Jump to ratings and reviews
Rate this book

Bulan Terbelah di Langit Amerika

Rate this book
Amerika dan Islam. Sejak 11 September 2001, hubungan keduanya berubah.

Semua orang berbondong-bondong membenturkan mereka. Mengakibatkan banyak korban berjatuhan; saling curiga, saling tuding, dan menyudutkan banyak pihak.

Ini adalah kisah perjalanan spiritual di balik malapetaka yang mengguncang kemanusiaan. Kisah yang diminta rembulan kepada Tuhan. Kisah yang disaksikan bulan dan dia menginginkan Tuhan membelah dirinya sekali lagi sebagai keajaiban.

Namun, bulan punya pendirian. Ini untuk terakhir kalinya. Selanjutnya, jika dia bersujud kepada Tuhan agar dibelah lagi, itu bukan untuk keajaiban, melainkan agar dirinya berhenti menyaksikan pertikaian antarmanusia di dunia.


“Apa? Wajah Nabi Muhammad junjunganku terpahat di atas gedung ini? Apa-apaan ini! Penghinaan besar!” seruku pada Julia. Mataku hampir berair menatap patung di dinding Supreme Court atau Mahkamah Agung Amerika Serikat, tempat para pengadil dan terhukum di titik puncak negeri ini.

“Jangan emosi. Tak bisakah kau berpikir lebih jauh, Hanum? Bahwa negeri ini telah dengan sadar mengakui Muhammad sebagai patron keadilannya. Bahwa Islam dan Amerika memiliki tautan sejarah panjang tentang arti perjuangan hidup dan keadilan bagi sesama.
“Akulah buktinya, Hanum.”



Kisah petualangan Hanum dan Rangga dalam 99 Cahaya di Langit Eropa berlanjut hingga Amerika. Kini mereka diberi dua misi berbeda. Namun, Tuhan menggariskan mereka untuk menceritakan kisah yang dimohonkan rembulan. Lebih daripada sekadar misi. Tugas mereka kali ini akan menyatukan belahan bulan yang terpisah. Tugas yang menyerukan bahwa tanpa Islam, dunia akan haus kedamaian.

348 pages, Paperback

First published June 1, 2014

196 people are currently reading
2403 people want to read

About the author

Hanum Salsabiela Rais

8 books371 followers
Hanum Salsabiela Rais, adalah putri Amien Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi dari FKG UGM. Mengawali karir menjadi jurnalis dan presenter di TRANS TV.

Hanum memulai petualangannya di Eropa selama tinggal di Austria bersama suaminya Rangga Almahendra dan beke rja untuk proyek video podcast Executive Academy di WU Vienna selama 2 tahun. Ia juga tercatat sebagai koresponden detik.com bagi kawasan Eropa dan sekitarnya.

Tahun 2010, Hanum menerbitkan buku pertamanya, Menapak Jejak Amien Rais: Persembahan Seorang Putri untuk Ayah Tercinta. Sebuah novel biografi tentang kepemimpinan, keluarga dan mutiara hidup.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
970 (46%)
4 stars
742 (35%)
3 stars
276 (13%)
2 stars
62 (2%)
1 star
41 (1%)
Displaying 1 - 30 of 261 reviews
Profile Image for Prinska Sastri.
86 reviews7 followers
June 11, 2014
Setelah puas baca 99 Cahaya di Langit Eropa dan Berjalan Diatas Cahaya, saya tertarik baca buku ini *walaupun dibelinya ama kakak*. Kemarin, ditengah kegalauan saya yang sedang sakit, dibanding tidur dan tidak mensyukuri penyakit yang diberikan Allah, saya baca buku ini, dan Masya Allah kurang dari 24 jam menyelesaikan buku ini.

Kalau di 99 Cahaya di Langit Eropa bercerita tentang sejarah Islam di Eropa, dan Berjalan Diatas Cahaya tentang perjuangan para muslimah di tanah Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika bercerita tentang peran Islam di Amerika setelah hancurnya gedung kembar WTC. Dibandingkan dua buku sebelumnya, buku ini lebih bikin saya ngilu, iyaaa nama besar Islam setelah tragedi WTC itu memang hancur, dimana Islam dituding-tuding gak baik setelah tragedi mengenaskan itu.

Tapi, sekali lagi Mba Hanum dan Mas Rangga bikin saya berdecak kagum dengan kehebatan peradaban Islam yang ada di Amerika ini, bahwa peradaban Islam di Amerika memang pernah ada dan sudah lama sebelum penemu-penemu Amerika yang kita kenal menemukan benua ini. Bahwa para tokoh-tokoh besar serta universitas terkemuka di Amerika tertarik pada Al-Quran serta dijadikannya Al-Quran sebagai pedoman hidup mereka.

Saya gak mungkin kasih spoiler banyak-banyak disini, apalagi buku ini masih baru terbit dan yang mau baca pasti banyak banget hehehe. Yeah, have fun buat kalian yang "sedang baca" atau "akan baca" buku ini.
Profile Image for Zahrina Mardina.
9 reviews61 followers
August 7, 2014
Novel yang sukses bikin saya nangis di pagi buta. Niat beli ketunda terus akhirnya dapet pinjeman dari temen yang berbaik hati nganter ini langsung ke rumah. Dan kesan saya adalah totally amazing. Terlepas dari saya tidak tahu seberapa besar porsi fiksi dan realita yang ada di dalamnya. Kalau dibandingkan dengan 99 cahaya, Bulan terbelah di langit Amerika menyajikan jauh lebih banyak konflik dan tantangan. Setting utamanya adalah tragedi 11 september 2001 runtuhnya WTC di New York. Ada tokoh Julia Collins, seorang muallaf yang suaminya (Ibrahim) meninggal dalam tragedi itu, Michael Jones yang membenci Islam karena istrinya (Anna) juga korban tragedi WTC, dan ada Phillipus Brown, Milyuner AS yang banyak menyumbangkan hartanya untuk korban perang. Dan ternyata ketiga tokoh ini saling berhubungan. Mbak Hanum dan Mas Rangga menceritakan dengan indah bagaimana Jones yang membenci islam ketika ditanya "Would the world be a better place without Islam" tidak bisa mengatakan 'ya' karena tersentuh dengan reporter muslim dengan akhlak yang menyentuh hatinya. Juga bagaimana Pengorbanan dan keikhlasan Ibrahim bisa 'mengubah' manusia yang awalnya antipati terhadap kehidupan menjadi salah satu dermawan paling menginspirasi di dunia. Terlepas dari semua perdebatan mengenai konspirasi di balik tragedi itu, Mbak Hanum dan Mas Rangga, as they've done before, berhasil menyuguhkan sebuah 'nasehat' yang sangat luar biasa bagi kita untuk menjadi sebaik-baik pribadi muslim yang memperjuangkan dan menyebarkan kebaikan bagi orang-orang di sekitar kita.
Profile Image for Deni Aria.
159 reviews4 followers
June 30, 2014
Buku Hanum sekali lagi memukau, personifikasi Bulan Terbelah dalam buku ini membuktikan sang penulis adalah sosok "The agent of Islam". Epilogue nya ditulis dengan sangat Indah ! Very recommending!
Profile Image for Amelia.
9 reviews
July 19, 2014
Buku yang berhasil membuat saya merinding dari awal sampai akhir cerita. Membayangkan jika sy adalah salah satu keluarga korban 9/11, bukan hanya menyisakan tekanan batin krn kehilangan orang yg dicinta tanpa mendapatkan kepastian ttg keberadaan jasadnya, tetapi juga tekanan sosial dari lingkungan sekitar yg mencibir keimanan serta kepercayaan kita krn menganggap semua muslim seperti teroris. Buku ini membuat saya sadar dan teramat bersyukur betapa selama ini rintangan yg saya hadapi untuk mentaatkan diri kepada Sang Khalik hanyalah tentang "mau atau tidak", tidak seperti sebagian mereka yg harus sembunyi-sembunyi dan bahkan tidak sedikit yang harus konflik dengan orangtuanya sendiri.

Selain itu, ada kutipan favorit yg sangat sy highlight dan sepertinya akan selalu sy ingat untuk menjadikannya sebagai prinsip hidup, yaitu perkataan dari Phillipus Brown yg mengatakan "The more you give your dollars to the needy, the more dollars God the Almighty gives you, with charm. The more you don't give, maybe the more God the Almighty gives you too, but He gives pain within your dollars."
Phillip Brown adalah seorang milliuner dari New York. Dia dikenal sebagai seorang filantropi yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk korban peperangan. Ada alasan yg begitu kuat yg mendasarinya menjadi seorang filantropi. Dulu, dia sempat mengira bahwa orang bisa gila jika di dalam dompetnya tidak ada uang sepeserpun,tetapi kenyataan yang dialaminya justru dia hampir gila karena uang yg dimilikinya tidak habis-habis. Dia mengakui bahwa kekayaannya lah yg membuatnya menderita, dia harus bercerai dengan istri dan juga harus kehilangan anaknya. Hingga suatu hari, ketika dia berada di ambang kematian (yg juga dialaminya pada peristiwa 9/11), dia dipertemukan dgn seseorang yg dia anggap sebagai guru kehidupan. Dari gurunya lah, dia menjadi tahu bagaimana seharusnya dia menggunakan harta kekayaannya selama ini.

Dari kisah hidup Phillip Brown tersebut, kita bisa membuktikan lagi janji Tuhan tentang "The miracle of giving". Bahwa dengan memberi, bukan hanya harta kita yang akan dilipatgandakan, tetapi juga dengan sendirinya akan melepaskan kita dari segala macam beban hidup, mendatangkan kedamaian dan kesejahteraan yg tak terkira, karena sejatinya memberi adalah aksi membersihkan diri sendiri, keluarga dan kehidupan dari segala hal buruk yg ada pada diri kita.
Profile Image for Endah Sulistyorini Soemardiono.
17 reviews67 followers
July 29, 2014
Buku ini bisa dibilang "bukan buku biasa". Buku ini lebih dari sekadar kumpulan kisah perjalanan Hanum dan Rangga di Amerika, tapi buku ini juga siap menjadi "mesin waktu" yang akan membawa para pembaca masuk ke dalam alur cerita yang disajikan, bahkan seringkali ikut terjebak dalam situasi yang digambarkan Mbak Hanum Rais dan Mas Rangga Almahendra. Buku ini juga bisa menjadi "buku sejarah" yang paling menarik untuk dipelajari.

