Jump to ratings and reviews
Rate this book
Rate this book
Buat Rie, mengidap kanker itu kutukan. Daripada berjuang menahan sakitnya proses pengobatan, dia mempertimbangkan pilihan lain. Karena toh kalau akhirnya akan mati, kenapa harus menunggu lama?

Saat memutuskan untuk melompat dari atap gedung apartemen, tiba-tiba ada cowok ganteng berseru dan menghentikan langkah Rie di tepian. Rie mengira cowok itu, Bree, ingin berlagak pahlawan dengan menghalangi niatnya, tapi ternyata dia punya niat yang sama dengan Rie di atap itu.

Mereka pun sepakat untuk melakukannya bersama-sama. Jika masuk ke dunia kematian berdua, mungkin semua jadi terasa lebih baik. Tetapi, sebelum itu, mereka setuju membantu menyelesaikan “utang” satu sama lain, melihat kegelapan hidup masing-masing… Namun, saat Rie mulai mempertanyakan keinginannya untuk mati, Bree malah kehilangan satu-satunya harapan hidup.

264 pages, Paperback

First published August 13, 2018

23 people are currently reading
183 people want to read

About the author

Honey Dee

25 books18 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
61 (16%)
4 stars
147 (38%)
3 stars
121 (32%)
2 stars
36 (9%)
1 star
12 (3%)
Displaying 1 - 30 of 116 reviews
Profile Image for Reina Tan.
288 reviews143 followers
September 19, 2018
mengandung banyak pendapat pribadi || ini panjang banget, bacanya kalem aja ya. tulisannya enggak pakai timer kok wkwkwk
* * *

Sebelumnya, aku mau minta maaf jika review ini terkesan ofensif bagi yang menyukai buku ini. Ingat, ini masalah selera. Jadi, apapun yang aku tulis di sini semuanya berdasarkan pendapatku setelah selesai membacanya. Boleh setuju, boleh juga tidak. Tapi, tolong jangan menyerang. Plus, aku tidak ada maksud untuk menjelekkan.

Oke, alasan utama kenapa aku pengin baca ini adalah... Tema dan sinopsisnya. Sick-lit merupakan cabang tema Young Adult yang kugemari karena selain seru eksplorasi karakter tokoh dalam kehidupannya, aku juga bisa merasakan bagaimana beratnya tanggungan hidup ketika divonis menderita suatu penyakit. Entah penyakit mental atau jasmani.

Sayangnya, novel ini jauh dari ekspektasiku.

Bukan karena tulisannya berantakan atau apa. Tulisan Kak Honey lugas, sederhana dan mengalir. Banyak petikan kalimat yang bisa diambil.

Tapi, untuk plot...

I thought it would be gloomy, depressed, or even aching, but... no. Aku enggak merasakan apapun. Alih-alih merasa bagaimana stress-nya menderita penyakit mematikan yang dialami Rie, aku agak kehilangan simpati.

Secara garis besar, novel ini mengingatkanku dengan novel Kak Winna Efendi yang berjudul Happily Ever After. Kedua tokoh sama-sama bertemu di tempat yang tidak terduga, sama-sama sedang dalam masa kelam, dan sama-sama mencoba berjuang.

Bedanya adalah... Jika Lulu berjuang untuk menerima kenyataan bahwa Ayahnya tidak akan hidup lebih lama dan Eli berjuang melawan tumor di otak kecilnya meskipun dia tidak tahu nasibnya bagaimana nanti, Rie dan Bree tidak demikian.
Mereka seakan menyerah pada titik awal.

Dan itu yang membuatku merasa hilang simpati dengan Rie maupun Bree. Jujur saja, selama membaca bahkan sampai halaman terakhir, aku masih kurang mendapat alasan kuat atau hawa under pressure Rie dan Bree yang udah kebelet mau mati.

Aku ada beberapa novel yang tokohnya juga berpikir ingin bunuh diri karena banyak faktor yang menekannya kayak Leigh di The Astonishing Color of After, David di What to Say Next, dan Sam di Every Last Word. Mereka semua punya aura mencengkam hingga membuatku takut mereka bunuh diri betulan.

Sayangnya untuk Rie dan Bree... Aku kurang--atau mungkin tidak--merasakan demikian.

Tokoh Rie pun sulit untuk aku cintai, tak terkecuali Bree. Meskipun, kadang aku masih respek dengan Bree.

Rie, menurutku, terlalu keras kepala. Dia sering membentak Mama nya karena tidak suka ditangisi maupun dipandang sendu. Awalnya aku berpikir Rie demikian karena stres dengan kondisinya yang memburuk, meskipun membentak orang tua itu salah. But, let's face the truth, I have ever stressed with anxiety, and I did scowling to my mom and dad Jadi, aku masih agak terima kenapa Rie begitu.

Cuma... persepsiku berubah ketika dia ketemu Bree untuk kali pertama.

Dengan cepat, ekspektasiku sirna begitu ada adegan peluk di atap apartemen padahal mereka baru ketemu. Bahkan, sikap Rie yang tadinya batu banget. Mendadak manja sekali kepada Bree. Seakan-akan dia teman lama. Dan di sana pula ada kalimat implisit mengatakan Rie sudah menyukai Bree.

Insta love nya... benar-benar terlalu cepat, bagiku. Hati-hati terlalu cepat menyimpulkan bisa jadi baper berkepanjangan (?)

Perihal penggambaran tokoh. Aku tidak tahu harus berkata apa. Rie wataknya gonta ganti, Bree juga rada semu. Agak capek sih karena Bree cuma dibilang cowok ganteng berulang kali, tapi sedihnya aku enggak bisa bayanginnya seganteng apa cuma dari klu 'ganteng' :')

Kurasa cukup deh bahas karakternya. Aku takut review-nya isinya soal karakter doang wkwkwk.

Oh, ya. Main topic dari novel ini sebenarnya Suicidal thoughts. Tapi, lagi-lagi, aku kurang merasakan kehadiran kegelapan itu ketika membaca. Suasananya kurang sendu untuk dibuat mencengkam.

Konflik dan anti klimaks-nya... Juga kurang stressed, menurutku. Bagaimana ya menjelaskannya... Aku bingung karena takut spoiler. :')

Namun, di balik itu semua... Novel ini punya kisah romansa yang cukup manis dan kalimat-kalimat 'quotable' gitu. Bahasanya yang mengalir dan sederhana.

Dan... Kalau boleh jujur... Aku lebih terharu membaca bagian 'Catatan Penulis' sih. Soalnya, berasa banget gloomy yang dirasakan Kak Honey :')

Tapi, aku cukup impress karena di karya debut ini... Kak Honey berani membawakan topik selfharm dan sicklit :D

Satu lagi!

Ini anggap aja extras sih. Kalau skip, gapapa. Review sebenarnya udah berakhir kok. Yang di bawah ini cuma kayak bertanya dan diskusi aja.

Sampai akhir cerita, sebenarnya Rie itu secara spesifik kanker apa? Setahuku, kanker saluran pernapasan itu ada banyak sih. Nasofaring, orofaring, sampai laring. Mungkin akan lebih baik disebutkan secara spesifik dia kanker apa, yah meskipun mungkin tidak membantu bayangan sih. Tapi, kanker saluran pernapasan itu terlalu luas.

Lucunya, pas aku baca ini, aku lebih fokus mencari tahu si Rie ini kena kanker apa. Dengan ke-sotoy-an dan bantuan internet, dia kayaknya Nasopharyngeal Cancer. Tapi, entah ya.

Dan untuk bagian Rie yang kolaps, aku juga bingung sama Dokternya. Kalau misalkan memang iya, sampai kehabisan darah atau apa. Secara logika, penyakit Rie sudah parah banget dan Dokter bisa cek prognosis-nya bagaimana. Tapi sayangnya, bukan prognosis yang dibicarakan oleh sang Dokter. Melainkan, hormon tubuh. Hormon memang memengaruhi sih, cuma kalau ada omongan soal prognosis penyakit Rie, kehadiran dokter sebagai tokoh tidak akan terasa 'dasar' lagi.

