Pada bait kesekian. Diksi-diksi yang berbaris, kehilangan arah setelah koma yang berkepanjangan. Mereka baru menyadari, bahwa dirinya hanyalah potongan tanya utusan Penyair yang Agung. Yang saling mencari penjelasan, saling mengartikan maknanya sendiri. Kemudian tetap menjadi tanya, tetap mencari dan menemukan."
Untuk yang ketakutan dan bersembunyi. Untuk yang dibedakan dan diasingkan.
Tegak dan hiduplah.
EGOSENTRIS adalah karya tunggal pertama Syahid Muhammad setelah sebelumnya sukses membuat pembaca luluh dengan novel KALA & AMOR FATI hasil duetnya dengan STEFANI BELLA (Hujanmimpi). Sebuah kisah yang diramu oleh penulis tentang romansa cinta-cinta yang mendewasakan, kesehatan mental yang bersandingan dengan persahabatan, isu sosial, keluarga, dan keterasingan. Sebuah novel yang tidak hanya menyajikan konflik yang sangat kontekstual dengan kehidupan saat ini, namun juga diperkuat dengan sentuhan prosa yang menarik dan mendewasakan dalam setiap ceritanya. Lantas bagaimana kisah ini menjadi EGOSENTRIS? Simak saja petualangannya.
Egosentris menceritakan persahabatan tiga orang di dunia perkuliahan psikologi, yakni Fana, Fatih, dan Saka. Fatih merupakan anak dengan single mom yang mempertahankan hidupnya dengan berjualan kripik. Dari SMP Fatih sudah terbiasa membantu usaha kripik ibunya. Fatih tergolong anak yang kritis, selalu mengutarakan hal-hal yang dia anggap tidak wajar di depan teman-teman kuliah dan dosennya. Pada saat berkumpul dengan teman-temannya pun Fatih sering kali dicemooh karena dianggap selalu “nyablak”. Fana, adalah anak semata wayang dari pasangan dokter-psikolog. Hidup Fana dari kecil hingga masuk universitas berjalan sesuai dengan keinginan kedua orang tuanya karena orang tuanya merasa tahu yang terbaik untuk Fana. Tapi Fana tidak merasa sedikitpun keberatan dengan setiap keinginan-keinginan orang tuanya tersebut. Fana digambarkan sebagai sahabat yang tidak hanya cantik, tetapi juga sangat perhatian dengan sahabat-sahabatnya. Fana selalu menjadi penengah di saat Fatih yang kaku bertemu dengan Saka yang blak-blak-an. Kehidupan Fana hampir sempurna sampai ia sadar ia tengah menempatkan hatinya ke salah satu sahabat baiknya. Saka, ini tokoh yang membuat saya paling gemas. Sosok Saka ini sudah ada di Kala dan Amor Fati. Tapi di buku ini diperlihatkan masa lalu Saka sebelum mengenal Kala sekaligus diberikan penjelasan apa yang terjadi dahulu sehingga Saka menjadi anak yang sangat easy going, terlihat cuek dengan keluaga padahal sangat memikirkan, selalu menghindari masalah dengan bepergian, dan agak tempramental. Kalau isi cerita, sebenarnya buku ini lebih ke genre social dramatic dibandingkan romance (yang tertulis di halaman belakang novel). Karena lebih banyak mengupas sisi kehidupan ketiga tokoh bersama keluarga, saudara dan teman kuliah. Kebanyakan isinya mengenai persahabatan dan kehidupan. Dimulai dari Fatih yang tengah menyimpan beban yang besar karena menjadi anak tunggal tanpa bapak dan usaha kosmetik ibunya bangkrut di saat sang bapak meninggal dunia. Setelah bangkrut, pelan-pelan ibu Fatih memulai usaha kripik yang mampu menghidupi Fatih mulai dari bangku sekolah dasar hingga ia kuliah. Masalah yang terjadi tidak sesederhana itu karena setelah kematian sang ayah, Fatih harus kehilangan ibunya dengan cara yang tidak wajar. Shock. Fatih menjadi orang yang tertekan sekali hingga berpikir ingin bunuh diri. Hingga ada sesuatu yang menahan hingga hal tersebut tidak terjadi. Untuk konflik sendiri bukan hanya tentang Fatih, tapi banyak sekali konflik yang terjadi di kehidupan tiga tokoh. Fana yang diam-diam menyimpan rasa ingin selalu bersama dengan Fatih, Saka yang tidak mampu menahan emosi ketika menegur adik-adiknya di rumah dan masih banyak lagi. Saking banyaknya konflik yang ada di buku ini saya jadi bingung yang mana konflik utamanya. Tetapi bukan berarti tidak bagus, malah saya sangat