Bulan Terbelah di Langit Amerika sebuah judul buku yang yang membuat penasaran karena sulit ditebak akan bercerita tentang apa di dalamnya. "Apakah hanya sekadar tentang perjalanan Hanum & Rangga di Amerika? Lantas apa hubungan perjalanan Hanum & Rangga dengan bulan yang terbelah? Fakta sejarah apa lagi yang akan ditemukan Hanum & Rangga kali ini?" Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dalam benak saya saat Mbak Hanum pertama kali meberitakan judul buku terbarunya.

Buku ini dibuka dengan sebuah Overture yang sangat luar biasa menarik dan benar-benar sulit ditebak arah ceritanya. Membuat saya ingin terus membalik halaman demi halaman dengan harapan rasa penasaran dan pertanyan saya segera terjawab di halaman berikutnya. Semakin banyak halaman yang telah saya balik, semakin saya masuk ke dalam situasi yang digambarkan dalam buku ini, rasanya seperti menjadi penonton yang tak bisa mengubah jalan cerita yang disuguhkan, tapi ikut merasakan segala hal yang terjadi di dalamnya.

Karya Mbak Hanum Rais dan Mas Rangga yang satu ini benar-benar membolak-balikan perasaan dan menggonta-ganti mimik pembacanya. Bingung kemudian mencoba menerka-nerka. Bahagia, canda, romantis yang sering membuat terbuai membacanya. Panik, khawatir, tegang dan takut yang kadang membuat harus menahan napas saat membalik halaman demi halaman. Sedih dan haru yang selalu berhasil membuat saya meneteskan air mata.

Buku ini adalah "Buku Sejarah" paling "Candu" yang pernah saya baca, berbeda dengan Buku Sejarah di sekolah yang sangat membosankan dan tidak menarik untuk dipelajari. Dari buku ini saya berdecak kagum dengan fakta sejarah yang disajikan, kemudian ingin mempelajari lebih dalam fakta-fakta yang disajikan itu melalui sumber-sumber lain. Saya berpikir, mungkin "Buku Sejarah" macam inilah yang dibutuhkan pelajar untuk menarik minat mendalami sejarah.

Dengan bahasa yang mengalun indah, Mbak Hanum Rais dan Mas Rangga berhasil menyampaikan pesan yang tak kalah indah. Bulan Terbelah di Langit Amerika membuat saya semakin mencintai Islam yang tentunya mengajarkan keindahan dan kedamaian. Jadi, bagaimana mungkin "the world be better without Islam?"

Karya Mbak Hanum Rais dan Mas Rangga yang terbaru ini benar-benar penuh inspirasi, membuat saya semakin jatuh cinta dengan pasangan penulis paling romantis ini. Mbak Hanum membuat saya bertekad untuk bisa menjadi dokter yang hebat dan novelis yang terkenal seperti dirinya, suatu hari nanti. Aamiin. Sukses selalu Mbak Hanum & Mas Rangga, terus berkarya dan menginspirasi!


Profile Image for Ginan Aulia Rahman.
221 reviews23 followers
October 4, 2014
Buku ini bercerita tentang Hanum dan Rangga yang mendapat tugas di Amerika. Hanum mencari bahan untuk menulis artikel tentang peristiwa 9/11 dan Rangga melakukan presentasi di Washington DC.

Membaca novel ini saya kira akan ada banyak yang bisa saya kutip dan jadikan quote, ternyata gak ada -_-

Dengan novel ini saya kira penulisnya berniat ingin membersihkan Islam dari tuduhan dan kecurigaan atas isu-isu atau stigma negatif yang melekat di Islam. tapi kok malah menghadirkan stigma dan isu negatif soal Amerika dan Eropa, saya gak mengerti. misalnya ketika mengisahkan orang yang berdemo di Ground Zero, preman-preman di kereta, lorong-lorong kumuh New York, dan orang-orang Islamophobic yang secara kebetulan ditemui oleh Rangga dan Hanum.

Kentara sekali niatnya. secara implisit novel ini mau bilang "ini lho Islam sebenarnya bagus, keren, punya kotribusi dalam sejarah peradaban. Nah Amerika tuh sebenarnya begini begitu, gak keren kok"

Dari segi penceritaan. Saya kurang suka karena self-talk, inner voice, atau internal monologuenya terlalu cerewet. haduh. paragrafnya jadi panjang dan penuh basa-basi yang menurut saya tidak efektif dalam membangun cerita.

ada kurang detail juga untuk menggambarkan karakter orang Amerika. masa sih orang Amerika itu cengeng banget kayak Julia Collins. Curhat dikit nangis, berkaca-kaca, dll.

lalu di Amerika kok bilang ke orang mau minjam handphone. Handphone itu walau pakai bahasa inggris tapi itu khas Indonesia. Orang sana bilangnya cellular atau Cellphone. klo kita nanya "Can i borrow your handphone?" orang Amrik bakal bengong... apaan tuh handphone?

tapi saya jadi banyak belajar dari buku ini. klo saya mau menulis novel, saya jadi tahu hal apa saja yang mesti saya perhatikan dan tinggalkan. harus seperti apa saya menulis.

Kerenlah bukunya!
Profile Image for Wan Amalyn.
Author 1 book41 followers
March 15, 2016
Menarik!

Saya hampir percaya pada setiap kejadian yang diceritakan oleh Hanum dan Rangga di sebalik keruntuhan WTC New York.

Sebuah kisah yang bagi saya sangat menginsafkan.


~tbc
Profile Image for Purwo Susanto.
2 reviews
June 13, 2014
Keren novelnya.

Buku ini seolah ingin menepis, bahwa dunia tidak akan lebih baik tanpa Islam. Selain itu, menceritakan sejarah Islam di benua Amerika yang mengandung nilai-nilai Islami, seolah melanjutkan dari buku sebelumnya yaitu 99 Cahaya di Langit Eropa yang menceritakan nilai Islami di benua Eropa.

Kelebihan :

Semua tokoh, alur tertata apik. Saya sungguh gak nyangka kalau ternyata tokoh "pria arab" & Julia yang disebutin di awal itu bertemu di belakang.

Gaya penulisan buku kali ini sedikit berbeda dari buku sebelumnya, dimana penulis menggunakan peralihan karakter yang saling mengisi satu sama lain dengan alur yang bergerak maju. Sehingga buku ini terasa ringan untuk dibaca.

Selain itu, menepis pola pikir kita bahwa muslim identik dengan seorang teroris. Karena dalam novel ini memberikan perspektif bagaimana muslim tidaklah pantas diidentikkan dengan teroris, karena itu adalah tragedi kemanusiaan, ulah segelintir orang yang menggunakan nama Islam.

Kekurangan :

Jujur, Saya masih belum dapat benang merah antara judul dengan isi, terkesan dikaitkan antara perpisahan dua orang, fenomena moon split, dan Epilog.





Profile Image for Almira Nuringtyas.
99 reviews3 followers
August 1, 2014
Bacaan buat charge iman banget. Selalu suka bukunya Mbak Hanum, yg membawa misi perdamaian dalam tiap bukunya. Gimana ya, nano nano bgt nih rasanya baca nih buku. Dan lagi, walopun ini fiksi dan bukan bener2 kisah nyata, gue tetep percaya kalo gaada satupun peristiwa di dunia ini yang terjadi karena "kebetulan" belaka. Semua terjadi atas izin-Nya. Tinggal kitanya, bisa nggak sih kita memaknai kejadian itu sebagai saat buat menaikkan iman kita lagi. Sempet agak bosen di pertengahan karena terlalu bertele tele, tapi menjelang ending klimaks banget haha. Meskipun gue agak sebel juga sih soalnya gak terlalu dapet kejutannya gara gara gak sengaja baca spoiler di goodreads(yeah-_-). Ak, tapi tetep suka kok. Walopun tetep lebih favoritin 99 cahaya. 4 bintang deh :)
Profile Image for Helvira Hasan.
Author 2 books8 followers
July 21, 2014
Tak jelas mana yang fiksi mana yang non-fiksi dalam buku yang dilabeli novel ini, kecuali pembaca juga mau meriset. Namun, secara keseluruhan, ceritanya berhasil menjerat rasa penasaran saya, lalu menyeret saya dalam kepedihan. Mencari jawab apakah dunia lebih baik tanpa Islam. Beberapa kali, air mata saya tak bisa dibendung, bahkan tak hanya sekali ia menderas. Haruskah bulan terbelah lagi demi menunjukkan jawaban itu?! Terima kasih, Mbak Hanum, Mas Rangga, sudah menuliskan kisah indah ini. Sejak saya membaca 99 Cahaya di Langit Eropa, saya sudah berniat ingin jadi agen Islam yang baik, tapi sepertinya belum kunjung terbukti niatan itu. Mengingat tragedi 9/11 dalam buku ini, sudah seharusnya semua umat Islam bertekad menunjukkan "dunia lebih baik tanpa Islam" tidaklah benar.

Ah, seandainya kisah ini 100% true story, sudah kuberi 5 bintang.
1 review2 followers
November 19, 2014
membaca bulan terbelah di langit Amerika sangat rame sekali, seakan-akan kita terbawa suasana disana dan disetiap kejadian yang dilalui hanum atau orang-orang yang melengkapi cerita tersebut. banyak sekali hikmah yang bisa diambil baik dari segi sejarahnya tentang islam yang ada di amerika dan seluk-beluk dari tragedi WTC. yang pasti hidup di negara orang itu tidak mudah karena perbedaan agama, suku dan budaya dan kita pun sebagai orang islam dituntut untuk bisa meneguhkan keyakinan kita.
Profile Image for Amanda Sastri.
144 reviews12 followers
August 6, 2014
Would the world be better without Islam?

Yap, ini pesan pertama yang disampaikan buku ini. Tentu saja buat orang kayak gw dan disodorin pertanyaan seperti itu, gw akan menampiknya dengan jumawa dan mengatakan, "This world will be nothing without Islam." Tapi kalau ngeliat pengalaman gw hidup, ya wajar gw ngomong gitu. Gw ga punya trauma sama sekali terhadap agama terutama Islam. Dan bisa dibilang hidup gw sampe sekarang terbantu luar biasa karena nyokap adalah orang yang memegang teguh agama Islam dan Alhamdulillah dengan terus berada pada buhul tali yang kuat tersebut, keluarga gw pun terbantu banget oleh pertolongan dari Allah karena ortu gw dua-duanya mencoba tetap menjalankan syariat agama dalam keluarga. Well, ga strict sebenernya... baik gw dan adek-adek gw dikasih kebebasan dan kita pun bukan tipe anak-anak Muslim yang nurut-nurut banget ma ortu u_u Gw ya masih begini-begini aja dan baru sekarang-sekarang berpikir pentingnya nurut sama ortu demi masa depan yang lebih cerah. Dan bukan rahasia lagi kalau gw emang keliatan euphoria karena jatuh cinta lagi sama Islam. Di sisi lain lingkungan gw pun lingkungan Islam yang madani. Temen-temen Muslim gw rata-rata dari kalangan yang memilih satu partai Islam tersebut dan so far selama gw hidup... mereka justru orang paling behave dan santun dan paling bersemangat juga ambisius, sekali pun partai yang mereka bela lagi gencar-gencarnya dijelek-jelekin orang. So, gw ga ada masalah sama sekali sama Islam.

