Mungkinkah rasa sayang bercampur benci bisa mengabadikan seseorang di kepalamu?
Gemina, mahasiswi Desain Komunikasi Visual, suka “mojok” di toko buku untuk membaca serial populer. Di sinilah ia bertemu IgGy, penulis Trilogi Runako, yang protes karena bukunya tidak laku.
Dunia Gemina jungkir balik begitu ia menerima tawaran IgGy untuk me-review dan mengilustrasi novelnya. Trilogi Runako menjerat Gemina dalam kehidupan pribadi sang penulis. IgGy ternyata identik dengan labirin menyesatkan terkait latar belakang keluarga, tunangan, dan rahasia yang ia tulis di notebook-nya.
Menelusuri labirin itu, Gemina mendapati sesuatu yang terperangkap di kepala IgGy. Sesuatu yang menjadikan IgGy sosok egois penuh kebencian. Sesuatu yang telah mewujud dalam novel Trilogi Runako.
Ary Nilandari was currently honored as IKAPI Writer of the Year 2022, and her Garuda Gaganeswara won the IBBY Honour List of 2022 for its high quality in writing. She is the author of over 70 books, in which she celebrates diversity and universal values and promotes Indonesian cultural heritage. Some of her works won national and international awards. She was once a freelance translator and editor for a decade before focusing mainly on children/teen content. She is one of the advisors of Forum Penulis Bacaan Anak, the biggest online community of Indonesian children’s book creators. She has worked with national institutions, such as Komisi Pemberantasan Korupsi, Indonesian Commission of Corruption Eradication, to develop a series of children’s books on integrity and anti-corruption values; also with IKAPI, the association of Indonesian Publishers, as a speaker/trainer on editing and writing craft. Her passion and goal are to see Indonesian children have fun reading more quality books written primarily about them and for them.
Gemina pertama kali melihat IgGy di toko buku saat cowok tersebut marah-marah tidak terima salah satu buku diperlakukan secara tidak adil, display-nya sangat kacau, katanya. Saat melihat adegan tersebut, Gemi sedang asik numpang baca buku terakhir serial Algis, karena tidak ingin dituduh menguping pembicaraan orang lain dan bukan urusannya juga, Gemi kembali fokus dan akhirnya terbawa suasana akan ceritanya, bahkan untuk meredam esmosi yang didapat, dia membuat ilustrasi Algis.
Sewaktu sedang asik menggambar tiba-tiba saja IgGy mendatanginya, mencela kenapa seusia Gemi malah membaca serial Algis, padahal buku tersebut sasarannya usia 9-12 tahun. Gemi cocoknya membaca Trilogi Runako dan bertanya apakah sudah membacanya. Gemi baru tahu kalau ada buku tersebut, dan hal ini tambah membuktikan kemarahan IgGy kalau penyebabnya adalah penempatan buku yang tidak tepat di toko buku, orang-orang jadi tidak tahu kalau ada buku tersebut, berbeda dengan serial Algis yang display-nya mencolok sehingga banyak orang tahu dan membacanya.
Karena tidak terima buku favoritnya dicela orang asing, Gemi pun membela dengan fakta, dia memberikan review secara lisan kenapa serial Algis sangat berarti baginya. Tertarik dengan cara Gemi mengulas, dia pun memberi penawaran. IgGy akan memberikan satu set lengkap serial Algis bertanda tangan penulisnya, Radmila asal Gemi mau membuat review buku pertama Trilogi Runako, buku yang ditulis IgGy sendiri. Gemi yang tidak punya satu pun serial tersebut, karena semuanya hanya bermodal numpang baca di toko buku, tentu saja tergiur.
Siapa yang menyangka penawaran tidak sengaja tersebut akan membawa Gemi ke kehidupan IgGy yang penuh misteri. Kehidupan mirip dengan Trilogi Runako yang kelam.
"Nah, itu kembali pada integritas, moral, dan tanggung jawab si kreator. Saat ia berkreasi, mustahil kepala dan hatinya kosong, tanpa pengetahuan, maksud, dan tujuan. Ia sudah berniat membuat sesuatu dan tahu akan ada reaksi. Apalagi kalau bentuknya eksplisit. Dia enggak bisa mengatasnamakan seni yang bebas nilai karena sejak awal sudah mengisi karya dengan nilai-nilai menurut versinya."
"Ya. Katanya, desain grafis itu bagian dari seni rupa atau visual art. Seni murni atau fine art merupakan ekspresi pribadi sang seniman, sedangkan desain grafis merupakan upaya berkomunikasi dengan bahasa visual untuk menyampaikan pesan yang sama kepada semua orang. Contohnya, marka dilarang parkir itu. Di mana pun, marka itu dimaknai sama oleh siapa pun. Poster donor darah itu juga, menggerakkan semua orang untuk ikutan. Desain grafis merupakan sarana untuk pemecahan masalah."
Kali pertama membaca tulisannya mbak Ary Nilandari, meminjam kata-katanya Gemi, The Visual Art of Love memiliki karakter yang kuat, gaya bahasa yang segar, plot yang cepat, dan bernuansa gelap. Saya cukup menikmatinya, bisa dibilang buku ini sangat dekat dengan kehidupan para pembaca, selain bercerita tentang buku di dalam buku, dunia penerbitan, penulis juga menyisipkan dunia ilustrasi. Proses sebuah buku dibuat komik, sepertinya ini memang sedang menjadi tren, membuat versi visual.
Bagian yang saya suka adalah ketika penulis membahas dunia penerbitan dan perasaan pembaca akan buku favoritnya. Saya membayangkan serial Algis ini laiknya Harry Potter, buku anak-anak tapi bisa dinikmati siapa saja, dicintai pembacanya, memiliki fandom yang besar, selalu mendapatkan fokus utama, khususnya di toko buku. Kebalikan dengan buku yag kurang begitu populer, padahal siapa yang tahu buku tersebut tak kalah seru, kadang kalah dengan kepopuleran buku bestseller dan akhirnya mendapatkan tempat yang di mana pun bisa diletakkan, bahkan diletakkan hanya di gudang, sehingga tidak mendapatkan perhatian, orang-orang tidak tahu kalau buku itu ada.
Di kehidupan nyata pun hal ini memang sudah menjadi rahasia umum, memang keadaanya seperti itu. Makanya tidak heran penulis memutar otak agar bukunya bisa diterima para pembaca, tidak bisa kalau hanya mengandalkan penerbit, lewat peran media sosial, melakukan promosi secara mandiri. Itulah yang dilakukan IgGy dengan meminta Gemi membuat ulasan atau review yang nantinya bisa disebar ke media sosial yang dia punya. Ketika membaca buku ini, entah kenapa saya merasakan karakter Gemi di diri saya, hahaha. Mungkin karena sesama reviewers kali ya, kadang nggak bisa baca dan mereview cepat karena kesibukan kita memang nggak hanya itu, kadang senang bukan kepalang ketika menemukan buku yang sangat keren tapi underrated.
Setelah membaca, Gemi tak menyangka kalau Trilogi Runako page turner dan ada adegan cliffhanger di akhir cerita. Dia pun mencari tahu kenapa buku keren tersebut tidak laku di pasaran. Mungkin benar salah satu penyebab display yang kacau tadi dan ternyata kurangnya promosi IgGy, fanpage-nya tidak sehidup serial Algis, di mana para penggemar berkumpul dan membahas di sana. Ini juga penting sih kalau menurut saya, membangun relasi antara penulis dan pembaca, tidak mudah mendapatkan pembaca setia, dan jangan sampai disia-siakan karena yang bakalan rugi nanti penulisnya sendiri. Penulis tanpa pembaca sama saja tidak ada artinya.
IgGy sangat beralasan untuk memaksanya membaca Runako. Sangat beralasan untuk marah karena bukunya mendapat perlakuan buruk di toko. Tidak terlihat berarti tidak dibeli. Tidak dibeli, tidak dibaca, berarti tidak ada review, tidak ada rekomendasi dari mulut ke mulut, dan berarti tidak ada orang yang sengaja datang ke toko buku untuk mencarinya. Pada akhirnya buku diretur ke penerbit. Masuk gudang. Untuk suatu saat diobral dengan harga yang pasti menyakitkan hati penulis. Buku kedua dan ketiga terbit pun, dengan perlakuan seperti itu, tidak akan membantu. Trilogi yang tidak lengkap sulit menarik minat pembeli. Tamat riwayatnya.
