Jump to ratings and reviews
Rate this book

Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?

Rate this book
Buku Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? ini merupakan kumpulan tulisan Ivan Lanin, seorang Wikipediawan, tentang bahasa Indonesia yang digunakan sehari-hari. Tulisan ini menyadarkan kita, pengguna bahasa, bahwa selama ini telah abai berbahasa dengan baik, dan lebih senang berbahasa asing, khususnya Inggris.

Tak sedikit pengguna bahasa, misalnya wartawan yang setiap hari bergumul dengan kata, salah menggunakan kata lajur dan jalur. Malah ada juga yang tidak bisa membedakan antara di sebagai kata depan dan di- sebagai awalan. Belum lagi jika menyangkut istilah yang merupakan padanan dari bahasa asing. Real estate, link atau hyperlink, dan blogger, umpamanya, buat mereka lebih menarik daripada lahan yasan, pranala, dan narablog.

Buku tentang bahasa mencoba menjawab ketidaktahuan atau kekurangpedulian pengguna bahasa mengenai hal-hal seperti itu. Menariknya, penulis adalah seorang yang bukan berlatar belakang ilmu bahasa. Ivan adalah sarjana teknik kimia dari ITB dan master di Jurusan Teknologi Informasi UI. Cara bertutur yang renyah dan ringan menyebabkan tulisan dalam buku ini juga mudah dicerna.

232 pages, Paperback

First published July 1, 2018

27 people are currently reading
221 people want to read

About the author

Ivan Lanin

3 books146 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
47 (27%)
4 stars
92 (53%)
3 stars
25 (14%)
2 stars
5 (2%)
1 star
2 (1%)
Displaying 1 - 30 of 50 reviews
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,035 reviews1,962 followers
July 28, 2018
Tahu tentang buku ini dari Twitter. Dibilang cukup baru mengenal sosok Ivan Lanin memang benar adanya. Itu pun karena tidak sengaja melihat konten cuitannya yang berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sebuah fenomena yang cukup jarang kita lihat belakangan ini. Apalagi dengan mewabahnya bahasa Inggris di kalangan orang-orang profesional (entah untuk bermaksud pamer atau memang belum menemukan padanan katanya dalam bahasa Indonesia). Bahkan, menurut pengalaman pribadi, banyak orang-orang kantor juga yang suka menggabungkan imbuhan, awalan, kata depan bahasa Indonesia dengan kata dalam bahasa Inggris (seperti: dishare, fixsasikan) yang tentu membuat komunikasi menjadi kurang efektif.

Kehadiran Ivan Lanin di ranah dunia Twitter menjadi sebuah angin segar. Memang, di lingkunganku sendiri, tidak banyak yang tahu siapa Ivan Lanin (karena mereka tidak bermain Twitter, melainkan Instagram saja) sehingga ketika mengusulkan buku ini untuk dibaca, mereka mengernyitkan dahi. Siapa memang Ivan Lanin itu?

Ketika awal membaca buku ini, sempat ada ekspektasi bahwa tulisannya akan cukup berat membedah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Atau yang selama ini salah kaprah (meski Ivan Lanin bukanlah cendekiawan yang berlatar belakang Sastra dan Bahasa Indonesia). Nyatanya, buku Xenoglosofilia sudah cukup baik. Ivan Lanin langsung membahas topik yang sekaligus menjadi judulnya itu.

Buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Dari tentang asal mula bahasa tertentu, beberapa tanya jawab yang berhasil ditangkap oleh Ivan Lanin (dan sering ditanyakan melalui Twitter) hingga kata apa yang benar penulisannya.

Ivan Lanin mampu menuliskan dan menjabarkan secara sedarhana permasalahan dalam bahasa Indonesia yang kerap kita temui. Tidak berbelit-belit, dan mengacu pada tata aturan yang berlaku di Indonesia. Kelihatan sekali bahwa Ivan Lanin belajar untuk mendalami bahasa Indonesia namun juga tidak merasa bahwa dirinya berada di atas para pengikut Twitternya itu.

Disamping bahasa penyampaian yang enak dibaca, buku Xenoglosifilia juga dibawakan dengan tata letak (layout) yang menarik. Dicetak dengan tinta berwarna membuat membaca buku ini tidak membosankan.

Secara keseluruhan, Xenoglosifilia tidak membuat pembaca bingung, apalagi pusing. Ivan Lanin mengerti betul bahwa pembacanya adalah mereka yang mengenal sosok Ivan Lanin di jagad dunia Twitter. Bagi mereka yang sebelumnya rajin membaca Kolom Bahasa milik harian Kompas ataupun tulisan-tulisan Jaya Suprana dalam Ensiklopedi Kelirumologi, Xenoglosifilia bisa menjadi sebuah pelengkap dalam pengetahuan kebahasaan Indonesia kita.