Tapi itu gw.

Orang lain?

Ga, ga bisa gw memukul rata kondisi gw sendiri dengan kondisi orang lain. Di luaran sana akan ada orang yang bener-bener membenci Islam karena trauma yang mereka rasakan dari orang-orang Muslim sendiri. Sebagai contoh; keluarga korban WTC. Sekedar preaching 'Islam itu damai' ga akan bisa membuat mereka mengubah pemikiran mereka terhadap Islam semudah membalikkan telapak tangan. Mereka menyalahkan kelompok jihadist karena membuat anggota keluarga mereka yang ga ada sangkut pautnya menjadi korban dalam kejadian 9/11 tersebut. Ditambah dengan media mereka yang masih gencar terhadap propaganda Islamophobia-nya, jawaban mereka terhadap pertanyaan yang gw tulis di atas pasti akan dengan mudah dijawab mereka dengan jawaban, "Yes, this world would be better without Islam."

Gw sebenernya udah lama mencoba untuk berpikir out of the box terhadap Islam sendiri. Setelah gw terkukung dalam internal Islami yang semuanya tampak baik-baik aja di kacamata yang gw pake, gw mencoba melihat Islam dari kacamata yang lebih luas. Sebuah kesimpulan gw sadari; kondisi makro Muslim dalam kacamata sosial ga bisa dikatakan dalam kondisi sehat. Gw akan mengatakan banyak kopeng dan rusak di mana-mana. Di sini gw heran juga, kenapa? Dari ajarannya yang luar biasa sempurna, kenapa justru untuk urusan bermasyarakat dan sosial keadaan Muslim sedang bobrok banget? Salah di mananya?

Di buku ini dijelaskan dengan sangat simple. Ada nilai spiritual, nilai moral, dan nilai kemanusiaan yang semuanya ada dalam paketan agama Islam. Di negara sekuler, nilai spiritual dan kesusilaan sudah mulai ditinggalkan, tetapi tidak dengan nilai kemanusiaan dan nilai-nilai yang menguntungkan mereka secara sosial. Berbeda dengan Indonesia yang justru kebalik. Nilai spiritual dan nilai kesusilaan masih dipegang teguh, tetapi untuk urusan nilai kemanusiaan yang merata secara horizontal justru lembek. Sedangkan Islam mengajarkan seluruh nilai dari nilai kesusilaan, moral, kemanusiaan, spiritual, dan lain-lain. Yang mana seluruh paketan harus diimplementasikan dalam kehidupan agar mencapai kesejahteraan dunia, dan keselamatan akhirat #eaaaa

Dan emang semua ga sesimple gw ngetik, karena kondisi yang terjadi dalam dunia Muslim sebenernya luar biasa pelik. Sebenernya ini jadi sebuah bukti kalau Islam itu justru agama yang harus berada dalam kondisi tengah-tengah, jangan terlalu ke kanan, dan jangan terlalu ke kiri. Tengah. Dan yang sekarang sedang terjadi, berantakan. Sejak baca buku ini gw jadi buka-buka pengetahuan gw persoalan jihadist dan rupanya minim banget pengetahuan gw soal ekstrimis kanannya Muslim, karena gw justru lebih prihatin sama leftist-liberal-nya ketimbang ekstrimis-right-nya. Dan sedih, karena bagaimana pun prinsip Islami yang dipegang oleh orang-orang eskstrim kanan itu termasuk bagus dari pandangan gw, tapi nilai kemanusiaan secara merata yang mereka pegang itu miskin. Dari sana orang-orang yang sudah mulai terpengaruh oleh beratnya nilai kemanusiaan jadi mempertanyakan kebenaran dan ketoleranan Islam, kan? Dari situ lah orang-orang mulai meninggalkan nilai-nilai Islam satu persatu, atau langsung ekstrim keluar dari Islam, dan yang tambah ekstrim adalah jadi memaki-maki agama Islam. Menyuruh mereka yang meninggalkan Islam agar kembali ke Islam dengan balik membaca mushaf Al-Qur'an ga gampang, karena sekarang orang-orang lebih melihat manusianya. Yap, yang mereka butuhkan adalah Al-Qur'an dalam bentuk lain, bukan sekedar mushaf. Mereka butuh Al-Qur'an-Al-Qur'an dalam bentuk kepribadian yang tersimpan di dalam pribadi Muslim sendiri.

Tantangan yah, tantangan banget. Dan sebenernya gw sangat bersyukur dengan kondisi gw sendiri. Well, karena gw dikelilingi oleh keluarga dan teman yang memegang prinsip-prinsip keagamaan dengan baik, tetapi di sisi lain gw punya kesempatan untuk berteman dengan orang-orang yang kurang paham dengan Islam atau mereka yang memiliki pandangan negatif soal Islam. Tapi karena sekarang gw ngerti kalau jalan pikiran gw ga bisa disamain dengan jalan pikiran orang lain, gw jadi lebih apa yah... lebih dengerin kritik mereka daripada denial. Gw denger dari temen kantor perihal great system dan great people. Islam sendiri adalah sistem yang sempurna, tapi people-nya lagi jauh dari kesempurnaan. Di titik orang-orang ngeritik ini gw berupaya dengerin dan mencoba introspeksi buat diri sendiri juga pada akhirnya. Dan harus banyak-banyak menghela napas karena gw sadar rupanya PR untuk ummat itu luar biasanya pake banget, sampe gw pernah denger bahkan ada yang hopeless pada kebangkitan Islam dan gw sampe nyaris kebawa-bawa...

...but I don't want to give up that easily, at least not for myself #eah

Yeah, I'm standing with Islamic principle as best as I can. Mau bagaimana pun Islam adalah prinsip fundamental dalam kehidupan gw, Islam itu pijakan buat gw berdiri. Sekali pun gw dapet banyak peer pressure dari kondisi sosial dan media yang sudah banyak mengkritisi Islam-nya sendiri... ini prinsip gw. Di masa lalu prinsip ini pernah dibangun dan terimplementasi dengan baik oleh seorang pria bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib dari Bani Hasyim Quraish (pbuh), dan rupanya prinsip Islam ini berhasil memperbaiki kondisi Arab bukan sekedar secara spiritual... tetapi dalam struktur sosial juga. Iya emang, sekarang zaman sudah berubah.

Dan jujur yah, gw sebenernya bisa banget lho menyerah pada prinsip ini dan mengikuti perkembangan zaman. Hampir seluruh tontonan gw berkiblat pada budaya barat, ga perlu gw kasih tau band favorit gw apa semua orang udah pada tau. Dan akan menjadi sesuatu yang terdengar sangat hipokrit kalau dengan seluruh hiburan yang masih gw konsumsi ini gw berani ngomong gw berpegang pada prinsip Islam. But... this is me. Ini lah gw. I still stand on this Islamic principle and try my best to live with it.

So... kehadiran buku ini pas dengan pemikiran gw =)) Dan pace gw baca buku ini ialah sebagai berikut; baca-menghela napas-ngeliat jendela (karena pas baca ini lagi mudik jadi bacanya di mobil) -baca lagi-ngeliat jendela lagi-ngerenung-galau (oi)-dll. Gw suka bahasanya yang smooth dan enak dibaca, tapi gw banyak banget menghela napas karena ngiri sama Mbak Hanum dan Mas Rangga yang menuliskan buku ini berurutan berdasarkan point of view masing-masing, jadi kayak role-play terus gw sebel sendiri karena ngiri =)) #hih Dan pas baca buku ini pas lagi mudik kan yah, jadi momennya pas... momen after Ramadhan. Baca buku ini efeknya selain tadi tuh... banyak mikir persoalan umat Islam sendiri, jadi mikirin gw sendiri dan penasaran bagaimana jalan hidup gw di masa depan nanti =)) Apakah mirip dengan Mas Rangga dan Mbak Hanum karena sesungguhnya saya ngarep u_u #oi

I really love this book, dan kalau gw jelasin sukanya sebenernya it's more than just this review. Karena gw jadi ngepuzzling kejadian-kejadian yang terjadi pada diri gw sendiri juga akhir-akhir ini dan buku ini seolah memuarakan seluruh keadaan hidup gw akhir-akhir ini. Sampe gw kek yang... bersyukur banget sama Allah ada buku ini. Karena ini jadi memperkuat diri gw sendiri terhadap urusan Islam baik yang harus gw terapkan dalam diri pribadi dan sosial. Epilognya indah, ga ngerti lagi indahnya. Dan efeknya buat gw sama wahnya dengan buku 99 Cahaya, tapi sekali lagi itu buat gw =)) Semua orang punya pandangan masing-masing, dan sama halnya dengan buku 99 Cahaya yang tetap ada kritik negatifnya, ntar juga akan ada orang yang ga sepakat dengan buku ini. Tapi kalau dari gw pribadi, positif :D

Yaaa... jadi agen Muslim yang baik. Mbak Hanum dan Mas Rangga punya caranya dengan menelurkan buku-buku yang hebat. Dan gw pun yakin suatu hari punya caranya sendiri agar menjadi agen Muslim yang baik kok. But intinya... would the world be better without Islam?

Iman dan amal adalah satu paket untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Sistem dan manusia akan berjalan dengan sempurna jika dua-duanya baik. Teori berupa dalil Al-Qur'an dan Sunnah pun harus dipaketkan dengan praktik berupa amalan yang ga sekedar ritual ibadah agar membuat dunia menjadi lebih baik.