suka karena menjadi sangat tidak monoton. Hal lain yang membuat buku ini layak untuk dibaca adalah percakapan-percakapan antara Fatih dan Saka tentang social media. Ini salah satu percakapan antara Saka dan Fana: “ Ya Tuhan. Gue masih nggak ngerti, emang sewajib gitu gue pasang foto berdua?” “Perempuan butuh diakui secara lebih kali. Dia pengen temen-temen lu, followers lu juga tahu kalo kalian pacaran.” “Hemm, nggak masuk akal sih. Kebayang dulu sebelum ada Instagram, terus cewek-cewek minta pengakuan lebih, itu cowok pada bikin baliho gede kali ya buat mejengin foto berduanya?” Menurut saya percakapan di atas sangat menggelitik karena sangat banyak terjadi di dunia remaja saat ini. Syahid Muhammad juga tidak lupa menyematkan syair-syair di setiap awal dan akhir babnya. Jadi bagi kalian yang suka baca novel sekaligus puisi, buku ini sangat cocok untuk dibaca. Terakhir, buku ini tidak hanya memberikan wawasan mengenai dunia psikologi tetapi juga memberikan arti mengenai kekuatan untuk bertahan, memahami dan mengalah itu tidak ada yang salah, kok! Untuk penulis yang baru pertama kali menerbitkan solo bukunya, ini merupakan karya yang luar biasa. Mungkin tidak membuat saya menangis sesenggukan, tetapi cukup membuat saya meneteskan air mata. Yuk kepoin bukunya, dan ambil hikmahnya.
Sesuai dengan judulnya, penulis menulis buku dengan mengedepankan ego yang begitu tinggi. Alur cerita mengalir secara jenuh. Mungkin manfaat yang didapat dari buku ini adalah masukan-masukan mengenai bahasan psikologi, masalah-masalah sosial yang luput dari perhatian dan akhirnya pemecahan solusi yang sederhana.
Buku ketiga Syahid Muhammad setelah 2 buku sebelumnya berkolaborasi dengan Stefani Bella. Saya sudah mengulas buku pertama mereka, dan tanpa saya sangka akan mendapat balasan dari Mas Iid. Dia menawarkan karyanya yang lain untuk saya baca, dan pilihan saya jatuh ke Egosentris.
Tema dan Bangun Dunia (World-building) Penulis mengangkat tema yang bersinggungan dengan kesehatan mental, jadi bukan tentang suatu gangguan mental secara spesifik. Bisa dibilang inti dari ceritanya adalah tentang kasih sayang dan kepedulian. Tiga tokoh utama punya masalah-masalah yang berkaitan dengan hal psikis, bahkan ada yang mencapai tingkat memprihatinkan. Hal-hal yang bikin prihatin ini sering muncul dalam perjalanan cerita dan ada segelintir adegan aniaya juga (trigger warning).
Di sisi lain, tiga tokoh ini berkuliah di jurusan psikologi. Inilah yang membuat saya merasa aneh. Ekspektasi saya adalah mereka punya ilmu tentang pentingnya kesehatan mental, setidaknya pada tingkat dasar/pengantar kuliah psikologi. Dalam jurusan Psikologi pun saya yakin setidaknya ada layanan konsultasi sebagai bentuk praktik pengabdian kepada masyarakat, minimal dalam skala kecil seperti kampus. Jadi kalau tiga tokoh itu sedang ada masalah yang memprihatinkan, kenapa mereka tidak memanfaatkan layanan itu yang jelas-jelas ada dalam jangkauan mereka???
Saya rasa sewajar-wajarnya mahasiswa ilmu psikologi, mereka punya kesadaran bahwa tidak semua hal patut dipikirkan berada dalam kendali manusia. Saya juga beranggapan mereka setidaknya paham tentang konsep egosentrisme, yaitu bagian dari konsep Diri (dengan D besar) yang menjadi titik berangkat perkembangan manusia. Jika mereka punya masalah psikis yang sulit diatasi sendiri, mereka akan lebih proaktif untuk mencari bantuan profesional. Tapi ketiga hal ini tidak dilakukan oleh ketiga tokoh utama, karena kalau dilakukan maka ceritanya akan langsung tamat.
Selain tiga tokoh utama, masih ada tokoh-tokoh lain yang diceritakan akrab dengan bidang psikologi, seperti perundung salah satu tokoh utama dan ibu dari tokoh utama lain yang membujuknya kuliah psikologi dengan alasan jaminan keberlangsungan hidup. Hm, bukankah dalam psikologi itu seseorang (termasuk psikolog) tidak dianjurkan untuk memaksakan pilihan pada orang lain?