Lalu kekurangan pendeskripsian kanker yang diderita Rie yang lain adalah tingkat stadium. Kisah Rooftop Buddies dibuka dengan adegan Rie sedang kemoterapi. Kemoterapi adalah pilihan terakhir pengobatan kanker, biasanya didahului radioterapi atau mungkin biopsi sel kankernya dulu. Itu yang aku tahu, jadi kalau persepsiku salah mungkin bisa koreksi.

Nah dari situ, aku mengira Rie ini udah stadium lanjut yang kankernya sudah bermetastatis kemana-mana terus dia depresi, akhirnya pengin bunuh diri.

TAPI

Pas di part-part mau dekat ending, dokternya bilang masih stadium awal. Aku bingung :') Agak kaget sih kalau stadium awal udah kemo...

But, who knows yaa.
Profile Image for R.A.Y.
292 reviews47 followers
September 17, 2018
lagi-lagi saya berharap terlalu banyak. judul dan cover-nya sangat menjanjikan; saya suka banget dua-duanya. saya pikir bakalan suka juga sama ceritanya... sampai muncullah adegan Ri dan Bri ketemu di atap dan mereka pelukan. i was like ?????????? belom apa apa kok udah pelukan??????????

mohon maaf kalau review ini jatohnya subjektif banget. saya udah ngga sanggup lagi.

pertama, izinkanlah saya nulis nama dua tokoh utamanya sebagai Ri dan Bri karena saya sungguh sangat ngga sanggup nambahin e di belakang. seperti yang udah saya tulis di status: sebel banget tiap nama Rie sama Bree dipanggil berulang-ulang dengan intonasi dramatis yang gitu-gitu terus, kadang malah sinetronistis. ini pet peeve sih kayaknya, tapi bikin beraaaaat banget mau baca sampai selesai. also, what's with the e?! RiE, BrEE. harus gimana saya bacanya? Ri-y? Ri-e? Ri panjang? Bre panjang? Bri panjang? minat saya untuk nama Bree udah nol sejak pertama baca "Aku Bree. Brian."
reaksi pertama saya waktu itu adalah mengeluh "yaaah... padahal Brian udah bagus..." novel ini membangkitkan pet peeve yang bahkan baru saya tahu ada dalam diri saya. dan itu ganggu banget, sumpah. marah mulu jadinya.

kayak, satu halaman aja tuh manggil namanya bisa seribu kali. dan intonasinya selalu gitu-gitu aja. bahkan untuk ngasih contoh kayak gimana aja saya ngga bisa. ngga sanggup buat baca lagi apalagi mengutipnya di sini.

mungkin bagi penulis nama mereka imut yah jadi sukaaaaa banget ngulang-ngulang. tapi kalau penulis baca review ini, voilaaaa. ternyata nama yang diakhiri huruf e setelah huruf vokal dan ditulis berulang-ulang itu bisa juga jadi pet peeve buat seseorang. risih. annoying. irritating. capek saya bacanya, soalnya pet peeve tuh bisanya cuma bikin kesel tanpa alasan yang jelas. niatnya pengin baca untuk cari hiburan dan melepas penat dari dunia nyata malah dapetnya emosian mulu cuma gara-gara NAMA BERAKHIRAN HURUF E YANG DIULANG-ULANG. huft.

itu yang pertama. yang kedua:

sejak pertemuan pertama sama Bri, Ri udah menunjukkan gejala-gejala jatuh cinta. bahkan mereka pelukan loh????? dan (kalau ngga salah inget karena udah males nginget-inget) cukup sering juga kontak fisik seakan-akan itu hal biasa????? dan seriiiing banget si Ri diceritakan merasakan deg-degan segala macem untuk Bri. udah sejak awaaaaaal banget kayak gitu. tapi baru di halaman 132 si Ri mikir kayak gini: "Masa iya aku cinlok sama Bri*? Jangan! Kedekatan ini tidak boleh lebih dari sebatas teman. Aku tidak boleh menodai persahabatan kami dengan tetek bengek cinta-cintaan."

*izinkanlah saya menghilangkan huruf e dobel yang mengganggu mata

i was like,

description

yang ketiga... sebenarnya saya gangerti saya ini baca apa.

oke, mau bunuh diri. oke, perjalanan terakhir mewujudkan wishlist sebelum bunuh diri. oke, setelah itu life happens. tapi selain alurnya itu, gaada yang nyangkut di kepala. gaada yang membuat saya merasa reflektif turut merenung dan sebagainya. mungkin karena tiap baca nama Ri dan Bri udah kesel duluan, ya. mungkin karena saya merasa cerita ini sering terlalu wordy dan banyak bagian yang excessive yang akhirnya mengurangi feel-nya. mungkin saya ngga suka denger suara Ri di dalam kepala saya tiap baca. dia tuh di kepala saya nadanya mengeluh dan protes dan demanding terus. sebel jadinya. jadi yah, gimana ya?! ujung-ujungnya yang saya suka dari novel ini hanya judul dan cover-nya aja. yang lainnya gaada.

oh, saya juga kurang suka gaya bahasa penulis tiap mendeskripsikan sesuatu lewat... lewat apa ya? pokoknya yang kayak: "Kepalaku terasa berat. Dadaku sakit, seperti ada balok besar yang mengganjal di dalamnya. Tubuhku terasa panas. Aku merasa dikhianati." jadi kayak fisik banget gitu penggambarannya(?). jago sih sebenernya, tapi mungkin sebaiknya coba pakai metafora atau asosiasi atau yang lain-lain yang lebih nyentuh perasaan. kalau kebanyakan yang terlalu fisik gitu rasanya jadi terlalu lugas dan ngga ngena emosinya.

oke, buat yang soal nama diulang-ulang tadi, nih deh saya kasih contohnya. bismillah.

"Kamu belum makan, Bree?"

Bree seperti akan mengucapkan sesuatu sebelum kemudian menggeleng pasrah. Aku ingin tertawa melihat ekspresinya.

"Aku lapar, Bree," ucapku sambil menumpuk piring kotor dan meletakkannya ke baki kembali.

"Kupikir cewek cuma butuh makan sedikit."

"Ini enak banget, Bree. Coba, deh. Aku khilaf," jawabku pelan sambil berusaha menahan serdawa. Memang aku lapar sekali. Lagi pula, setelah makanan sehat yang diberikan Mama, makanan ini rasanya nikmat sekali. Aku yakin koki motel itu punya bumbu istimewa.

Bree mendesah.

"Kalau mati nanti kan jadi nggak bisa makan ginian lagi, Bree?" Senyumku mengembang tanpa rasa bersalah. "Ini enak banget, Bree. Sumpah! Mama aja nggak pernah masak seenak ini. Taruhan deh, kokinya punya bumbu rahasia."


kan??? ngeselin kan??? tiap ngomong mesti manggil nama! ngga penting banget kan? itu baru satu halaman udah lima kali. gimana 254 halaman??? i don't like how that sounds in my head jhfjdsfhsjdgbh ngeselin banget sumpah ya Allah astaghfirullah

UDAHLAH. daripada saya tambah kesel. semoga cuma saya aja yang begini. semoga orang lain suka novel ini. semoga yang naksir judul dan cover-nya doang cuma saya. saya ngerti cerita di novel ini potensinya gede, banyak pesan moralnya. cuma ya itu tadi, saya ngga cocok sama gaya penceritaannya. semoga cuma saya aja yang begini.

sekian dan terima kasih.

p.s.
OH.... ini novel pernah ditulis di Wattpad toh. sekarang saya ngerti kenapa novel ini wordy banget. cerita dari Wattpad emang sukanya gitu, sih.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
August 17, 2018
Honey Dee
Rooftop Buddies
Gramedia Pustaka Utama
264 halaman
7.4 (6.6 / 8.2 (Best New Book))

Ada novel young adult. Dan ada novel young adult yang realistis. Dualitas inilah yang saya rasakan ketika membaca Rooftop Buddies, karya debut Honey Dee. Dan dualitas ini pulalah yang membuat penilaian saya akan buku ini begitu rumit.