Karena Allah tidak akan menolong suatu kaum jika mereka tidak menolong mereka sendiri. Dan saya percaya, akan ada masa di mana seluruh nilai yang diajarkan Islam akan bangkit kembali dari orang-orang yang berupaya mengharumkan nama Islam. Dan saat itu lah dunia justru akan jauh lebih baik daripada sekarang.
Profile Image for Nurleti A.
2 reviews2 followers
May 21, 2016
Setelah merilis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa yang booming di berbagai toko buku hingga antusias masyarakat yang tinggi terhadap filmnya. kini Hanum Rais dan Rangga Almahendra Comeback dengan novel yang tidak kalah keren dibanding novel-novel lain buatannya, Bulan Terbelah dI Langit Amerika novel yang baru dirilis hari ini 9 Juni 2014 sangat membuat hati dan pikiran gue kretek-kretek saat membacanya. senang sekali rasanya menjadi salah satu dari mereka yang beruntung jadi orang pertama yang bisa baca novel Bulan Terbelah di Langit Amerika karya mba Hanum dan mas Rangga yang superrr KEREN..saking kerennya sampe bela-belain nggak tidur semaleman hanya karena pengen tau kisah selanjutnya, sumpah demi apapun novel ini sanggup bikin gue senyum, kesel, nangis, bangga, terharu, sampe ketawa-ketawa sendiri dibuatnya. tragedi WTC 9/11 yang dikisahkan dalam buku sanggup memporak-porandakan hati siapapun yang baca khususnya gue.:'(

Setelah sebelumnya menjelajahi Eropa, petualangan mereka selanjutnya adalah menjelajahi Amerika... mari kita saksikan kisahnya..
Sebuah misi luar biasa di tempat yang luar biasa pula, dengan keluar-biasaan takdir mempertemukan banyak kebetulan-kebetulan yang sesungguhnya telah di sekenariokan Tuhan. Hingga akhirnya sang “Bulan” di coba, Tuhan memisahkannya sementara …
Berawal dari petualangan ­Hanum dan Rangga suaminya di bumi Amerika. dalam rangka menjalankan misi besar, di tempat yang sama dengan misi yang berbeda. Tuhan menggariskan mereka untuk menguak kisah yang dimohonkan rembulan. Lebih daripada sekadar misi, Tugas mereka kali ini akan menyatukan belahan bulan yang terpisah.
Hanum mendapat tugas dari bosnya Gertrude untuk membuat sebuah artikel LUAR BIASA yang akan mengubah dunia demi menyelamatkan Heute ist wunderbar dari kebangkrutan, perusahaan koran tempat Hanum bekerja. “Would the world be better without Islam” tema artikel yang akan digarapnya. Awalnya Hanum menolak, sebagai upayanya untuk melindungi keyakinannya atas opini yang memojokkan Islam. Tapi Hanum yakin seyakin-yakinnya jika Jacob yang menulis artikel tersebut maka akan dijawab “Ya”, jelas karena Jacob tidak tahu apa-apa tentang Islam. Gertrude ingin seorang muslim sendiri yang menulis artikelnya. Akhirnya Hanum menerima tawaran dari Gertrude, Hanum yakin Gertrude memiliki maksud tersendiri memilihnya untuk menulis artikel penting tersebut. ya.. dengan begitu Hanum memiliki kesempatan menjawab “Tidak” pada gagasan“Would the world be better without Islam”.
Di tempat lain, entah sebuah kebetulan atau memang grand design Allah yang sengaja mempertemukan Hanum dan Rangga untuk menyelesaikan misi besar, Rangga suaminya saat itu juga mendapat tugas dari profesornya Reinhard untuk tugas papernya sekaligus menghadiri konferensi di Washington DC Amerika yang dihadiri oleh Philipus Brown, seorang pebisnis sukses yang mendonasikan kekayaannya untuk anak korban perang di Irak dan Afghanistan.

Takdir rupannya berkenan memisahkan mereka berdua untuk sementara, Hanum terpisah dengan Rangga karena hal yang tak disangka-sangka. Ia terjebak dalam kerumunan para Demonstran yang menolak pembangunan masjid di Ground Zero (nama yang diberikan kepada tapak runtuhan World Trade Center pada 11/9/2001) saat hendak mencari narasumber untuk artikelnya.
Siapa sangka perpisahan tersebut menghantarkannya pada pengalaman luar biasa, Dalam perjalanannya Hanum menguak sejarah dan simbol-simbol islam di Amerika yang disembunyikan dunia. Cristophorus Colombus yang ternyata bukanlah penemu Amerika, ya.. musafir-musafir muslim telah berlayar jauh sampai di benua yang saat ini diberi nama Amerika. Thomas Jefferson presiden Amerika ke-3 yang tertarik pada Al-Qur’an, tulisan relief di dingding museum Jefferson yang memuji-muji Tuhannya, Deklarasi kemerdekaan yang dibuat sendiri oleh jefferson ternyata penuh dengan kalimat-kalimat yang biasa dipanjatkan muslim pada doanya. belum lagi paragraf-paragraf lainnya, Jefferson berkali-kali mengucapkan nama-nama lain Tuhan seperti yang ada dalam 99 Asmaul Husna umat Islam. Kenyataan bahwa Abraham Lincoln presiden Amerika ke-16 pembebas budak yang legendaris, merupakan keturunan melungeon, Tulisan ayat Al-Qur’an di pintu gerbang fakultas hukum Uiversitas Harvard yang dijadikan pedoman hukumnya, sampai ukiran Nabi Muhammad Saw bahkan ada pula Moses (Nabi Musa) dan Soloman (Nabi Sulaiman) di dingding Mahkamah Agung Amerika, mereka berjejer dengan deretan tokoh-tokoh pejuang keadilan.
Entah bagaimana takdir berusaha mempertemukannya dengan orang-orang yang akan membuka kotak pandora. Julia Collins dan Michael Jones keluarga korban WTC 9/11 , mereka kehilangan orang yang mereka cintai di menara kembar World Trade Center. Dengan segala ke-eleganan sekenario Tuhan, takdir seolah mempertemukan puzlle-puzlle yang telah lama terpisahkan. Mereka di pertemukan kembali setelah 8 tahun hilang tanpa kabar, menanti sebuah jawaban yang tak kunjung datang. Hingga Julia atau Azima (nama islamnya), Salma anak tercinta, Ibunya Hyancinth Collinsworth dan Jones yang Istrinya Anna meninggal dalam tragedi 9/11 mereka dipertemukan dengan Phillipus seorang yang menyaksikan sendiri bagaimana detik-detik sebelum gedung itu meluluh lantahkan berribu-ribu manusia di dalamnya.

Phillipus yang menceritakan bagaimana ia diselamatkan Tuhan melalui Ibrahim suami Azimah yang terrenggut dalam tragedi 9/11, orang yang baru Philipus kenal, Ibrahim seorang muslim lah yang menjadi pahlawan penyelamat hidupnya.

Terbukalah kotak pandora yang selama ini tertutup rapat. Segala pertanyaan yang muncul dalam benak Azima akhirnya terjawab. begitu pula Jones, Kenyataan akirnya meluluhkan hati Jones dari kebenciannya terhadap Islam.

Jelaslah jawaban dari gagasan “Apakah dunia lebih baik tanpa Islam.” Tanpa Islam mungkin Amerika tidak akan pernah ditemukan, tanpa orang Islam seperti Ibrahim mungkin Phillipus tidak akan pernah terselamatkan, seorang dermawan yang mendedikasikan hidupnya untuk umat manusia. tanpa Islam dunia akan haus kedamaian. karena Islam selalu menebarkan salam kepada setiap orang.. yang berarti menebar kedamaian, Karena Islam rahmat bagi seluruh alam.


Novel ini sangat direkomendasikan untuk mereka yang ingin menambah keimanan, untuk mereka yang masih berkutat dengan kegalauannya mencari bukti kebenaran agama Islam, untuk mereka yang sangat membenci Islam, untuk mereka semua yang ingin menyaksikan keajaiban Tuhan.
Profile Image for Nisa Rahmah.
Author 3 books105 followers
February 6, 2015
Islam menyebutnya Ibrahim. Kristen dan Yahudi menyebutnya Abraham. Dan mungkin Hindu menyebut Brahma. Berbagai nama untuk satu semangat ketakwaan. Ibrahim adalah bapak yang mengajarkan ketuhanan. Ia-lah simbol sempurna, bagaimana seharusnya manusia menjalani ujian-Nya. [Hal. 331]



Diawali dengan sudut pandang orang ketiga, buku ini menegaskan kalau dia adalah sebuah novel, bukan memoar perjalanan seperti 99 Cahaya di Langit Eropa--buku Mbak Hanum sebelumnya. Maju sedikit, barulah cerita bergulir menurut sudut pandang Hanum dan Rangga yang itu membuat saya selaku penikmat buku ini pengen yang ... aaaaah, mau banget punya partner hidup yang juga jadi partner menulis!!!! #curcol. Meskipun saya nggak tahu dengan persis apakah kolaborasi mereka berdua terpisah penulisannya antar kedua sudut pandang atau bagaimana. Yang jelas, buku ini menarik. Meskipun harus diakui bab-bab awal agak sedikit membosankan karena saya pikir ceritanya bakal monoton. Tapi ... tancap gas terus sampai finish dan hasilnya, saya nggak rugi.

Jadi, mengapa saya berasumsi kalau cerita ini mungin akan monoton? Karena label "novel" adalah sebuah cerita yang sarat konflik, sementara, seolah saya kenal banget sama pemikiran Mbak Hanum, penulis nggak akan mengganggu jalan ceritanya dengan--misalnya--membuat tokoh orang ketiga yang merusak hubungan si Mbak Hanum sama Mas Rangga. (Dan jujur saya kecewa sewaktu kisah 99 Cahaya yang versi film edisi kedua sedikit mengangkat itu.) Sempat agak under-estimate juga karena ... kalau ngga ada bumbu-bumbu semacam itu, lantas konflik yang membuat cerita itu monoton ada di mana? Yang akhirnya terjawab secara tidak terduga.

Saya senang sekali duo penulis ini mengemas cerita, konflik, yang berlatar dari kejadian nyata tragedi 9/11 menjadi kaya. Sisi fiksinya dapat, cerita yang tidak bisa ditebak-nya pun dapat banget. Nggak menyangka saja akan larut dalam keindahan bahasa yang dituturkan oleh penulis. Sisi riset tentang sejarahnya oke punya.

Pokoknya keren banget. Kisah Julia dan Ibrahim benar-benar menyentuh. Hanum menempatkan mereka sebagai tokoh utama tanpa melupakan Hanum dan Rangga sebagai pengendali jalan cerita tanpa melupakan sisi-sisi humanisme mereka.

