“Jadi, Alita, ketika hujan emas turun, berdoalah. Karena perasaan bahagia kita sedang menyatu dengan alam.”
Sebelum kepergian ibunya, Alita mendapat kenang-kenangan istimewa, yaitu dongeng berjudul Hujan Emas. Alita memegang erat dongeng karangan ibunya itu selama sembilan tahun, bahkan sampai ayahnya menikah lagi dan gadis itu tak punya waktu untuk peduli pada ibu tirinya. Dongeng itu juga mengikuti Alita ke Turin, Italia, saat dia menjalani program pertukaran pelajar.
Di Turin, Alita tinggal bersama suami-istri pemilik penginapan dengan masakan lezat tiap hari, berteman dengan murid sekelas yang heboh, serta bertemu teman seperjuangan satu program. Ketika Alita berpikir bayangan ibu tirinya tak lagi mengganggu dan dongeng hujan emas masih tersimpan baik di hatinya, Pier datang membawa ide hujan emas yang persis sama, yang mengusik jiwa gadis itu.
Alita lantas mencari tahu bagaimana Pier bisa mengetahui dongeng satu-satunya itu. Namun, Pier justru memberikannya jawaban lain. Pemuda itu malah menunjukkan Turin pada Alita dengan caranya sendiri, membuat Alita menemukan sisi lain kota itu. Tak disangka, seiring menjelajahi sudut Turin, Alita juga menemukan sisi lain Pier, apa yang pemuda itu sembunyikan, dan konsekuensi yang harus Alita tanggung karena telah menaiki kereta tanpa tujuan.
Ifa Inziati lahir di Jakarta dan besar di Bekasi. Selesai kuliah Pendidikan IPA, dia sempat mengajar selama dua setengah tahun. Karya-karyanya memuat cerita kehidupan remaja serta dewasa muda, dan novel debutnya, 28 Detik, terbit dari hasil memenangkan juara pertama kompetisi menulis Passion Show dari Bentang Belia. Kini dia tinggal di Bandung bersama suami dan putrinya.
Mendengar nama judulnya yang berbahasa Italia sudah dipastikan jika jalan ceritanya tidak akan jauh dari negara Italia. Dan ternyata memang benar karena latar tempat ceritanya berjalan di Turin, Italia. Latar tempat yang dipilih berbeda dengan novel-novel teenlit pada umumnya. Ini pertama kalinya bagi saya membaca novel teenlit berlatarkan tempat di luar negeri. Jika melihat kover bukunya, jujur saja saya sangat menyukainya. Kover bukunya sangat mewakili kota Turin serta jalan cerita dari novel ini. Terlihat gambar bangunan penuh warna yang menggambarkan keindahan kota Turin. Tulisan judul bukunya pun terlihat unik dan serasi karena berbentuk seperti rel kereta api. Kover buku hasil karya Sukutangan ini merupakan salah satu kover novel teenlit terbaik yang pernah saya lihat.
Sebetulnya tema cerita yang diangkat dalam Un Treno Per Non So - Kereta Tanpa Tujuan sudah umum diangkat dalam novel-novel teenlit. Di mana cerita berpusat pada masalah remaja pada umumnya, seperti keluarga, persahabatan, dan cinta. Namun yang membedakan novel ini dengan novel teenlit lainnya adalah latar tempatnya di negara Italia. Dengan menggunakan Turin, Italia sebagai latar tempatnya, saya diajak untuk menikmati ceritanya sambil berkeliling Turin bersama tokoh Alita. Meskipun di awal ceritanya sangat datar dan sedikit membosankan, tapi penulis berhasil meningkatkan jalan ceritanya melalui berbagai permasalahan yang Alita alami. Menurut saya permasalahan yang dialami Alita ini wajar terjadi di kehidupan remaja yang masih labil. Penulis berhasil mengangkat tema remaja dengan balutan latar negara Italia yang indah dan memesona.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Alita yang harus menerima kenyataan pahit di mana ibunya pergi meninggalkannya. Akibat kepergian ibunya Alita tumbuh menjadi seorang remaja yang tertutup, egois, dan kekanakan. Sosok ibu tirinya, mami, pun tidak bisa menggantikan ibu dalam hidupnya. Maka Alita memilih pergi ke Italia untuk lari dari kenyataan. Selain itu terdapat pula beberapa tokoh lainnya seperti Anna yang jago memasak, Matteo yang ceria, Pier yang dingin, Feli dan Nini yang seperti tikus dan kucing, dan masih banyak lagi. Sebenarnya saya lumayan kesal dengan tingkah laku Alita ini, tapi jika melihat karakter remaja memang kurang lebih seperti Alita. Di mana mereka memang sensitif, sulit ditebak, dan sulit untuk dimengerti. Jadi wajar saja jika penulis menggambarkan tokoh Alita seperti itu. Meskipun perasaan-perasaan Alita sedikit berlebihan, tapi saya suka dengan cara penulis dalam menyampaikan secara mengalir dan terperinci.