Awalnya berupa cerita yang diunggah di Wattpad, Rooftop Buddies ini kemudian dikemas ulang menjadi sebuah buku yang penting, terasa begitu personal, dan seru. Sayangnya, buku ini masih belum dapat meninggalkan ciri khas utama dari kebanyakan cerita Wattpad: fanservice yang biasa ditandai oleh sosok yang super ganteng, super kaya, super terluka, dan super atraktif. Dalam buku ini, karakter semacam ini direpresentasikan oleh Bree alias Brian. Bukannya saya punya dendam dengan tipe karakter semacam ini, tetapi cara Dee menyodorkan dan menekankan kepada pembacanya kalau Bree ini ganteng atau dengan variasi kalimat lainnya terasa lumayan memuakkan. Not to mention adegan telanjang dada (do we need to see that?) dan beberapa adegan lain, termasuk adegan kematian yang bertubi-tubi, yang patut dipertanyakan dramatisasinya. Itu sebabnya mengapa Rooftop Buddies agak sukar dipercaya.

Meski demikian, Dee mengambil jalur yang jarang diambil oleh penulis Indonesia lain. Memetik pengalamannya sendiri, Rooftop Buddies menceritakan dua anak muda yang berjanji untuk mati bersama. Rie, alias Mirielle (semoga saja ejaannya benar), penderita kanker yang lelah dengan rasa sakitnya bertemu dengan Bree, cowok dua puluhan tahun yang hendak melompat dari rooftop apartemen Rie. Pertemuan ini menjadi awal dari perjanjian bunuh diri mereka, yang sangat mengingatkan saya akan My Heart and Other Black Holes (named Best Book) karya Jasmine Warga. Rie sendiri, meski dengan beberapa kelakuannya yang dramatis, merupakan perwujudan apa yang dialami oleh Dee ketika dia pernah divonis menderita tumor dan kehilangan hidup. Dengan gaya bercerita yang asyik, Dee seakan menceritakan ulang kisahnya dalam menemukan kembali semangat hidupnya. Caranya dalam menangani bunuh diri dikemas secara sederhana, tetapi dia tidak menyepelekan soal bunuh diri, soal bagaimana remaja menghadapi kematian (yang omong-omong bertaburan sekali di buku ini), dan bagaimana mereka menghadapi keputusasaan dan ini sesuatu yang memberi warna lain dari novel young adult tanah air.

Sayangnya, ada begitu banyak yang Dee ingin sampaikan lewat buku ini, tapi itu yang membuat buku ini begitu enak dibaca di bagian awal, tapi begitu ??? di bagian akhir. Tapi Rooftop Buddies merupakan karya debut yang solid.
Profile Image for Yusda Annie.
221 reviews32 followers
dnf
September 19, 2018
I'm sorry… 😢
Aku DnF novel ini… 😢
Di awal² halaman, aku menyimpan harapan cukup besar akan buku ini…
Aku suka temanya. Bahkan bab pembukanya mencuri perhatian. Konfliknya seolah menyita perhatian lebih.

Awalnya, aku suka karakter Rie yg kuat, tabah dan berani mengahadapi penyakitnya yg mematikan.
Tp kemudian 'drama' mengambil sosok Rie dlm ingatanku setelah pertemuannya dg Bree ( Brian nama aslinya yg kurasa lebih terdengar enak didengar jika dipanggil utuh. )
Dia yang tadinya terkesan cewek setrong mendadak berubah jadi menye-menye dan sensitif.
Bagiku pribadi, perubahan yg signifikan membuatku merasa ilfil/ aku seolah terputus hubungan dengannya.

Untukku, buku ini cukup predictable. Dengan daftar wishlist yg dibeberkan di muka membuatku, mohon maaf, kurang penasaran akan apa yg terjadi berikutnya.
Aku benar² berhenti penasaran dan tdk peduli dg apapun yg akan dilalui kedua karakter, terutama Rie, sebelum mencapai 50% buku 😢🙏

P.s: jika sebagian dr teman² di sini menyukai buku ini, maknanya kita berbeda pendangan dan mungkin, aku tidak cocok dg buku ini atau istilahnya 'bukan seleraku'
Profile Image for Fahri Rasihan.
478 reviews123 followers
October 9, 2018
Akhirnya kali ini saya bisa membaca cerita sick-lit dengan konflik yang lebih berat dari teenlit melalui novel Rooftop Buddies. Tidak heran jika buku ini diberi label young adult karena memang konfliknya sendiri lebih kompleks dari hanya sekadar konflik remaja biasa. Mungkin sudah banyak novel dengan tema cerita seperti ini, tapi saya suka dengan cara penulis dalam meracik isi ceritanya. Penulis memasukkan berbagai unsur cerita remaja yang ada dengan riset dan pengalaman yang menjanjikan. Satu hal yang membuat saya tertarik dengan buku ini adalah sampul bukunya yang cantik sekaligus artistik. Sampul buku karya Sukutangan ini memadukan tema dan tokoh yang ada. Seperti gambar dua pasang kaki pria dan wanita yang menggambarkan tokoh Rie dan Bree dipadukan dengan pemandangan jalanan yang dilihat dari atas sebuah gedung sangat mewakilkan isi buku ini. Apalagi warna biru tosca yang dipilih sebagai latar menambah estetika dalam sampulnya.

Tema sick-lit yang diangkat dalam Rooftop Buddies cukup berbeda dengan novel-novel sick-lit lainnya. Penulis memberikan jalan cerita yang lebih kompleks melalui pertemuan Rie dan Bree. Pertemuan mereka yang bisa dibilang dramatis karena bertemu saat akan bunuh diri terbilang unik. Kisah cinta dalam buku ini juga tidak terlalu kental, penulis sepertinya ingin memperlihatkan sisi kelam dari sebuah depresi. Entah itu karena penyakit atau masalah hidup yang berat. Menurut saya setiap orang pasti pernah merasakan depresi dan berpikir jika bunuh diri adalah jalan keluarnya, karena saya sendiri pernah merasakan hal itu. Jadi tema yang diangkat oleh penulis sangat relate dan dekat dengan kehidupan masyarakat. Banyak sekali remaja yang depresi dan melakukan bunuh diri akibat kurangnya perhatian orangtua terhadap mereka.

Tokoh Rie digambarkan sebagai seorang gadis remaja biasa yang memiliki masa lalu buruk akan sekolah. Rie memiliki sifat yang sensitif dan emosional. Bisa dibilang sifat Rie ini wajar karena memang dia masih remaja ditambah lagi dengan penyakit kanker yang dideritanya. Kemudian ada tokoh Bree yang merupakan seorang pemuda yang harus menanggung beban yang cukup berat. Bree memiliki karakter yang dingin, cuek, dan pemarah. Semua karakternya itu tercipta akibat permasalahan yang dia hadapi. Namun, di balik sifat dingin dan cueknya, Bree masih memiliki sisi peka dan humor terutama saat bersama Rie. Tokoh-tokoh yang ada dalam Rooftop Buddies sangat manusiawi dan mudah kita temukan di kehidupan sehari-hari. Seperti Rie yang sensitif dan emosional seperti karakter remaja kebanyakan. Saya suka dengan penggambaran karakter para tokohnya yang tidak bertele-tele, tapi terasa hidup. Tokoh Rie dan Bree ini juga mudah untuk saya sukai karena keduanya memiliki permasalahan yang tidak jauh berbeda dengan saya. Di mana beban hidup terkadang membuat kita gelap mata dan tidak ada seseorang yang bisa diajak berbicara untuk berbagi beban tersebut.