Dan yang paling penting dari semuanya di buku ini adalah: Penulis mampu menyajikan keindahan Islam dan hikmah yang tidak terduga, tidak menggurui, yang bahkan untuk segmentasi pembaca di luar muslim pun akan ikut merasakan keindahan Islam. Penulis menuangkan pengalaman spiritualnya sebagai sosok biasa yang tidak sempurna, dengan itu dia mengemban peran sebagai "agen muslim yang baik" bagi umat di dunia. Yang seperti inilah yang dibutuhkan oleh umat Islam saat ini. Kita nggak perlu menjadi 'sempurna' untuk mengemban amanah itu. Namun, dari sisi ketidaksempurnaan itulah kita mampu menghijrahkan diri sendiri ke jalan yang lebih baik, sekaligus mengemban amanah sebagai agent of change, agen perubahan. Ya kalau nunggu sempurna, mau sampai kapan? Yang dibutuhkan adalah pemahaman, bahwa kita seorang muslim, mengemban amanah sebagai abdullah sekaligus khalifah. Dan di sini, peran sebagai agen perubahan itu meyusup halus dalam tingkah laku kita sehari-hari.

Epilognya, menceritakan dari sudut pandang bulan, berhasil membuat saya menangis.
Profile Image for Fathi Rayyan.
24 reviews
September 11, 2014
Ini sungguh bukan kebetulan. Tuhan memang menakdirkanku untuk membaca buku yang luar biasa ini saat jutaan orang sedang memperingati persitiwa malapetaka itu. Peristiwa yang merenggangkan hubungan Islam dan Amerika.

"Would the world be better without Islam?".. Kata ini mengingatkanku pada buku yang kubaca beberapa bulan yang lalu, A World Without Islam Berbagai kata "what if" yang terus memenuhi benak kita. Namun, kini kuyakin, "Dunia tanpa Islam adalah dunia tanpa kedamaian, Islam tanpa amalan adalah kehampaan, dan amalan tanpa iman adalah kegelapan." maka ayo kita pancarkan Islam, tebarkanlah rahmat, dan sinarkan kedamaian..

Membaca buku ini semakin menguatkan keimananku, meneguhkan niatku untuk terus menjadi "agen muslim yang baik". Menunjukkan pada dunia bahwa Islam itu indah, Islam itu rahmat bagi seluruh alam.

Kisah yang diceritakan Hanum dan Rangga ini bukanlah kisah biasa. Ini adalah kisah sprititual di balik malapetaka yang megguncang kemanusiaan. Kisah yang menunjukkan Amerika dan Islam punya kaitan.

Mba Hanum & Mas Rangga, saya sangat berharap agar buku 99 Cahaya di Langit Eropa: Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika ini nantinya diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris. Sehingga tidak ada pembatas bagi saudara kita yang bukan orang Indonesia, untuk menikmati karya anda berdua..

Salam.
Profile Image for Ika Wulan Permata.
14 reviews4 followers
January 5, 2016
Mbak Hanum dan Mas Rangga fix membuat saya meneteskan air mata saat detik-detik terakhir saya membaca buku ini. Awalnya saya kira novel ini adalah kisah nyata seperti novel sebelumnya, 99 Cahaya di Langit Eropa. Karena penuturan bahasa dan alurnya sangat mengalir seperti sebuah kronologi yang pernah terjadi sebelumnya dan tidak bisa ditebak, kecuali mengapa Julia Collins memakai turtle neck setinggi leher ;)

Saya sudah membayangkan betapa hebatnya Mbak Hanum dan Mas Rangga berhasil menjadi tamu di CNN dan berhasil bertemu dengan seorang Philipus Brown yang saya kira benar-benar seorang tokoh terkemuka hingga akhirnya saya menghabiskan buku ini sampai halaman terakhir, yang menguak fakta bahwa novel ini adalah hasil dari berbagai riset. Saya hanya bisa melongo saat mengetahui fakta tersebut.
Benar-benar larut saya dibuatnya oleh duo penulis yang menjadi favorit saya sejak saya mengkhatamkan 99 Cahaya di Langit Eropa.

Sekali lagi saya tidak dikecewakan dengan ekspektasi yang cukup tinggi saat memutuskan untuk memiliki novel ini. Mbak Hanum dan Mas Rangga berhasil menjadi inspirator sekaligus motivator untuk saya. Semoga suatu saat nanti saya bisa seperti duo penulis hebat ini. Best Regards :)
Profile Image for Xiao Ming Aisyah.
3 reviews
January 12, 2015
Kesan saya setelah baca novel Bulan Terbelah di langit Amerika..
sangat rame sekali dan banyak hikmah yang bisa diambil dari buku itu, kita sebagai pembaca seakan-akan dibawa ketempat itu langsung dan merasakan apa yang dialami disana.

Apalagi saya sangat terkesan sekali dengan buku bulan terbelah di langit Amerika yang menceritakan pandangan dunia terhadap islam dan tragedi WTC.

Saya pun salut sekali dengan teman mba hanum yang bernama azima disisi lain dia menghargai ibunya yg telah melahirkannya karena tidak setuju dengan azima masuk islam disii lain dia menghargai keyakinan yg telah dia anut yaitu islam dia memakai rambut palsu tetapi ternyata dia berhijab dibalik rambut palsu itu ..

Mba hanum saya sangat senang sekali karena ternyata hidup di negara orang itu tidak mudah karena perbedaan agama, suku dan budaya dan kita pun sebagai orang islam dituntut untuk bisa meneguhkan keyakinan kita.
semoga mba hanum bisa membuat lagi buku yang bisa menginspirasi kita sebagai muslim dan lebih mengenalkan lagi bahwa banyak sejarah muslim dinegara lain..

Mba hanum saya ingin sekali melihat teman mba hanum yaitu azima dan fatma pasha saya sangat penasaran sekali....
Profile Image for Balqis.
1 review3 followers
December 9, 2014
betapa buku yang sangat menggugah..islam yg begitu indah dikemas dgn romansa kisah sepasang suami istri yg saling mencintai :')
aah
aku paling suka yg bagian bulan lg menumpahkan semua 'unek-unek'nya kepada manusia di bumi..:') bagaimana jika suatu saat nanti, Tuhan yg menciptakan bulan memerintahkannya utk terbelah lg, hanya saja bukan sebagai penunjuk kekuasaanNya..tetapi sbg tanda berakhirnya tugas ia dan matahari :"((
aku udah tau kisah nabi ibrahim..dr semenjak SD..tp dibuku ini, semua terrangkum beserta maksud dibalik itu semua
sebab sholawat umat muslim kepada nabi muhammad SAW dan ibrahim AS, bapak dr seluruh nabi
Allahumma sholli alaa muhammad wa alaa aali muhammad..kama shollaita alaa ibrohim wa ala aali ibrohim :')
Profile Image for Mumpuni Pratiwi.
55 reviews20 followers
June 25, 2014
Novel ini menggelitik rasa ingin tahu saya dengan sangat baik. Unsur-unsur pendukung cerita khususnya sejarah Islam di Amerika membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang suku Melungeon, Thomas Jefferson dan Quran, fakta ilmiah di balik terbelahnya bulan, dan potongan surat An-Nisa di dinding fakultas Hukum Harvard.

Dari segi cerita, alur disusun dengan baik, hubungan antar tokohnya juga baik dan tidak membosankan. Semua hubungan di dalamnya berakhir dengan penjelasan yang cukup gamblang, sehingga saya merasa lega bahwa pertanyaan-pertanyaan yang timbul di awal akhirnya terjawab dengan akhir yang cukup mengejutkan.

Untuk itu, saya beri novel ini 4 dari 5 bintang.
Profile Image for Awal Hidayat.
195 reviews35 followers
December 13, 2014
Kalau saja buku ini benar-benar true story, sungguh buku ini mampu mengobati perasaan umat muslim dan membuka mata dunia tentang stigma beberapa orang terhadap dunia Islam. Ya, buku ini memang gabungan dari pengalaman empirik, fakta sejarah, dan fiksi. Sehingga abu-abu di mana letak bagian yang sungguh nyata, dan direka-reka. Tak ada batas hitam dan putih yang menjadi pembeda.Buku ini kembali memaparkan soal pengalaman spiritual seminyata. Tak banyak orang yang tahu tentang jejak Islam di Eropa. Buku ini menjadi literatur pengetahuan religi yang memukau.

Saya suka penulisan Hanum, barangkali karena telah bermodal karirnya dalam tulis-menulis, jurnalistik. "...bagaimana patron cover both sides dalam pemberitaan media. Seorang jurnalis tidak boleh sepihak dalam mengulas suatu isu yang melibatkan dua kutub yang sedang bertikai atau berseteru. Pemilihan narasumber pun harus apple to apple, tak boleh berlainan level dari dua belah pihak," ia bahkan menyiratkan pedoman penulisannya ketika reportase ke dalam salah satu halaman di buku ini.

Kawan Hanum dan Rangga dalam buku ini juga penuh inspirasi. Julia Collins alias Azima Hussein merepresentasikan sosok muslim yang meski tercibir tetap teguh pada keyakinannya, meski dalam persembunyian. Philipus Brown, filantropi yang berjuang melawan perang dan segala bentuk ketidakadilan. Pun Michael Jones, ketua sekuriti yang memiliki keuatan setelah kehilangan orang yang paling dicintainya-walau tak pada tempatnya.

***

"Jika berhasil melewati satu rintangan, lalu satu lagi, kemudian satu lagi, sesungguhnya itu pertanda rencanamu akan berhasil. Tuhan tidak akan membuang waktumu dengan memberimu hasil yang mengulur kegagalan," - hlm. 6.

"...semua ini adalah grand design Allah. Tidak mudah memahami jalan takdir, karena takdir tak akan berjalan dengan arahan manusia. GPS Tuhanlah penentunya," - hlm. 60.

"Kau tahu, ketika kita merasa kuat, ada kebutuhan menunjukkan diri kita kuat selamanya. Untuk menunjukkan hal itu, kita harus dikalahkan dulu. Setelahnya, kita akan memberi pelajaran yang lebih besar, agar lebih meyakinkan menjadi yang paling kuat," - hlm. 148.

"Setiap pertemuan selalu menyisakan perpisahan, cepat atau lambat. Manusia boleh mencintai manusia lain, tapi tak boleh melebihi cintanya pada Sang Khalik," - hlm. 180.

"Perang memang tidak pernah membawa kebahagiaan. Yang tercipta hanyalah kehilangan," - hlm. 205.