Masuk ke cerita dan para tokohnya, seperti yang saya bilang tadi, karakternya cukup kuat. Banyak tokoh yang ditampilkan dan memiliki peran masing-masing. Memang jadinya banyak yang dibahas, misalkan saja tentang Tante Vira, sebenarnya nggak masalah sih kalau dia tidak ada, tapi kehadirannya berhubungan dengan Abah. Diceritakan juga para sahabat Gemi, tunangan IgGy, kak Juno senior Gemi dan pembuat ilustrasi buku Trilogi Runako dan Algis. Belum lagi masa lalu IgGy, konflik keluarganya dan tentang Gemi sendiri akan pilihannya masuk di Desain Komunikasi Visual.
Walau terasa penuh, konflik utama tetap tersampaikan dengan baik. Bagian Random, yang penulis sisipkan tiap pergantian bab, selain mempercepat alur tanpa banyak detail, memudahkan pembaca memahami apa yang sebenarnya dirasakan IgGy, tentang karakternya yang cukup gelap dan misterius. Akan perasaan Gemi kepada IgGy yang perlahan datang juga disampaikan tanpa tergesa-gesa, ada proses dari sebal menjadi penasaran kemudian tertarik lalu berujung jatuh hati.
Buku ini manis dan sangat dengan kita sebagai pembaca, kita akan merasakan apa yang dirasakan Gemi, numpang baca di toko buku, tidak bisa berhenti membaca ketika ceritanya keren, dan kadang membuat ilustrasi tokohnya sesuai imajinasi masing-masing. Masa lalu IgGy yang misterius juga tidak boleh dilewatkan. Recommended bagi kalian yang ingin membaca kisah cinta yang berhubungan dengan buku di dalamnya.
For investing my time to read this book twice, I didn't regret it at all. Jika ada yang bertanya ini novel tentang apa, biasanya akan kujawab: cerita tentang seorang mahasiswi DKV yang bekerja sebagai ilustrator bagi penulis novel yang dicurigai punya kepribadian ganda. Benarkah itu? Well. It's a strange meeting between two strangers that leads into some magical developments.
Siang itu Gemi sedang menumpang membaca Serial Algis favoritnya di toko buku. Algis adalah serial buku anak-anak bergenre fantasi karya penulis lokal yang sedang booming. Fansnya berasal dari berbagai kalangan usia. Sembari membaca, Gemi menyelinginya dengan menggambar fanart Algis. Cewek yang sedang menjalani studi di jurusan DKV (Desain Komunikasi Visual) ini memang memiliki bakat alami sebagai seorang ilustrator yang prima.
Gemina Inesita berasal dari keluarga sederhana. Ia harus berhadapan dengan keterbatasan finansial dan kekhawatiran akan masa depan. Di Bandung, Abah menitipkannya pada Tante Vira, bibi merangkap ibu kos yang superrese yang seolah tak rela melihat Gemi menjalani kehidupan di kos dengan tenang. Aneh, memangnya apa salah Gemi? Untuk survive, Gemi harus freelance menjadi ilustrator di sana-sini, terutama ketika salah satu perangkat studinya yang berharga raib gara-gara kecerobohan sang tante.
Keasyikan membaca Gemi terganggu ketika IgGy datang dan marah-marah kepada Mbak Zara, sepupu Gemi yang bekerja sebagai manajer toko buku itu. IgGy adalah seorang novelis muda yang tengah memperjuangkan penjualan novelnya yang underrated gara-gara mismanajemen toko buku. Kepada Mbak Zara, pria itu protes keras gara-gara novelnya, Trilogi Runako, diperlakukan dengan "tidak senonoh" oleh pihak toko. Perlakuan yang diterima ketiga novel IgGy sungguh berbeda 180 derajat dengan serial Algis yang sampai dipajang di garda depan dengan bentuk susunan yang variatif dan mencolok mata.
Gemi sudah berusaha agar tidak terlibat dalam adu argumen antara IgGy dengan Mbak Zara, namun akhirnya ia terseret juga gara-gara IgGy berkomentar bahwa fanart yang digambarnya di buku sketsa sama sekali tidak mirip imageAlgis yang asli. Gemi makin keki saat IgGy mencetuskan kata-kata yang tampaknya merupakan variasi yang lebih nyelekit dari kutipan Frank Zappa: "Di dunia ini, begitu banyak buku dan begitu sempit waktu yang kita miliki. Harus pintar-pintar memilih buku yang layak baca."
Laiknya sikap seorang fans yang baik (haha), dengan semangat 45 Gemi pun membela serial kesukaannya: "Apa kamu mau bilang serial Algis ini enggak layak untuk dapat waktuku? Serial Algis ini mengubah aku sejak buku pertama. Pandanganku, sikapku. Aku merasa jadi orang yang lebih baik karena setiap kali mau berbuat salah aku ingat Algis. Apa yang dilakukannya dalam posisiku. Karakter Algis itu kuat sekali. Dia memimpin dan menunjukkan jalan..."(halaman 13-14).
Sedikit intermezzo, ketika membaca pembelaan Gemi, mau enggak mau aku jadi ingat dengan serial Keo-Noaki yang ditulis Mbak Ary Nilandari sebelum beliau memulai serial Darmawangsa International School-nya. Aku jadi membayangkan kalau Algis ini mungkin semacam Keo versi fantasi haha. Meskipun aku membaca serial Keo-Noaki di usia dewasa seperti Gemi, serial itu juga begitu berkesan dan berpengaruh bagiku.
Tak disangka, IgGy malah tertarik dengan review verbal Gemina yang berapi-api. Ia memaksa Gemi mengulas Runako. Segera saja gadis itu dibuat sebal setengah mati gara-gara sikap IgGy yang terlalu dominan. Akhirnya dengan susah-payah, kesepakatan pun selesai dibuat.
Yang menarik, meskipun digambarkan sebagai novelis muda berlesung pipit yang keren, galak, dan bossy, IgGy juga dideskripsikan sebagai seseorang yang kikuk. Di sini penulis dengan cermat memainkan sisi lebih dan kurang para karakternya demi menciptakan situasi yang realis.
Well, Gemi dan IgGy memiliki profesi favoritku: penulis dan ilustrator. Pertemuan pertama mereka yang kacau terjadi di tempat favoritku: toko buku. Tak perlu waktu lama bagiku untuk dengan suka rela terjun dan menghanyutkan diri pada arus kisah yang diracik Mbak Ary Nilandari.
***
Urusan review-mereview buku itu kemudian malah menyeret Gemi lebih jauh lagi untuk masuk ke dalam kisah hidup IgGy yang dilapisi kabut tebal misterius. Sebagaimana penulisnya, dalam sekejap Trilogi Runako sukses menyita perhatian Gemi. Gara-gara maraton baca Runako sampai tengah malam, Gemi jadi kelabakan mengerjakan tugas-tugasnya yang ber-deadline mepet. Gadis ini sampai tertidur di angkot ketika mau berangkat kuliah dan kebablasan cukup jauh sampai dua kali. Oh Gemi. Dalam hal ini kamu tuh aku banget. Para pecinta buku mungkin hampir semuanya sudah merasakan apa yang Gemi rasakan. #KitaAdalahGemi
Memangnya sebagus apa sih, Runako?
Bagaimana kalau suatu hari kamu terbangun dan mendapati dirimu terkunci di dalam kepala orang lain? Kepala dengan memori yang separuhnya bukan milikmu. Begitu menyadari penjaranya saat bercermin pagi itu, Runako mencari jalan keluar. Cermin memberinya petunjuk, tapi juga mematai-matai gerak-gerik bagi si Pemilik Wajah di depannya. (halaman 23-24).