Alur cerita yang diberikan lancar dan mengalir. Saya diajak untuk melihat keresahan Rie dan Bree melalui pertemuan mereka. Gaya bahasa yang digunakan ringan dan mudah dipahami. Gaya bercerita penulis pun sangat enak untuk diikuti jadi tidak perlu waktu yang lama untuk membaca buku ini. Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama melalui Rie. Melalui sudut pandang ini saya jadi lebih paham akan perasaan dan kekhawatiran yang dialami oleh Rie. Bagaimana dia takut akan masa depannya, hingga rasa depresi akan penyakit kanker yang bersarang di dalam tubuhnya.

Ternyata Rooftop Buddies memiliki konflik yang berlapis-lapis. Tidak hanya tentang Rie, tapi konflik ini juga menyangkut hidup Brie. Permasalahan yang dihadapi oleh Brie secara tidak langsung ikut memengaruhi keputusan Rie untuk bunuh diri. Konfliknya disampaikan dengan rapi dan tidak terburu-buru. Penulis dengan sabar membuka beberapa fakta akan terjadinya konflik tersebut, sehingga tidak terkesan tiba-tiba. Sejujurnya saya menikmati konfliknya yang serius, tapi tidak berat di saat yang bersamaan. Hanya saja menurut saya penyelesaian konfliknya terlalu terburu-buru dan terkesan seadanya. Namun di balik itu semua, penulis sukses memberikan konflik yang kuat dan berbobot.

Menyenangkan sekaligus menyentuh adalah perasaan yang saya rasakan saat membaca Rooftop Buddies. Menyenangkan saat melihat petualangan Rie dan Bree. Dan menyentuh saat melihat perjuangan Rie melawan kanker, di mana dukungan keluarga dan lingkungan sangat membantu para survivor kanker. Saya menikmati jalan ceritanya yang ringan dan berbobot. Melalui Rooftop Buddies saya belajar akan arti perjuangan melalui survivor kanker. Secara keseluruhan Rooftop Buddies merupakan novel sick-lit yang berbobot dan menginspirasi. Di mana dalam menghadapi sebuah masalah dibutuhkan dukungan keluarga dan lingkungan.

Selengkapnya : https://www.facebook.com/notes/fahri-...
Profile Image for Biondy.
Author 9 books234 followers
October 6, 2018
Saat tahu kalau dirinya mengidap kanker, Rie langsung merasa kehilangan semangat hidup hingga memutuskan untuk bunuh diri. Saat hendak melompat dari rooftop apartemennya, dia bertemu dengan Bree, seorang pria yang ternyata juga hendak melompat. Pertemuan mereka justru mendorong keduanya untuk memenuhi impian masing-masing sebelum terjun dari atap gedung. Saat impian mereka terpenuhi, masihkah Rie dan Bree akan melakukan rencana awal mereka?

"Kamu mau lompat?" (hal. 24)


Rooftop Buddies punya awal cerita yang kuat. Misteri alasan Bree ingin bunuh diri serta perjalanan Rie untuk memenuhi impian/balas dendam kepada orang-orang yang senang merisaknya di SMA dulu berhasil menarik perhatian. Tempo pembukanya pas. Unsur misteri dan dramanya juga dapat. Kedua karakter utamanya juga berhasil membuat saya ingin tahu lebih banyak tentang mereka.

Take a deep breath, Rie. Ini napas terakhir kita. (hal. 32)


Sayangnya novel ini kurang fokus dan ada bagian-bagian yang tidak memiliki build-up. Awalnya saya kira wishlist yang Rie buat akan menjadi semacam panduan bagi plot cerita (seperti di A Walk to Remember misalnya), tapi ternyata daftar itu tidak terlalu penting, kecuali untuk dua atau tiga poin.

Ada juga kematian salah satu karakter yang menimbulkan tanda tanya besar. Karakter tersebut tidak punya "petunjuk" tentang kematiannya. Bahkan dia punya penokohan yang bertolak-belakang dengan kematiannya.

Saya rasa akan lebih baik kalau hal-hal yang akan terjadi memiliki tanda-tanda kalau akan terjadi. Misalnya: tempat yang menjadi latar akhir cerita, mungkin lebih baik kalau dibicarakan di awal. Bisa saja Rie dibuat awalnya menolak pergi ke sana karena sudah terlanjut depresi dan putus asa, tapi perjalanannya membuat dia berubah pikiran dan akhirnya setuju untuk pergi ke sana.

"Biarkan mereka dengan pikiran mereka yang salah. Kita jalani hidup kita." (hal. 104)


Secara keseluruhan, Rooftop Buddies adalah sebuah kisah yang mungkin bisa menggambarkan rasa depresi dan putus asa yang datang dari penyakit kanker. Plot dan karakternya menarik, tapi beberapa bagian butuh build-up lebih untuk memperkuat cerita.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
September 29, 2018
Novel sicklit kayaknya kurang mantul kalau nggak ada drama dan adegan mengharu birunya. Untungnya, porsi adegan drama di buku ini pas banget, nggak berlebihan. Penulis juga pandai menyebar adegan-adegan haru di sepanjang buku sehingga pembaca tidak sampai ikut-ikutan muram saking terlalu dramanya. Saat menyelesaikan halaman-halaman terakhir Rooftop Buddies, saya bisa memahami mengapa penulis kayak jago banget membangun dunia Rie ini. Walau masih ada sejumlah hal-hal yang menganjal (misal: kenapa kudu aku dan kamu dan bukan adik dan kakak saja, Bre yang langsung akrab dengan Rie, serta melimpahnya kebetulan baik di buku ini), buku ini memuat banyak sekali pesan positif untuk para remaja dan pembaca umum, baik untuk mereka yang tengah mendapatkan ujian lewat penyakit yang berat ataupun kita yang sehat tetapi kadang selalu lupa mensyukuri nikmat terbesar yang dianugrahkan Tuhan ini. Sesekali, tidak mengapa untuk mengeluh tetapi jangan pernah merasa lelah untuk hidup.

"Mungkin hidup akan sulit, tapi aku akan melewatinya." (hlm. 172)

Ulasan dan giveaway berhadiah buku ini sudah dimulai di https://dionyulianto.blogspot.com/201... (30 Sept - 3 Okt 2018)
Profile Image for Ainay.
418 reviews78 followers
October 11, 2018
Barusan baca ulang (walau nggak sampai tamat), masih kesal dengan karakter-karakternya wkwk. Akhirnya kuturunkan setengah ratingnya, karena setelah dua kali baca aku tetep kurang bisa klik dengan tokoh-tokoh di sini. Nih review copas dari IG, nggak diedit karena perasaanku masih sama.

Antara kaget dan nggak kaget karena yang baru kubaca adalah tulisan fiksi kak Hanny. Aku cukup sering membaca tulisan kak Hanny, tapi yang nonfiksi. Sedangkan untuk yang fiksi, baru kali ini aku mencobanya.

Ternyata, kak Hanny tetap tidak meninggalkan ciri khasnya. Beliau tetap menyelipkan banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dan terapkan dalam tulisan-tulisannya, termasuk Rooftop Buddies.

Premis Rooftop Buddies sangat menarik, seolah menjadi angin segar bagi industri perbukuan karena menurut pengamatanku, akhir-akhir ini pembaca semangat berburu buku yang membahas mental illness dan bunuh diri. Karenanya aku tidak heran begitu mengetahui buku ini telah masuk jajaran best-seller dalam waktu kurang dari sebulan sejak tanggal rilisnya.

Tulisan kak Hanny seperti biasa, begitu mudah diikuti dan page turner banget. Diksinya oke aku suka, kalimat-kalimatnya lugas dan enak dibaca. Monolog-monolog Rie nggak membosankan, meski di beberapa bagian aku merasa si Rie ini terlalu menggurui.

Omong-omong Rie, tokoh utama dalam novel, aku nggak suka dengan karakternya yang superngeselin, superlabil, dan superdramatis. Daripada putus asa dan membenci hidup, aku labih melihat Rie sebagai attention seeker semata pada separuh pertama novel. Namun, pada paruh terakhir aku mulai melihat perubahan dalam karakter Rie, yang menjadi lebih dewasa dan tidak lagi superdramatis.