"Harapan besar yang kandas, belum tentu sungguh-sungguh kandas. Tuhan tak akan mengandaskan impian hamba-Nya begitu saja. Dia tak akan menaruh kita dalam kesulitan yang tak terperi tanpa menukarnya dengan kemuliaan pada masa mendatang," - hlm. 307



*Saya "terpaksa" mengambil buku ini dari rak di Gramedia. Hari itu, bersama bapak yang bersedia membelikan novel. Tidak akan sering-sering seperti ini. Meskipun ada tiga novel lain yang sebenarnya lebih ingin saya miliki, saya tetap memilih ini. Klise, hanya ingin terlihat punya bacaan yang "baik" dari kacamata bapak.
Profile Image for Gladys Sandy.
1 review3 followers
September 19, 2014
Buku luar biasa ini telah memukau siapa saja yang membacanya. Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika ini adalah salah satu buku yang memberikan kita "cahaya" tentang islam di berbagai negara. Pastinya kita akan bertanya-tanya, apa hubungannya islam dengan Amerika? Bukankah Amerika adalah negara adikuasa yang sangat minim populasi muslimnya? Lewat buku ini mbak Hanum Salsabiela Rais dan mas Rangga Almahendra memberikan jawabannya. Bahwa, setiap negara memiliki cerita dengan kepercayaannya masing-masing. Pun, cerita Amerika dengan islam.

11 September 2001 adalah kejadian Maha Dahsyat yang menguncangkan Amerika dengan ketetapan takdir Sang Pencipta. Tragedi yang membuat orang-orang memiliki asumsi dan pikiran yang berbeda. 11 September 2001 sejatinya adalah yang telah diskenario oleh Tuhan. Bukan hanya ujian ujian bagi Azima, Phillipus, Jones, dan ribuan orang yang kehilangan orang tercinta. Namun juga ujian bagi kita semua. Ujian kemanusiaan, terlebih bagi kita umat muslim di seluruh belahan dunia.

Tuhan telah mengutus malaikatnya untuk mengungkapkan kebenaran dari misteri 11 September 2011. Apa yang terjadi dengan Menara World Trade Center? Siapa yang melakukan pembajakan American Airlines Flight 11? Dan ada apa dibalik kedermawanan seorang Phillipus Brown yang menerapkan "The Power of Giving"? Mbak Harum dan mas Rangga telah mengungkapkan misteri tragedi yang terjadi melalui buku Bulan Terbelah di Langit Amerika ini dengan mengulas cerita pengalaman mereka menjadi cerita yang patut kita baca.

Terlepas dari inti cerita buku ini, ada cerita pribadi tersendiri yang dialami oleh mbak Harum dan mas Rangga. Sebuah perpisahan yang tak disengaja, dan kesengajaan yang memang sudah digariskan oleh Sang Maha Kuasa. Perpisahan memang selalu meninggalkan kenangan, namun dengan kenangan itulah kita akan diberikan sebuah pencerahan. Potongan demi potongan cerita yang mereka dapatkan telah melengkapi cerita terbelahnya bulan di Amerika. Cerita itu disatukan oleh agen muslim terbaik Tuhan agar manusia sadar bahwa dunia tidak akan pernah baik tanpa islam. Would the world be better without Islam? "Akankah dunia lebih baik tanpa islam?" Buku ini akan menjawab dengan baik semua pertanyaan dari segala rasa penasaran kita. Dan akan lebih banyak lagi kisah yang menyentuh hati dan menguatkan kita agar menjadi agen muslim yang lebih dan lebih baik lagi.

Buku recommended yang harus dibaca oleh agen muslim ^__^
Sukses selalu untuk mbak Hanum dan mas Rangga. Kami tunggu cerita indah islam berikutnya :)
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,035 reviews1,962 followers
August 16, 2014
Petualangan Hanum dan Rangga pun berlanjut. Dan kini mereka sedang ada di Amerika!

Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Aku masih menyayangkan cara bertutur yang (bagiku) belum pas. Aku masih menemukan kosa kata yang berulang pada paragraf yang sama dan membuatku tidak nyaman. Untung saja, diksi yang dipilih cukup indah, membuat cerita ini lebih mengharukan.

Penokohan
Tokoh utamanya masih tetap, Hanum dan Rangga yang secara kebetulan pula ditugaskan ke Amerika. Tokoh lainnya seperti Jullie atau Azima, Philipus Brown, Abe Hussein dan lain-lain aku rasa sebagai sosok yang dicertiakan oleh Hanum dan Rangga. Tidak ada masalah dengan mereka semua. Posisi pasangan tersebut malah menurutku hanya sebatas penghubung antar semua tokoh tadi menjadi satu gambar yang lebih besar tentang apa yang sebenarnya terjadi pada kejadian 9/11 tersebut.

Plot
Dibuka dengan Overture mengenai bagaimana kejadian 9/11 kemudian dilanjutkan pada cerita 8 tahun kemudian dari sudut pandang Hanum dan Rangga. Terkadang, ada bagian yang membawa kita ke belakang sejenak untuk memperjelas suatu keadaan yang mendukung karakter tokoh. Karena ini bukanlah novel suspense jadi tidak begitu menegangkan. Tetap, seperti 99 Cahaya di Langit Eropa, selalu saja berakhir mengharukan.

Yang Menarik
Ialah, seperti yang sudah aku katakan bahwa posisi Hanum dan Rangga sebagai penghubung. Aku jadi teringat salah satu serial televisi produksi Amerika yang berjudul Touch yang kurang lebih juga menceritakan bahwa si tokoh utama ternyata penghubung serangkaian kejadian dengan orang-orang tertentu.

Yang Disayangkan
Fakta tentang Islam dan artefaknya yang ada di Amerika Serikat tidak terlalu banyak diulas. Memang, ada bagian-bagian dimana para tokoh membecirakan simbol Islam yang tersebar di Amerika dan sejarahnya, namun tidak sebanyak buku pertamanya. Padahal aku berharap, aku bisa mendapatkan informasi dan wawasan baru dari buku ini. Ternyata sebagian besar berisi cerita haru saja.

Mengapa tidak 5 bintang? Aku terganggu dengan gaya bahasa yang digunakan oleh Hanum dan Rangga. Aku tidak terlalu menyukai cara mereka menyampaikan cerita disamping ternyata kisah mereka bagus dan menyentuh.
Profile Image for Bai Ruindra.
42 reviews1 follower
July 1, 2014
Dan seperti biasa, Hanum & Rangga mampu menciptakan harmoni dalam setiap langkah mereka dalam kata-kata, mengitari New York dan DC dalam pertarungan keyakinan sebagai muslim sejati di antara muka muram dari korban 9/11 di 2001 silam. Seluruh rasa dipertaruhkan sebagai dua manusia saling mencintai; kecemasan, kesetiaan, kekhawatiran, ketakutan akan kehilangan, serta keinginan "memamerkan" hasil penglihatan maupun pendengaran selama berpisah antara NY dn DC.
Pasangan penulis ini sangat piawai dalam mengabadikan momen-momen penting dalam kisah fiksi, sehingga saya tidak hanya terlena dalam pemilihan diksi tetapi mampu mencerna kemegahan Amerika sang negeri adidaya.
Salut untuk #BulanTerbelahdiLangitAmerika
Profile Image for Kurnia Dwi Aprilia.
216 reviews4 followers
June 27, 2016
Buku ini mengisahkan tentang perjalanan sepasang suami-istri yang sedang diberi amanat tugas ke Amerika dengan misi yang berbeda namun berujung pada satu benang merah yg sama. Berawal dari Rangga, sang suami yg ditugaskan untuk menyampaikan presentasi jurnal internationalnya di Amerika mengenai Bisnis International yg mengambil tema The power of Giving, dan Hanum, sang istri yg bertugas sebagai seorang reporter di salah satu perusahaan percetakan berita yg bernama Heute ist Wunderbar. Perusahaan ini terancam bangkrut karena menggaji sejumlah besar karyawannya hanya dengan mengandalkan iklan di koran, dan membagikan koran secara gratis kepada khalayak. Oleh karena itu, Hanum sekalu teman dekat dari atasan perusahaan ini dibebankan menulis sebuah artikel yg akan membuat rating koran ini menjadi baik yaitu dengan menulis artikel bertema "Would the World be Better Without Islam?" dalam rangka peringatan peristiwa 11 September di WTC 8 tahun silam, yg tentu saja membuat Hamun menolaknya secara mentah2. Namun, artikel ini harus tetap ditulis oleh siapapun meski bukan oleh Hanum yg seorang Muslim, dan bahayanya jika ditulis oleh orang yg tidak mengenal Islam tentu artikel ini besar kemungkinannya akan terjawab dengan jawaban IYA. Oleh karena itu dengan keterpaksaan yg mendalam akhirnya Hanum memberanikan diri megambil kembali tawaran mengenai tugas penulisan artikel ini. Untuk menulis artikel ini ternyata Hanum juga ditugaskan untuk mencari tau kronologi berita WTC secara langsung dan mewawancari beberapa narasumber terkait yg merupakan keluarga korban dari peristiwa WTC tsb di Amerika. Hal ini yg akhirnya membersamai keberangkatan Hanum dan Rangga ke Amerika secara bersamaan.
Setelah melalui berbagai macam cerita pencarian narasumber di Amerika, akhirnya dengan susah payah Hanum dipertemukan oleh Allah dengan dua narasumber yg berlatar belakang berbeda, yaitu seorang muslimah bernama Azima dan seorang demonstran yang memimpin demonstrasi terhadap pembangunan masjid di area dekat kejadian WTC bernama Jones. Kemudain dari hasil wawancara dengan Azima, Hanum menemukan banyak hal yang mengharukan dan menakjubkan tentang diri Azima. Di mana selama lebih dari 8 tahun Azima banyak mengalami tekanan yg bertubi. Tak henti2nya mencari tau sesuatu yg ingin disampaikan suaminya untuk terakhir kali kepadanya di hari ulang tahun pernikahan mereka menjadikan sesuatu yg terus mengganjal hatinya. Selain itu Azima juga mempunyai seorang ibu yg beragama Nasrani penderita Alzeimer dan tidak pernah sudi dengan statusnya yang telah berubah menjadi seorang Muslimah. Sehingga memaksa Azima untuk menutupi keislamannya karena tidak ingin menyakiti perasaan sang ibu yang sudah sakit2an. Hal ini juga yang menyebabkan Azima merahasiakan hijab yg dikenakannya dengan cara menggunakan wig di atas hijabnya. Sungguh sebuah perjuangan yg sangat besar dan berat baginya.
Suatu hari, Rangga juga ditugasi oleh Profesornya untuk mengejar seorang filantropi bernama Philipus Brown agar dapat meminta Brown menjadi dosen undangan di universitasnya. Banyak cara dilakukan Rangga untuk membujuk Brown agar dapat memenuhi undangan profesornya, namun usahanya selalu gagal. Hingga akhirnya, Rangga menemukan suatu hal yg akhirnya menghubungkan garis cerita antara Azima, Jones, dan Philipus Brown saat dirinya melihat berkas hasil wawancara istrinya dengan narasumber2nya yang dihubungkan dengan hasil pidato Brown saat pembukaan acara presentasi jurnal internasionalnya. Dimana, ternyata orang yg menjadi pahlawan hidup Brown dan istri Jones dlm peristiwa 9/11 tsb adalah Ibrahim, suaminya Azima, seorang muslim. Peristiwa pertemuan inilah yg kemudian meluluhkan hari Jones sehingga dirinya tidak lagi membenci Islam, dan melalui peristiwa ini Azima menemukan jawaban terhadap sesuatu yg selama ini dicarinya, yaitu hal terakhir yg ingin disampaikan oleh suaminya. Sebuah cincin berlian berbentuk bulan ternyata menjadi sebuah kado indah terahir Ibrahim yg akan diberikannya kepada Azima sebelum kejadian WTC. Cintin itu dititipkan Ibrahim kepada Brown saat detik2 terakhirnya di dalam gedung WTC.
"Ibrahim adalah bapak yg mengajarkan ketuhanan. Ia-lah simbol sempurna, bagaimana seharusnya manusia menjalani ujian-Nya.