Alur cerita dalam novel ini sedikit lambat karena penulis seperti ingin memperkenalkan kota Turin, Italia secara terperinci. Melalui deskripsi kota Turin yang cukup detail ini membuat saya tidak sulit untuk membayangkannya. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama melalui tokoh Alita, saya diajak untuk melihat kota Turin sekaligus merasakan berbagai macam emosi yang dirasakannya. Gaya bahasa yang digunakan pun terbilang sederhana dan mudah dimengerti dengan diselipkannya beberapa bahasa Italia di dalamnya. Selama membaca pun saya hampir tidak menemukan typo sama sekali.
Konflik yang coba diulik dalam novel ini adalah bagaimana Alita yang lari dari masalah hidupnya dengan cara pergi ke Italia. Mungkin bisa dibilang masalah hidup Alita ini sudah terjadi cukup lama dan seharusnya Alita sudah bisa menerimanya. Namun, selama delapan tahun dia masih belum bisa menerima jika mami kini hadir untuk menggantikan ibu dalam hidupnya. Selain itu juga ada konflik percintaan antara Alita dan Pier yang diceritakan dengan porsi yang pas dan tidak berlebihan. Jika saya yang ada dalam posisi Alita mungkin saya akan menerima sosok mami karena dia perhatian dan tidak jahat seperti ibu tiri pada umumnya. Namun sekali lagi mungkin karena Alita masih remaja sehingga perasaannya masih labil. Penyelesaian konflik juga terbilang baik dan tidak terburu-buru. Dengan berbagai pengalaman yang didapatkan oleh Alita di Italia pada akhirnya membuat dia menjadi sosok yang lebih baik lagi.
Un Treno Per Non So - Kereta Tanpa Tujuan merupakan novel teenlit lokal dengan latar tempat di luar negeri pertama yang saya baca. Menurut saya ini cukup unik karena saya jadi menambah ilmu baru tentang Italia terutama kota Turin. Selain menceritakan kisah Alita, penulis juga mengajak saya untuk berkenalan dengan budaya Italia. Mulai dari makanan, tempat, festival, hingga kebiasaan orang Italia. Saya juga sempat browsing di internet beberapa tempat yang ada di dalam novel ini, seperti La Mole, Piazza San Carlo, hingga Via Po. Semua latar tempat yang ada bisa dibilang indah dan eksotis. Selain itu saya juga jadi ikut belajar beberapa kosa kata dan kalimat dalam bahasa Italia. Secara keseluruhan Un Treno Per Non So - Kereta Tanpa Tujuan berhasil mengemas cerita remaja dengan dibalut keindahan kota Turin, Italia. Sebuah novel dengan arti sebuah penyesalan dan memaafkan.
Merepresentasikan dinamika hidup peserta pertukaran pelajar dengan sangat akurat--minus mungkin drama romansa Alita dan Pier. Buat saya sangat akurat karena baca novel ini rasanya kayak baca blog peserta-peserta pertukaran pelajaran program A** (yang saya yakin merupakan acuan program pertukaran pelajar di novel ini) yang pernah sangat saya kagumi dulu, dan program itu pernah saya ikuti seleksinya juga walau tidak sampai final. Ngena banget rasanya. Seandainya euforia masa itu masih ada saat saya baca novel ini, mungkin saya bakal iri setengah mati sama Alita. Tapi untungnya masa itu udah bertahun-tahun berlalu, dan saya pun sudah punya pengalaman sendiri (meski itungannya volunteer sih bukan exchange). Jadi saya bisa membaca novel ini dengan perasaan nostalgic yang menyenangkan alih-alih pahit.
Sukaaa banget deskripsi-deskripsi makanannya. Gara-gara ngebaca piza saya jadi pesen piza beneran :'D Dan gara-gara ngebaca mozarella saya jadi pesen makanan ber-mozarella juga (walau kebab sih, bukan makanan Italia) :'D
Novel ini nemenin saya sebulan ini. Biasanya saya jarang sakit tapi Januari ini entah kenapa sering kecapekan dan sakit-sakitan. Alur novel ini yang lambat (gara-gara Alita ngebucin) jadi tidak terlalu mengganggu, walau tetep sih bikin ngerasa "Ini kapan selesainyaaa?". Tapi begitu selesai baca beneran, rasanya puasss banget. Juga jadi pengin baca karya mbak Ifa Inziati yang lainnya, sebab gaya berceritanya sangat bagus--dewasa, ngalir, dan lihai (seperti yang saya sebut di Instagram), gaya bercerita yang saya apresiasi dan hargai banget ketika menemukannya dalam novel teenlit yang identik dengan gaya bercerita yang lebih pop. Gaya bercerita seperti ini semakin meyakinkan saya bahwa seharusnya gaya bercerita novel teenlit tidak terlalu dibatasi, tidak terlalu diharuskan agar nge-pop atau informal atau X atau Y, karena kisah seputar dunia remaja bisa diceritakan dengan ringan atau mendalam atau dengan gaya apa pun itu sebagaimana kisah-kisah lainnya. Saya menemukan gaya bercerita teenlit yang "beda dari yang lain" saat baca The Stardust Catcher-nya Suarcani. Sekarang ketambahan ini juga, punyanya mbak Ifa Inziati.