Ya aku tahu kalau sikap menyebalkan Rie lebih karena ia masih belum bisa menerima kondisi dan penyakitnya, dan akhirnya menjadi lebih baik ketika sudah mempu menerima keadaan. Tapi aku masih kesal kalau ingat, apalagi di bagian Rie pulang kampung dan menemui teman-teman sekolahnya.
Profile Image for A.A. Muizz.
224 reviews21 followers
September 25, 2018

Banyak sekali hal yang membuat seseorang putus asa, depresi, kehilangan semangat hidup, bahkan sampai bunuh diri. Namun, masyarakat kebanyakan menganggap ini hal yang remeh, bahkan sering kali membuat keadaan makin memburuk. Membuat orang-orang yang mempunyai masalah semakin terpuruk, dan naasnya mereka yang melakukan itu semua merasa tidak berdosa sama sekali.

"Kujelaskan sekali lagi ya, kalau tidak pernah mengalami apa yang dirasakan orang lain, jangan pernah berpikir kau mengerti apa yang dirasakan orang itu."
(Hlm. 12)

Seperti kisah Rie dalam novel ini yang mengalami hal buruk sejak masih usia belia. Jadi, ceritanya Rie ini adalah korban perisakan saat dia masih duduk di bangku SMP di sebuah kota kecil bernama Alerawi, yang kemudian saya ketahui bahwa kota ini adalah kota fiktif hasil rekaan penulis. Rie yang saat itu berwajah penuh jerawat dan jelek menurut teman-teman sebayanya, diolok-olok habis-habisan oleh anak-anak populer di sekolah itu, sampai-sampai tidak ada yang mau berteman dengannya. Rie yang hidup tanpa teman dan tanpa pernah bebas dari olokan, menjadi benci dengan sekolah.

Sampai akhirnya dia dan keluarganya pindah ke Jakarta dan Rie melakukan perawatan terhadap penampilannya, yang membuat dia lebih percaya diri menjalani hidup. Hanya saja, setelah berselang dua tahun, dia divonis mengidap kanker.

Masa remajanya yang sudah hancur, kini semakin hancur lagi dengan kenyataan itu. Pengobatan dengan kemoterapi yang sangat menyakitkan dan hal-hal yang bisa kambuh sewaktu-waktu membuatnya kehilangan semangat hidup. Belum lagi, dia tak tahan dengan pandangan ibunya yang penuh kasihan dan sering kali menangisi keadaan Rie. Dia tak tahan mengahadapi itu semua. Dia tak ingin orang-orang yang menyayanginya melihat proses kematiannya yang perlahan-lahan.

Dalam kondisi seperti itu, Rie mumutuskan untuk bunuh diri dengan terjun dari rooftop apartemennya. Di sanalah dia bertemu Bree, seorang cowok yang terpaut usia beberapa tahun lebih tua daripada Rie, yang datang ke rooftop juga untuk bunuh diri.

Dalam momen itulah kemudian mereka berbincang dan berkenalan, lalu memutuskan untuk bunuh diri bersama setelah mewujudkan beberapa wishlist agar mereka meninggal dalam keadaan sudah puas menikmati hidup.

Dalam waktu yang singkat sekali, mereka menjadi dekat. Mungkin karena merasa punya teman seperjuangan dan adanya seseorang yang mau mendengarkan. Dalam kedekatan mereka, banyak episode kelam hidup masing-masing yang kemudian terungkap.

Bree dengan pembawaan yang cuek, emosional, tetapi perhatian, ternyata mempunyai masalah yang tak bisa dianggap remeh. Mulai dari masalah perempuan sampai keluarganya yang superberantakan.

Mampukah mereka bertahan dan saling menguatkan untuk menjalani dan mengatasi masalah masing-masing? Akankah mereka menyerah pada hidup?

🏬🏬🏬

Menyenangkan sekali membaca novel karya Honey Dee yang merupakan salah satu novel jebolan GWP batch 3 ini. Penuturan yang asyik dan ringan, membuat novel ini mudah dinikmati dan dipahami. Penuturan yang asyik ini pula yang membuat cerita mengalir dan membuat saya susah berhenti saat membacanya.

Tema yang diangkat memang cukup berat, tentang bunuh diri. Hanya saja, narasi yang disampaikan dari sudut pandang orang pertama yang menjadikan Rie sebagai narator, membuat tema ini tak seseram yang dibayangkan karena karakter Rie yang ceplas-ceplos, mudah kesal, dan labil (mungkin karena masih remaja dan sudah mengalami banyak hal buruk). Meskipun demikian, novel ini tetap terasa emosional terutama paruh bagian keduanya.

Banyak kalimat-kalimat quoteable yang bisa menjadikan bahan perenungan bagi kita untuk bahagia dan tetap menghidupi hidup kita. Kalimat-kalimat yang bisa dijadikan motivasi untuk kita yang lelah menghadapi hidup, lelah menghadapi orang-orang, dan lelah menghadapi masalah dalam hidup ini.

"Kamu nggak bisa melakukan apa pun kalau terus memikirkan pendapat orang lain. Kamu nggak bisa menyenangkan semua mata."
(Hlm. 104)

Saya rasa, novel ini penting dibaca semua orang, bukan hanya mereka yang menyerah kepada kehidupan, tetapi juga orang-orang yang butuh belajar bersikap baik kepada sesama dan menghidupi kehidupan yang dianugerahkan Tuhan. Karena, seseorang yang mengalami depresi dan sejenisnya, itu butuh seseorang di dunia nyata maupun dunia maya yang mau mendengarkannya, yang tidak menghakimi semena-mena, yang tidak mencampuri urusan orang lain tanpa diminta.

"Cinta itu meningkatkan harapan hidup. Dalam banyak kasus, cinta menyembuhkan depresi separah apa pun. Saat mencintai seseorang, yang kamu inginkan adalah kehidupan dan kesehatannya. Begitu juga sebaliknya. Nggak peduli itu cinta ke pacar, anak, suami, orangtua, sahabat, dan siapa pun."
(Hlm. 250)

Saya rasa, novel ini akan lebih baik jika penyakit kanker Rie juga dijelaskan secara detail, karena di sini hanya dijelaskan sebagai kanker saluran pernapasan. Itu saja. Selain sebagai informasi kepada pembaca, juga sebagai tolok ukur seberapa depresinya Rie.

Selain itu, ada beberapa adegan yang agak lebay seperti sinetron. Seperti adegan saat Rie berkunjung ke sekolahnya di Alerawi dan mendapati mereka yang dulu merisaknya dan juga sikap ketua OSIS yang sangat brengsek sekaligus jauh dari kata teladan, tetapi herannya dia menjadi orang berpengaruh yang diidam-idamkan seluruh penjuru sekolah. Akan tetapi, akhirnya saya memaklumi karena betapa sinetron sudah meracuni pikiran masyarakat kita. Jadi, hal-hal seperti itu jadi wajar saja kalau benar-benar terjadi di dunia nyata.

Akhir kalimat, saya merekomendasikan buku ini untuk kalian yang butuh renungan tentang kehidupan, yang membutuhkan motivasi untuk bangkit dari keterpurukan, dan yang ingin mendapatkan cerita yang menghibur, emosional, sekaligus sarat pesan moral.

Oh ya, sikap dan bercandaan antara Rie dan Bree ini menghibur banget lho. Inilah yang membuat novel ini cukup berwarna karena tak hanya kesedihan demi kesedihan yang dipertontonkan di sini.

