi senjata balas dendam •Ketiga anak itu adalah anak-anak yang bahagia. Pelajaran yang mereka dapat bukan dari bangku sekolah, tapi langsung di lapangan. Mereka sudah mendapatkan hal terpenting dalam hidup. Tidak apa-apa mereka tidak sekolah, putusku. Ya. Sungguh tidak apa-apa. Mereka tidak perlu ijazah. Mereka sudah mencapai tujuan semua orang dalam hidup, yang sering kali dalam perjalanan mencarinya tersesat entah ke mana. Mungkin nanti anak-anak akan mengikuti jejak bapak dan ibunya sebagai tukang juga. Dengan pengalaman belajar setiap hari langsung dari kedua orangtuanya. Apa salahnya?. •Sedia post it & pulpen dimana-mana😉 •Pengen travel solo ke Indonesia timur
Kumpulan kisah pendek nonfiksi ini bisa kusebut sebagai semi-memoar mungkin, ya.
Ini buku pertama Kembangmanggis yang kubaca. Kupikir tadinya, karena tanpa browsing resensi/review apa pun, ini cerita anak, hahaha. Betapa salahnya perkiraanku. Hihihi. Ternyata ini isinya semacam renungan, celotehan, celetukan, pemikiran yang terlintas, dari keseharian penulis (saat dewasa, hihihi). Tentunya ini tidak dalam urutan, ya. Jadi tidak membosankan. Settingnya beragam antara Bogor, Ubud, Sumbawa, Flores. Temanya antara pengalaman kuliner, bisnis, atau perjalanan wisata.
Meski sebelumnya tidak terlalu mengenal Kembangmanggis, tapi melalui sketsa-sketsa di buku ini, aku jadi serasa lebih dekat dengannya. Ada satu cerita yang aku sangat paham dan oleh karenanya ngakak-ngakak, judulnya Gorengan. Dan, ada satu cerita yang bikin aku kagum dengan "girl power" penulisnya, yaitu tentang pengalamannya saat menginjak usia 59 tahun, dia mengendarai motor sendirian ke Sumbawa (dari Ubud) dengan tujuan bersenang-senang saja. Cool!
Gak yakin cocok sebenernya sama buku ini, tapi dicoba ajah dulu sekalian ikutan #BacaKumcerBareng yg diadain #NgalorNgidulSastra di bulan Januari ini. Lets start... Buku ini sudah cukup lama duduk manis di rak, sejak Desember 2020. Beli ketika Gramedia ada promo paket novel, 50rb untuk 10 buku random. Berarti anggap saja harganya waktu itu 5rb. Murah betul.
Buku ini jg perkenalan pertama dengan Kembangmanggis, sebelumnya saya tak tahu siapa itu Kembangmanggis. Buku ini memuat 30 cerpen, berkisah tentang hal-hal sederhana, keseharian dan tentang perjalanan. Base on true story yg dialami oleh Kembangmanggis, cerpen2nya sangat renyah dinikmati, tanpa diksi rumit dan jlimet namun tetap indah. Selain berisi 30 cerpen, pada buku ini terserak juga sketsa2 buah karya Kembangmanggis, tak perlu heran krn beliau jebolan Fakultas Senirupa ITB. Sketsa2nya sangat khas, luwes namun tetap sederhana.
Membaca kumcer ini cocok u/ teman santai di sore hari. Saya beri rating 3.6/5
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari sekumpulan cerita pendek yang manis, hangat, dan kurang lebih relate dengan keseharian kita.
Awalnya iseng mencari audiobook dengan durasi yang ga panjang-panjang amat. Nah, ketemu Anak-Anak Tukang salah satu judul dari Sketsa-sketsa Kembangmanis ini. Awalnya ga tau kalau ini adalah kumpulan cerpen. Ragu, tapi pas dengerin 2 kisah lah kok nagih? Kangen dengan kumpulan-kumpulan cerita pendek seperti ini.
“Mungkin bunga mawar tidak akan lagi terlalu menarik bila tidak pernah layu. Keterbatasan waktu yang singkatlah yang menyebabkan kuntumnya begitu harum, indah, dan berharga.”
Sebuah kutipan dari salah satu bab yang aku suka banget dari buku ini yang bikin senyum-senyum sendiri sambil merenung.
Buku ini sangat cocok dibaca saat sedang santai sambil meneguk secankir teh panas di sore hari. Jadi pengen membaca Sketsa-Sketsa Kembangmanis lainnya.