Karakter Alita kayaknya nggak akan bisa saya lupakan dalam waktu dekat. Dia nyebelin, harus saya bilang. Sejak awal, sejak dia menguraikan alasannya mengikuti program pertukaran pelajar dan bersikap ogah-ogahan sesampainya di Italia, sepertinya saya sebal sama dia karena dia terkesan menyepelekan kesempatan berharga yang dulu pernah saya pengin coba raih juga tapi gagal. Saya mengerti dia tidak merasakan antusiasme seperti yang dulu saya rasakan, tapi saya kayak pengin bilang, "Mbok ya hargai dikit gitu, lho." Gara-gara perasaan sebal itu saya jadi merasa Alita seakan-akan banyak mengeluh dan nggak seru. Walau begitu, karakteristik seperti itulah yang bikin saya mikir, mungkin seperti inilah penggambaran karakter seorang remaja yang seharusnya. Apalagi saat dia lagi labil dan emosional, lalu membutuhkan saran-saran dari orang dewasa untuk merasionalisasi perasaannya. Saya merasa kayak belajar dari cara mbak Ifa membangun karakternya, sebab meskipun secara pribadi saya merasa Alita nyebelin, sebenarnya karakter Alita itu ... manusiawi. Realistis. Jauh lebih natural daripada karakter-karakter di novel remaja yang kerap didesain untuk punya sifat ini dan itu sampai-sampai penulisnya terpaku pada sifat-sifat itu saja sehingga karakternya tidak terasa three dimensional. Saya juga jadi berkaca dan mencatat beberapa hal untuk saya gunakan sebagai bahan evaluasi naskah saya sendiri.
Selain Alita, Anna-Matteo juga membekas banget. Karena bacanya lama, saya jadi familier banget sama ruang makan penginapan mereka. Rasanya kayak sering ketemu secara langsung, padahal saya tahu apa yang saya lihat dalam kepala saya itu hanyalah visualisasi. Pier, teman-teman Alita, bahkan Damien juga lumayan membekas--walau saya kayaknya nggak mau mengingat Pier terlalu lama karena personally saya nggak suka dia, salahkan kebiasaannya menghindari pertanyaan-pertanyaan Alita dan menjaga jarak dari Alita sampai-sampai membuat saya merasa Alita selalu disepelekan olehnya (setiap kali merasakan ini, saya jadi bersimpati banget sama Alita).
Apa lagi, ya? Selama baca saya nyimpen banyak sekali unek-unek (sekali lagi, pasti gara-gara bacanya lama). Sebagian sudah saya ungkapkan di IG, sih. Keterbatasan karakter di situ memaksa saya menumpahkan sisanya di sini--OH! Latar tempatnya! Turin dan setiap sudutnya, seluk-beluknya, bangunan-bangunannya, jalan-jalannya--Ini juga sesuatu yang sangat memukau dari novel ini. Turin digambarkan dengan cara terbaik sebuah tempat dideskripsikan: melibatkan lima panca indra. Detail, tapi tidak meluber. Juga tidak terasa seperti penjelasan dalam buku panduan travelling. Saya sempat khawatir akan ada penjelasan seperti buku panduan kayak gitu karena latarnya luar negeri, tapi ternyata enggak. Justru mbak Ifa bercerita seakan-akan ia pernah tinggal di Turin betulan (atau setidaknya jadi turis--atau peserta pertukaran pelajar--untuk waktu yang lama). Jadi judul berbahasa Italia novel ini bukan tipu-tipu. Hawa-hawa Italia-nya dapet banget, terasa sangat hidup, dan Turin seolah-olah punya peran betulan dalam cerita, tidak hanya jadi sekadar latar.
Lastly, sampulnya cakep banget. Sejak awal tertarik baca salah satunya gara-gara sampulnya, lalu judul dan latar Italia-nya. Judulnya panjang banget memang untuk ukuran novel teenlit, tapi ini judul yang sangat nyambung sama ceritanya. Puas banget merasakan perasaan nyambung ini saat baca halaman-halaman akhir. Kadang novel yang judulnya agak sulit di-relate dengan isinya meninggalkan perasaan "Ada yang kurang". Untungnya Un Treno Per Non So tidak begitu.