Hanya saja, foto Ivan Lanin yang ada di pembatas buku, di sampul belakang, dan di bagian sosok penulis, aku rasa terlalu berlebihan. Cukup pasang satu foto saja dan aku rasa, pembaca juga langsung tahu seperti apa wajah Ivan Lanin.
Profile Image for melmarian.
400 reviews134 followers
January 17, 2019
Sebuah buku yang bukan kamus, tapi menurut saya tak kalah pentingnya dengan kamus.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa orang Indonesia masa kini cenderung lebih suka menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia, dengan berbagai alasan (saya pun begitu). Beruntunglah kita, ada orang-orang seperti Ivan Lanin yang tak kunjung lelah menyemangati para pengikutnya untuk mencintai dan menggunakan bahasa Indonesia (dengan baik dan benar).

Buku ini terbagi menjadi 3 bagian:

Bagian pertama, Xenoglosofilia, membahas banyak istilah 'asing' dan salah kaprah yang seringkali dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Kita semua paham apa itu real estate, tapi apa padanan katanya dalam bahasa Indonesia? Bagaimana dengan hyperlink, blogger, bookmark, hashtag, crowdsourcing, peer review, startup, DIY, dan lain-lain?

Bagian kedua, Tanja, memuat pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan. Tanja di sini adalah padanan kata dari FAQ (Frequently Asked Questions). Bagaimana cara menulis rupiah? Mengapa jika dan maka tidak boleh digunakan sekaligus dalam satu kalimat? Apa perbedaan antara singkatan dan akronim?

Bagian ketiga dan terakhir, adalah Mana Bentuk yang Tepat? Sesuai judul babnya, bagian ini menjawab manakah yang tepat, pencinta atau pecinta? Sumatera atau Sumatra? Analisis atau analisa? Lemari atau almari? Jalur atau lajur? Dan sebagainya.

Buku ini sungguh-sungguh penyemangat untuk kembali menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Jika ada Volume 2 nanti saya pasti akan membelinya juga. :)
Profile Image for Indah Threez Lestari.
13.4k reviews270 followers
July 11, 2018
325 - 2018

Sepertinya saya ingin membuat review buku ini.

Sebagai orang yang termasuk grammar nazi dalam hal tata bahasa Indonesia sekaligus suka sok nginggris baik secara sengaja maupun tidak disengaja, buku ini membuat saya tergelitik untuk berkomentar sedikiiit saja.

N.B. Tahun ini saya belum membuat review buku satu paragraf pun di blog! #Soksibukamatsih
Profile Image for Dian Maya.
194 reviews12 followers
October 2, 2018
Gara-gara buku ini, ku akhirnya jadi tahu:
Penthouse = griya tawang
Outsourcing = alih daya
Real estate = lahan yasan
Talk show = gelar wicara
Dll, dsb, dst.
Profile Image for Rido Arbain.
Author 6 books98 followers
January 14, 2025
Entah kenapa saya lebih menyukai tulisan berupa trivia-trivia singkat yang dibahas dalam bab Tanja—tanya jawab—daripada keseluruhan bab yang membahas topik-topik tertentu seputar bahasa dalam buku ini.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
December 28, 2019
Xenoglosofilia adalah suatu kecenderungan menggunakan kata-kata yang aneh atau asing terutama dengan cara yang tak wajar (hlmn. 33).

Disadari atau tidak, seringkali kita menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Saya adalah salah seorang yang seperti itu. Daripada pusing mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia dan belum tentu dipahami oleh lawan bicara, saya sering menggunakan istilah asing. Padahal bahasa Indonesia itu kaya.

Buku ini mengulas beberapa istilah asing dan padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Ditulis oleh Ivan Lanin, seorang wikipediawan yang aktif mempopulerkan bahasa Indonesia terutama di akun twitter. Sangat tercerahkan membaca buku ini.

Buku ini memang dapat dibaca dengan cepat, tapi juga cocok dibaca berkali-kali sehingga layak untuk dikoleksi.

Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
September 13, 2020
Kalau sudah terlebih dulu membaca buku kumpulan artikel bahasa sejenis, buku ini termasuk ringan. Bandingkan dengan buku Bus Bis Bas karya Ajib Rosidi, Bahasa! Kumpulan artikel bahasa di majalah Tempo, atau Inul Itu Diva dan Kompas Bahasa yang cenderung serius, buku ini pembahasannya lebih awam karena mungkin memang ditujukan untuk awam. Penulisannya pun tidak sekaku kumpulan artikel bahasa lain yang biasanya memang ditulis dengan standar koran. Setelah saya baca lagi, kumpulan tulisan ini sebagian (besar) memang diambil dari blog Ivan Lanin. Bisa dimaklumi kalau bahasanya singkat dan populer, khas tulisan blogger atau narablog.

Meskipun ringan, bukan berarti isinya dapat dientengkan. Ivan Lanin menyentil kita sebagai pengguna bahasa Indonesia terkait kesalahan atau ketidaktepatan kita dalam berbahasa. Salah satunya keliru mengeja praktik sebagai praktek. Ternyata kesalahan kaprah ini ada sejarahnya. Ini ilmu tipis tapi baru bagi pembaca, eh saya dink. Kekeliruan lain seperti di mana (belum ada dimana), penulisan kata majemuk yg dipisah (kecuali 52 kata majemuk yg ditulis serangkai seperti olahraga, acapkali, syahbandar, dan sukarela--ini kudu dihafalkan duh), penulisan kata sapaan, serta bagaimana membaca singkatan dan akronim dibahas sederhana namun mengena.