Begitulah bunyi BLURB Runako buku pertama yang dideskripsikan Gemi sebagai "tidak cukup kuat untuk menarik minat, terlalu generik, sudah banyak novel dengan premis seperti ini". Masak, sih? Kalau aku sih tertarik. Banget. Nggak heran kalau beberapa pembaca di Wattpad selain aku jadi ingin kisah Runako benar-benar dituangkan dalam format novel di dunia nyata. Begitulah nasibnya Mbak Ary. Selesai satu kisah, bakal terus dikejar-kejar dan ditodong fansnya untuk membuat kisah lanjutan atau spin-off. #RunakoWillFind_A_Way. Hahaha.
Seperti yang dijelaskan BLURBnya, kisah Runako adalah cerita tentang seorang anak lelaki yang terjebak dalam kepala orang lain. Runako terus berusaha keluar dari kepala inangnya, tapi berkali-kali gagal. Sekalinya berhasil, nyawanya dan nyawa anak lelaki itu malah terancam.
Gemi langsung terobsesi. Tak hanya ulasan dan fanart, tugas-tugas kampusnya pun menggunakan produk Runako sebagai variabel utama. Ia ingin membantu IgGY mempromosikan Runako agar lebih terdengar di kalangan pecinta buku. Perlahan Runako membuat Gemi memosisikan IgGy sebagai focal point dalam hidupnya sampai ia histeris sendiri.
"Dalam seni ada prinsip emphasis, penekanan. Ketika satu titik terlihat menonjol, menarik mata dan pikiranmu padanya. Semua hal lain di sekitarnya menjadi kabur, dan semakin menekankan keberadaan titik tersebut. Focal point atau titik perhatian. (halaman 109)
IgGy memang pribadi yang unik. Saking uniknya Gemi sampai menyangka pria itu mengidap kepribadian ganda. Kadang jadi begitu bossy, pada kesempatan lain alter egonya malah bersikap friendly. Benar-benar bikin bulu roma merinding.
***
Elemen misteri dalam novel ini semakin kental dengan adanya catatan "Random" yang tersebar di sepanjang kisah buku ini bagai iklan film thriller.Apa itu catatan Random?
Jadi setiap 1 bab selesai dikisahkan, ada selipan bab-bab pendek dengan latar kertas berwarna hitam pekat nan mencekam. Itulah Random. Pada prolog, penulis sudah menjelaskan bahwa "Random" adalah catatan-catatan yang dibuat tokoh bernama Garin secara acak. Fungsinya sebagai diari. Isinya adalah petikan kisah yang disajikan dalam bentuk percakapan dinamis, antara dua orang anak lelaki bersaudara dengan tautan takdir yang bikin hati miris.
Ajaibnya, meskipun catatan "Random" ini dibuat full percakapan tanpa narasi, hal itu sama sekali tak mengurangi kenyamanan dalam membaca. Biasanya aku terganggu dengan novel remaja yang terlalu banyak dialog dan hanya menyertakan sedikit narasi pembangun suasana. Tapi di sini, dialog-dialognya yang disajikan begitu kuat hingga sanggup menggantikan fungsi teks naratif maupun deskriptif.
Catatan Random ini bercerita tentang seorang anak kecil bernama Garin yang harus mengurus adik lelakinya. Sang adik ini genius tapi menderita penyakit distropi otot progresif, yaitu pelemahan dan pengerutan otot yang menjalar dari kaki ke badan. Para dokter sudah memvonis bahwa hidupnya takkan lama. Kenyataan itu membangkitkan sisi gelap dalam dirinya. Meskipun kondisinya tak berdaya, dengan cerdik ia terus menjebak Garin dalam posisi yang sulit Alhasil, Garin kehilangan kepercayaan ibunya sendiri.
Yang mengerikan, sang adik begitu manipulatif saat menanamkan sugesti pada Garin bahwa ibu mereka lebih ingin Garin yang sakit dan sekarat, menggantikan posisinya. Karakterisasi tokoh adik Garin ini sedikit-banyak mengingatkan aku pada tokoh Henry Evans dalam film The Good Son.
Ia memang tidak sampai seperti Henry yang ingin membunuh ibu dan sepupunya. Tapi pelan-pelan kondisi psikis Garin jelas tergerogoti. Seram...
Sepanjang cerita, kita ditugaskan sebagai detektif yang harus merangkai hubungan antara catatan Random dengan cerita utama yang sekilas dibangun secara terpisah. Awal-awal membaca kisah ini, aku harus benar-benar berkonsentrasi untuk menyibak misterinya satu demi satu.
***
Untuk meningkatkan promosi Runako, IgGy lalu meminta Gemi membuatkan komik ilustrasi. Sang novelis juga meminta Gemi menggambar adiknya yang ia panggil sebagai RaKa sebagai hadiah ultah untuk maminya. Permintaannya aneh: tolong gambarkan adikku sebagai anak berusia 12 tahun. Berbekal foto-foto buram anak kecil berusia 9 tahun, Gemi berusaha merekonstruksi wajah adik RaKa dalam penampilan yang lebih tua. Tiba-tiba muncul sosok Oliva, tunangan IgGy yang melarang Gemi mengerjakan pesanan untuk menggambar RaKa. Mengapa? Memangnya apa sih masalah yang bisa ditimbulkan dari sebuah lukisan potret?
Di saat yang bersamaan, Gemi mendapat kabar dari adiknya kalau sang Abah masuk RS karena tekanan darah rendah dan gejala diabetes. Dalam keadaan terdesak, apa pilihan yang akan diambil Gemi? Pasca mengambil keputusan, Gemi malah kehilangan keyakinan akan jalan seni yang ia ambil. Sejak bertemu dengan IgGy, batin Gemi jadi sering tergoncang.
***
Frustrasi, Gemi segera berkonsultasi pada dewa penyelamatnya, Juno Dewangga, pemilik studio desain grafis, dosen tamu, merangkap bos Gemi yang menawarinya pekerjaan di studio karena tertarik dengan kualitas iklan Runako buatan Gemi. Juno adalah salah satu dari tiga tokoh utama dalam novel "Pangeran Bumi, Kesatria Bulan".
Dalam novel The Visual Art of Love ini Juno hanya tampil sekilas-sekilas, tapi adegan dan peranannya lumayan penting bagi kesejahteraan batin Gemi (dan bagi Loka, sahabat Gemi yang mati-matian ngefans pada pria beristri ini haha). Sungguh aku menikmati rangkaian dialog serta diskusi antara Gemi-Juno:
"Lukisan, pahatan, patung, kamu tahu, merupakan seni murni. Melibatkan emosi pribadi sang seniman dalam kebebasan berkreasi dan berekspresi. Hasil karyanya membangkitkan emosi pula pada orang lain, tapi interpretasi si penikmat bisa berbeda-beda.
"Itu fine art. Tidak ada salah atau benar di sana." (Juno, halaman 114)
Gemi terus memikirkan apa sebenarnya manfaat yang bisa didapat dari bakat melukis yang ia miliki selain untuk diri sendiri. Untuk mencari uang itu sudah pasti. Tapi untuk orang lain? Benar-benar kegalauan khas para mahasiswa yang memelajari bidang humaniora. Haha.
Aku juga terhibur ketika Gemi bertanya soal para artis yang membuat kehebohan dengan menggambar kartun bernada penistaan terhadap agama (ya contohnya gampang lah: gambar kartun Nabi Muhammad yang sempat dipublis oleh media Perancis dan Denmark).
Apa jawaban Juno? Bagaimana sang dosen bisa menenangkan hati mahasiswinya yang dipenuhi keraguan?
***
Namun, kejutan tampaknya tak lelah menyapa Gemi. Tiba-tiba saja Radmila, sang penulis serial Algis, ingin menyewa jasa Gemi untuk membuat ilustrasi bagi buku versi cetak ulang Algis. Sayangnya, ekspektasi Gemi terjun bebas begitu tahu penulis buku anak idolanya itu punya kepribadian yang berbanding 180 derajat dari bayangannya. Antusiasme Gemi dengan segera digantikan oleh rasa ciut. Satu misteri lagi: darimana Radmila bisa tahu akan kemampuannya dan memutuskan untuk memburunya tanpa ampun?
