“Serius, elu mau kerja part time di Diskotek Lipstik?” Jounatan mengangguk. “Tapi diskotek itu serem, Jou. Ada hantunya.” Jou tak percaya hantu, dan dia sangat membutuhkan pekerjaan paruh waktu. Tapi adiknya mengatakan kalau sejak malam itu, selalu ada satu sosok tak kasatmata yang mengikuti Jou ketika pulang ke rumah.
Tak butuh waktu lama bagi Jou untuk menyadari bahwa kedatangannya dan teman-temannya ke diskotek terkutuk itu telah membangkitkan arwah penasaran yang haus darah. Mereka terseret ke sebuah tragedi yang telah lama tersimpan rapat. Sang arwah ingin mereka semua tahu bahwa yang mati tak pernah benar-benar mati!
Novel horor debut dari Jounatan & Guntur Alam. Mengangkat urban legend Indonesia sebagai tema utamanya.
Lewat koneksi salah seorang temannya, Jounatan berhasil memperoleh pekerjaan sambilan di Diskotek Lipstik. Leo, sahabat Jounatan, memperingatkannya kalau tempat itu terkenal angker dan sering muncul penampakan yang mengganggu. Jounatan yang butuh uang mengabaikan peringatan itu dan akhirnya akan membuktikan sendiri perkataan orang-orang tentang Diskotek Lipstik.
Kebetulan saya masih berada dalam mood membaca novel horor setelah menyelesaikan Journal of Terror - Kembar. Setelah mencari-cari di Gramedia Digital, pilihan saya akhirnya jatuh ke novel ini karena tertarik dengan blurb-nya.
Kalau diibaratkan film, Arwah ini adalah film horor low budget dengan aktor/aktris yang belum pernah kamu dengar namanya (dan yang mungkin tidak akan pernah kamu dengar lagi namanya), karakter yang dangkal, serta cerita yang mengandalkan jump scare untuk menakuti penontonnya.
Penampakan hantunya ada di hampir setiap bab. Deskripsi hantunya juga hampir selalu sama dengan darah, rambut panjang, dan bau amis. Hal ini membuat efek kemunculan penampakan hantu diskotek semakin berkurang di setiap babnya.
Ceritanya ... yah, saya punya beberapa pertanyaan. Pertama, kenapa penulisnya, Jounatan, memberikan karakter utamanya nama yang sama dengan dirinya? Apakah ada visi kreatif tertentu yang ingin disampaikan penulisnya dengan penamaan ini? Apakah editor novel ini tidak berusaha melakukan intervensi soal nama tersebut? Apakah buku ini memiliki editor? Kenapa nama editor tidak tercantum di buku ini? Soal nama ini membuat saya merasa sedang membaca fan-fic dengan self insertion penulis ke dalam ceritanya.
Soal rasa fan-fic ini memang jadi mengganggu isi ceritanya, sih. Misalkan saat tokoh utamanya diceritakan menjadi rebutan dua cewek. Saya jadi penasaran apakah hal itu memang menjadi impian si penulis? Atau jangan-jangan sewaktu menulis novel ini, Jounatan si penulis memang sedang diperebutkan dua orang?
Satu hal yang saya suka dari buku ini adalah cara berceritanya yang ringan serta jumlah halamannya yang sedikit. Novelnya berhasil saya selesaikan dalam sekali duduk. Hanya butuh sekitar 1 jam untuk membaca Arwah.
Secara keseluruhan, Arwah adalah novel ringan yang cocok dijadikan hiburan atau untuk mengisi waktu senggang. Gaya berceritanya ringan dan tidak neko-neko. Ceritanya mengabaikan penokohan demi berfokus pada deskripsi penampakan.
Setelah lama tidak bisa menyelesaikan satu bacaan pun, akhirnya saya bisa pecah telur dengan membaca tuntas novel horor berjudul Arwah. Novel ini ditulis duet oleh Jounatan dan Guntur Alam, dan didaulat sebagai novel pertama dari novel trilogi. Buku keduanya sudah terbit juga, berjudul Tumbal. Sedangkan novel ketiganya sedang dalam proses penulisan, berjudul Ritual.
Novel Arwah bercerita tentang tiga teman kelas XI di SMA Victoria yaitu Jounatan, Nayla dan Leo. Jou diperkenalkan kepada Kak Bram yang merupakan kakak laki-laki Melodi, teman perempuan yang diam-diam menyukainya, untuk pekerjaan di Diskotek Lipstik. Kunjungan pertama mereka ke diskotek itu berujung tragedi yang melibatkan sosok hantu berambut gondrong dan memakai kaus kuning bertuliskan Nirvana. Hantu tersebut dikenal sebagai hantu Budi Lupus. Kemudian ketiganya diteror dengan sadis.