Paling khas dari Uda Ivan Lanin ini adalah upaya beliau yg tak kenal lelah untuk memperkenalkan padanan dari bahasa Nusantara untuk sebuah kata asing. Beberapa usul beliau telah terbukti digunakan sekarang ini seperti gawai, tagar, dan tetikus. Tetapi ada juga usul yang meleset, seperti online dan offline yang kini dipadankan dengan daring dan luring, bukannya terhubung dan terputus. Saya senang sekali dengan pengetahuan beliau yg luas tentang kosakata Nusantara yg harusnya kita pertahankan seperti pranala (untuk link) dan gerip. Ada juga istilah tanja untuk mengartikan FAQ alias pertanyaan yg sering ditanyakan. Menarik kalau mengingat tanja ini bisa diplesetkan jadi tinja sebagaimana FAQ yg dilafalkan mirip fuck.

Banyak hal menarik lain seputar bahasa di buku ini. Misalnya saja padanan YALIYAD (YANG ANDA.LIHAT YANG ANDA DAPAT) sebagai padanan what you see is what you get. Paling menarik bagi saya adalah sejarah asal usul sebuah kata. Beliau bahkan melacak asal muasal kenapa olahraga ditulis serangkai padahal sepak bola, buku tangkis, dan bola voli ditulis terpisah. Juga ada alasan menarik di balik kata indehoi.

Sungguh buku ini ringan tapi sarat manfaat. Cocok untuk dibaca khalayak (eh atau khayalak ya?) umum, tapi mungkin kurang mendalam bagi pemerhati bahasa. Poin plus ada pada cara penyampaiannya yang lugas, ringkas, dan kekinian. Kekurangannya mungkin bab-bab jadi terlalu pendek. Kekurangan lain adalah mungkin tidak adanya daftar pustaka. Ivan Lanin mengutip banyak sekali kamus dan buku serta pendapat ahli bahasa, tetapi saya tidak (atau belum) menemukan sumber kutipannya di daftar pustaka atau catatan kaki. Contohnya kamus loan words in Indonesia and Malay Language, saya tidak menemukan info siapa pengarang, penerbit, dan cetakannya di buku ini.

Dalam beberapa artikel, penulis bahkan mengutip dengan teknik dalam kurung, nama penulis, tahun, dan halaman, tapi tidak ada rujukan judul bukunya di daftar pustaka dan catatan kaki. Misalnya saja di hlm. 133, 140, dan 122. Uda kadang hanya menulis judul buku dan penulisnya. Tentu sangat disayangkan mengingat ini buku tentang berbahasa Indonesia yang benar. Alasannya mungkin karena hanya disebut sekilas dan tidak digunakan sebagai bahan penulisan. Tetapi ini pun bisa diakali dengan meletakkan rujukan buku asli di catatan kaki. Lepas dari yang agak mengganjal ini, buku ini luar biasa manfaatnya. Bahkan yg sudah membaca banyak referensi tentang berbahasa Indonesia yg baik dan benar pun akan tetap mendapatkan banyak hal dari buku ini. Bagi saya, salah satunya, mengetahui kalau IMF dibaca /i em ef/ dan bukan /ai em ef/, sementara UNESCO dibaca sesuai aslinya, yakni /yunesko/.
Profile Image for Raven.
466 reviews40 followers
October 15, 2020
kumpulan tulisan Uda tentang hal-hal yang sering saya gugel karena ragu, misalnya: padanan "tool" dan "miliar atau milyar?"
Profile Image for Agie Soegiono.
30 reviews9 followers
July 22, 2018
Saya mendengar nama Ivan Lanin pertama kali ketika hendak mengumpulkan naskah artikel ilmiah berbahasa Indonesia ke salah satu pengelola jurnal. Waktu itu, saya ragu-ragu apakah naskah yang saya tulis ini sudah benar kaidah gramatikanya.

Tidak seperti bahasa Inggris, begitu sulit untuk menemukan penguji-baca halaman (proofreader) yang menyediakan jasa penyuntingan dalam bahasa Indonesia. Saya pun bertanya pada diri sendiri, “kok sepertinya kesalahan bahasa ibu agak dianggap remeh daripada bahasa asing?”

Saya sendiri pun malu. Bagaimana mungkin saya yang cukup menguasai enam belas jenis kalimat dalam bahasa Inggris merasa tidak mengetahui secara detail aturan-aturan perubahan kata dalam bahasa Indonesia?

Lewat platform daya khalayak (crowdsourcing), saya akhirnya tiba di linimasa @Ivanlanin yang sudah bertahun-tahun aktif mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia. Saya pun terinspirasi karena beliau dan mulai bertekad menguasai bahasa ibu sendiri dengan serius.