Saya berterima kasih banget sama mbak Ifa karena telah memberi saya kesempatan untuk membaca dan meresensi novel ini. Sudah lama nyari bukunya dan akhirnya dipertemukan dengan cara yang tak terduga, rasanya kayak Alita setelah mengalami transformasi yang membuatnya menemukan hal-hal yang bisa lebih ia sayang dan hargai setelah setahun di Turin. Ternyata Un Treno Per Non So memberikan pengalaman membaca yang melebihi harapan saya. Semoga mbak Ifa terus berkarya; saya bersedia banget mengoleksi buku-bukunya (apalagi kalau genre-nya buat remaja hehe).
Kalau setelah membaca ini kalian juga berpikir Alita egois, kupikir, begitulah remaja. Meledak-ledak, impulsif, semau sendiri, baperan, suka lari masalah. Ketika membuka halaman-halaman awal dan membaca bagaimana Alita bercerita soal Mami alias ibu tiri yang sebenarnya tidak jahat, kusudah mencium wah-ini-anak-keras-dan-agak-egois. Tapi, kupun tak bisa menyalahkan Alita, ditinggal ibu dengan cara yang tidak menyenangkan (ibu tiba-tiba pergi) dan ada Ibu tiri, tentu saja sulit diterima dan berpengaruh pada kepribadiannya. Karakter Alita yang remaja labil itu begitu konsisten, mulai dari baperan pada Pier lalu hanya karena sesuatu pada Pier, ia minta pulang dengan impulsifnya. Meski begitu, kedewasaan Alita pun berkembang. Kusuka bagaimana Mami meminta Alita untuk tetap tinggal, percakapan mereka sweet sekali. Adegan Alita menggunakan kostum kuntilanak adalah yang paling kusuka.
Kusempat menghentikan membaca ini karena sampai halaman seratus, cerita ini benar-benar seperti tanpa tujuan. Namun, selanjutnya bisa dinikmati. Sekian, sukses untuk penulisnya. Kusuka kavernya, ngomong-ngomong.
Bisa seberapa manja sih seorang abege inih? Yup, sori Alita, tapi imho, kamu itu bener2 ababil. Gak suka sama ibu tiri kamu (yg kuyakin gak sekejam ibukota), larilah ke Turin. Pake minta biaya dari beliau pula. Di Turin kenalan sama cowok tamvan mantan rockstar dan sedikit baik sama kamu, tp begitu ditinggal, langsung berlagak patah hati super merana dan nyusahin orang banyak minta pulang gitu aja. Dibujukin segala macam gak mau. Begitu persiapan pulang beres, eh minta batal. Maksuuuud looo??
Nb, gak ada hubungannya sama kereta.
#GD
This entire review has been hidden because of spoilers.
Ifa Inziati Un Treno per Non So - Kereta Tanpa Tujuan Gramedia Pustaka Utama 312 pages 6.2
Although it feels a bit overstretched and it leaves some of the subplot unresolved, Ifa Inziati's Un Treno per Non So showcases nice depiction of Turin with such detailed description.
Kisahnya menarik, tapi yang paling buat aku suka dan betah baca novel ini karena sungguhan kayak masuk ke dunia di mana Alita melarikan diri dari masalahnya, Turin. Penulisnya hebat menggambarkan latar tepat dan suasananya, hangat matahari di sana bisa terasa, aroma udara nya juga kebayang gimana, apalagi kalau tentang makanan dah habis dibuat ngiler. ~ Cukup baper sama Alita dan Pier tapi endingnya kurang greget, masih banyak teka-teki yang belum terjawab juga.
Terlepas dari deskripsi tempat yang mendetail, cerita ini terasa datar, dan keegoisan Alita yang menjadikan Italia sebagai pelarian mungkin bisa mengingatkan pembaca bahwa sifat dan keputusan tersebut pernah ada pada diri sendiri, baik di masa remaja maupun dewasa.