Akhirnya Gemi harus mati-matian mengatur jadwal agar bisa mengerjakan pesanan ilustrasi Trilogi Runako dan serial Algis secara paralel. Situasi semakin rumit karena IgGy dan Radmila ternyata tidak akur sama sekali. Perseteruan mereka dimulai sudah sejak lama. Sebagai ilustrator, Gemi terperangkap di tengah. Sekilas, diperebutkan dua penulis favorit terdengar seperti sebuah kehormatan bagi ilustrator yang masih hijau seperti Gemi. Namun, daripada merasa tersanjung, Gemi lebih merasa stres, tak peduli secinta mati apa dia dengan karya-karya mereka.
***
Selama mengerjakan ilustrasi, Gemi perlahan jadi makin mengenal IgGy dengan segala kompleksitasnya. Labirin hubungan pemuda itu dengan tokoh Radmila turut menjadi bumbu yang memainkan dinamika plot. Dalam novel ini Gemi layaknya detektif yang terus berusaha menebak-nebak tentang apa yang sebenarnya terjadi di antara IgGy dan Radmila. Kuncinya ada pada novel-novel karya mereka berdua: Runako dan Algis. Juga masih ada misteri RaKa, adik IgGy.
Seperti seniman yang mengekspresikan dirinya ke dalam karya, penulis juga melakukan itu, menyelipkan dirinya di sana-sini dalam tulisannya. Tapi penulis punya cara untuk membungkusnya sedemikian rupa sehingga pembaca tidak tahu lagi mana fiksi mana realitas." (halaman 195)
Gemi pun bertekad untuk mendamaikan kedua penulis yang sering cek-cok itu dengan kekuatan karya. Caranya? Dengan media komik! Penasaran, kan? Baca sendiri, deh. Gemi benar-benar kreatif dan sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Namun, bagaimana jika hasilnya malah memperkeruh ketegangan yang ada?
Terlebih, Gemi sukses dibuat jungkir-balik dengan sikap si Miracle Dimple yang sering membuatnya berdebar, tapi kemudian menghempaskannya begitu saja. Bagaimanapun IgGy sudah memiliki Oliva sebagai tunangan. Namun, Gemi tak bisa membohongi perasaannya sendiri.
Gemi kembali dihadapkan pada pilihan-pilihan dilematis. Satu langkah saja akan sangat memengaruhi masa depannya. Ia harus memilih antara cinta atau cita-citanya. Mana yang akan dipilih Gemi? Sanggupkah ia mengorbankan salah satunya?
***
Isu yang diangkat Mbak Ary Nilandari dengan cukup intens adalah seluk-beluk dunia penerbitan, perbukuan, dan ilustrasi. Isu itu digambarkan begitu menyatu dengan plot. Istilah dan rujukan teorinya pun tak terkesan sekadar tempelan.
Sering mendengar keluhan serupa kasus IgGy dari para rekan yang sudah menerbitkan bukunya secara mayor. Satu buku yang baru terbit harus bersaing dengan ribuan judul buku lain. Yang kalah akan tersingkir dan dalam hitungan 3 bulan saja akan diretur ke penerbit, lalu berakhir di acara-acara loak buku dengan harga yang dibanting.
Paling gokil tuh waktu Gemi mengangkuti Trilogi Runako dan menaruhnya ke jajaran buku Best Seller. Penulis yang menerapkan hal ini memang benar-benar ada! Lalu saat aksi Gemi mengubah area kasir menjadi meet & greet dadakan buat IgGy.
Karena disemangati Gemi, IgGy pun memutuskan kembali berjuang. Kali ini dengan menggunakan media visual berupa ilustrasi dan komik untuk Runako. Zaman sekarang seorang penulis dituntut untuk sanggup melakukan self-branding dan marketing. Tak hanya bergantung pada penerbit. #IgGyPanutanQue
***
Begitu kuat dan dramatisnya interaksi antara Gemi dan IgGy, sampai enggak kerasa kalau linimasa plotnya hanya 2 bulan. Plotnya superpadat dan rapi. Meskipun begitu masih ada pertanyaan yang tak terjelaskan, misalnya: bagaimana cara adik Garin melakukan segala "kejahatannya" jika ia digambarkan kesulitan bergerak dan berpindah tempat?
Aku juga sebenarnya sudah berharap para tokoh di buku ini bisa lebih membatasi kontak fisik mereka. Namun, interaksi itu tetap saja terjadi dan tersebar dalam wujud pegangan tangan, menepuk kepala, menyentuh pipi, sampai berpelukan. Memang sih, masih terhitung lebih minim daripada novel-novel young adult lokal lainnya (dan itu sangat melegakan, Saudara!). Namun, aku berusaha memaafkan itu semua mengingat mereka berasal dari kalangan awam, bukan pesantren (haha). Lagipula semua itu terjadi untuk kemudian membuka kesadaran pada diri para tokohnya tentang rasa malu dan bersalah, juga kewaspadaan agar tak kecolongan lagi.
Masalah Gemi dengan Tante Vira pun dibiarkan menggantung. Apakah... ini tanda-tanda akan ada sekuel? Kyaaah? #HayoLohMbakAry. Hihihi...
***
Yang paling aku suka dari novel ini adalah proses berpikir para karakternya dalam menganalisis segala hal yang terjadi pada diri mereka sebelum bertindak dan berkata-kata. Ada rem yang pakem bahkan ketika mereka sedang dalam keadaan bertengkar satu sama lain. Simak saja adu argumen antara IgGy dengan Radmila yang berkesan sungguh intelektual dengan bumbu istilah teknis penulisan. Haha.
Para tokohnya pun benar-benar memikirkan segala konsekuensi yang akan terjadi di masa depan sebelum merespons permasalahan cinta mereka. Berusaha mengaktifkan kembali sisi logika sebelum tenggelam terlalu jauh dalam gejolak mabuk kepayang.
Setiap galau, daripada bertindak impulsif, Gemi cenderung memberi jarak sejenak sebelum kembali ke medan pertempuran. Dalam hal ini tokoh-tokoh pembimbing seperti Juno Dewangga, Loka, dan Bisma tidak bersikap menggurui. Mereka lebih ke mengarahkan sembari dengan setia menemani perjalanan Gemina dalam menyikapi masalahnya satu demi satu.
"Gemi, aku serius pengin kamu menjauh dulu dari IgGy dan Radmila. Kayak lukisan abstrak yang luas dan padat, hanya bisa diinterpretasikan kalau kamu mundur sedikit. Lihat dari jauh. Jangan mengambil keputusan sebelum kamu paham gambaran besarnya."(Nasihat Loka kepada Gemi, halaman 274)
Kalau kamu ingin bacaan yang bisa mendewasakan cara berpikirmu, baca novel ini!
Sepertinya sudah ciri khas Mbak Ary, menyajikan kisah yang premisnya menarik, plotnya rapi dan moralnya baik. . The Visual Art of Love adalah kisah cinta antara seorang mahasiswi DKV (Gemina) dengan seorang penulis muda (Garin), menggabungkan ilustrasi dan teks dalam upaya menyukseskan sebuah karya berkualitas. . Isu yang diangkat di buku ini tuh isu yang sekarang lagi ngehits (meskipun buku ini terbit sebelum isu ini ramai dibahas rang-orang): MENTAL HEALTH Ada sakit hati dan dendam akibat pengkhianatan, perlakuan tidak adil terhadap anak, rasa bersalah berlebihan. Tapi di atas semua ini, ada kelapangan dada untuk memberi maaf, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. . Soal karakterisasi, Gemina dan Garin sama-sama lovable. Aku agak risih di beberapa bagian yang menurutku Gemina terlalu drama, tapi ngga mengganggu kenyamanan membaca. Romance Gemina dan Garin itu so sweet, hampir kayak ngga mungkin beneran terjadi 😂 Apa mungkin ini karena aku bukan penggemar genre romance, jadinya terlalu skeptis. Selain dua tokoh utama ini, tokoh-tokoh sampingannya juga menarik. Ada persahabatan murni antara cowok-cewek, ada tunangan yang setia meskipun ngga cinta, dan ada mami kos nyebelin parah. Bahkan ada dosen idola yang ternyata tokoh utama di novel Mbak Ary lainnya: Pangeran Bumi dan Kesatria Bulan. . Di kisah ini juga banyak detail dan masalah seputar dunia penerbitan, yang sungguh nyata terjadi. Tentang display buku di toko, yang terkadang tidak adil, tentang karya berkualitas VS karya bestseller, tentang penulis yang harus bergerilya untuk mempromosikan karyanya. . Rating keseluruhan tiga setengah bintang kubulatkan ke atas jadi ⭐⭐⭐⭐
Dag dig dug, Gemina galau dengan perlakuan IgGy, yang kadang seperti memberikan sinyal-sinyal. Adanya Oliva membuat Gemi harus menahan perasaannya. Masalah Gemi tidak hanya tentang Oliva, tunangan IgGy, tapi juga Radmila, sekaligus penulis Algis, novel favorite Gemi. . Bagian yang paling kusuka dari #TheVisualArtofLove adalah alur dari kegelisahan Gemi yang dibangun dengan perlahan dan bakalan membuat baper para pembaca remaja. Tapi dari sisi IgGy, saya kurang merasa emosi tokohnya, tentang kemelut di dalam kepalanya, tentang perubahan perasaannya kepada Gemi. Buatku, konflik dalam diri IgGy belum maksimal digali. . Ada beberapa bagian yang mengganjal dan bertanya-tanya, salah satunya bagian konflik Gemi dengan Tante Vira di awal cerita. Kisah masa lalu yang menyakitkan dan melibatkan Abahnya Gemi, tidak banyak berpengaruh dalam perkembangan cerita. Dan, rasa-rasanya jadi tidak jauh berbeda kalau pemilik kos, adalah tante-tante jahat yang tidak memiliki ikatan dengan Gemi.