Hadirnya buku Xenoglosofilia ini tentu menjadi angin segar bagi pelajar bahasa. Buku yang merupakan kumpulan tulisan blog Ivan ini berbeda dengan buku pelajaran bahasa lainnya. Bahasa Ivan yang kekinian dan tidak kaku membuatnya dapat dibaca di mana pun dengan santai.

Namun, karena berbasis tulisan blog dengan tema yang acak, buku ini agak sedikit membingungkan bagi yang terbiasa belajar dengan cara yang terstruktur. Walaupun begitu, anda tetap akan menemukan ilmu baru di setiap halamannya karena kejelian Ivan dalam membahas kesalahan umum yang sering dilakukan orang ketika berbahasa. Misalnya, apa perbedaan penggunaan ‘pukul’ dan ‘jam’? Kapan kita harus menggunakan ‘ke luar’ dan ‘keluar’? Apa pula beda ‘misalkan’ dengan ‘misalnya’?

Terakhir, buku ini sangat direkomendasikan bagi anda yang terbiasa untuk bekerja dengan vokabuler dalam dunia komputer (seperti saya yang kerap menulis tentang pemerintahan digital). Saya pun setuju dengan Ivan. Apabila anda merasa aneh dengan kata ‘gawai’ dari ‘gadget’ dalam bahasa Inggris, mengapa anda terbiasa menggunakan kata ‘penyanyi’ yang berbeda sekali dengan ‘singer’ dalam bahasa Inggris? Semua itu hanyalah masalah kebiasaan.
Profile Image for Rafli.
102 reviews41 followers
June 16, 2022

Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris? merupakan buku yang disusun dari kumpulan tulisan Ivan Lanin tentang kebahasaan yang pernah dimuat di dalam laman pribadinya. Sebagaimana judulnya, penulis menyoroti fenomena-fenomena nginggris dalam berbahasa mayoritas masyarakat Indonesia. Pandangan superior terhadap bahasa Inggris lantas membuatnya prihatin. Melalui buku setebal 232 halaman ini, penulis memberikan, menawarkan, meluruskan, dan menginformasikan banyak hal tentang bahasa Indonesia yang mungkin belum diketahui pembaca. Tujuan mulia penciptaan karya ini adalah agar masyarakat terlebih dahulu memahami kemudian memiliki kemauan untuk membiasakan diri menggunakan kosakata bahasa Indonesia secara mangkus, alih-alih menyisipkan kosakata bahasa Inggris.


Kalau dari praktik penggunaan sehari-hari saja kita tidak menggunakan bahasa Indonesia, kata Ivan, bagaimana mungkin kita berharap bahasa Indonesia bakal berkembang?

Bahasa bagiku adalah hal yang selalu menarik, terlebih lagi bahasa ibu sendiri. Itulah mengapa aku tanpa ragu membaca buku ini secara digital melalui iPusnas. Bukunya tipis, tetapi memuat banyak bahasan. Setiap bahasan ditulis singkat, padat, dan jelas. Namun, tulisan ringkas tersebut mengandung berbagai wawasan tentang bahasa Indonesia. Banyak sekali kosakata baru yang kudapat dari buku ini, misalnya peneroka, milis, bestari, dan lain-lain. Selain itu, buku ini berisi trivia-trivia yang menarik dan menggelitik, salah satunya adalah alasan mengapa kata olahraga ditulis serangkai (baca sendiri untuk menemukan jawabannya). Buku ini juga menyadarkanku bahwa kata yang terdengar nginggris dalam bahasa Indonesia tidak melulu diserap dari bahasa Inggris. Banyak sekali ternyata kosakata kita yang justru diserap dari bahasa Belanda, alih-alih bahasa Inggris. Penulis pun piawai merangkai bahasa menjadi penjelasan yang enak sekali untuk dipahami.


Suatu kata yang belum ada di dalam kamus tidak serta-merta haram untuk dipakai. Selama pengirim dan penerima pesan memahami dan menyepakati arti kata tersebut, pakai saja. Bahasa itu milik semua penutur, kok. Bukan hanya milik otoritas bahasa.

Berangkat dari keprihatinan akan masih minimnya penggunaan beberapa kosakata dalam proses komunikasi, penulis—baik dari dirinya pribadi maupun tokoh lain atau milis bahasa—menawarkan banyak sekali usulan kata untuk memadankan kosakata asing yang telah lumrah digunakan masyarakat, sebut saja swakriya, sarwaga, tikatas, tikalas, tagar, dan tanja. Karena tulisan-tulisannya ditulis dalam waktu yang berbeda-beda, pembaca dapat melihat kontribusi penulis dan para sejawat terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Banyak dari usulan kata tersebut yang telah resmi disahkan menjadi bahasa Indonesia dalam KBBI, ada pula yang belum.