4.5🌟 Aku bakal posting review lengkap di blog tapi nggak sekarang. So, ini dia kesimpulanku soal novel yang sukses bikin aku nangis ini. 1. Aku suka judul bahasa indonesianya yang 'ngena' 2. Aku suka kovernya. 3. Aku suka latarnya. Italia. Penggambaran suasana dan latarnya bagus, detail dan rapi. 4. Aku cukup bosen di awal karena 100 halaman pertama kayak cuma pengenalan lingkungan baru Alita di Italia dan belum menyentuh konflik, tapi 5. Setelah memasuki konflik. Aku suka. Banget. Sumpah. Konfliknya sederhana tapi bisa bikin tertohok, merenung dan feelnya dapet banget pokoknya. 6. Aku kurang suka tokoh Alita karena dia adalah remaja yang (sepertinya) mengasingkan diri dan agak angkuh, dia terlihat bisa melakukan segala sesuatu sendiri. Alita benar-benar dideskripsikan dengan baik sebagai remaja 17 tahun. Belum lagi soal baperan sama Pier. Hadeuh ingin rasanya aku menyentil Alita. Meskipun aku kurang suka, tokoh Alita ini realistis dan aku suka kenyataan itu bahwa dia benar-benar 'remaja 17an'. 7. Pier, tokoh utama lelaki pasti nggak bisa dilewatkan. Meski awalnya aku kira Pier ini sosok yang 'cerah' (karena Alita punya masa lalu yang gelap dan sikapnya agak tertutup) tapi ternyata aku salah😂 Pier ini jauh lebih tertutup, kalem, ganteng, dan dewasa. Poin penting yang bikin aku suka Pier adalah kedewasaannya. 8. Aku meyayangkan ada banyak kata/frasa Italia yang nggak ada footnotenya. 9. Aku sangat amat bersyukur novel ini bukan kisah cinta. Meskipun ada, tapi gak kentara. 10. Aku suka cara novel ini menyadarkan Alita soal kenyataan dan mengajarkannya lebih banyak pelajaran soal hidup karena aku pun ikut tersadarkan. 11. Novel ini punya banyak pelajaran berharga yang bisa bikin merenung. 12. Aku gak tau harus berterim kasih kayak gimana lagi karena endingnya LUAR BIASA. Indah sekali pokoknya:') aku juga seneng Pier dan Alita berakhir seperti itu. Pas. 13. Novel ini punya kesan mendalam, terutama filosofinya soal Kereta Tanpa Tujuan. Serius aku suka banget novel ini. 14. High recommended bagi semua orang khususnya kamu, yang masih remaja.❤
Membaca buku ini membuatku ingin berkunjung ke Turin, Italia. Berkeliling ke tempat-tempat yang ada disana maupun menikmati makanannya, salah satunya palle di neve yang teksturnya mirip kue putri salju.
Aku suka bagaimana penulis mendeskripsikan tempat-tempat yang ada di Turin. Setiap bangunan-bangunannya, suasananya, makanannya, bahkan festival yang ada disana dijelaskan dengan sangat detail melalui sudut pandang Alita. Asli deh, pas baca buku ini aku jadi kayak beneran ada di Turin.
Gaya bahasa yang digunakan penulis juga sederhana dan sangat mudah dipahami. Beberapa istilah dalam bahasa Italianya pun memiliki catatan kaki, meski ada beberapa juga yang gak ada. Humor yang diselipkan lewat percakapan para tokoh juga bikin aku ketawa.
Buku ini menggunakan alur maju yang cukup lambat, tapi menurutku sama sekali gak membosankan. Konflik di dalam cerita ini juga cukup sederhana, tentang bagaimana Alita lari dari masalah yang dialaminya. Selain itu, ada juga konflik antara Alita dan Pier yang mempermanis ceritanya.
Porsi romansa yang disajikan juga pas dan lumayan manis sampai bikin aku cengar-cengir. Meskipun agak menyayangkan juga bagian endingnya🤧. Kayak gak rela, tapi kayaknya itu memang yang terbaik.
Karakter Alita menurutku agak menyebalkan, tapi karakternya sendiri memang cukup relate untuk anak seusianya. Untungnya Alita dikelilingi orang-orang yang punya pemikiran dewasa, yang membantu dia agar bisa lebih bijak dalam mengambil keputusan.
Karakter tokoh lain seperti Anna, Matteo, Pier, Feli, Nini, Tav, dan beberapa teman Alita di Turin juga semakin menghidupkan ceritanya. Selain itu, aku sangat suka dengan karakter Mami—ibu tiri Alita. Padahal dia adalah gambaran ibu tiri yang sangat positif dan baik banget ke anak tirinya (Alita dan adiknya). Tapi sayangnya harus ngadepin anak modelan Alita🥲
Pelajaran yang bisa diambil dari cerita ini adalah sebaiknya kita gak berlarut-larut dalam kesedihan dan tentunya gak gegabah dalam mengambil keputusan.
Pertama kali membaca novel kak Ifa. Jatuh cinta sama blurbnya dan juga covernya yang unyu anet dibikin sama @sukutangan. Entah kenapa selalu suka dengan cerita mengenai dongeng, hikayat, mitos, dan lain-lain . . Di novel ini tak hanya diajak untuk mengenal Turin, tapi juga bagaimana pengalaman seorang Alita bersekolah disana selama setahun. Beradaptasi dengan lingkungan baru, orang-orang baru yang dikenalnya dengan singkat, budaya baru juga. Walaupun awalnya, Alita pergi ke Turin dengan alasan yang bisa dibilang konyol, namun pada akhirnya alasannya tersebut yang membuatnya malah dekat dengan yang dihindarinya. Jarak membuat orang makin dekat dan rindu, pemirsah . . Alita yang kehilangan sosok Ibunya di usia belia, menjadikannya hikayat hujan emas sebagai satu-satunya kenangan akan keberadaan ibunya. Terkejut ketika dia bertemu dengan seorang lelaki bernama Pier yang mengetahui kisah tersebut. Petualangan Alita tentang hujan emas dimulai bersama Pier. Agak sedikit penasaran sebenarnya, berharap hikayat hujan emas ada bukunya sendiri. Soalnya belum tau kan apa yang dibawa Pier dari pencariannya. Penasaran bangetttt . . Novel ini sarat dengan keluarga, cinta kasih, persahabatan dan juga jangan lupakan ada pendidikan juga disini, penting lho. Juga bagaimana menyelesaikan masalah dengan kepala dingin seperti yang dialami Alita . . Seperti arti dari Un Treno Per Non So sendiri, kereta tanpa tujuan, Alita pun sama dia tak memiliki tujuan apapun saat pertama kali menginjakkan kaki di Turin, tapi kini dia tau apa tujuan hidupnya. Penasaran sama kisah Alita dan Pier, jangan lupa baca novel ini yaa, ada di tokbuk atau di @gramediadigital juga lho . . Terima kasih kak @coverlylove_id, @fiksigpu dan @bukugpu atas kesempatannya bisa mengenal dongeng hujan emas dan Turin. Good luck, waiting for your next story
Ada beberapa hal yang membuat aku tertarik untuk membaca novel teenlit ini. Pertama, covernya. Kedua, judulnya yang berbahasa Italia. Ini juga pertama kalinya kubaca novel yang berlatar belakang eropa.