Sejak awal saya sangat tertarik dengan setiap halaman bab random --- bahkan melebihi dari kisah IgGy dan Gemi. Tapi, buatku sisi psikologi ini masih kurang dalam, bahkan sepanjang membaca, aku berharap ada cerita lebih banyak dari sudut pandang IgGy, yang tidak hanya diceritakan dari Bab Random. . Saya ingin tahu bagaimana IgGy berjuang mengendalikan pikirannya, bagaimana IgGy meredam kesedihannya dengan kematian adiknya dan perlakuan ibunya, bagaimana perubahan perasaan IgGy kepada Gemina, pokoknya saya lebih penasaran dengan detail apa yang terjadi dalam diri IgGy. Jadi, apakah Mbak Ary akan berminat membuat novel #TheVisualArtofLove dari sudut pandang IgGy? #maunyaa
Waw, gak bisa gak jatuh cinta sama tulisan penulis satu ini, buku ini merupakan buku kedua karya beliau yang aku baca, dan yang, semakin pengen baca ceritanya yang lain.
Karakter dari para tokoh yang kuat dan konsisten, apalagi tokoh IgGy, dia adalah tokoh favorit ku dalam buku ini. Selain karena jalan pikirannya yang tidak bisa di tebak dia juga misterius.
Konflik yang masih serumit biasanya, berkembang dari bab ke bab, menjadi kepingan puzzle yang bakalan menarik banget buat dibaca sampai habis. Dan menurutku ada kekelaman dalam buku ini, yang walaupun gak kental, tapi cukup terasa.
Karena aku pernah baca cerita beliau yang sebelumnya, aku jadi menaruh harapan besar pada buku ini, ekspektasiku besar, dan setelah membaca buku ini aku tidak menyangka ekspektasiku akan terpuaskan, bahkan ada bagian yang gak aku duga dalam cerita. Eksekusi konflik yang realistis dan tidak mengecewakan sama sekali. dan hal lain yang aku suka dari buku ini karena penulis pintar sekali memainkan emosi pembaca, bener2 gak tertebak sama aku.
Tapi, ada bagian yang sebenernya perlu lagi di gali lebih dalam, aku merasa kurang dapat informasi tentang masa lalu tokoh IgGy. Apa yang benar2 mereka lakukan pada IgGy pada masa lalu, menurutku kurang diberikan penjabaran.
Tapi selain itu aku suka, premis yang unik, perkembangan tokoh dan konflik yang sangat baik. Ah, ya, aku juga suka loh nama2 tokoh dalam buku ini, unik banget.
Mengawali tahun baru dengan membaca ulang novel ini. Seperti biasa, membaca tulisan Bunda Ary Nilandari persis seperti menenggak air laut: semakin haus dan terus haus. Lima bintang untuk karakter yang segar, plot yang cepat, diksi yang mengena, dan gaya tulisan yang atraktif. Benar-benar sebuah karya yang patut diapresiasi dengan sebaik-baiknya. Empat jempol untuk Bunda.
Gemina, mahasiswi DKV, calon ilustrator profesional yang doyan mojok membaca seri Algis di toko buku tempat sepupunya, Zara, bekerja, bertemu IgGy, sang penulis seri Runako dengan awal pertemuan yang kurang menyenangkan. IgGy yang bossy meminta Gemina untuk me-review novelnya, dan cerita ini ternyata tidak semudah itu. Ada banyak kejutan dan alur yang tidak terduga, sama halnya dengan para tokoh dengan background yang tidak biasa.
Salah satu hal yang membuatku betah dan menyukai buku ini sejak kali pertama membacanya adalah karena plotnya yang terbilang cukup cepat. Sebagai seseorang yang dibilang menyukai sebuah cerita yang singkat tapi meninggalkan bekas mendalam, novel ini jelas menjadi salah satu favoritku. Tidak kata yang terbuang sia-sia. Semua benar-benar terasa padat dan berisi. Gaya bahasanya yang lugas dan mudah dimengerti (terutama perintilan tentang DKV dan hal yang berhubungan dengan demikian), semakin menjadi nilai tambah. Salah satu penyeimbang yang cukup kuat untuk plotnya yang cepat adalah gaya tulisan Bunda Ary Nilandari yang terkesan atraktif pada semua aspek dalam novel ini.
Entah itu karakternya, setting, diksi, chemistry, dsb. Semua digambarkan dengan sangat-sangat-sangat baik.
Karakternya digambarkan dengan baik, dengan latar yang tidak biasa. Gemina---mahasiswi DKV, dan IgGy---penulis serial Runako. Romance-pun bersemi, meski banyak bertabut bumbu misteri ketika mereka pertama kali bertemu. Tentang Gemina, si cewek tangguh yang kuliah dengan uang saku pas-pasan meski konon katanya kuliah DKV itu memakan biaya yang tidak sedikit. Tentang IgGy, si penulis yang bossy dan menjadi 'focal point' bagi Gemina. Background mereka juga digambarkan dengan sangat apik, terutama IgGy dengan catatan randomnya yang tersebar di sana-sini.
Rekomendasi banget buat kalian yang mencari bacaan romance yang berbobot.
Buku ini sangaat kompleks dengan isu-isu sosial yang diangkat. Makanya, buku ini terasa lumayan berat. Tapi, justru jadi belajar banyak dari itu! . Bercerita tentang Gemina, seorang mahasiswi semester 3 Desain Komunikasi Visual yang bertemu IgGy, seorang penulis yang ingin bukunya laku, waktu perlahan-lahan mengubah kehidupan keduanya. IgGy ingin bukunya diilustrasikan oleh Gemina. Namun, Gemina malas dengan sikap IgGy yang seenaknya. . Sebagai seorang mahasiswi DKV yang juga masih semester 3, buku ini rasanya relatable banget 🙈 Banyak hal-hal tentang desain yang diangkat, termasuk lifestyle Gemina juga, rasanya aku bisa mengerti kenapa Gemina seperti itu. Isu sosial yang diangkat di buku ini banyak, mulai dari isu keluarga, sahabat, sampai romansanya. Romansanya pun bukan kisah cinta ala remaja, tapi lebih ke kisah cinta yang lebih dewasa. Makanya, di buku ini, kamu akan belajar banyak tentang cinta lewat cara Gemina menyelesaikan masalahnya. . 3.8/5💛
Masih tetap keren seperti biasa, tapi dengan tema yang berbeda.Kali ini tentang dunia ilustrasi dan disain kreatif.
Lewat tokoh Gemima dan IgGy, pembaca diperkenalkan pada banyak hal yang berkaitan dengan dunia novel dan ilustrasi.Cerita makin seru karena seperti biasa banyak konflik, kehangatan yang terasa di banyak halamannya, juga rahasia masa lalu yang terungkap satu satu.