Bacaan ringan yang menyenangkan tentang kehidupan sehari-hari. Ada penggambaran tentang perjalanan sekaligus interaksi dengan orang-orang di pasar, interaksi dengan pegawai dan tetangga, ditambah deskripsi pemandangan yang menarik dan makanan yang membuat ngiler, juga di bagian akhir digambarkan perjalanan bermotor penulis yang bisa menginspirasi pembaca. Secara keseluruhan ditulis dengan ringan dan ada bagian lucu di sana-sini. Penulis juga menambahi sejumlah pikiran dan pendapatnya yang cukup membuka mata dan memantik pemikiran lebih jauh juga bagi pembaca. Tapi di beberapa tempat saya merasa terkadang penulis agak terkesan judgemental; dalam pengamatan sekilasnya sedikit terlalu cepat menilai seseorang atau sesuatu itu A karena bersikap B atau memiliki C. Namun selain itu, secara keseluruhan ini adalah bacaan menyenangkan untuk mengisi waktu dan memasok bahan berpikir.
kesan pertama melihat buku ini tanpa baca sinopsisnya dulu, kukira berisi kisah perjalanan anak-anak tukang yang sukses, sesuatu yang menarik dan ingin segera kubaca. ternyata membuka lembar pertama asumsiku salah, diluar dugaan buku ini seperti buku harian penulis, terdiri dari 30 bab yang berbeda cerita, tentang keseharian penulis yang menyenangkan untuk diikuti.
selama membaca perasaanku bercampur aduk dari mulai tertawa terpingkal, terharu berkaca-kaca, termotivasi, sampai tertarik ingin menjelajah ke indonesia bagian timur. cerita sederhana yang hangat, seru, serta banyak pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman penulis. bab yang paling aku suka adalah tiang keluarga, tetap 7 kapal, dan dekat. cocok untuk dibaca di sela sela kesibukan atau di waktu santai sore hari sambil menikmati segelas kopi, sejenak beristhirahat dari keriwuhan dunia🌻✨️
Judul: Anak-Anak Tukang Penulis: Kembangmanggis Rate: 4.4/5
Penulis menuangkan pengalamannya sehari-hari ke dalam cerita-cerita pendek di buku ini. Hal-hal yang tampak remeh ternyata dapat menjadi sesuatu yang menarik di tangan orang yang tepat. Itulah kesan saya saat membaca kisah-kisah yang ada. Bahasanya sederhana sehingga buku ini termasuk bacaan yang ringan. Sketsa di awal setiap cerita yang digambar oleh penulis menambah nilai buku ini. Cerpen favorit saya berjudul "Menyambal" yang bercerita tentang obsesi penulis membuat berbagai macam sambal dengan alasan tak terduga di baliknya. Beberapa cerpen terakhir mengenai perjalanan penulis menuju Flores dengan bermotor pun menarik untuk disimak.
Sungguh suatu hiburan setelah membaca novel Jawa yang bahasanya nyastra banget. Kumpulan tulisan bu Kembangmanggis ini saya banget. Emak-emak banget. Membahas soal brambang, kecombrang, dan anak-anak tukang. Bahkan ketika si Ibu membicarakan bisnisnya, itu pun sangat emak-emak. Si ibu bilang enggak suka basa-basi tapi menikmati juga ketika terjebak basa-basi, hihihi. Aku banget. Si ibu suka sekali memberdayakan ibu-ibu, duh cita-citaku T_T. Dan aku pun malu karena sampai sekarang ga ada usaha ke situ sehingga setiap baca soal pemberdayaan emak-emak yang aku bisa hanya turut terharu. Lalu berdoa lagi, jayalah selalu emak-emak Indonesia.
Saya sungguh penasaran, kenapa karya cetak ulang penulis yang satu ini menjadi lumayan mahal dibanding yang lain. Makanya begitu ada acara diskon besar2an dari penerbit langsung beli 2 karya beliau. Salah satunya ini.
Bisa dikatakan ini merupakan catatan kehidupan beliau. Penuh warna. Dari sekedar menggonceng orang di di jalan, mengajak piknik ibu-ibu pekerja, menyaksikan udel penjual (yang baca pasti paham maksud saya), hingga penemuan kepuasan dari mengupas bawang merah.
Hidup ini tergantung dari mana kita memandangnya. Bisa jadi penuh warna, atau biasa2 saja.
Aku menemukan buku ini secara tidak sengaja melalui Goodreads, lalu cek ke iPusnas ternyata ada! Tanpa babibu langsung pinjam. Kukira awalnya cerita ini tentang anak-anak, ternyata bukan. Aku juga tidak akan berfikir akan menyukai buku ini, namun nyatanya aku menikmati waktuku yang berlalu dengan membacanya.