Bercerita tentang gadis remaja bernama Alita, ia pernah dibacakan dongeng karangan ibunya tentang Hujan Emas. Setelah ibunya pergi, papanya menikah lagi dan Alita yang entah kenapa begitu tidak suka dengan ibu tirinya. Karena perasaan tidak suka itulah ia memutuskan untuk kabur ke Turin, Italia, dengan alasan ingin bersekolah di sana. Di sana ia bertemu dengan Pier, pria tampan, dewasa dan pemain band yang juga mengetahui tentang dongeng Hujan Emas.
Aku suka gaya bahasa si penulis. Membuatku sempat berpikir kalau novel yang kubaca adalah novel terjemahan. Pendeskripsian tentang Turin dibuat secara baik. Apalagi tentang karakter tokoh, termasuk Alita yang dibuat benar-benar tipikal anak remaja 17 tahunan. Labil dan kekanak-kanakan.
Aku bahkan pernah berkeinginan seperti Alita. Keluar kota atau bahkan pergi jauh hanya untuk meninggalkan apapun yang tidak kusukai di tempatku tinggal. Dan kata-kata Pier juga tampaknya ikut menamparku. "Tak ada yang ingin dijadikan pelarian, Alita. Bahkan kota ini." Dan seperti biasa, aku suka karena ini cerita teenlit maka kisah cintanya pun hanya dibuat sekilas saja. Ada beberapa yang buat aku cukup keki membaca ini. Salah satunya kalimat dari bahasa Italia yang tidak dikasih footnote. Jadi, membaca ini aku bingung apa maksudnya, apa artinya.
Overall, kisah Alita ini benar-benar seperti judulnya, Kereta Tanpa Tujuan. Entah kenapa aku cukup puas cerita Alita dan Pier berakhir seperti itu. "Tujuan, tak peduli apa, mengapa, bagaimana, dan ke mana. Siapa pun bisa pergi tanpa tujuan sekalipun. Jadi untuk apa kita memilikinya?" - [hlm. 118]
Kali pertama baca novel Kak Ifa Inziati, aku langsung jatuh hati. Apalagi penulis menyelipkan seni di dalamnya. Kegemaran Alita dalam melukis, keputusan Pier untuk mengarang dan menulis ulang dongeng hujan emas, membuat novel ini menarik sekali untuk dinikmati.
Penulis membuktikan bahwa teenlit nggak harus memuat tema cinta monyet anak remaja, tema seperti ini ternyata nggak kalah asik. Bahkan aku yang udah lepas dari status remaja bisa ngambil makna mendalam dari novel ini.
Usia belasan adalah usia peralihan yang sangat menentukan masa depan. Usia belasan adalah masa untuk menemukan jati diri, berpetualang untuk menemukan diri sendiri dan meninggalkan ego kanak-kanak. Itulah pesan dalam Un Treno Per Non So.
Pembaca yang masih remaja akan termotivasi untuk bisa jadi real teen. Kayak Alita ini, dengan usaha kerasnya dia punya kesempatan menjalani program pertukaran pelajar ke luar negeri.
Dan ternyata, yang dimaksud kereta tanpa tujuan dalam novel ini nggak seperti yang aku pikirkan sebelumnya. Sungguh di luar dugaan dan penuh kejutan. Tentu aja, berhubungan bahkan kental sekali dengan permasalahan anak usia belasan. Anak remaja wajib baca novel ini lho.
Ini kali kedua aku membaca novel dengan plot awal yang hampir sama, yakni dengan kepergian Alita sebagai tokoh utama untuk pertukaran pelajar. Novel yang kumaksud sama dengan novel ini adalah "There you'll find me". Di novel "There you'll find me", tokoh utamanya menjalani pertukaran pelajar di Irlandia sedang di novel ini Alita menjalani pertukaran pelajar di Italia.