"Mungkin hidup akan sulit, tapi aku akan melewatinya."
(Hlm. 172)

Profile Image for Juwita.
332 reviews5 followers
January 15, 2023
Dua orang yang dikecewakan dunia memilih bunuh diri, tapi sebelum mati mereka mau menuntaskan permasalah mereka agar gak gentayangan.
Jujur aku gak suka gaya penulisan ceritanya, tokoknya gak mengalami perkembangan karakter (khususnya:Rie), terlalu banyak drama sehingga masalahnya selesai tapi gak tuntas, terlalu klise juga, masa tiba2 mereka saling suka.Just not for me
Profile Image for Dinur A..
258 reviews98 followers
October 18, 2019
Yg kayak begini emg selalu disayangkan; premis bintang lima, eksekusi kaki lima. Sorry, tapi semua karakternya dua dimensi, plotnya bumpy dan ga mentingin hukum kausalitas, penyelesaiannya juga terlalu 'ringan' untuk perkara yg seberat ini mengingat satu buku ini memuat cukup banyak isu (kanker, mental health, hubungan ortu-anak, kakak-adik, dll), jadi buat saya penyelesaian yg demikian serta keseluruhan eksekusi cerita ini kok kesannya kayak bercandaan..

Terus, . Tapi saya apresiasi bagian Jojo yg cukup mengharukan, serta beberapa scene interaksi Bree-Rie yg nggak mainstream. Selebihnya? Meh.
Profile Image for Lila Cyclist.
848 reviews71 followers
January 11, 2019
3,5 stars

Cukup menghibur sekaligus mengharukan membaca novel sicklit ini. Sedikit sekali typo disini yang patut diacungi jempol mengingat ini novel berawal dari wattpad. Gaya bahasanya juga ringkas begitu juga dengan humornya, asik. Di bagian bab terakhir, ada satu typo buat grammar nazi macam saya ini, Does It hurts? Harusnya Ngga pke S, ya, mbak penulis 😊 Dan, oh, dari judulnya juga ding, jika teman di rooftop nya cuma satu, kenapa jadi banyak ya, buddies? Mungkin termasuk hantu-hantu dan malaikat yang membantu dan mencegah bunuh diri mereka ? Hahahaha... Ngaco...

Review lengkap ada di  Rooftop Buddies
Profile Image for Yonea Bakla.
321 reviews36 followers
March 19, 2019
Aku suka cover dan idenya menarik. Harusnya seru, tapi sayangnya wishlist Rie disebutkan dari awal. Jadi, aku sempat menebak alur. Aku suka dengan pemilihan Pov 1 dan alur maju, tapi sayang aku gak cocok dengan ceritanya yang banyak drama. Masuk PR baca ulang kapan-kapan.
Profile Image for fuhtreh.
99 reviews3 followers
March 29, 2023
sedih banget novelnya 😭😭😭😭😭 heartwarming banget banget banget!! aku seneng bree ketemu sama rie. aku seneng sama apa yang ditulis bree di belakang struk belanja itu, wish dia sebelum mati. aku seneng mereka melindungi satu sama lain dan saling ada untuk menyembuhkan. JOJO SAMA DEVON 😭😭😭😭😭😭 banyak banget kalimat yang menampar aku di bukunya. aku emang ngga lagi dalam keadaan seperti rie, dan smoga aja ngga akan. tapi aku seperti bisa merasakan keadannya. aku paham. bener bener kayak bersyukur karena bree ketemu sama rie dan sebaliknya. bree baik banget ke rie. emang lebih mirip kakaknya sih. dia gentleman. apa ya aku bingung harus bilang apa lagi. pokoknya setelah baca bukunya aku jadi lebih plong, kayak menemukan sesuatu yang akhirnya aku dapet jawabannya. baca catatan penulisnya apalagi 😭😭😭😭😭 tambah bikin sedih. aku nangis lo di beberapa bagian. rasanya sedidududiudududh banget. jadi alasan seseorang untuk bertahan hidup dan tetap mau hidup itu adalah sebuah penghargaan. berarti kamu sebegitu berharganya untuk orang itu 😕😕

jojo bilang "Kamu memang nggak pernah mau berusaha keras rie, padahal kamu punya banyak sekali harapan."

karena kalimat ini aku jadi percaya kalo harapan selalu ada asal kita tetep berusaha sekalipun rasanya lamaaaaa banget. tapi aku yakin, harapan ada untuk orang orang yang mau yakin.

pas baca page 233 akhir, aku kayak ditampar. memang ngga sampe jadi korban bully seperti rie. tapi seakan aku ikut ngerasain perasaan itu karena aku paham rasanya.

senang karena akhirnya bree dan rie, juga kak honey dee bisa berdamai dengan keadaan dan monster dalam diri mereka sendiri. semoga aku, dan orang lain juga bisa 💗
Profile Image for Autmn Reader.
879 reviews90 followers
July 16, 2020
Bukan seleraku aja sih bukunya, karena:

1. Insta love. Emang ada proses sih, tapi entahlah, kemistrinya gak dapet aja.

2. Gak simpati ama tokoh2nya. Ia, gak ada satupun yang bisa kukasihi. Rie nya gak konsisten beut. Katanya dia gak gampang dijinakkin, lah orang selama masa dia di Alerawi apaan dong? Am Brie juga. Entah ah aku gak kenal aja dia siapa.

3. Aku gak kenal Jojo, malah udah mati aja. Ku bahkan gak peduli dia mati atau enggak. Aku juga gak tahu kegunaan dia ini apa sebenernya. Ibunya Brie juga. Tetiba aja mati, padahal pendalamaan karakternya aja gk kena.

4. Intinya bukan seleraku aja kok, bukan karena bukunya gak bagus, heuheu

Semangat terus buat kakak penulisnya :):)
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Gabriella Halim.
194 reviews13 followers
January 26, 2019
more on : https://whatsgabyread.blogspot.com/20...

Novel ini aku suka. Pelajaran untuk hidup sehatnya masuk, terus semangat untuk berjuangnya juga dapet. Apalagi dibumbui dengan percintaan ala remaja yang tidak menye-menye. Aku suka. Apa ya? Semangatnya itu menurutku. Realistis banget sama kita. Kanker apalagi. Selalu jadi momok untuk kita, selalu bikin kita bakalan mati besok, padahal ya enggak. Bisa disembuhkan, selama penanganannya lebih cepat dan tepat.
Profile Image for Aulia  Rofiani.
326 reviews4 followers
April 20, 2020
Tbh, agak ngebosenin gtu pas di tengah kayak "duh ini mau dibawa ke mana sih?"
But in the end, it's all paid off
Kejutannya bener2 ngagetin, ketebak si cuma tetep kaget dan sedih 😭
Cuma belom bikin sampe sesenggukkan sih
Anyway, gatau ini bakal triggering yg lg depresi engga, I don't understand about that
Well, cukup puas lah sama penulisannya
Walaupun kok gue merasa ini karakter Rie sama karakter cewek yg di Finn itu bitternya agak mirip ya hehe
Btw aku kaget kalo penulisnya ternyata cancer survivor dong, ikut baper pas baca bagian catatan penulisnya 😭
That's why aku ngerasa Rie ini karakternya kuat gtu, ternyata kayak ada reflection dr authornya ya
Dan, Jojo scene stealer banget, walau berasa kurang banyak adegan interaksi dia sama Rie :")
Profile Image for Wardah.
925 reviews171 followers
November 14, 2018
Terlepas dari banyak yang aneh, semacam kisah yang terlalu cepat, karakter yang banyak, kematian beruntun, dan banyak hal yang coba diangkat penulis, juga lain-lain, buku ini tetap mengandung nilai yang bagus. Juga bikin sedih di banyak bagian.

Ulasan lengkap segera.
Profile Image for Shanya Putri.
345 reviews160 followers
July 31, 2019
Baca ini setiap mau tidur selama ± 5 hari. Tadi malam malah namatin sampe jam 3 pagi😬.