Buku ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama berisi xenoglosofilia dan padanan-padanan kata. Bagian kedua tentang tanya jawab yang mayoritas berisi kesalahan-kesalahan berbahasa. Bagian terakhir tentang kata baku dan tidak baku. Mengingat judulnya, menurutku buku ini cukup berhenti pada bagian pertama. Keasyikan rasanya sedikit berkurang ketika membaca sisa bagian. Membaca dua bagian terakhir seolah membaca buku PUEBI yang menjelaskan penulisan tanda baca, huruf kapital, singkatan, akronim, kata baku, kata tidak baku, struktur kalimat, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, dua bab tersebut agak melenceng dari judul. Terlepas ditulis dengan gaya yang masih renyah dan singkat, kebosanan tidak dapat dimungkiri. Akan lebih baik bila penulis menambah bahasan baru mengenai xenoglosofilia terkini (tentunya dalam konteks sebelum buku ini terbit).


Yang terpenting, kita harus selalu mengupayakan untuk memadankan istilah asing sebelum telanjur populer.

Aku pun rasanya ingin menggarisbawahi bahwa kosakata dari bahasa daerah, bahasi Kawi, bahasa Jawa Kuno, ataupun bahasa Sansekerta, terdengar lebih indah, mudah dilafalkan, dan lebih cocok dengan jati diri bangsa Timur. Alih-alih mencari padanan atau terjemahan kata dengan sekadar mengubah penulisan atau pelafalan, misalnya fashion menjadi fesyen dan privilege menjadi privelese, sebaiknya menilik dari ratusan bahasa daerah yang dimiliki Indonesia. Metode tersebut terkesan lebih kreatif dan tidak malas. Harapanku, semoga bahasa Indonesia makin banyak melahirkan kosakata baru yang makin mempermudah proses komunikasi, terutama dengan menyerap kata yang berasal dari bahasa yang sesuai dengan identitas bangsa ini.


Terlepas dari kekurangannya, buku ini mengasyikkan. Buku ini layak dibaca siapa saja. Dengan membaca buku ini, pembaca akan diajak menyadari bahwa bahasa Indonesia tidaklah inferior bila dibandingkan bahasa lainnya. Pembaca akan diajak sedikit demi sedikit berbenah dalam memilih kata. Kita toh telah punya padanan kata untuk sebagian besar kata asing yang umum digunakan dalam komunikasi, lantas mengapa kita masih menggunakan kata asing? Witing tresno jalaran soko kulino. Dengan membiasakan diri, kata atau padanan kata yang masih terdengar aneh di telinga lambat laun akan membaik, bahkan pengguna bahasa menyadari keindahannya. Yuk, bersama-sama memajukan dan mengembangkan bahasa Indonesia!


Makin ajeknya sistem bahasa kita dan makin pahamnya para penutur terhadap kaidah kebahasaan, mudah-mudahan akan mengikis sifat-sifat negatif dalam berbahasa Indonesia. Kita pun bisa mantap untuk bangga berbahasa Indonesia, seperti dicontohkan oleh anutan kita.

Profile Image for Bagus.
20 reviews1 follower
May 27, 2022
Nama Ivan Lanin saya kenal pertama kali dari "milis" Bahtera, sebuah grup komunikasi para penerjemah di Yahoo yang mulai saya ikuti sekitar tahun 2013. "Uda Ivan", begitulah panggilan akrab beliau, adalah seorang Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia, yang selalu semangat mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Buku "Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?" ini adalah kumpulan tulisan Uda Ivan yang dibukukan. Berisi tentang penggunaan sehari-hari bahasa Indonesia yang sering salah kaprah. Kemudian menyoroti bahwa masyarakat kita umumnya lebih senang menggunakan bahasa asing (disebut "xenoglosofilia"), khususnya bahasa Inggris, ketimbang menggunakan bahasa Indonesia. Misalnya senang menggunakan kata "bill" alih-alih "bon". Lebih memilih istilah "real estate" ketimbang "lahan yasan", "blogger" ketimbang "narablog", "hyperlink" ketimbang "pranala", dan lain-lain.

Buku ini sangat menambah wawasan kebahasaan kita. Disampaikan dengan gaya ringan dan sesekali jenaka, membuatnya tidak membosankan untuk dibaca. Setelah membaca ini, saya jadi ingin lebih mendalami bahasa Indonesia lagi.

Beberapa hal menarik yang saya temukan di dalamnya antara lain: huruf T pada ATM diusulkan bukan lagi singkatan dari kata "Tunai", melainkan "Transaksi" dikarenakan kini telah ada ATM Nontunai; Lalu kata "asoi" (bukan asoy yang dari Palembang, yang berarti "kantong plastik") berasal dari kata "asyik indehoi". Indehoi sendiri berasal dari bahasa Belanda "in het hooi" yang secara harfiah berarti "di atas jerami"😅; miliun dan juta punya arti yang sama (meski "juta" yang lebih sering dipakai), satu berasal dari bahasa Belanda miljoen, satunya lagi dari bahasa Sansekerta ayuta; serangga tomcat sebenarnya punya padanan bahasa Indonesia "semut kayap" atau "semut semai", dan lain-lain.

Judul buku: Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?
Penulis: Ivan Lanin
ISBN: 978-602-412-412-0
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tanggal terbit: 01 - 05 - 2018
Hal: 232
Profile Image for rasya swarnasta.
101 reviews21 followers
August 31, 2020
Singkatan FAQ ... bentuk saja akronim tanja dari tanya jawab ... bahwa kata ini dapat dikaitkan dengan tinja memang betul, tapi FAQ pun dapat saja diasosiasikan dengan fuck, kan?