Plot Awalnya penulis menceritakan latar belakang para tokoh, beban emosional mereka masing-masing, dan cara mereka berinteraksi satu sama lain. Jadi awal buku dibangun dengan beberapa subplot yang seiring dengan berjalannya cerita menjadi satu muara.
Kalau dipikir-pikir, sah-sah saja sih menulis dengan plot seperti ini, meskipun saya jadi bingung karena tidak lekas menemukan konflik utama dan siapa tokoh paling utama di antara tiga tokoh utama. Kira-kira saya baru menemukan dua hal itu setelah membaca 130 halaman lebih, hampir separuh buku. Tapi untunglah antiklimaksnya bisa dijustifikasi dan berunsur optimisme. Kalau tidak, pembaca-pembaca muda bisa kena krisis eksistensial karena saking ngenesnya cerita dalam Egosentris.
Karakter Ada Fatih, si idealis yang sensitif dan terus-menerus merasa tersakiti, bahkan tentang hal-hal yang berada di luar kendalinya. Ada Saka (ini Saka yang sama dari Kala), anak pertama, laki-laki satu-satunya yang berusaha menggantikan peran ayah dalam keluarga. Lalu ada Fana yang seorang Empath, yaitu memiliki kekuatan lebih untuk merasakan emosi orang lain, bahkan ketika orang itu tidak berkata apapun.
Tidak ada masalah dengan karakterisasi. Tapi kalau boleh komplain, akan lebih baik jika latar belakang mereka bukan anak jurusan Psikologi--dengan alasan yang tadi saya kemukakan. Saya juga merasa nama-nama tokoh perempuan di sini agak monoton: Fana, Vena, Viona. Bahkan Fana dalam bahasa Indonesia punya arti ketidakabadian. Ya bukannya saya berharap manusia bisa hidup abadi, tapi menamai seseorang dengan kata fana/abadi terasa aneh sekali, dan bukan urusan manusia juga jika ia fana ataupun abadi.
Narasi Egosentris bisa dibilang sebagai novel betulan dibandignkan dengan Kala. Gaya penceritaannya tidak lagi bertele-tele, meskipun masih banyak penggunaan majas yang kurang elegan dan butuh penyuntingan lagi untuk merapikan tulisan. Juga penggunaan kata "rindu" yang repetitif dan kurang pas, sehingga kata itu jadi terasa klise sekaligus membingungkan.
Salah satu contoh majas yang kurang elegan itu adalah "memperkosa jiwa". Mengapa dari sekian kosakata yang menggambarkan tindak menyakitkan terhadap hal tak berwujud seperti jiwa, penulis memilih "memperkosa"? Ini tidak seperti kata "menelanjangi" yang menyiratkan rasa malu dan terekspos kulit sebenarnya, atau kata "menghujam" seperti halnya linggis yang jatuh menusuk tanah, jadi apa yang penulis hendak siratkan dalam kata "memperkosa"?
Saya masih menemukan kalimat yang seharusnya dijeda dengan koma malah dijeda dengan titik. Lalu penempatan tanda kutip yang membingungkan dalam tuturan panjang. Jika penulis hendak menuliskan dialog seorang tokoh tanpa putus dalam beberapa paragraf, maka penulis harus mengawali tiap paragraf dengan tanda kutip buka, dan baru memberi tanda kutip tutup setelah tuturannya selesai. Jadi, tanda kutip tutupnya satu kali saja di akhir tuturan.
Verdict: sebuah kemajuan karya dari karya sebelumnya, namun perlu disunting dan dirapikan sekali lagi. Mengangkat tema kasih dan kepedulian dengan konflik yang intens tanpa kesimpulan-kesimpulan yang njelimet. Cocok dikategorikan sebagai buku young adult.
Pernahkah kamu merasa bahwa dunia dipenuhi orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri, senang mengomentari secara negatif apa yang dilakukan orang lain, hobi merisak, serta orang-orang yang selalu mencampuri hidup orang lain?
Berkisah tentang tiga orang sahabat yang memiliki hubungan aneh—semacam love-hate relationship, mungkin. Haha. Fatih, Saka, dan Fana masing-masing menyimpan rahasia di dalam dada mereka.
Buat saya, membaca buku ini sedikit menguras emosi. Isu mental illness, karakter yang ‘gelap’, alur yang tidak mudah ditebak, rahasia dan misteri di sepanjang cerita, cukup membuat tertekan.
Orang-orang seperti Fatih, Saka, dan Fana adalah orang-orang yang akan selalu kita temui di sekitar kita—atau mungkin kita adalah salah satu atau gabungan dari mereka. Iid menyentil kita melalui #Egosentris. Buat saya, pilihan penulis mengangkat tema yang tidak jauh dari apa yang sedang terjadi di sekitar kita sekarang, sangat tepat.