Kalau pun ada kritik, itu ada pada nama nama tokoh yang panjang panjang dan susah diapalin.Juga kavernya yang menurut saya kurang eye catching, apalagi tokoh utamanya seorang ilustrator.Oh ya, saya juga agak nggak terhubung dengan tokoh Runako.Nggak nyampai kali ya..
Sejak halaman pertama, aku merasa bahwa ini kisah yang manis. Plot yang ringan dan juga premis yang rapi. Sudut pandang orang ketiga juga alur cerita yang mumpuni. Tema yang di angkat sangat menarik. Meskipun, sejak awal cerita berjalan sedikit cepat, namun gaya penulisan yang sangat remaja ini tak begitu menyulitkan.
Buku yang baik itu, deskripsi cerita yang benar-benar objektif. Aku mendapatkan informasi yang menarik di buku ini. Bahkan, aku merasa bahwa penulis tahu betul dengan apa yang ditulisnya. Tentang Desain atau ilustrasi. Penulis sangat memahami ini, hampir tidak ada cela. . Plot cerita, tidak terlalu berat. Karena memang dibuat untuk remaja. Ini sangat pas, dengan padanan kata yang tepat juga. Kata-kata khas remaja. Namun, aku merasa sedikit terganggu dengan pemilihan kata yang ada dibagian narasi. Meskipun untuk remaja, tidak ada salahnya dibuat baku. Ada beberapa yang menurutku kurang baku. Namun, tak jadi soal karena penggambaran cerita yg baik. Ringan dan di setiap paragrafnya itu padat. Sangat pas, antara dialog dan juga narasi. Meskipun, pilihan kata yang digunakan terkesan biasa. Namun, penulis berhasil meramunya dengan baik. . Karakter yang diciptakan sangat kuat. Karakter yang tepat. Konsisten. Gaya bahasa seperti ini, yang cocok untuk remaja dewasa. Tidak hanya membahas tentang cinta dan hubungan yang rumit itu. Tapi juga, tentang dunia seni, bagaimana seseorang itu menyukai seni. Karakter utama sangat kuat. Deskripsi suasana dan setting juga bagus. Penulis berhasil menggambarkan semuanya dengan rapi. Aku merasa bahwa penulis memang ahli. Terlebih lagi tema yang di angkat, meskipun biasa, namun tampak luar biasa. Plot yang mudah ditebak, namun tak mengurangi rasa penasaran. Setiap pergantian bab, terdapat cerita Random, yang isinya benar-benar acak. Tak jelas, membahas tentang apa. Namun, justru ini yang menarik. Seperti kepingan-kepingan puzzle yang berantakan dan perlu disusun. Untuk mengetahui susunannya pembaca harus mengikuti cerita ini sampai akhir, tidak sepotong-potong.
Meskipun, diawal aku harus memberi jeda sekitar 5 menit, antara membaca bagian utama dan Random. Kadang, sedikit membuat bingung.
Konsep seperti ini, menurutku hal yang baru.
Cerita manis Gemina dan IgGi itu, dapat. Perasaan yang ingin disampaikan penulis itu merasuk ke dalam pikiran pembaca. Jarang ada penulis yang berhasil dengan baik, mengeksekusi cerita remaja dewasa seperti ini. Ada tawa, galau, sedih, dan akhir yang manis tentunya. Konflik yang ditimbulkan juga terselesaikan. Tahap demi tahap itu nyaris tak ada cacat. Kepingan di awal tetap terjaga sampai akhir, dan kepingan itu menjadi kesatuan yang menarik.
Novel kak Ary yang pertama aku peluk. Yupp, aku emang kategori yg terlambat mengetahui karya2 luar biasanya. Pas ketemu di tobuk dan baca bulrbnya, aku sedikit mikir. Ah, pasti isinya kaya yg lain. Tapii, setelah aku baca lembar pertamanya, which is randomnya IgGy, aku ternganga. Aku salah besar. Novel ini luar biasa membuka mataku. Konflik nyata yg acap kali ditemukan dlm setiap kehidupan mahasiswa dan penulis, dipaparkan secara detail namun tetap easy. Dan satu lagi, mother issue. Sering kali aku temui konflik ini dlm dunia nyata. Dan disini, kak Ary memberikan solusi, gimana caranya menyikapi konflik tsb secara smooth. Klo random disini kita anggap serius, berarti plotnya maju mundur yg amat cantik. Sama sekali enggak njomplang dengan part selanjutnya. Dan, aku sangat menyayangi IgGy. Biarin deh, disleding sm Gemina. Rela aku, asal bisa bertemu dan sekedar bilang 'you're best guy!'.
Selalu antimainstream. Novel Young Adult kedua dari Bunda. Mempertemukan penulis dan ilustrator. Dalam novel ini, pembaca diajak bersama-sama dengan Gemi, mengupas lapis demi lapis misteri IgGy, penulis buku yang ditemui Gemi secara tak sengaja di toko buku. Bukan Bunda kalau enggak menyuguhkan hal baru dalam setiap novelnya. Di The Visual Art of Love, ada random IgGy seperti kepingan puzzle yang harus disusun satu demi satu. Setiap random menjelaskan konflik demi konflik yang dialami Gemi. Cerdas! Dengan menggunakan POV Gemi, seorang mahasiswa DKV, pembaca diajak ikut merasakan perjuangan mahasiswa DKV yang pas-pasan, bermasalah dengan ibu kost, sampai harus bergadang menerima komisi demi menambah uang saku. Tidak hanya itu, sepanjang novel bertaburan penjelasan tentang art yang mudah dipahami oleh orang awam sekalipun. Pergulatan batin Gemi tentang perasaannya sendiri terhadap IgGy bikin pembaca ikut menggalau juga. Yang pasti blushing enggak jelas dan gemes kepingin dapet nomer WAnya IgGY. Haha... Harus dikoleksi. Endingnya sweet, bikin ngiri sama Gemi karena gamon dari IgGy..eh..Garin..eh Abaaaahhhh...
Sebenarnya review ini sama aja kayak yang di IG, jadi kalo udah baca review ku di IG nggak papa kalo mau dibaca lagi😁
"Di dunia ini, begitu banyak buku dan begitu sempit waktu yang kita miliki. Harus pintar-pintar memilih buku yang layak baca saja." (Halaman 13) . .
Setuju sama Bang IgGy, apalagi tahun terakhir kayak aku waktunya pasti makin sempit. Sesempit yang bisa kamu bayangkan🤔 . .
Kuyy lah, kita bahas karakter di TVAoL aja😙
Ignazio Garin Yudistra, penulis trilogi Runako yang bukunya kurang di apresiasi. Dipanggil IgGy dengan G kedua kapital. Jangan sampai salah nulis nama Bang IgGy, huruf ketiga harus G kapital, huruf keempat pakai Y bukan I. Kalo kata Bang IgGy ".. Masing-masing ada konsekuensinya. Putuskan sekarang, dan gunakan dengan konsisten." (Halaman 68) kalo aku sih awalnya mau panggil sayang tapi keputusan akhir jadi Bang IgGy saja deh. Aku setia sama Ardi😙 . .
Gemina Inesita, siswa DKV yang punya masalah dengan tantenya. Aku bersyukur karena tanteku bukan Tante Vira😅 Kos bermasalah, kamera hilang, kekurangan uang. Membuat Gemi mengambil keputusan dengan konsekuensi yang cukup besar. Tanpa sadar dirinya sudah masuk terlalu dalam. Tenang, ini bukan horror kok soalnya kalo horror aku nggak bakal baca TVAoL😂 . .
Lewat TVAoL aku jadi tambah menghormati para penulis, rasanya sedih banget apalagi kalo ada orang-orang di luar sana yang memperparah kesedihanku dengan menjual buku-buku bajakan. Nggak kebayang rasanya. Jadi, teman-teman mari #STOPbelibukuBAJAKAN untuk menghargai penulis yang sudah susah payah menulis ceritanya. Aku juga penulis walaupun masih baru dan dalam tahap belajar tapi aku tau susahnya memindahkan ide dari kepala ke dalam kata-kata. Itu susah banget😣 Kalo nggak percaya coba tulis sendiri😃
"Kadang, keluarga sendiri lebih keterlaluan, ya? Membuat kita merasa bersalah membencinya. Bahkan berpikir, jangan-jangan kita sendiri yang salah." (Halaman 79) . .
