What do you think?
Rate this book


304 pages, Paperback
First published October 1, 2009
Bunga seruni cocok untuk seseorang yang lelah dengan dunia… Seseorang yang ingin pensiun dari hidupnya.
Tahukah Kang, selama bertahun-tahun sejak ibu pergi meninggalkan kita, ada sebuah batu besar yang membebani tubuhku, hatiku, jantungku, yang menyebabkan aku hanya bisa celentang di dalam kubur itu, tanpa bisa hidup, dan juga tidak mati?
Dan tahukah, Kang Arya, tidak ada satupun, tidak ada siapapun yang bisa menggangkatku dari lubang kubur. tara hanya bisa menjenguk diriku ke permukaan liang kubur dan memberikan wajah simpati. Seisi kantor hanya bisa kasak-kusuk mengasihani aku, seorang wartawan yang bernasip malang karena ibunya bunuh diri. Yang kemudian tak akan pernah berani menjalin hubungan yang serius dengan lelaki manapun. Di luar? sanak saudara kita tak merasa mempunyai reaksi yang tepat… antara rasa prihatin, sedih, kasihan sekaligus amarah.
Bertahun-tahun, setelah aku terpuruk di lubang kubur itu, aku tak kunjung mendapatkan jawaban: mengapa Ibu sengaja memutuskan pertalian kita. Mengapa Ibu memilih untuk meninggalkan kita dengan cara yang begitu sia-sia.
Sampai akhirnya hanya satu, ya satu lelaki yang datang dan menyodorkan tangannya. Dia langsung mengambil tanganku dan mengajakku untuk bangun dari lubang kubur itu. Tanpa ragu, tanpa jeda. Dia tak membutuhkan waktu untuk berpikir ulang, karenanya dia yakin aku harus bersama dia.
Kita membutuhkan jeda dari hiruk-pikuk aliran hidup kita.
“Aku ada sesuatu untukmu…,” Tara mengambil seikat bunga seruni berwarna putih dari laci. “Aku tak berhasil menemukan tasbih ibumu…”
“He?”
“Bawa saja…”
Nadira menerima seikat kembang itu dan menatapnya, masih tak percaya. Lalu dia mencabut tiga tangkai seruni dan memasukkannya ke dalam ranselnya.
“Jakarta tidak memiliki seikat seruni. Tetapi, aku akan mencarinya sampai ke ujung dunia, agar ibu bisa mengatupkan matanya dengan tenang.” –Mencari Seikat Seruni, “9 dari Nadira”