Awalnya saya baca untuk menunjang skripsi, dan sekalipun nggak begitu berkontribusi, tapi tetap lumayan. Buku ini memberikan informasi-informasi pendek dengan bahasa yang nggak bertele-tele dan komunikatif, tentang usulan-usulan kata dalam bahasa Indonesia. Yang berkesan bagi saya tentu mitra bestari, padanan kata untuk peer review. Saya kali pertama mendengar ini di organisasi saya, dan senang sekali menemukannya lagi. (Meskipun Ivan Lanin justru menyukai alternatif kata lain. Bisa diketahui di buku ini untuk lebih lanjutnya.)

Yang informatif bagi saya justru bagian "tanja" (tanya jawab) dan "lain-lain". Soalnya permasalahan itu begitu dekat untuk cukup sering saya temui. Pada bagian "Xenoglosofilia," Ivan Lanin seperti ngajak ngobrol untuk membicarakan keresahan-keresahannya sebagai pegiat bahasa. Kalimat yang terus-menerus diulang-ulang adalah, kurang lebih, "Yang menjadikan istilah bahasa Indonesia terasa asing adalah karena hal itu nggak dibiasakan. Dipakai saja terus-menerus, nanti terbiasa."

Saya merasa kalau hal itu sedikit ada benarnya, nyatanya urun daya dan urun dana cukup bagus sebagai padanan crowdsourcing dan crowdfunding. Namanya juga hendak menjadikannya familier, jadi seruan-seruan repetitif perlu dilakukan. Tapi tentu nggak bisa sepenuhnya mengandalkan hal itu. Apalagi, kata untuk usulan padanannya pun ada lebih dari satu jumlahnya yang ditawari Ivan Lanin di sini, untuk satu istilah asing. Jadi, barangkali padanan kata dalam buku ini bisa dibaca dan didiskusikan bersama, mana kata yang bisa menjadi solusi untuk dipopulerkan.
Profile Image for Bellin Manullang.
3 reviews
July 7, 2019
Sebelum mengeluarkan buku ini, Ivan Lanin menulis banyak tentang Bahasa Indonesia di blog nya dan ternyata beberapa isi dari tulisannya di blog, dicantumkan lagi ke dalam buku ini. Bahasa yang digunakan dalam blog maupun buku ini tidak jauh berbeda, disajikan dengan sangat ringan namun tetap sesuai dengan kaidah kebahasaan. Karena tujuan beliau adalah merubah stereotipe orang-orang atas Bahasa Indonesia yang terkesan baku dan membosankan yang membuat orang lari ke bahasa lainnya untuk dipelajari.
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Jujur, saat membaca isi dari buku ini saya tertampar, karena saya sendiri kaget akan pengetahuan Bahasa Indonesia saya yang masih sangat minim sekali. beneran gagal jadi orang yang ngaku berkewarganegaraan Indonesia ini mah... hahaha. ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Tulisan-tulisan yang disajikan dalam buku ini sangat mudah dan ringan untuk dicerna, seperti apa yang saya tulis sebelumnya. Bahkan, saya yakin orang yang tidak berlatar pendidikan linguistik pun akan mudah memahami buku ini. Kalaupun ada istilah linguistik yang disajikan, pasti ada arti disamping kata tersebut, jadi tidak perlu khawatir kesulitan untuk membaca buku ini. Penjelasannya pun cukup singkat dan mudah dipahami.
Tulisan dalam buku ini juga berwarna-warni, membuat saya tidak bosan untuk membacanya. Terkadang ada sedikit lelucon yang diberikan agar pembaca tidak merasa bosan yang sebenarnya adalah lelucon garing, banget. :(
Profile Image for Fanandi Ratriansyah.
48 reviews3 followers
November 14, 2019
Meskipun terdengar teknis, nyatanya buku ini ditulis dengan bahasa yang cukup ringan seperti blog-blog pada umumnya. Pembaca buku ini tidak akan dibuat berpikir keras untuk mencerna apa makna kalimat demi kalimatnya.

Gaya bahasanya yang santai membuat buku ini bisa dinikmati oleh pembaca muda, meskipun ada beberapa bagian yang cukup teknis sehingga butuh dibaca beberapa kali.

Banyak kata-kata yang sangat awam dan jarang digunakan oleh masyarakat. Bahkan penulis, yang sering berkutat dengan buku, banyak menemukan istilah-istilah baru, yang terkadang diusulkan oleh Ivan Lanin sendiri.

Hanya saja, karena memang disadur dari blog, kita akan serasa membaca blog. Contohnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Ivan Lanin pada akhir subbab. Kita hanya bisa menjawabnya dalam hati, bukan?

Terlepas dari itu, penulis sangat menyarankan buku ini untuk dibaca oleh siapapun, terutama pelajar dan orang-orang yang berkutat dengan dunia tulis-menulis.