Aku setuju sama Bang IgGy, entah sudah berapa kali aku marah, ngambek atau bahkan nangis karena keluarga tapi ujung-ujungnya selalu merasa bersalah. . .
Soalnya pas emosi lagi memimpin, mulut nggak ke kontrol dan perasaan jadi gado-gado. Tapi kalo udah tenang dan bisa berpikir jernih lagi, aku jadi merasa bersalah. . .
Berpikir kalo seandainya aku tadi nggak ini, aku tadi nggak itu. Nggak ada gunanya aku berandai-andai. Karena emosi sudah memimpin perang dan mulut sudah melemparkan bomnya. Satu-satunya cara hanyalah meminta maaf karena sempat terhasut emosi😣 . .
Ngomong-ngomong, aku tau arti nama Bang IgGy😄 Pengen tau juga..?😉 Hehee, harusnya ini untuk topik karakter kemarin, sorry-sorry karena lupa masukin😅 . .
Ignazio Garin Yudistra : Penjaga yang teguh dan bersemangat. Ignazio dari Italia yang artinya menyala, berapi-api. Garin Jerman penjaga. Yudistra varian dari Yudistira kukuh atau teguh. . .
Kereen ya namanya😎 Bahasanya beda-beda lagi, kalo aku mah sebelum kenal bunda nggak bakal pernah buka nama-nama bayi. Untuk nama karakter biasanya sembarang tulis nama saja, yang penting enak didengar dan dibaca😔 . .
Tapi pas liat nama karakter bunda yang keren-keren aku jadi lebih menghargai karakterku. Namanya harus punya arti. Kayak anak-anak bunda @arynilandari Ardi, Rayn, Wynter, IgGy dan anak bunda yang lainnya. Ngomong-ngomong, bunda kayaknya suka sama huruf Y. Nama Rayn, Wynter sama Bang IgGy ada Y nya😁
"Selalu ada beragam versi pada satu permasalahan tergantung dari mana kamu memandangnya." (Halaman 135) . .
"Terserah kamu. Aku tidak mau mengganggu kuliah dan tugas-tugas wajibmu. Lagi pula kamu bilang art adalah pekerjaan hati. Ada etika dan estetika. Tapi, yang lebih penting adalah kamu mengerjakannya dengan happy, enggak tertekan." (Halaman 150) . .
Bukan hanya untuk art, kurasa apapun yang sedang kita lakukan atau akan segera kita lakukan memang harus dikerjakan dalam keadaan happy supaya nggak jadi beban. . .
Ambil contoh kegiatan yang sedang kulakukan, aku ngerjakan novel, nulis cerpen, hapalan naskah, hapalan dongeng, dan lainnya dalam keadaan pusing, nggak mood dan segala macam kekacauan. Ujung-ujungnya nggak ada yang kelar dan moodku tambah kacau. . .
Makanya itu kalau sudah kacau kayak gitu biasanya aku buka sosmed atau nggak baca buku apapun deh yang bisa ngembalikan mood🤗 . .
Ngomong-ngomong kalian harusnya membaca TVAoL juga, habis baca ini aku jadi senyum-senyum sendiri. Hihiii, penasaran nggak?😋 . .
"To be with you for the rest of my life." Kalo ada yang bilang kayak gini ke kalian, apa yang bakal kalian lakukan? Aku pasti udah jungkir balik apalagi kalo Ardi yang bilang, sayangnya Ardi lebih milih "I am single, awesome, and happy!" Yaaah, nggak jadi deh sama Ardi😂
Oke, jadi, pertama-tama aku akan memberikan kesan pertamaku saat membaca TVAoL. Aku membaca TVAoL di wattpad hanya sampai bagian random 10 tapi itu benar-benar "WOW!!" banyak pengetahuan baru yang aku terima. Mulai dari Bang IgGy dengan masalah bukunya yang ternyata jadi penulis itu cukup berat harus siap hati. Dan bagaimana Gemi dengan seninya yang membuat delima. Bagiku itu semua pengetahuan baru yang hanya kudapatkan di TVAoL😄 . .
Setelah keputusan panjang, aku memutuskan untuk membeli TVAoL, cukup sulit untuk memulai lagi dari awal tapi setelah rehat sebentar dan aku memiliki waktu luang yang cukup banyak. Aku kembali larut dalam cerita ini. TVAoL berhasil menjeratku kembali😙 . .
Entah kenapa, selesai membaca TVAoL aku punya cara untuk menghilangkan beban pikiran dalam kepalaku. Aku mengomel sepanjang pagi didalam kepalaku, menyuarakan semua isi hati yang nggak bisa kulakukan dan hasilnya moodku kembali lagi. Mirip seperti si pemilik kepala yang membutuhkan Runako, aku pun butuh pelampiasan. Bahkan petinju pun menggunakan samsaknya untuk mengeluarkan emosi🙃 Oke, kita sedikit melenceng😕 . .
Deskripsinya tidak berbelit-belit. Lugas. Dan mudah untuk dimengerti. Pembaca juga diberi foreshadowing dan semacam bantuan, kebanyakan menurutku ada di random Bang IgGy yang membantu banget dalam konfliknya. Jadi, pas konflik nggak terlalu banyak informasi yang harus diterima karena kita diberikan secara perlahan-lahan. . .
Kau tau, seperti makanan. Kita disuapi sedikit demi sedikit, menikmati makanan secara perlahan dan tidak terburu-buru. Santai😊 Sementara kalo informasi diberikan dalam sekali suap, akan terkesan membosankan. Kamu kalo diberi makan langsung habis sesuap pasti ujung-ujungnya muak dan nggak suka sama makanannya. Syukurlah, TVAoL menyajikan makanan yang enak dengan pelayanan yang hebat.
Baca di Ipusnas (Nanti kalau udah punya bukunya aku mo baca ulang. Pankapan)
Aku suka iiiih. Sedih yaaa bukunya, huhu. Sedih tapi menghangatkan gitu tah. 😂
•Pros
Semua karakter di sini itu 3 dimensi. Trimatra ceunah. Apalagi IgGy sama Radmilla, nggak ada dua inimah. Complicated banget. Buat karakter sampingan aja kaya Bhisma sama Loka, bisa semanarik itu gitu, lho. Mereka tuh kerasa keberadaanya. Eksis di sini.
Aku juha suka ya, di sini tuh kek melawan stereotipe kalau cowok nggak boleh nangis. Yg nangis cemen. Di sini tuh ya emosi tuh buat dirasakan, enggak segan2 aja buat cowok2nya dibikin nangis tpi kesan cowoknya tetep nggak ilang. Mksdnya jadi ya emang mo secowok apapun kamu, kalau nangis ya nangis aja, enggak bikin kamu jadi kek cewek. Di fiksi aja bgtu, apalagi di dunia nyata. Cowok kan punya kelenjar air mata juga gtuuu, ya, kan.
Terus konflik keluarganya tuh mantep, wkwk. Rumit, dan ya bahkan ampe ending pun damai nggak damai mereka tuh. Ya realistis aja kan jadinya.
•Cons
Narasinya kadang beneran sepadet itu tapi sooooo telling. Misal di satu paragraf itu diomongin Gemi itu ngapain aja, tapi ngapain ajanya itu bisa sampe dia di kampus. Jdi klaupun di skip, bakalan rada galham tadi si gemi abis ngapain. 😂 Rada lelah bagian2 itu krena kayak dibrodolo informasi penting tapi nggak dikasih jeda. 😂
Kurang dieksplor sih. Endingnya emang realistis bgian masalah kliarganya tapi karena ini cuman dri sudut pandang Gemi, pas masalah IgGy sama Radmilla tuh kek gimana ya, ujung2nya kek cuman cerita IgGy ke Gemi dan yaaa, enggak berasa aja gtu tah kalau itu tuh lagi mo nyelesain konflik, wkwk. . . .
Over all, ni buku beneran heartwarming buatku. Seneng banget aku baca ini.
Akhirnya bisa balik lagi nyelesain buku setelah berbulan2..