Ujian menerpa Ketauhidan, dia jalani dengan perjalanan intelektual dan spiritual dalam mencari Tuhan.

Ujian melawan kemusyrikan, dia jalani dengan keberanian menghancurkan berhala.

Ujian melawan kezaliman, dia jalani dengan keberanian menentang Namrud sang penguasa lalim.

Ujian melawan ketakutan, dia jalani dengan keberanian membiarkan dirinya dibakar hidup2.

Ujian perintah berdakwah, dia jalani dengan meninggalkan keluarga yg dicintainya di Mekkah yg tandus.

Ujian kecintaan pada duniawi, dia jalani dengan ketetapan hati mengorbankan Ismail, anak kandungnya." (hal. 332)


Novel ini menurut saya menarik sekali. Walau hanya sebuah cerita Fiksi, namun ada banyak kenyataan yg tidak diragukan kebenarannya. Di mana saat kejadian WTC itu banyak orang membenci Islam, menghujat orang berhijab, berjenggot, dan berparas Arab. Menjadikan dunia seakan penuh kewaspadaan terhadap teroris. Ya, bahkan hingga saat ini teroris terasa dalam dan dekat dengan Islam. Semua karena media, dan karena para pengecut yg tidak bertanggungjawab atas tingkahnya yg mengatasnamakan Islam. Entahlah, rasanya masih penuh dengan tanda tanya mengenai banyak hal yg menghubungkan antara teroris dan Islam. Seakan semuanya dibuat-buat untuk selalu memojokkan Islam. Padahal, Islam itu sempurna, namun orang Islamlah yg tidak sempurna.
Novel ini juga menyajikan keadaan Amerika dari berbagai sisi. Dari segi kehidupan di sana, juga sejarah masa lalunya. Banyak hal yg bisa dijadikan pelajaran dari novel ini. Rasanya, saya juga ikut tertarik dengan dunia peliputan. Entahlah, mungkin akan menyenangkan jika bisa menjadi seorang jurnalis. Apalagi jurnalis yg pemberani dan pintar.
Selamat membaca.
Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
September 29, 2014
Tak Sememukau 99 Cahaya di Langit Eropa...

Saya termasuk yang paling bersemangat ketika mendengar kabar duet suami istri ini kembali menuliskan kisah perjalanan spiritual mereka di luar negeri. Melalui pengalaman kunjungan demi kunjungan ke beberapa kota yang kemudian mereka ceritakan, saya baru mengetahui bahwa jejak Islam banyak terdapat di kota itu. Well, itu yang saya dapat ketika membaca 99 Cahaya di Langit Eropa. Dan, saya benar-benar dibuat terpukau dengan "fakta-fakta" yang mereka paparkan di buku itu.

Bulan Terbelah di Langit Amerika. Dari judulnya saja saya sudah "merinding". Saya sangat berharap mendapatkan pencerahan sekali lagi tentang penelusuran jejak Islam di negara adidaya yang sempat merana akibat Black Tuesday, 11 September 2001, itu. Dan, memang benar, peristiwa Selasa Hitam itulah yang dijadikan dasar oleh Hanum dan Rangga dalam menulis kisah ini. Yang... ternyata tak sepenuhnya benar. Atau dengan kata lain, sebagaimana disampaikan sendiri oleh Hanum di bagian belakang buku ini, bahwa fakta-fakta yang ada di dalam buku ini bersifat debatable. Heh? Maksudnya? Detik itulah minat saya untuk membaca buku ini luntur dan digantikan upaya untuk sekadar menuntaskan-baca.

Yang paling saya suka dari 99 Cahaya di Langit Eropa adalah ketidaktahuan saya akan beberapa hal tentang Islam di Eropa yang dijawab dengan syahdu oleh Hanum dan Rangga dengan menyajikan banyak pengetahuan baru tentang sejarah Islam di Eropa. Saya tak henti-hentinya bertasbih demi menikmati suguhan fakta-fakta (lama) yang baru saya ketahui itu. Saya serasa mampir ke warung es di tengah perjalanan panjang di musim kemarau. Nyess... langsung menyejukkan. Jadi, apa yang kemudian disuguhkan dalam Bulan Terbelah di Langit Amerika dengan rangkuman fakta yang masih debatable, saya merasa tengah dalam perjalanan yang terus menerus diguyur hujan, tanpa henti. Memang sejuk, tapi juga bikin tak nyaman.

Semua yang saya harapkan kemudian menemui jalan bercabang yang berujung sama: KERAGUAN. Mendingan saya disuguhi kisah yang benar-benar fiksi saja. Atau, sebaiknya saya anggap saja Hanum dan Rangga itu tokoh rekaan belaka. Bukan Hanum dan Rangga yang benar-benar ada. Habis perkara, maka saya akan memberikan bintang 4 pada buku ini yang gaya menulis dan diksinya begitu indah. Namun, saya tidak bisa melakukannya. Saya sudah telanjur menghubungkan bahwa antara 99 Cahaya di Langit Eropa dan Bulan Terbelah di Langit Amerika adalah dua fragmen yang membentuk satu jalinan cerita yang sama. Tak bisa dipisahkan, sehingga sulit jika satunya dibilang bermuatan fakta menakjubkan sedangkan satunya hanya berisi khayalan-khayalan tingkat tinggi. Saya tidak bisa.

Well, kata "debatable" pada akhirnya ya memang benar-benar bisa diperdebatkan. Namun, untuk saat ini saya malas memperdebatkannya. Ketika dengan penuh penasaran saya mengetikkan nama Phillipus Brown, Amala Hussein atau Julia Collinsworth, atau Michael Jones dan dihubung-hubungkan dengan peristiwa 11 September 2011 pada mesin pencari Google dan tak menghasilkan fakta apa pun, maka saya skeptis, dan menganggap semua yang ditulis Hanum dan Rangga di buku ini hanyalah fiksi alias khayalan semata. Tak perlu repot lagi saya menggali-gali sumber lain. Tak seperti halnya ketika saya selesai membaca 99 Cahaya di Langit Eropa dan bersemangat mencari-cari lagi (dari berbagai sumber) tentang jejak Islam di Eropa.

Untuk kali ini, saya setuju dengan pendapat beberapa tweemans yang sudah membaca buku ini yang mengatakan bahwa Hanum dan Rangga kelewat subjektif dalam menuliskan kisah ini. Sejatinya dalam 99 Cahaya di Langit Eropa pun tampak subjektif, tapi saya masih bisa memahaminya, karena toh itu perjalanan nyata dari Hanum dan Rangga, jadi apa pun yang dirasai pastilah bersifat pribadi, yang untuk selanjutnya dikoneksikan dengan ajaran Islam. Berbeda dengan Bulan Terbelah di Langit Amerika yang oleh Hanum disebut awalnya berkisah tentang perjalanan keduanya ke Amerika, namun lalu dicampur aduk dengan kisah-kisah yang dilihat atau didengar mereka dari media massa.

Tak banyak yang bisa saya sampaikan. Ini pun bukan resensi seperti yang biasa saya tulis. Ini hanya bentuk kekecewaan saya saja dari buku yang sangat jauh dari harapan. Sebagai sebuah karya tulis (di luar tujuan dan isinya), Hanum dan Rangga tetap berhasil merangkai kalimat demi kalimat yang indah dan memukau. Eh, kalau boleh jujur, saya jauh lebih menyukai bagian-bagian yang diceritakan dari sudut pandang Rangga. Kalau benar itu Rangga yang menulis, maka saya sungguh berharap suatu saat nanti Rangga bisa menulis buku solo. Entah fiksi, entah non fiksi. Saya sangat menikmati tulisannya. Puitis tapi tidak lebay dan begitu mengena tanpa banyak basa-basi.

Selain kenyataan soal buku ini, plot-nya pun sangat tendensius. Inilah mengapa fakta debatable itu bisa menggulirkan anggapan bahwa unsur subjektivitas cukup tinggi di buku ini. Ending yang terlalu mellow, tokoh-tokoh heroik yang dihadirkan, serta keputusan-keputusan fantastis demi --maaf-- meninggikan Islam kurang believable. Benar-benar jauh dari gaya berkisah di 99 Cahaya di Langit Eropa. Seandainya saja buku ini hadir dalam bentuk 100% fiksi, saya akan lebih bisa mengapresiasinya dengan penuh percaya diri. Tapi, dalam Islam tak boleh "Seandainya, seandainya...," ya, jadi saya tak akan meneruskan persoalan ini. Yang jelas, saya mohon maaf jika pendapat saya soal buku ini agak tak seperti gaya meresensi yang biasanya.

Omong-omong kisah tentang bulan terbelah di masa Rasululloh Muhammad SAW, memang ada ayat yang menerangkannya dan hadis sahih yang mendukung peristiwa itu. Sebagai muslim, saya pun mengimani kejadian tersebut.