Ivan Lanin mungkin berharap dengan bukunya ini, ia mampu mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang lebih baik lagi. Kita bisa harus mencintai bahasa kita sendiri dengan lebih layak.

Penulis mendukung 100% kampanye tersebut, dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar penulis.
Profile Image for Atika Mayangsari.
86 reviews2 followers
September 8, 2020
Sudah lama saya ingin membaca buku ini. Cari-cari versi e-book tidak ada baik di Google Play Book maupun Gramedia Digital. Akhirnya ketemu juga di iPusnas. Alhamdulillah. Yeay!

Saat membaca buku ini saya mendapatkan informasi unik yang tumpah ruah sehingga saya semakin tertarik untuk membacanya karena keasyikan menunggu-nunggu informasi unik apalagi yang akan saya dapatkan. Seandainya pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dijelaskan seperti di dalam buku ini, pasti seru sekali. Langsung nyambung!

Saya sangat suka bagian dua (berisi tanya jawab) dan bagian buku tiga (perbandingan "mana yang benar") ini karena mudah diserap dan dipahami oleh saya. Dikarenakan bagian itu juga menjadi 'tanya' dalam benak saya selama ini. Akhirnya terjawab sudah rasa kebingungan ini.
Profile Image for Alexandra.
2,063 reviews122 followers
December 18, 2024
Siapa sangka buku NF linguistik ini sangat menyenangkan untuk dibaca. Selain ringan dan gaya bahasanya renyah, penulis yang seorang Wikipediawan ini menyadarkan bahwa kita sudah abai dalam berbahasa Indonesia.

Memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa Ingi saja tidak cukup. Kadang kita malas untuk mencari padanan yang tepat sebuah kata asing dan pilih langsung menggunakannya. Padahal beberapa kosakata bahasa Indonesia merupakan serapan dalam bahasa Belanda, Sansekerta ataupun bahasa daerah bukan bahasa Inggris. Banyak contoh yang diberikan disini dengan penjelasan ringan yang mudah dipahami. Aku suka bahasa dan menurutku buku ini membuat belajar menjadi hal yang menyenangkan.

Yuk mulai sayangi bahasa persatuan kita dengan mengunakannya secara benar.
Profile Image for Muhammad Iqbal.
3 reviews1 follower
July 28, 2018
Saya mengetahui tentang Ivan Lanin dari media sosial Twitter. Pengetahuannya tentang Bahasa Indonesia benar-benar membuat saya kagum, dan itulah yang membuat saya bersemangat untuk membaca buku ini.

Buku ini berisi kumpulan tulisan Ivan Lanin yang pernah ia tulis di blog pribadinya. Setelah menamatkan buku ini satu hal yang terlintas di kepala saya adalah, ternyata pengetahuan berbahasa Indonesia saya sangat dangkal!

Banyak hal baru yang saya dapat dari buku ini. Cara Ivan Lanin menulis membuat saya terus dan terus membalik halaman demi halaman. Sangat direkomendasikan untuk semua khalayak.

(Kalau ada kesalahan bahasa dalam ulasan saya ini mohon dimaklumi, saya pun masih belajar. Hehehe)
Profile Image for Nike Andaru.
1,632 reviews111 followers
November 25, 2018
134 - 2018

Mengenal Ivan Lanin di Twitter. Sekarang malah terkenal banget karena aktif dengan bahasa Indonesia. Senang juga akhirnya anak-anak milenial sekarang banyak menggunakan istilah Indonesia seperti faedah dan istilah lainnya. Sayangnya beberapa kata tersebut tidak diulas dalam buku ini.

Buku ini memberi banyak informasi tentang serapan kata yang banyak kita gunakan sehari-hari, kebanyakan memang istilah dalam teknologi, karena Uda Ivan memang lulusan IT sih ya.
Buku ini memberi banyak informasi berguna dan paling gampang kalo nanya sesuatu soal bahasa atau padanan bahasa bisa langsung tanya beliau di Twitternya.
Profile Image for Amel.
206 reviews4 followers
December 15, 2023
4/5🌟