Apa hubungan benang merah antara Diskotek Lipstik, hantu Budi Lupus dan Jounatan?
"Mereka yang mati, tidak pernah benar-benar mati." . Kuakui sih, hal-hal yg berbau mistis suka nggak bisa dipikirkan pakai logika. Percaya nggak percaya sih. Dan tujuan penulis untuk membuat pembacanya takut ke toilet saat tengah malam, cukup berhasil. Namun, untunglah toiletku ada di dalam kamar, jd gak perlu jauh-jauh 😅😅 xixixi . Secara keseluruhan, kisah hantu dalam buku ini mungkin agak familiar buat para pecinta horor. Ya maklum saja, kisah ini memang terinspirasi oleh "urband legend" di salah satu tempat hiburan malam di daerah Jakarta. Cuma berhubung aku nggak pernah "mau tahu" tentang cerita itu, jadi saat membaca kisah horor di buku ini jadi terasa baru 😊 . Yang agak aku sesali adalah ketidak-konsistenan si tokoh utama, Jou. Mungkin begitu kali ya kalau ketemu hantu 🙊 Selain itu, "kehadiran" si hantunya juga lama-lama kok terasa "lebay" ya. Yang awalnya kehadiran hantu tersebut bikin serem dan merinding, malah jadi bisa ketebak kapan nongolnya 😂😂 . Walau begitu, aku cukup surprise dengan twist dari asal usul si hantu. Nggak nyangka sih. Dan endingnya juga bikin syok.
Aku baca ebooknya di Gramedia Digital karena memang lagi stress dan perlu bacaan ringan. Jumlah halamannya pun nggak terlalu banyak, sekitar 170an. Covernya horror banget, aku suka, dengan tag line ' yang mati tak pernah benar-benar mati' menambah rasa penasaran aku. Ditambah lagi, pas masuk ke buku di tittle page, judulnya bertambah jadi : Arwah Penasaran di Blok M dan ada juga tambahan : Terinspirasi dari Urban Legend Jakarta. Wiih, tambah penasaran kan aku. Habis itu, masuk ke chapter Insidious (sepertinya kayak kata pengantar lagi) dari penulisnya yang bercerita tentang dirinya yang bisa melihat hantu dari usia tujuh tahun dan bagaimana perasaannya menulis novel ini apalagi selalu ditemani oleh 'dia' yang ada di buku.
Setelah itu, barulah kita masuk ke Chapter pertama dengan karakter utama bernama Jounatan. Yap, namanya sama dengan si penulis. Karena itulah aku berpikir bahwa cerita dalam buku ini adalah pengalaman pribadi penulisnya. Menambah ketegangan aku membaca ketika ada penampakan-penampakan yang muncul, meskipun aku juga sempat bingung dan bertanya-tanya : katanya udah bisa lihat hantu dari usia tujuh tahun tapi si karakter utama yang SMA ini malah nggak percaya hantu dan nggak bisa melihat hantu. Jadi kontra kan. Masuk ke pertengahan, barulah aku sadar. Mungkin aku salah kira, karakter utama di buku ini buka si penulis. Jadi, penulis menamai karakter utamanya dengan namanya sendiri. Karena memang banyak sekali kontra nya dengan bab Insidious. Salahku memang. Ketika mindset aku rubah, kalau karakter Jou ini bukan penulis, barulah aku bisa lebih menikmati cerita sampai akhir tanpa muncul banyak pertanyaan dan tanpa perasaan kesal. Kenapa kesal? karena kesannya malah jadi gimmick. Hehe itu pendapat aku pribadi ya. Padahal, tanpa itu pun atmosfir horrornya udah dapet. Khas film-film horror Indonesia.
Aku malah penasaran sama cerita urban legend aslinya si Budi Lupus ini gimana. Udah nyari di google tapi belum dapet. Jadi, kalau kalian tahu boleh ditulis di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih. Soalnya arwahnya jahat banget, bikin gemes. Pengen aku kepoin.
Kesimpulannya, supaya pengalaman membaca kamu nggak terganggu, buang semua pemikiran kalau penulis dan karakter adalah orang yang sama karena nanti akan terjadi ke salah pahaman mengira semua isi adalah pengalaman pribadinya. Kedua adalah 'terinspirasi' bukan berarti kisah dalam buku ini nyata. Intinya sih jangan kemakan gimmick yang ada. Baca dan nikmati aja sebisa mungkin.
Apa yg kalian lakukan jika tempatmu bekerja berhantu?