Buku ini bener-bener luar biasa, di luar ekspetasi aku sendiri. Awal baca aku gabisa nebak gimana isi bukunya sampe sakit kepala mikirnya. Cemas sendiri gimana endingnya.
Aku ga tau apa yang dipikirin ka iid waktu nulis buku ini, karna buku ini bener-bener ngejelasin secara objektif atau subjektif.
Tokoh Fatih yang bener-bener sedih banget sampe nangis. Dengan pemikirannya yang buat aku merasa tertampar. Terlihat baik tapi ternyata gak baik-baik aja. Aku salut sama ka iid yang bikin karakter selalu kuat. Lalu Fana, perempuan yang menurutku memang bisa mengimbangi Fatih. Lalu Saka, lagi lagi muncul :D cukup takjub juga ternyata Saka masih sama kaya gitu hihi.
Yang pasti buku ini bener-bener buka pemikiran kita, bahwa apa yang kita lakukan belum tentu bener di mata orang lain.
Dari Fatih aku dapet pelajaran kalo kita harus lebih peka terhadap sekitar, lebih bisa peduli.
Thanks to ka iid yang udah bikin buku ini, aku belajar banyak dari buku ini.
"Jika semua orang berusaha menjadi keras, untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia yang keras. Lalu siapa yang akan mengajarkan kelembutan?" hlm 353
enjoy it soooo much. awalnya dikira bakal sulit gitu memahami diksinya, tapi waw.. hanyut ternyata saya di dalam ceritanya. kekinian, dan sarat makna sekali. sempurna dengan bumbu romansa yang tidak bikin geli. Tumpah!! 🙌 saya resmi jadi pengagummu mas iid ❤
Luka dari kecil sampai besar yang diderita Fatih menyadarkan bahwa kehilangan bukanlah hal sepele yang akan hilang selaras dengan berjalannya waktu.
end of page Cinta, tak pernah mengubah manusia Cinta, mengingatkan bahwa kita manusia
Tuhan selalu turun tangan Ia datangkan, pesan demi pesan Malaikat demi malaikat, arti demi arti Untuk kita pahami, Putus asa tak pernah membaikkan siapa pun
Tak pernah
This entire review has been hidden because of spoilers.
Campur aduk pas baca ini, kayak ikut masuk ke dunia persahabtannya Fatih, Fana dan Saka. Baca ini ngerasa relate aja sih, setiap orang punya masalah masing-masing. Konflik yang diangkat lumayan berat tapi mengalir gitu aja, seru pokoknya. Layak dibaca!
Egosentris merupakan novel tunggal pertama karya Syahid Muhammad atau yang biasa disebut Iid oleh para fansnya. Tema dalam novel ini sangat relatable dengan kondisi masyarakat di zaman sekarang, yakni tentang pentingnya kesehatan mental.
Jujur, awal mulanya tidak menyangka bahwa novel ini akan bertajuk tentang kesehatan mental. Dan mungkin menjadi novel kesehatan mental pertama yang saya baca saat itu (Desember 2018). Dan saat itu, memang saya sedang dalam fase Major Depression, yang gambarannya seperti di MV Tiga Pagi lagu milik Fletch.
Dua bulan full sebelum menemukan novel ini, saya mengisolasi diri, tidak bisa melihat cahaya, tidak cukup cakap merawat diri & sanitasi diri, hanya mengurung kamar sendiri, padahal saya lulusan psikologi.
Kesehatan mental itu nyata, dan tak pandang siapapun dan latar belakang apapun. Bukan soal kurang iman, tapi ada banyak tekanan & fase hidup yang tidak sepenuhnya bisa dilalui dg mudah.
Ialah Fatih, Fana, dan Saka. Mereka merupakan mahasiswa jurusan Psikologi, tokoh utama buku ini.
Fatih, si introver, idealis, dan sensitif yang juga keras kepala dengan dirinya sendiri. Mulutnya pandai mengungkapkan apa saja yang menjadi pertanyaan tentang hidup ini. Lalu Fana, perempuan yang selama hidupnya selalu disetir oleh orang tuanya. Hal ini membuatnya tumbuh menjadi seseorang yang tidak pernah berani mengambil keputusan untuk hidupnya sendiri. Terakhir, adalah Saka. Ia adalah anak pertama dan anak lelaki satu-satunya dalam keluarga. Saka juga anak yatim yang selalu berusaha menggantikan peran ayah bagi adik-adiknya. Sifat keras dengan prinsip hidup kuat adalah karakter Saka mengingat ia harus selalu kuat, hal ini sejalan dengan arus utama laki-laki yang tumbuh dalam lingkungan toxic masculinity dan budaya patriarki.