Baca Xenoglosofilia bikin aku berpikir, emang proses penyerapan bahasa mekanismenya gitu ya? Maksudnya, apakah nggak ada lembaga khusus untuk memperhatikan hal ini? Kok kesannya seperti cuma inisiatif dari perorangan?
Apa lagi prosesnya dengan 'tanya persetujuan ke khalayak umum' (?)
Kok kayak nggak serius sekali perihal bahasa ini. Padahal kan ini bahasa, salah satu identitas bangsa.🤔
Kedua, bikin aku sadar, ooh ternyata aku masih belum sepaham itu sama bahasaku sendiri. *sedih nggak sih*
Karena kegiatan berbahasaku selama ini cuma sebatas itu-itu aja, dan cuma bisa karena biasa. Jadi nggak paham sama kaidahnya.
16 reviews
April 10, 2020
Buku yang lebih cocok untuk para pekerja yang lebih sering berinteraksi dengan komunikasi. Hal tersebut karena semua materi buku ini berisi kaidah baku dalam literasi bahasa Indonesia di berbagai media seperti media sosial, iklan, jurnal, surel, dan sebagainya. Sayangnya, penyediaan materi yang bagi saya terlalu kaku membuat saya lebih sering mengantuk ketika membaca buku ini. Saya mengakalinya dengan hanya membaca materi dari daftar isi sesuai dengan keinginan saja. Pedoman wajib ketika harus berkutat dengan publikasi resmi sesuai kaidah PUEBI.
Profile Image for Agung Wicaksono.
1,089 reviews17 followers
April 15, 2023
Sebagai orang Indonesia, ternyata pengetahuan saya tentang makna dan kata-kata baku dalam bahasa Indonesia masih sangat memprihatinkan. Ditambah, ketika masih sekolah, saya merasa ketika ada orang yang menggunakan istilah dalam bahasa Inggris, terlihat sangat keren; jadilah saya menganggap belajar bahasa Indonesia itu secukupnya saja. Dari rasa bersalah dan penasaran saya, saya pun membaca buku ini yang saya rasa cukup bisa dijadikan referensi tentang penggunaan kata dan memahami makna dalam bahasa Indonesia dengan lebih baik.
Profile Image for Truly.
2,762 reviews12 followers
November 17, 2018
Kenapa harus pakai bahasa asing?
Saya lebih menemukan kata-kata yang pas, lebih ekspresif juga.

Saya ingat pembicaraan tersebut dengan seorang penulis muda berbakat beberapa tahun silam. Saya bisa menerima alasannya karena ia anak dengan kondisi khusus.

Tapi kamu? Jika alasannya untuk gaya dan sekedar memamerkan kemampuan bahasa asing, bisa disebut kalian termasuk golongan xenoglosofilia.

Jadi pingin ikutan uji kompetensi bahasa.
Profile Image for Bimo Tyasono.
16 reviews15 followers
June 20, 2020
Buku ini berisi kumpulan entri blog Ivan Lanin.

Bagi warganet yang mengikuti kicauannya di Twitter, tentu tidak asing dengan bahasan penulis seputar Bahasa Indonesia. Membaca buku ini seperti sedang membaca artikel blog yang menarik (wah ternyata begitu ya!) lalu disuguhi rekomendasi artikel lain yang tak kalah menarik dan membukakan pikiran sampai tak terasa buku sudah selesai.

Tata letak buku ini juga membuatnya nyaman untuk dibaca.
Profile Image for Esti Ipaenim.
46 reviews2 followers
October 3, 2020
Sebenarnya ingin ngasih 3.5 karena banyak hal mengenai pengetahuan berbahasa yang diingatkan lagi di sini. Namun, bahasannya sangat singkat sehingga bisa dibilang cocok dibaca untuk waktu senggang saja, bukan merupakan buku yang bisa menjadi rujukan referensi,karena sumber yang disebut Uda Ivan di buku ini pun tidak ada keterangan pendukungnya.
Tapi yang paling mengena adalah buku ini membuat saya mengevaluasi diri dalam berbahasa Indonesia dengan lebih bijak.
Profile Image for Imandha Risdiansyah.
111 reviews
February 18, 2024
Buku yang memberikan edukasi tentang Bahasa Indonesia. Tak disangka, Bahasa Indonesia ternyata kompleks. Saya mengira kemampuan berbahasa saya sudah cukup. Setelah membaca buku ini, banyak perihal yang baru saya ketahui. Beberapa istilah yang baru saya pahami di antaranya adalah:
- Hospitality: penjamuan,
- Perbedaan nuansa dan suasana,
- Ubiquitous computing: Komputasi sarwaga,
dan lain sebagainya.

Menarik dan direkomendasikan!
Profile Image for Sony Adams.
Author 18 books6 followers
November 19, 2018
Buku ini (walaupun sebagian besar saya sudah mengetahui), namun tetap apik dan menyenangkan untuk dibaca. Menjadi xenoglosofia di tengah zaman yang begitu suka mencibir seperti sekarang akan menjadi sebuah tantangan tersendiri.

Namun, hanya inilah langkah yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan Bahasa Indonesia.
Profile Image for Alif Syahrul Wahyudi.
126 reviews22 followers
November 12, 2019
3.5 bintang

Buku yang menarik untuk dibaca oleh penutur bahasa Indonesia. Sesuai judulnya, "kenapa harus nginggris?" Di dalam buku ini (bab 1) diberikan banyak pilihan kata padanan yang tepat untuk istilah bahasa Inggris yang sering kita gunakan, karena ragu dengan kata dalam bahasa Indonesia.
Profile Image for Andy Wijaya.
73 reviews7 followers
January 5, 2020
Sebagian besar isi dari buku ini diambil dari Blognya Uda Ivan Lanin. Terlalu banyak trivia tentang penggunaan Bahasa Indonesia di buku ini, salah satunya kata “odol” merupakan merk pasta gigi dari Jerman yang dipasarkan mulai pada akhir abad 1800-an yang masuk juga ke Indonesia.

Overall, membaca buku ini menyenangkan, serta mudah dicerna.
Displaying 1 - 30 of 50 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.