Tentu itu hanya awalnya saja, bukan keseluruhan alur. Pada bagian 19, aku ikut terenyuh dan turut sedih dengan apa yang terjadi dalam kehidupan Alita.
Sisi Alita ada yang sama denganku, atau mungkin sama dengan kebanyakan wanita pada saat remaja? Menurutku, novel ini tidak berakhir dengan bahagia, tapi setidaknya juga tidak menggantung.
Dan aku masih bingung dengan kepergian Ibu Alita, kemana dia sebenarnya? Entahlah, seseorang bilang padaku, itulah bagian terbaik dari buku. Kita dibuatnya bertanya-tanya dan kadang hal itu membuatku gusar.
Buku ini ringan untuk dibaca, lumayan untuk selingan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Secara keseluruhan, perjalanan Alita di Turin dengan segala suka-dukanya ini menarik banget untuk diikuti. Tokoh Alita dan perasaannya juga mungkin bisa relate sama banyak orang, bikin pesan yang mau disampaikan oleh penulis bisa sampai ke pembacanya. Latar Turin dan misteri hujan emas membuat cerita ini semakin seru. Dari menikmati perjalanan Alita, kita juga bisa tau sedikit banyak soal Turin. Misteri hujan emasnya membuat aku nunggu jawabannya sampai akhir.
Ada beberapa hal yang belum terjawab, soal Pier, dan soal hujan emas yang kukira bakal jadi inti ceritanya dan terjawab di belakang. Tapi, ternyata yang mau disampaikan bukan tentu itu. Ceritanya tetap diakhiri dengan baik, dengan selesai dan nggak menggantung. Ini nggak cuma tentang hujan emas ataupun jatuh cinta sama Turin dan seisinya termasuk Pier.
This entire review has been hidden because of spoilers.
4 bintang cuma untuk Keluarga Matteo, Mami, Ayah sama temen-temen Alita yang super duper suportif. Alita sama Pier? Nah. I hate you guys! You two is totally ruined everything!
Jadi inti ceritanya jalan-jalan yang intinya mau kabur dari masalah yang sebenernya cuma masalah komunikasi, nurutin ego seorang anak perempuan yang masih labil sama banyak hal karena ngga mau ngedengerin penjelasan dari orang sekitarnya dan egosentris setengah mati. Jujur, Alita, kamu harus banyak bisa mahamin orang dan Gosh, she is really annoyed me, damn it. Kalo ngga karena ada yang lain, agak dnf buku ini. Dan, makasih buat penggambaran Italianya yang detail dan apik!💞
First impression baca buku ini kupikir bakalan yang senduuuu banget (keburu kena trigger dengan judulnya "tanpa tujuan") tapi ternyata asumsiku terlalu pendek.
Kelabilan Alita yang labil menurutku masuk akal mengingat dia masih remaja. Kisahnya yang bertemu dengan Pier si basis you me at six juga cukup seru meskipun di endingnya bikin aku ikutan kecewa. Dan juga tentang keluarganya yang menjadi pemicu awal kenapa dia kepengin exchange ke Italia.
Alur yang dibawakan penulis cukup rapi dan detail (terutama tentang kehidupan di Italia). Pertama kali aku baca karya Kak Ifa dan kesanku selalu amazing dengan tulisan-tulisannya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
One of my best reads in 2023. I love how this book provides a beautiful depiction of Turin with such detailed descriptions. It feels like i'm experiencing the beauty of Turin, the coziness of Un Stanza, the bustle of Via Garibaldi, the ethereal of the Po River, and the grandeur of the Mole Antonelliana. I'm curious, what is Turin like?
Also, one of the reasons l love this book is its cover. It's incredibly eye-catching, fresh, and pretty! Perfectly fits the story. The character I love is Pier; he's remarkably mature and wise. I'm glad that instead of being "baper" with Alita, Pier actually helps Alita to reflect on her actions and finally finding a way.
Ini heartwarming bagett ceritanya, disuguhin pemandangan kota Turin terus. Deskripsi nya gak main main buat kita bener bener ada di sana walaupun gw gak tahu juga kayak gimana alias gw bayanginnya ngasal dan liat google wkwkkw. Diajak petualang sama Alita di kota Turin teruss, cerita sekolah Alita juga menarik temen²nya lucu semuaaa walaupun awalnya mereka gak saling kenal. Ouh iyaa aku juga terharu banget sama orang tua inangnya Alita--matteo & Anna--mereka beneran kayak orang tua asli Alita. jujurly, aku aj nyampe nangis pas perpisahan Alita balik lagi ke Indonesia.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Aku suka cara penulis menceritakan kisah Alita, rasanya begitu mengalir hingga tak terasa aku sudah menamatkan buku ini. Penggambaran latar juga sungguh nyata rasanya seperti aku diajak berkeliling Turin. Lalu yang paling penting adalah makanan makanan nya, oh rasanya seperti aku ingin langsung pergi ke sana dan melahap langsung makanan buatan Anna, sangat menggiurkan membuatku keroncongan.