Apa pun itu, selamat membaca, tweemans.

My rating: 2 out of 5 star.
Profile Image for Yazlina Saduri.
1,546 reviews41 followers
March 28, 2021
Banyaknya elemen kebetulan. Buat masa ini, saya hanya ingin nyatakan bahawa membaca buku ini seakan-akan memberi sokongan padu kepada apa yang disarankan oleh Tere Liye melalui buku Semoga Bonda disayangi Tuhan dan mengukuhkan lagi kepercayaan bahawa setiap yang berlaku dalam hidup kita, bila, dengan siapa, di mana, sungguh tiada coincidence. Semua yang berlaku adalah sebahagian dari the grand design oleh Allah SWT Tuhan Pencipta universe dan semua yang ada di sekitarnya.

Profile Image for Fitria Mayrani.
521 reviews25 followers
June 18, 2014
Selain Al Quran, mukjizat Nabi Muhammad yang lain adalah bisa membelah bulan. Masih ingat dengan ceritanya? Kala itu Rasulullah SAW ditantang oleh kaum kafir untuk membuktikan kebenarannya sebagai Rasul utusan Allah.

Orang-orang musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok?"

Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian inginkan? Mereka menjawab: "Coba belah bulan!"

Rasulullah pun berdiri dan berdianm, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu Allah memberi tahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan sebenar-benarnya.

Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam Al Quran. Allah berfirman, "Sungguh telah dekat hari kiamat, dan bulan pun telah terbelah." (QS Al Qamar : 1)

Saya terperanjat dengan judul novel ini. Mengapa bulan terbelah, di Amerika pula? Di akhir cerita barulah saya tahu, saya teringat kembali pada mukjizat Nabi Muhammad yang ini. Membaca novel ini membuka memori kita mengenai peristiwa nahas Black Tuesday 9/11. Saat itu umat Islam menjadi kambing hitam atas tewasnya ribuan warga Amerika Serikat atas peristiwa memilukan 9/11. Apakah umat Islam sekeji itu? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam? Saya tak sanggup menuliskan ulasannya di sini. Saya hanya sarankan teman-teman membaca saja novel keren ini. Good job Mr. and Mrs. Rangga!
Profile Image for MY.
92 reviews13 followers
August 19, 2014
GOD. This book is sooo overrated.
Gw bahkan cuma sanggup baca sampe halaman 24.

Narasinya gak enak, tone-nya gak dapet, dan siratan maknanya memuakkan banget.
Atau mungkin buku ini cuma gak klop sama selera saya.

Serius deh, kalo Anda objektif, melihat sebuah buku dari sudut penilaian & pedoman yang umum digunakan, buku ini enggak banget.


Udah ah, gak mau ulas banyak-banyak, ntar malah dipikir penistaan agama. :V
Profile Image for Miftahul Jannah Nst.
27 reviews5 followers
December 11, 2015
WOULD THE WORLD BE BETTER WITHOUT ISLAM?



“Would the world be better without Islam?” seorang Hanum Salsabiela harus menulis mengenai tema itu karena diperintahkan oleh bosnya, Gertrud Robinson untuk menyelamatkan koran mereka, Heute is Wunderbar (hari ini luar biasa) dari kebangkrutan. Momentum peringatan sewindu tragedi 9/11 diharapkan untuk menaikkan oplah koran semigratisan tersebut. Awalnya Hanum menolak tugas tersebut. Dia tidak bisa membayangkan kalau misalnya dari hasil liputannya nanti, jawabannya adalah yes. Orang-orang tentu akan semakin mendiskreditkan Islam. Dia tidak mungkin tega. Akan tetapi, setelah didesak oleh Gertrud, Hanum akhirnya menerima tugas tersebut. Ia berharap bahwa jawabannya adalah “no!”. Tugas Hanum adalah terbang dari Wina ke Amerika Serikat untuk mewawancarai keluarga korban 9/11, baik dari sisi muslim maupun nonmuslim.

Saya tidak akan menceritakan banyak hal mengenai Hanum. Tokoh yang sangat aku kagumi di novel Bulan Terbelah di Langit Amerika terbitan Gramedia Pustaka Utama ini bukanlah Hanum, meskipun Hanum tentu saja sangat luar biasa. Aku sangat mengidolakan sosok Ibrahim Hussein alias Abe. Abe adalah seorang muslim keturunan Mesir yang mencari peruntungan di Amerika Serikat. Abe merupakan suami dari Azima Hussein alias Julia Collinsworth dan ayah dari Sarah. Sebelum peristiwa tragis 9/11 terjadi, Abe baru diterima bekerja di Morgan Stanway, perusahaan milik seorang yang kaya raya bernama Philippus Brown. Morgan Stanway berkantor di WTC, yang menjadi sasaran serangan teroris, orang-orang tak bertanggung jawab pada pagi Selasa 11 September yang disebut Black Tuesday. Abe adalah seorang pria yang romantis. Dikisahkan bahwa pada pagi hari naas itu adalah ulang tahun kedua pernikahannya dengan Azima Hussein, yang dinikahinya dalam keadaan mualaf. Mereka juga baru dikaruniai seorang putri bernama Sarah. Azima sedikit kecewa karena suaminya tidak menunjukkan tanda-tanda kalau ia mengingat hari itu sebagai hari yang istimewa. Ia berangkat ke kantornya sebagaimana biasanya. Akan tetapi, sebenarnya Abe tengah menyiapkan kejutan yang manis untuk istrinya. Ia telah membeli cincin berlian dan akan meminta izin kepada bosnya, Joanna, untuk pulang lebih awal pagi itu. Sayangnya, kejutan manis yang telah disiapkan oleh Abe tidak pernah kesampaian, karena burung besi yang kejam telah menghancurkan kantor tempatnya bekerja pagi itu, sekaligus dengan impian-impian dan rencana indah Abe untuk keluarga kecilnya.

Abe juga seorang yang penolong, berhati teguh, dan berjiwa pemimpin. Dia berusaha sekuat tenaga untuk dapat keluar dari ketinggian lantai 74 Menara Utara WTC sekaligus menolong bosnya, Joanna Jones, serta CEO Morgan Stanway, Philippus Brown. Padahal, dia baru kenal dengan Joanna karena ia baru bekerja di perusahaan itu. Bahkan, sebelumnya ia tidak kenal sama sekali dengan Philippus Brown. Abe juga berjiwa pemimpin karena dalam situasi sangat genting, ia dapat mengeksekusi pilihan cerdas saat hampir tak ada pilihan sama sekali. Misalnya adalah mereka memilih untuk memakai lift saat orang-orang berjubel menuju tangga darurat. Meskipun mereka hanya sampai lantai 40 dengan lift, dan akhirnya harus memikirkan cara lain untuk terus ke bawah. Dari lantai 40, Abe dan Philippus melorot di antara kabel-kabel listrik, hingga ke lantai 10. Joanna tidak ikut bersama mereka dan memilih untuk terjun dari lantai 40, mengakhiri hidupnya.

Di lantai 10 itulah, takdir ingin bermain-main dengan mereka. Abe terkena hamburan bola api dan mengalami luka parah, sedangkan Philippus Brown hampir tak terluka sama sekali. Tubuhnya yang agak gemuk dan luka yang dialaminya menghambat pergerakannya. Di sanalah Abe menunjukkan kalau dia adalah seorang yang ikhlas. Dia telah berusaha sekuat tenaga, semampunya dari lantai 74, hingga mereka sampai di lantai 10, sejengkal lagi dari bumi dan mencapai udara yang bebas. Namun, ternyata takdir berkehendak lain. Abe pun memaksa Philippus untuk segera meneruskan langkahnya, agar ia berlari menuju tangga darurat secepatnya. Abe menitipkan cincin berlian yang telah dibelinya untuk istrinya kepada Philippus. Ia tidak akan mengakhiri hidupnya seperti Joanna, tetapi ia tidak ingin menghalangi takdir Philippus Brown untuk selamat. Setelahnya dapat ditebak. Philippus Brown selamat, sedangkan Abe terseok-seok dan tertinggal di dalam gedung, yang dua menit kemudian runtuh. Abe mengajarkan bahwa manusia memang harus berusaha sampai titik darah penghabisan. Kita tidak boleh menyerah, namun saat takdir berkata lain, kita harus ikhlas menerimanya. Harapan besar yang kandas, belum tentu sungguh-sungguh kandas. Tuhan tak akan mengandaskan impian hamba-Nya begitu saja. Abe juga sangat berjiwa besar. Saat peristiwa naas 9/11 itu terjadi, ia masih sempat-sempatnya menelepon istrinya dan mengatakan kalau semuanya baik-baik saja. Padahal suasana di sekitarnya sangat chaos.

Tokoh Abe sangat menginspirasi saya. Saya ingin menjadi seperti Abe. Seperti Abe-lah seharusnya seorang muslim bersikap. Menjadi seorang agen muslim yang baik. Kisah Abe menunjukkan bahwa kebaikan akan menuai kebaikan. Seorang Philippus Brown yang pada awalnya hanya memikirkan uang dan materi dan tidak menemukan kebahagiaan dalam kekayaannya yang luar biasa, akhirnya berubah menjadi seorang filantropi. Pelaku teror 9/11, teror di Bali, atau bahkan di Paris baru-baru ini, seharusnya mereka bercermin kepada Abe. Semua agama itu mengajarkan kepada kebaikan. Mereka adalah orang-orang tak bertanggung jawab yang telah menorehkan arang di muka saudara mereka sesama muslim selama beberapa generasi. Mereka berlagak ingin menjadi pahlawan, tapi dengan cara yang salah. Mereka telah membajak nama Islam. Mereka tidak sadar, bahwa muslim sejati seharusnya bersikap seperti Abe.

So, would the world be better without Islam? It’s not! Karena Islam sendiri berarti damai. Dunia tanpa Islam adalah dunia yang chaos. Seorang muslim yang baik adalah seperti Abe, yang menolong siapa saja, meskipun orang tersebut baru dikenal, berbeda prinsip dan keyakinan. Muslim yang baik adalah muslim yang toleran. Saya sangat berharap bahwa akan banyak Abe yang lain dalam dunia sekarang ini. Umat manusia seharusnya berdampingan dalam damai, tidak peduli apapun agama mereka, termasuk Islam tentu saja. And we’ll find the better world with Islam like that.

Kukusan, 21 November 2015
Displaying 1 - 30 of 261 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.