Kisah ini tidak berurutan dengan latar yang berbeda-beda, sedikit membuatku pusing awalnya karena latar yang jauh antara Bogor-Bandung-Ubud. Kisah-kisah pendek yang menyenangkan untuk dibaca, aku jadi ingin makan sambal matah dan nasi campur karenanya.
Ini perkenalan pertama saya dengan karya beliau. Tak pernah sebelumnya saya menikmati karya penulis 80'an sebelumnya. Mungkin saya pernah membaca karya penulis di era itu, tapi tak pernah secara spesifik tahu bahwa mereka representasi penulis di era itu. Kumpulan kisah-kisah ini terasa begitu nostalgic. Membacanya bak kita mengulas memory dan kisah trivial soal hidup penulis. Ringan dan menyenangkan. Saya jadi berkeinginan untuk mengoleksi serinya yang lain.
Simple stories, simple premises, but heart warming and refreshing.
Novel pertama kembangmanggis yang kubaca dan nggak nyesel sama sekali membacanya! Sketsanya juga oke menurutku. Cerita-cerita di dalamnya yang diambil dari potongan kehidupan sehari-hari mampu ngebuatku enjoy membaca, ikutan ketawa, terkadang ngangguk-ngangguk setuju, terheran-heran, sampai kagum sama penulisnya yang sungguh rendah hati dan one of a kind human being lah.
Minggu siang di Gramedia, menunggu anakku yang sedang bermain di taman bermain dalam-ruangan, kubaca beberapa halaman pertama dari buku ini. Langsung tanpa ragu kubeli untuk kubaca seluruhnya.
Seakan membaca blog, buku ini terdiri dari kisah-kisah pendek yang dialami sendiri penulis. Cara penyampaiannya sederhana, namun penuh makna dan pelajaran. Sangat saya rekomendasikan!
I love this book. I always fall for this kind of story.
Anak-Anak Tukang brought me everywhere, from Bali to Flores. I am not really there but I can feel and enjoy her wonderful journeys.
She has written some books. They were published years ago. I hope there is a chance to read another books of hers. I wonder if the publisher will reprint them all.
“bekerja yang menyenangkan adalah menyelenggarakan pekerjaan itu sendiri berdasarkan apa yang kita sukai. berdasarkan pengamatan pada apa kebutuhan pasar. berdasarkan kekuatan pemikiran.” #nukilanfavorit. tidak sekoplak kayak jangan sisakan nasi dalam piring, tapi ini seri sketsa-sketsa kembangmanggis paling favorit! luv
Membaca sketsa-sketsa (demikian sebutan untuk kumpulan tulisan dalam buku ini) mengingatkan saya akan suatu kegiatan di masa lalu. Blogwalking, atau berkunjung ke blog satu dan dilanjutkan ke blog lain. Rasanya seperti membaca tulisan di blog yang singkat tapi berisi. Dan tentunya bermakna. Kadang lucu, kadang membuat berpikir. Menyenangkan.
"Anak-Anak Tukang" is a collection of short stories that are a recollection of the author's experiences. All of the stories are light, fluffy, yet meaningful. My favorite stories are "Buku" because I can relate to it (been there, done that!) and "Ransel". I love how entertaining the stories are presented. If you're looking for something uncomplicated yet mood-boosting, this book is for you.
Sederhana tapi bagus!! Simple tapi penuh makna. Meski saya lebih suka Secangkir Cokelat Panas tapi closing nya Anak-Anak Tukang amat sangat menonjok dan mendalam.. Kembangmanggis sukses menyajikan hiburan yang ngga cuma menghibur
Cara penulisan yg santai seolah2 saya ikut merasakan atmosfer penulis di tiap ceritanya, cerita2 ringan yang memiliki makna mendalam. Makna bahagia yg sangat sederhana terpancar di setiap ceritanya. Good to read
Dari peristiwa-peristiwa biasa dalam keseharian, dengan orang-orang biasa, kita bisa menarik keping-keping ilmu kehidupan yang sarat makna. Syaratnya: merendahkan hati untuk mau belajar dan jeli mengamati lalu mencatati, bukan sekadar melihat sekali lalu menguap pergi.
Bacaan ringan, manis, dan hangat. Berisi 30 cerita, membacanya seperti membaca sebuah journal/buku harian seorang ibu² pemilik usaha kuliner di Ubud Bali yang hobi kulineran dan travelling!