⚠️ personal opinions ⚠️

- Covernya cantik. Baca judul keingat All the Bright Places. Baca bab awal keinget TFIOS. Ternyata beda.
- Ceritanya drama cinta-cintaan mirip ftv :( Kalau bagian akhir menurutku malah lumayan relatable dan menyentuh hati.
- Karakter utamanya menyebalkan. Keras kepala. Ngeselin. Untung lama-lama dia berkembang jadinya nggak begitu menyebalkan.
- Nama karakternya apa nggak ada yang lain ya? Lucu aja gitu: Rie-Bree. Sebelum baca aja aku bingung sih sebenarnya mana yang cewek mana yang cowok (gak ada hubungannya but still). Apa lagi itu tuh bunyi namanya hampir sama skksksk.
- “Beautiful people get what they want.” Buciiinnn pokoknya!! Di sini Bree dideskripsikan dengan kata "ganteng" berkali-kali. Alis hitam tebal, tinggi, badan tegap, six pack, apalah. Pantesan aja Rie betah deket-deket pas baru ketemu (dan bahkan pelukan pas belum saling kenal). Astagfirullah :(
- Jujur saja sebenarnya aku kecewa sih (atau mungkin aku yang berharap terlalu banyak).
- Sebenarnya ini worth to read karena bikin pembaca aware terhadap kanker. Catatan penulisnya💙
Profile Image for Eksa.
292 reviews25 followers
dnf
January 29, 2019
Dnf. Ilfeel sama rie dari awal. Karakternya ngga jelas bgt. Efek sakit kali ya. Tapi beneran deh gaje banget si rie ini. Bingung sama maunya dia gmn.
Pas baca wishlistnya paling bikin melongo.
Profile Image for Seffi Soffi.
490 reviews142 followers
October 8, 2018
4.5 🌟

Baca kisah Rie dan Bree ini membuat aku seolah berkaca, ya beberapa tahun yang lalu aku mengalami sakit. Dan awalnya sikapku sama kayak Rie, pesimis dan selalu ngerasa aku emang menyusahkan orang. Tapi seiring berjalannya waktu, aku bisa menerima. Dan bersyukur, karena masih dikasih waktu untuk menikmati indahnya dunia (meskipun emang hidup nggak selalu indah sih! :p). Dan kekuatan cinta emang segalanya, Rie punya Bree dan keluarganya. Itulah obat penyembuh yang paling ampuh.

Aku sebenernya nggak rela pisah sama mereka, karena gaya cerita ka Honey ini menarik banget. Idenya anti mainstreem menurutku, kebayang nggak sih tema bunuh diri diusia muda. Dan ini bisa jadi gambaran buat para anak muda lainnya.

Karakter tokohnya kuat dan konsisten dari awal sampe akhir. Rie yang apa adanya ini, ternyata emang bisa membuat seorang Bree yang ketus dan dingin berubah menjadi Bree yang banyak omong dan manis! Aku suka sama Bree, yaa aku ada di #TeamBree.

Gaya bahasa yang digunakan mengalir dan ringan, memakai sudut pandang orang pertama dengan POV Rie. Ka Honey membuat aku terhanyut banget sama Rie, dan banyak scene yang bikin aku mewek. Baper aku tu huhu.

Interaksi antar tokohnya seru dan asyik, apalagi chemistry mereka ini dapet banget feelnya. Sukaaaa, apalagi sama sikap Bree ke Rie. Manis.

Konflik aku kira bakalan rumit banget, tapi ternyata nggak terlalu rumit yang kukira. Aku suka sih, apalagi konflik yang bener-bener klimaks ini menuju akhir. Duh, aku udah dag dig dug aja, takut nggak sesuai ekspektasi tapi ternyata bikin aku senyum, dan aku puas sekali. Meskipun aku merasa kayak agak terburu-buru diakhir. Overall, aku sukaaa banget ceritanya ❤
Profile Image for Wahyu Novian.
333 reviews46 followers
July 6, 2021
"Aku nggak mau banyak harapan. Aku cuma mau satu harapan."

Terdengar menggelikan? Mungkin. Tapi kalau diresapi, saya pikir cukup benar. Terkadang, satu harapan saja sudah cukup untuk tetap melangkah maju. Asyik, ya. Hehehe.

Saat Rie ingin bunuh diri dengan melompat dari atas gedung, dia bertemu dengan Bree, lelaki beraroma hujan, yang entah dari mana dan ingin lompat juga. Mereka akhirnya berteman dan berusaha mewujudkan mimpi sebelum mati--dari pada jadi hantu gentayangan.

Ceritanya nggak sekomedi atau semenyedihkan itu sih tapi cukup banyak topik yang dibawa: penderita kanker, melawan kesedihan, perundungan, keluarga dan pertemanan. Meski agak kesusahan membayangkan lelaki beraroma hujan (saya yakin maksudnya romantis dan memesona tapi yang ada di kepala saya cuma becek dan lepek, mungkin maksudnya semacam petrichor?), buku ini cukup enak dibaca.

Sudah lama saya tidak membaca cerita dewasa muda lokal dan tiba-tiba kangen. Buku ini salah satu yang saya penasaran waktu awal-awal terbit. Nggak bisa bilang menikmati seratus persen (pikiran saya sok terlalu banyak menganalisis ini itu sekarang--menjadi dewasa nggak enak) tapi saya bisa membayangkan menikmati cerita ini waktu umur saya lebih muda. Dan beberapa bagian, masih menyentuh hati dan pikiran (dengan sedikit mengabaikan aroma hujan yang disebut berulang-ulang.)

Saya punya satu buku lagi, Breaking Point, sepertinya menarik juga (eh, kenapa dua buku ini berjudul Bahasa Inggris, ya?)
Profile Image for Afifah Mazaya.
122 reviews7 followers
October 23, 2018
Di bagian awal, mungkin kamu akan merasa Rie membesar-besarkan masalah. Keinginan bunuh dirinya terlalu ringan. Kamu mungkin merasa dia hanya kurang berusaha. 

Lalu, mungkin kamu berpikir, "Ah, Rie dan Bree sudah sama-sama menemukan cinta, jelas saja mereka tidak jadi bunuh diri." Mungkin kamu berpikir, di dunia nyata, menemukan cinta tidak semudah itu.

Walaupun demikian, aku pun ingin mengatakan suatu kemungkinan lain. Mungkin buku ini bisa membantu.

Mental issues adalah sesuatu yang krusial dan sensitif.

Sejujurnya, menulis review buku ini bikin aku takut berkata-kata. Takut ini. Takut itu. Takut ngasih pengaruh buruk. Takut malah bikin orang makin ingin bunuh diri. Amit-amit. 😢

Walaupun begitu, mungkin aja buku ini bisa membantu hal baik. Sepertinya, buku ini diperuntukan bagi remaja saat ini. Remaja masa lalu kayak aku mungkin akan banyak banget pertimbangan ketika baca. Bukan soal tema utama buku ini saja.

Walaupun ada beberapa hal yang aku kurang setuju dalam buku ini (beberapa aku tulis di blog), buku ini cukup mengingatkanku pada chain reaction alias reaksi rantai. Dalam kehidupan, tentunya. Bukan dalam pelajaran Kimia. 😂

Review lengkapnya ada di https://www.theladybooks.com/2018/10/...
Profile Image for Natsume Natsuki.
109 reviews23 followers
June 9, 2020
Aku gak sengaja ketemu buku ini di ipusnas dan sinopsisnya membuat aku tertarik. Akhirnya, aku memutuskan untuk membaca buku ini dan..... Aku cuma perlu beberapa jam buat menyelesaikan buku ini!

Keseluruhan isi buku ini tentang seorang perempuan dan laki-laki yang berniat mengakhiri hidup mereka karena berpikir hidup mereka sudah terlalu menyakitkan.
Sepertinya, buku ini wajib dibaca bagi orang-orang yang berencana pergi dari dunia ini lebih cepat atau yang sudah tidak bisa memandang dunia ini indah.

Alurnya mengalir begitu saja seperti air mataku yang tidak kunjung berhenti saat membaca buku ini. Hahaha.