Latar cerita, kejadian-peristiwa yang diangkat dalam novel ini seakan menyampaikan pesan kepada pembaca, bahwa kita seharusnya tidak melihat suatu kejadian hanya dari satu sisi atau satu sudut pandang saja. Bahwa dari sebuah realita yang terjadi, selalu ada alasan yang mengiring di belakangnya. Juga bahwa manusia telah hidup dalam sebuah konsensus sosial dan paradigma yang dianggap benar, dan dapat menjadi anomali jika ada yang tidak melakukannya.
Series lainnya juga semakin menguras jiwa dan pikiran. Karena selain cerita, Iid juga menyelipkan prosa-prosa indah, buah dari pemikiran dan perenungannya selama 10 taun terakhir bergelut dengan kesehatan mental dan menyusun naskah buku ini
Saya sudah baca semuanya: Paradigma, Sadha, Amorfati, dll.
This entire review has been hidden because of spoilers.
" egois mana, mencintai diri sendiru atau mencintai orang lain? Karena katanya, mencintai orang lain lebih mudah daripada mencintau diri sendiri." (Hal.299)
Inilah hidup. Penuh banyak tanya dan misteri. Bahkan terkadang membuat kita menjadi egois atas apa yang di alaminya.
Seperti Fatih, Fana, dan Saka. Bahkan Henri dan orang sekitar kita pun memiliki sejuta tanya dalam hidup ini. Pernah kamu merasa resah dan kesal dengan hidup? Tapi, menyerah pun bukan jalan terbaik.
Kisah Fatih ini menyadarkan aku untuk memanusiakan manusia. Saka menyadarkan aku untuk tidak egois akan hidup aku sendiri, Fana mengajarkan aku untuk selalu berempati walau hanya dengan ikut merasakan kesedihan orang, dan Henri mengajarkan aku untuk tegar dan tegas menjalani kehidupan.
Bagaimana cara mereka memberi hikmah untuk orang banyak disekitarnya? Bagaimana cara mereka menjalani kehidupan yang penuh rahasia itu untuk berjalan?
Buku ini single pertama Bang Iid. Sebelumnya ada buku kolaborasi bang Iid dgn ka Bella. Ada KALA dan AMOR FATI. Tapi, aku baru baru baca yg Amor Fati 😂
Sebenarnya aku bingung mau bahas. Soalnya bukunya bagus buanget. Bener-bener menginspirasi.
Speechless. Tertampar. Tertohok. 3 kata itu untuk buku ini.
Segi gaya tulisan emang puitis dan agak mendayu. Tapi, kalimat-kalimatnya yang dalem justru membuat cerita ini kuat banget
Aku suka penokohan dan karakternya yang kuat dan memiliki kelebihan dan kekurangan dari setiap tokoh membuat hidup cerita ini.
Cover dan layoutnya simple tapi bagus deh 😍
Banyak kata-kata motivasi dalam cerita ini. Quotable banget.
"Gausah ngomongin empati, kalo lu masih belum bisa ngalahin gengsi lu untuk nggak baik-baik ajah. Setiap orang, berhak buat nggak baik-baik aja." (Hal. 321) .l Pokoknya buagus lah. Recomended. And sukses buat bang Iid. Ditunggu karya selanjutnya~
Egosentris – “Aku adalah rahasia. Yang semakin nyaring dalam sepi.”
Fatih, seorang mahasiswa yang mempunyai pemikiran kritis, hidup dengan sederhana, sifat yang sederhana, seorang pejuang beasiswa. Kisah ini bermula dengan adanya sikap dan perilaku Fatih yang kritis, membuat beberapa mahasiswa merasa tidak nyaman dengan sikap Fatih atau mungkin resah.
Fana, ia adalah salah satu teman yang selalu dan mau mendengarkan segala keluh kesah Fatih, senang menjadi pendengar bagi cerita orang – orang termasuk Fatih, wajar jika hal tersebut membuat beberapa pria merasa nyaman ada didekatnya.
Saka, sohib Fatih pula, senang dengan alam, suka mendaki gunung dan suka membuat nyaman para perempuan yang ingin dekat dengannya, katanya sih orangnya gaenakan.. jadi ya begitu deh, ujung-ujungnya dikatain PHP wkwkw.. bocah yang satu ini bisa menjadi penghibur bagi Fatih dan Fana jika sewaktu – waktu hal tertentu menimpa sahabatnya.