🌻 Awal mula cerita dibuka dengan Jou yg mencari kerja paruh waktu guna membantu perekonomian keluarganya yg sedang tidak stabil. Melodi yg naksir pada Jou meminta pada Bram, kakaknya, agar mau menerima Jou bekerja di diskotek yg ia kelola. Akhirnya Bram menyetujui. Namun siapa sangka kalau bekerja di sana menjadi awal mula teror oleh arwah pendendam. Jou yg tidak percaya dgn hantu mengira bahwa apa yg ia alami selama ini hanyalah halusinasi nya semata hingga puncaknya tragedi ini memakan korban.
🌻 Akhirnya aku gk penasaran lagi alasan Jou berlibur ke Palembang. Ini adalah buku pertama pertama dari trilogi urban legend series. Buku keduanya yg berjudul Tumbal sudah aku baca dan kureview juga, bisa kalian scroll ke bawah untuk membaca reviewnya. Atmosfer horornya terasa mencekam. Baru bab awal sudah disuguhkan dgn penampakan hantu dgn leher patah. Kemunculan hantu di tiap bab membuat suasana horornya semakin intens. Bayangkan saja aku baca cerita ini malam-malam, sendirian tapi sambil makan mie ayam 🤣
🌻 Aku suka persahabatan antara Jou dan Leo. Leo yg setia kawan bahkan rela menemani Jou bekerja meskipun ia sendiri sebenarnya takut. Yg bikin aku gk habis pikir tuh sudah tau lagi diteror hantu tapi bisa-bisanya si Nay nih cemburu sm Melodi perkara hal sepele. Wajar saja ya mungkin krna mereka masih usia sekolah. Plot twist di akhir cerita bikin aku shock sih. Gak nyangka kalo bakalan kyk gini ceritanya. Sejujurnya aku menyayangkan mengapa penulis memilih premis ini sebagai topik cerita.
Buku kedua, Jounatan & Guntur Alam: Urban Legend Series
Langsung aja ya. Awalnya aku prihatin dengan nasib di hantu. Eh ternyata homo-an. Udah penyimpangan, jadi hantu, malah neror orang sampai meninggal. Hilang rasa prihatin aku! 😴
Btw, review buku 1,2&3 aku gabung jadi satu saja. Karena masih bersambung. Makanya ada tiga cover & tiga deskripsi yang aku posting.
Jou, Nay, dan Leo mendapatkan pekerjaan di Diskotek Lipstik. Namun semenjak itu, mereka selalu diteror arwah dalam bentuk menyeramkan. Bukan hanya seram, tapi hantu tersebut juga mampu mencelakai mereka bertiga. Nggak ada yang tau alasan kenapa mereka bertiga di ganggu. Sampao Jou menemukan jawabannya ...
Karena aku baca karya mereka berdua secara berurutan, Arwah & Tumbal, aku sangat kagum dengan sensasi horornya. Diksi yang tidak berlebihan, karakter yang tidak ramai, pembangkitan horornya benar-benar seperti menonton film. Dunia arwahnya seharusnya bisa di explore sedikit lebih banyak lagi. Bayangan aku mirip salah satu scene di Stranger Things
Tapi, kedua buku tersebut punya teror yang agak mirip-mirip. Kebanyakan terjadi di toilet, kamar, kamar mandi dan lain-lain. Mungkin di Arwah sedikit lebih variatif. Karena lebih panjang ceritanya.
Secara keseluruhan, cerita oke. Tapi rating dari aku tetap rendah karena ada penyimpangan. Aku tidak akan menormalisasi penyimpangan apapun meski ceritanya bagus.
Karena BU, Jou bekerja part time sebagai cleaning service di diskotik kakak temannya. Sahabat Jou, Leo dan Nay ikut membantu. Baru masuk hari pertama kerja, mereka sudah diganggu di toilet diskotik itu, Jou bahkan diikuti sampai ke rumah. Ternyata kedua sahabatnya pun mengalami hal yang sama.
Sebenernya ceritanya horor banget, tapi adegannya di tiap bab muncul jadi lama-lama berasa jadi biasa aja. Yang bikin heran, yang diincer siapa, yang jadi korban siapa. Maksudnya apa gitu. Kenapa gak dari awal langsung saja.
wow, novel ringan bergenre horror ini bagus loh tapi kenapa underrated ya.. t_____t agak kaget sama ending dan ternyata banyak bgt plot twist nya! sempet bingung dengan hubungan antara mas bram, budi, dan mario. serius nggak expect kalau ada cinta segitiga dan menjerumus ke lgbt.. overall, ceritanya keren dan bagus! thriller dan horrornya kerasa, kalau diposisi itu mungkin aku udah meninggal di halaman satu kali ya 😀😀 bahasa yang digunakan penulis mudah dipahami dan dicerna untuk pembaca seperti saya yang untuk pertamakalinya membaca karya beliau.
Tidak begitu suka dengan banyaknya deskripsi berulang di dalamnya tapi sangat suka dengan rasa seram yang bisa saya rasakan ketika membaca. Menjabaran seperti film horor.