Tapi mungkin yang disayangkan adalah endingnya, hwee aku sedih terkejut, Shik shak shok, mengapa harus berakhir seperti ituu aku tidak relaaa
Novel teen lit ini benar2 seru! Berfokus pada perjalanan Alita yang mengikuti pertukaran pelajar ke Italia. Banyak sekali informasi tentang negeri ini yang tercantum di dalam buku, ditambah dengan gaya bercerita penulis yang asik membuatku enjoy selama membaca buku ini. Konflik yang disajikan cukup relate dengan kehidupan sehari-hari, tidak terlalu berbelit namun tetap memberikan kesan yang mendalam. Dengan buku ini aku menikmati lika-liku perjalanan Alita di Italia 😂.
Buku ini menuntun kita mengikuti pergolakan hati Alita dari awal tiba di Turin hingga dia pulang. Pergolakan yang a very typical 17 yo. Semuanya berjalan wajar, tidak berlebihan dan tidak kurang. Buku ini juga terbuka untuk sekuel. Semua tentang Ibu Alita, Dongeng Hujan Emas dan kelanjutannya serta Pier.
Walaupun novel ini tergolong dalam genre teenlit tapi aku suka sekali karena banyak pembelajaran di dalamnya. Kereta tanpa tujuan mungkin terkesan ceroboh namun mengajarkan kita bahwa itu tidaklah buruk. Keluar dan berani mengambil resiko juga melewati banyak hal selama perjalanan itu jugalah berharga. Novelnya juga ringan tapi berbobot.
🚉Cerita dalam buku ini heartwarming banget, membawa trauma masa lalu tentang ibunya Alita, membuat Alita hampir ingin menyerah pada program pertukaran pelajar ini. Aku suka sama Karakter Anna, Matteo dan Tav. Orang asing yang bisa jadi keluarga yang sangat dekat. Dan di akhir cerita, aku terkesan dengan sosok mami yang menjadi ibu tiri Alita, mengubah pandangan kalo ibu tiri itu selalu buruk.
Tentang pertukaran pelajar ke Italyyy. So funn bgt pas baca, ky kita lagi ada di italy. Banyak informasi tentang Italy begitupun bahasa bahasanya. Walau cukup membosankan tapi ini unik karena berisi pertukaran pelajar dan tujuannya ke Italy.
Agak flat di baian awal hingga tengah, tapi memasuki konflik jadi ikut kebawa ceritanya. Alita membawa saya menikmati kota Turin dengan suasana gloomy-nya
Jujur, aku rasa aku suka sama buku ini, meski di awal-awal agak flat rasanya. Seperti yang udah dijelasin sebelumnya, buku ini berbicara tentang Alita dan petualangannya di Turin yang dilakoninya sebenarnya tanpa tujuan, dan dia semacam mau "kabur" dari kehidupannya di Bandung terutama jauh-jauh dari Mami (ibu tirinya). Setelah itu cerita terus bergulir, dan banyak banget hal-hal yang menjadi titik balik Alita. . Aku suka banget karakter Alita yang masih muda, masih labil, masih belum dewasa, karena itu relatable sama banyak remaja sekarang, bahkan nggak aku pungkiri aku juga masih begitu sifatnya. Mungkin yang udah dewasa akan enek sama sikapnya, tapi menurutku apa yang diekspresikan Alita itu wajar banget. Poin plus karena hal ini. Ketika Alita mungkin keliatan childish, egois, itu karena memang dia belum belajar untuk jadi dewasa dan kisah dia di Turin ini justru membantu dia. . Tapi tentunya yang paling kusukai adalah cara Ifa Inziati dalam menuliskan ceritanya, pesan-pesan yang disampaikan cukup mengena, apa lagi di halaman akhir yang quotable banget dan cukup menjelaskan apa maksud dari judul buku ini (soalnya ceritanya nggak berhubungan dengan kereta). . Hal lain yang kusukai adalah, untungnya penulis nggak berfokus pada kisah asmara Alita yang menurutku pribadi nggak begitu aku sukai 😅 Semua yang ada di buku ini: pasangan suami istri yang jadi host Alita di Turin, teman-teman khususnya si Tav, masalah percintaan Alita, sampai Hikayat Hujan Emas ada untuk membuat Alita menjadi orang yang berbeda. Aku juga punya adegan favorit, ketika Alita sedang merayaka pesta Halloween serta konflik Alita dengan Pier (crush-nya Alita) . Aku suka banget sama interaksi Tav-Alita terutama yang berkaitan sama perjanjian mereka, itu bikin kita sadar banget kalau kita emang mudah banget kasih solusi ke orang lain, tapi giliran kita yang kena masalah itu belum tentu kita kuat buat ngejalanin solusi itu. . I'll give 4 out of 5 🌟!