Kisah seputar kehidupan perkuliahan, lebih menceritakan pada mental dan sisi kepribadian lain yang ada pada diri Fatih, menceritakan alur kehidupan yang ia jalani, mulai dari penderitaan sampai dengan kebahagiaan yang kadang kala tiba dengan singkatnya. Mood Fatih yang seringkali cepat berubah membuat sahabatnya harus 2 kali ekstra mendengarkan dan mau mendorong Fatih untuk tidak terlalu memikirkan pendapat orang – orang yang menurut Fatih tidak wajar. Kasus sosial memang terkadang menjadi bahan perkataan orang – orang diluar sana dengan sangat mudah nya mereka bisa berkomentar sesuai dengan tanggapan mereka tanpa melihat diluar fakta yang ada. Fatih adalah orang yang mudah dan resah terhadap hal – hal demikian, tapi apalah daya dia selama ini tidak mampu untuk berbuat apa – apa, hanya saja ia berusaha untuk membuat pemikiran orang – orang diluar sana tidak untuk beranggapan pada hal yang mereka sendiri tidak bisa mempertanggungjawabkan atas hal apa yang mereka komentari. Selain itu masalah yang dihadapkan Fatih selain dunia perkuliahan juga membahas mengenai relationship dan permasalahannya didalam keluarga yang dibahas secara cukup lengkap dan cukup detail.
“Anak, kamu mungkin dididik untuk kuat oleh Ayahmu. Tapi jangan sala tempat, kamu harus kuat untuk melawan dirimu sendiri.” (egosentris, hlm 359)
Selain kehidupan Fatih yang dibahas, dari kehidupan Fana dan Saka pun ikut dibahas. Hubungan mereka memang sudah sedekat keluarga, sama-sama terbuka dan sama-sama saling merasakan, menjadi mahasiswa psikolog membuat mereka begitu kental dengan kehidupannya masing – masing dan memiliki jiwa sosial yang tinggi.
Cerminan seorang sahabat yang author bisa lihat, mereka memiliki karakter yang saling melengkapi, Fana dengan sikapnya yang selalu mampu menjadi media perasa bagi sahabatnya, Fatih yang bercerita dengan tingkat perasa yang tinggi, dan kadangkala menjadi pendengar yang baik, sedangkan Saka si cowok ganteng yang selalu ingin didengar, tegar walaupun kadang hatinya rapuh, kalian bener- bener akan melihat nilai dari kelengkapan persahabatan mereka jika kalian membaca ceritanya secara langsung..
Bercerita tentang isu sosial, kesehatan mental, pertemanan, keluarga yang dibumbui dengan kisah cinta. Membawa saya untuk menelaah diri saya sendiri, orang lain serta kehidupan sosial yang ada disekitar saya.
Seperti bagaimana harusnya kita bersikap kepada mereka-mereka yang tidak baik-baik saja. Bagaimana kita harus mendengarkan dan didengarkan. Bagaimana kita menjadi manusia yang baik-baik saja, serta bagaimana kita harus memanusiakan manusia.
Beberapa bagaimana yang seharusnya di lakukan, tapi tetap saja ada setitik ruang dalam jiwa yang ingin terus sendiri, bersemayam dengan sepi, dan berteman dengan kelam. Sebab ia hanya, takut pada dunia luar.
Saya juga sangat menyukai tulisan ka Syahid muhammad, simpel tapi bermakna amat dalam menurut saya. Pada tulisan-tulisan yang ia ranggai membuat saya jatuh cinta pada setiap paragraf yan ia hadirkan. Membuat saya berfikir bawah puisi-puisi yang indah tidak harus mempunyai diksi-diksi yang berat, cukup kata dasar saja sudah bisa membuat orang lain tersihir kedalamnya.
Buku yang sempat dibaca tahun lalu, lalu dilanjutkan (dan diselesaikan) hari ini. Sempat lupa-lupa alur ceritanya, "eh bentar si ini tuh kenapa ya?", tapi akhirnya tiap karakter membantu mengingatkan kembali jalan cerita yang dibangun cukup kuat sebelumnya.
Di pertengahan agak sangsi mau menyelesaikannya. Pertama, karena pas awal baca ya sedang dalam masa-masa healing, so I can relate banget kan. Dan makin sini rasanya agak malas ngelanjutin, hehe. Tapi karena keteguhan hati (bruh!), gila sih menjelang akhir kisah Fatih, Fana, dan Saka ini sarat makna. Kusuka bagaimana Fatih mengutarakan isi hatinya.
Sayangnya, meski beberapa hal terungkap. Hal-hal lainnya nggak banyak terceritakan, terutama tentang hubungan Saka - Sinar, atau Fana dengan orangtuanya. Baca ini butuh kesadaran hati biar pesan tersampaikan dan didengarkan. Bacaan yang dirindukan orang-orang nih, andai mereka mau lebih peduli dan nggak egois aja.