Ada satu kutipan yang aku suka di buku ini :

"Keberanian terhebat adalah saat kamu memutuskan untuk tetap hidup dan menghadapi semua. Bertahanlah, selama masih bernapas harapan itu akan selalu ada. Harapan memang milik orang-orang hidup."
Profile Image for Eva.
Author 24 books121 followers
November 26, 2018
Bab-bab awal Rooftop Buddies sesara menyihir saya, membuat terpaku dan betah membacanya. Novel dibuka dengan peristiwa kemoterapi tokoh utamanya, Rie. Penulis dapat mendeskripsikan dengan baik bagaimana perasaan, rasa kemoterapi, sampai suasana rumah sakit. Meskipun Honey tidak menjelaskan secara detail proses kemoterapinya. Secara pengetahuan, penulis menyodorkan edukasi pada pembaca mengenai penyakit kanker beserta istilah-istilah kedokterannya. Disampaikan mengalir bersama cerita, terasa lembut dan tidak dipaksakan. Perkenalan antara dua tokoh utama, yaitu Rie dan Bree merupakan daya tarik paling besar di bab-bab awal novel ini.

Baca ulasan lengkap di https://tamanbermaindropdeadfred.word...
Profile Image for Aulia Putri.
117 reviews41 followers
August 11, 2021
Dari halaman pertama sampe pertengahan nggak dapet feel ceritanya. Ceweknya keras kepala banget jatohnya nyebelin. Cowoknya biasa aja sih. Adegan plot twist kematin tokoh lainnya terlalu tiba-tiba. Padahal awal cerita nggak ada semacam klu si tokoh punya penyakit itu. Pengen lanjut tapi kok hati nggak bisa boong kalo ceritanya nggak seru. Maaf aku dnf :")
Profile Image for Oktania Wahanita.
51 reviews6 followers
September 10, 2022
Kisah tentang saling menguatkan, berbagi cerita, saling memahami dan tidak mau sendirian menghadapi semuanya. Bagus bangettt
Profile Image for Anggita Sekar Laranti.
104 reviews33 followers
August 5, 2021
Score: 1.5/5

Dengan berat hati, saya cuma bisa memberi skor 1.5. Saya bulatkan ke atas karena memang novel ini sebenarnya nggak jelek.

Saya kalau baca buku, kadang suka sambil lihat review di Goodreads. Saat lagi baca review itu, saya menemukan bahwa novel ini berasal dari cerita di Wattpad.

Saya sendiri nggak punya masalah dengan cerita yang berasal dari Wattpad. Banyak kok cerita Wattpad yang menurut saya benar-benar bagus.

Sayangnya, novel Rooftop Buddies ini nggak cocok dengan selera pribadi saya.

Mari kita mulai dari apa yang saya sukai dari buku ini.

Pertama, ide ceritanya sangat menjanjikan! Dua orang yang bertemu di atap karena mau bunuh diri (yang cewek ingin mati karena dia mengidap kanker), sangat membuat saya tertarik untuk baca buku ini. Sampai saya buru-buru baca di iPusnas begitu ada satu copy yang bisa dipinjam.

Kedua, penceritaan penulis mengalir dan menyenangkan untuk dibaca. Mungkin ini yang menyebabkan saya nggak berakhir nge-DNF-in buku ini.

Lanjut ke bagian yang saya sayangkan dari novel Rooftop Buddies ini.

Pertama, tokoh-tokohnya. Menurut saya, karakter tokoh merupakan jiwa dari sebuah novel. Plot novel mengarah ke mana itu karena reaksi dari tokoh-tokohnya. Jika dihadapkan dengan sebuah konflik, reaksi dari tokoh yang bijaksana akan berbeda dengan tokoh yang cenderung tidak berpikir panjang. Sehingga, cerita akan mengalir ke arah yang berbeda pula.

Karakter di Rooftop Buddies ini semuanya sungguh tidak konsisten. Di awal cerita, Rie digambarkan sebagai tokoh yang sangat marah pada dunia karena kanker yang dideritanya. Kemudian tiba-tiba dia ingin bunuh diri, karena menurutnya kalau harus mati kenapa tidak dipercepat saja. Saya merasa janggal karena keputusan tersebut seperti dipaksakan dan ada yang terlompat.

Penggambaran Rie yang sangat marah itu menjadi lebih aneh karena dia lantas menerima Bree dengan terbuka. Tiba-tiba mereka berteman hanya karena bertemu di atas atap.

Karakter Bree juga demikian. Saya nggak bisa merasakan keputusasaannya hingga dia ingin bunuh diri. Nggak ada penggambaran lain dari Bree selain ‘ganteng’ dan ‘badannya bagus’.

Semua tokohnya seperti hanya tempelan untuk konflik yang sudah diatur sedemikian rupa saja. Termasuk Jojo yang ternyata berperan cukup penting, tapi hanya kebagian jatah sedikit di depan. Pembaca nggak kenal siapa itu Jojo, tiba-tiba harus dihadapkan dengan konflik terkait dia.

Saya malah paling terkesan sama Mona karena konsisten jadi cewek jahat selama cerita berlangsung.

Kedua, cerita yang kelewat dramatis. Saya tahu membuat konflik dalam novel itu nggak mudah, tapi rentetan kejadian yang serba tiba-tiba sepertinya bukan jalan yang baik juga. Kalau satu sih, nggak apa-apa. Cuma formula ini dilakukan berkali-kali. Waktu Rie belajar nyetir, terus Jojo, ibunya Bree, terus kasus ayahnya Bree. Too much :’)

Keempat, saya sangat menyayangkan novel ini fokus ke cerita cinta dan konflik eksternal, bukannya konflik internal Rie serta Bree dalam menghadapi suicidal thoughts mereka hingga menjadi pribadi yang legowo untuk menjalankan hidup lagi.

Kelima, detail yang mengganggu. Ternyata Alerawi itu nama daerah fiktif, toh? Asli, saya sampai cari di Google Maps karena nggak tahu Alerawi ini di mana. Saya kan perlu tahu perjalanan darat yang mereka lakukan seberapa jauh dari Jakarta. Ternyata nggak ada Alerawi di Google Maps x_x

Maksudnya, di cerita kan dijelaskan kalau ‘Alerawi adalah kota yang berpenduduk sedikit sehingga gosip bisa menyebar dengan cepat’. Tunggu. Bentar. Di Jawa, di pulau terpadat di Indonesia yang notabene adalah negara dengan kepadatan penduduk nomor 4 di dunia, di tahun yang sudah ada aplikasi WhatsApp... sesedikit apa sih penduduk sebuah kota di situ? Kota lho, bukan kabupaten. Beda lagi kalau penulis menyebut ‘dusun’. Ya, itu saya percaya kalau di sebuah dusun, jika ada gosip pasti bisa menyebar cepat. Cuma, ini kota lho. KOTA. Kota dengan kepadatan penduduk paling rendah di Jawa punya jumlah penduduk sekitar 120 ribu jiwa. Yakaliiiiii :’) Kamu kalau nonton konser di GBK sama 120 ribu orang, masa iya kamu kenal semua?

Terus, Rie dan Bree tiba-tiba sampai di SMA tempat sekolah teman-teman yang pernah nge-bully Rie waktu SMP. Menurut Rie, karena itu satu-satunya SMA negeri di kota Alerawi. Nah loh aneh banget ada KOTA (bukan KECAMATAN yah) di Jawa yang cuma punya satu SMA negeri. Rata-rata kota kecil di Jawa paling nggak punya dua atau tiga SMA negeri. Duh, nih, tolong Pak Jokowi, Pak Nadiem Makarim, harap perhatikan pendidikan kota ini dong :’)

Segitu dulu deh. Hahahaha udah panjang banget reviewnya kayak antrian swab antigen.

Review di atas murni opini saya pribadi yah. Kalau nggak setuju ya nggak apa-apa. Namanya pemikiran orang, bisa beda-beda. Kalau pemikirannya sama semua mending bikin parpol aja biar satu visi dan satu misi.

Semoga review ini bisa membantu penulis jika dibaca (siape eluuuuu). Semoga bisa membantu teman-teman lainnya yang sedang menulis juga.

Mohon jangan dihujat karena hati saya serapuh Monde Butter Cookies.
Displaying 1 - 30 of 116 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.