Thanks God akhirnya ada novel indonesia yg bagus dan fresh, yg gak cuma ngebahas cinta cintaan atau hedonisme 👍
Bahasannya menarik, banyak pesan moral yg bisa jadi pelajaran dan ngebuat kita lebih aware sama mental health, tapi mungkin untuk penulisan dan bahasanya agak sedikit membosankan bagi sebagian orang.
Isu isu mental illness yg sebenernya deket banget sama kehidupan kita tapi seringkali kita abaikan, karena kita terlalu sibuk "menyenangkan" hidup kita sendiri. Kemudian kalau ada hal buruk terjadi (terburuknya: bunuh diri), kebanyakan orang langsung mendadak menjadi tuhan dengan memberi stigma "jauh dari tuhan" atau "mentalnya aja cemen", tanpa tau apa yg terjadi di belakangnya.
We can't underestimate for someone's pain, we never know what they've been through. Everything affects everything, right? Instead of "nyinyir" and make someone's pain even worse, i think it's better to show kindness and compassion.
Ini buku terkeren yang pernah gue baca. Ada puisi di setiap chapter baru dan itu dalem serta penuh makna. Walapun diawal cuckup abstrak tapi makin lama makin keren banget. Buku ini bener-bener kasih pelajaran tentang sifat judgemental yang sudah menjamur di media sosial saat ini, tentang yang ada info baru atau hal yang viral langsung dikomen negatif tanpa tau motif dibalik mereka lakuin itu. Ada isu tentang mental illnes juga yang diangkat di buku ini.
Quotes favorit gue di buku ini; "Do not ever underestimate someone's pain" "Kita, tidak bisa merasa benar dengan caa yang salah. Setiap manusia memiliki ketakutannya masing-masing. Tugas kita adalah tidak menjadi ketakutan mereka."
Dan ini kata-kata dari penulisnya yang indah banget "Untuk yang ketakutan dan bersembunyi. Untuk yang dibedakan dan diasingkan. Tegak dan hiduplah."
Ada Saka! Hahaha. Ah iya, aku suka ini diceritain dari sisi pertokohnya, jadi kita gak hanya dilihatkan dari satu sisi gitu. Epik. Isinya tentang kita, bener-bener tentang hal sehari-hari, perdebatan antar teman. TAPI, ini dibahas dengan lebih dalam. Seakan menyatakan semua orang melakukan sesuatu memiliki sebab kenapa orang itu bisa sampai berpikir/melakukan itu. Dari buku ini kita diajarkan untuk lebih peka dan perhatian sama orang-orang terdekat dan lingkungan sekitar. Dan hei, sisi psikologis itu gabisa dianggap remeh, coba deh empati. Yaa begitulah sekiranya. Silakan selami buku ini. Sangat menarik.
Ceritanya berputar di sekitar kesedihan, kemurungan, kegagala, dan semua sinonim dari tiga kata tersebut. Tidak ada sedikitpun sebuah cahaya, baik tersirat maupun tersurat di buku ini, hingga.... silahkan baca saja bukunya :)
Sesuai dengan judul bukunya, pemeran utamanya di sini diceritakan memiliki sifat egois yang tinggi. Sikapnya yang kerap menganggu orang-orang di sekitarnya, membuat dirinya memiliki teman yang sedikit. Namun, di buku ini juga, kita diajarkan bahwa seseorang bersikap seperti itu karena sebuah hal yang memaksa dirinya berlaga seperti itu.
Novel yang dari luarnya saja sudah membuat penasaran. Judul dan blurb yang bisa dibaca dari cover membuat rasa penasaran kita bertambah-tambah. Novel yang menceritakan kisah Fatih, Saka, dan Fana ini ternyata memiliki kejutan luar biasa di akhir cerita. Untuk saya sendiri, memang sedikit sebal dengan karakter Fatih, mungkin itu juga yang dirasakan oleh teman-teman Fatih di kampus. Tapi dari situ akhirnya kita memahami sisi lain dari seseorang. Egosentris jujur saja mengangkat masalah yang sungguh terjadi di sekitar kita saat ini. Novel yang membuka pikiran saya dan saya juga banyak belajar dari tokoh-tokohnya.
dibuat aku terkagum dengan cerita yang disuguhkan. selain itu banyak kejadian-kejadian yang mengambil dari unsur nilai-nilai kehidupan sosial pada masa kini dari kebiasaan manusia-manusianya hingga kasus-kasus yang telah viral. cerita di dalamnya dikemas dengan diksi yang indah. hingga akhir cerita pun aku tidak dapat menebak bagaimana epilog/ending dari cerita yang akan disugguhkan. masterpiece dah ini. namun ada yang tidak aku mengerti, tertulis genre romance disampul buku namun tidak sepenuhnya romance apalagi tentang kedua pasangan.
Terkadang kita tak sadar mungkin omongan kita menyakiti hati seseorang. Karna kita tak ada yang tau isi hati seseorang. Bullying kata yang tak asing bagi kita sekarang. Mungkin ada yang sedang dalam fase ini atau bahkan tanpa kita sadari kita lah yang telah melakukan itu. Omongan yang terlalu lama dipendam mungkin akan menjadi dendam. Dendam bagaikan suatu bom yang dapat meledak kapan pun tanpa kita tau. Sudah saat nya kita peduli dengan keadaan sekitar kita. Banyak orang yang terlihat baik baik saja diluar namun tanpa kita sadari mereka memendam dendam yang kuat.
“Mereka baru menyadari bahwa dirinya hanyalah potongan tanya utusan Penyair Agung. Yang saling mencari penjelasan, saling mengartikan maknanya sendiri. Kemudian tetap menjadi tanya, tetap mencari, dan menemukan.”
Sebuah buku yang sempat ku kembalikan karena rasanya susah menyelesaikannya, sampai akhirnya ku pinjam kembali karena penasaran. Dari keseluruhan bukunya yang aku ambil intinya adalah banyak "belum tentu". Belum tentu dia seperti itu, belum tentu jalan hidup seperti yang disangka, belum tentu ini dan itu. Akhirnya semua "belum tentu" itu membuat kesimpulan kadang hidup banyak gradasi abu-abunya, banyak kemungkinan, yang akhirnya bisa dicari, kalau beruntung ya bisa menemukan apa, siapa, dan semua yang masuk dalam kalimat tanya 5W + 1H.
'Egosentris' adalah novel yang mengupas cerita tentang kompleksitas emosi, persahabatan, dan kesehatan mental remaja. Syahid Muhammad (Author) berhasil menyajikan kisah yang relevan dengan kehidupan saat ini, dimana isu-isu seperti depresi, kecemasan, dan pencarian jati diri menjadi topik yang sering diperbincangkan.
Untuk plotnya sendiri, di beberapa bab ada yang cukup menjenuhkan krna alurnya yang lambat. Tapi di bab menuju akhir, ada beberapa plot twist yang cukup mengesankan pembaca (saya pribadi).
Sejujurnya udah lama nggak beresin buku yang kayak gini. Dengan kondisi yang masih healing, baca buku ini relate dengan kehidupan yang lagi di jalani. Jadi agak ngilu-ngilu gimana gitu.
Akhir buku dan meaningnya cukup bikin saya menyadari bahwa masih banyak yang harus dibenahi di hidup ini. Terutama masalah ego serta pandangan pada orang lain. Terima kasih telah menyajikan kebaikan dalam buku ini. Terima kasih :')
Dari 372 halaman isi buku ini, selepas saya menamatkannya, saya masih sering terngiang-ngiang pada satu bagian di halaman 325, isinya:
"Saat itu, Henri terlihat berbeda, ia menebak-nebak, apakah Henri dengan teman-temannya adalah yang asli, atau Henri dihadapan Widya-lah yang sesungguhnya."
Banyak ilmu tentang psikologi yang dibahas oleh Syahid di dalam buku ini, banyak sudut pandang tentang apa yang terjadi pada kehidupan yang mungkin sering hanya dilihat dari satu sisi saja.
Novel yang membuat mengaduk"kan perasaan. Dengan 3 tokoh mahasiswa psikologi. Fatih seorang yang memiliki hati nurani yang sangat tinggi. Dia seorang yang banyak berfikir tentang kehidupan ini. Fana seorang yang rela memberi telinga nya, walaupun disertai harapan yang sulit untuk nya. Wanita yang tangguh dengan nuraninya. Saka sahabat yang selalu menemani, walaupun sahabatnya, Fatih, dijauhi dan dicacimaki.
dari segi cerita menurut gw oke lah. 3/5. tapi dari segi makna, i love this book. jadi daripada suka sama isi ceritanya, gw lebih ke kagum sama penulisnya. kagum sama pola pikir penulisnya. tapi bukan berarti ceritanya gak bagus. i'm quite enjoy reading this. gw berhasil dibikin mewek di satu atau dua chapter hahah. banyak bahas social & mental issues yang banyak dianggap sepele sama lingkungan sekitar, dan gw suka. dari sekian buku gw, ini jadi salah satu favorit gw.
Awalnya ku kira diksinya susah dipahami, tapi lama kelamaan aku menikmatinya. Benar-benar ga bisa ditebak. Tapi, ditengah-tengah sedikit bosan dengan karakter Fatih. Overall ceritanya bagus. Kita tidak pernah mengerti yang ditunjukkan setiap orang saat di depan, benar-benar yang dia rasakan apa bukan.