Sejujurnya aku merasa novel ini promising bgt tapi lama-lama aku mulai merasa aneh. Latar belakang iggy yang jd fokus utama novel ini, pov 3, tapi semua dari sudut pandang gemina dan perasaan dia. Ditambah aku gak betah baca narasi gemina yg overthinking terus, bukannya malah relate karena aku sendiri overthinker tapi malah capek wkwk
Selain ga terlalu suka gemina, aku paling gak suka radmila. Emak2 impulsive ambis aneh. Kalo iggy, aku ngerasa dia orang yang berbeda waktu di awal bab dan pas udh barengan terus gemi.
Lalu aku rasa hubungan iggy gemi ini terlalu..apa ya..weird. makin ke akhir aku makin bengong bacanya wkwk menurutku juga kemistrinya gak dapet.
Soal runako ini juga, kayaknya gak terlalu selesai dijelasin masalahnya gimana. Tiba2 ilang aja dia.
Overall menurutku ceritanya flat tapi lumayan lah. Did i enjoy it? Not really. But, thanks for explaining DKV very detailed. Bagian ini yang paling aku suka.
Novel ini sangat mudah dicerna. Walaupun saya tidak bisa gambar, fotografi, tapi saya suka dengan segala hal yang berbau seni. Lukisan, desain, ilustrasi, komik, juga fotografi. Makanya, tokoh favorit saya di sini tentu saja Gemina. Dia digambarkan begitu pandai dalam mendesain dan selalu totalitas dalam pekerjaannya.
Jadi kesimpulannya, novel ini membahas seni dan buku dengan cara yang tidak biasa. Menyelipkannya dalam sebuah konflik pribadi bernama keluarga. Pertama, kita harus bisa menghargai karya seni. Karena ia dibuat dengan proses yang panjang juga butuh pengorbanan.
Di sini tidak ada 4,5 bintang, ya. Jadi susah milihnya. Bukan, bukan karena tidak cocok untuk lima bintang, tapi aku memang jarang memberikan bintang lima untuk novel bergenre romance. hehe.
Novel ini sangat menarik! Penokohannya unik dan alurnya tidak mudah ditebak. Mungkin pendapat ini terkesan klise, tapi memang begitu kenyataannya.
Aku jatuh cinta dengan cover-nya, terutama. Seperti menerbangkan kupu-kupu di dalam perut hanya dengan melihat cover-nya saja.
Awalnya, novel ini bergerak dengan alur yang cukup lambat, perkenalan karakter, latar belakang tokoh, dan sebagainya. Namun, di halaman ke 100 dan seterusnya, cerita seolah melakukan manuver dan bergerak dengan kecepatan ekstra.
Segala hal yang sempat membingungkan di awal jadi semakin jelas dan terang menuju akhir cerita. Konflik dibangun dengan melibatkan perasaan. Tanpa sadar, aku sempat meneteskan air mata karena terbawa ke dalam cerita. Ini adalah hal yang langka selama aku membaca novel bergenre romance.
Novel ini akan menjadi salah satu novel romance favoritku walaupun beberapa dialog tokoh cukup ambigu dan membingungkanku. Perlu pembacaan dua atau tiga kali untuk memahami beberapa dialog. Namun, di situlah letak keunikannya!
Masalah yang diangkat anti mainstream, seperti juga background tokohnya. Bersiap-siaplah dengan kejutan-kejutan yang disiapkan penulis di sepanjang cerita.
Dapet banget perasaan Gemi. Gemes sama IgGY. Enggak bisa berhenti baca karena random di antara bab malah bikin penasaran. Novel cerdas. Aku suka banget yang bab Gemi merasa bimbang. Juga kata-kata abah yang bilang kalau "kamu bukan pemenuh kebutuhan." Juga scene ketika Gemi menantang Radmila balik..Haha..bravo!
Aku baca marathon. Kalau biasanya satu judul aku selesai 2-3 hari, ini gak ada sehari. Sihir IgGy kuat banget, serasa jadi Gemina yang dibuat baper IgGy, yang mencoba dewasa saat menghadapi tantangan. Aaah, bagus saja gak cukup, perlu kapital B untuk bilang bagus banget.
wow, this is a sweet story! valueable dan alurnya enggak berat-berat amat karena pasti ada aja candaannya. beberapa bagian berhasil bikin hatiku nyess. tapi sayangnya masih ada beberapa kosakata yang typo, bikin aku bingung maksud dari kalimatnya.
The best book ever!! Karakternya natural, seakan benar-benar hidup di suatu tempat. Randomnya IgGy menarik. Kreatif banget, hanya terdiri dari dialog. Tapi jelas siapa yang berbicara.
Buku ini benar-benar page turner. Menjerat untuk dibaca sampai halaman terakhir.
Sebenarnya sudah beberapa kali membaca buku ini. Tapi kesannya tetap tidak pudar. Entah aku kurang teliti membaca atau bagaimana, selalu saja ada hal baru yang kutemukan setiap membaca TVAoL lagi. Inikah definisi multi-layers?
Kisah Runako .... Berharap kalau novel itu ada. Boleh request? Hehe.
Cara Gemina jatuh cinta .... Jadi ikutan sayang sama IgGy. Hihi. Buku pertama yang kubaca di 2020! Bikin guling-guling baper dan berusaha untuk tidak histeris karena udah malam. Gigit bantal.
Buku paling berkesan bagiku♥ terima kasih buat author sudah membuat karya masterpiece ini.
The Visual Art of Love ini buku ketiga bunda Ary yang aku baca, suka banget sama ceritanya. Tokoh-tokohnya mudah disukai. Karakternya kuat. Terus banyak juga informasi seputar DKV dan penerbitan ,nambah ilmu banget. Narasinya ga bosenin juga.
Aku suka ide ceritanya. Perjalanan kisah gimana seni jadi jalan menuju solusi konflik antartokohnya itu ngena dan membekas banget. Sisi romance-nya tetap diangkat, tapi enggak menghilangkan poin khas yang biasa muncul di novel YA.
Karakter tokohnya konsisten dengan alur cerita. Baik Gemi, IgGy, maupun Radmila, semua punya ciri yang khas. Meskipun masih ada tokoh-tokoh lain, tapi favoritku tetap Gemi dan Radmila. Dua perempuan dari beda generasi yang secara enggak langsung bisa saling mengingatkan, menguatkan.
Plot dan setting-nya juga rapi. Enggak bolong-bolong. Ritme ceritanya stabil, enggak banyak mandek dan enggak buru-buru juga. Tiap bagiannya punya peran, jadi enggak sia-sia. Gambaran adegannya juga detail. Kegiatan kuliah Gemi, kesibukannya dengan proyek ilustrasi, bahkan sampai properti desain Gemi dituliskan dengan rinci. Top banget pokoknya.
Ceritanya juga disampaikan dengan runut, kalimatnya lugas dan to the point, minim basa-basi. Bacanya jadi nyaman. Aku juga enggak keberatan dengan berbagai istilah dalam dunia desain yang bertebaran, atau istilah kepenulisan dan berbagai majas yang sering muncul dalam dialog IgGy dan Radmila. Itu malah meninggalkan kesan edukasi yang kuat.
Yang paling spesial, catatan 'random' di tiap akhir bab bikin aku jatuh lebih dalam, dua kali lipat. Angkat jempol untuk Runako dan Si Pemilik Kepala.
Buku ini bercerita tentang Gemi, mahasiswi DKV yang seperti mahasiswi DKV pada umumnya, yang waktu sedang numpang baca sebuah serial populer di toko buku bertemu dengan IgGy yang sedang ngamuk-ngamuk karena bukunya, Trilogi Runako, nggak laku.
IgGy. Nggak, bukan typo. Namanya beneran IgGy. Si IgGy ini kemudian meminta Gemi mereview dan membuat ilustrasi dari novelnya, niatnya agar lebih laku. Gemi menyanggupi. Ceritanya mulai dari sana.
Aku suka blurbnya. Menarik. Isi bukunya? Menarik BANGET. Ini salah satu contoh buku yang aku suka. Ringan tapi berat. Hah gimana tuh ringan tapi berat 😂. Pokoknya bahasanya ringan dan enak dibaca, tapi yang dibahas sangat dalam dan berliku-liku, menitikberatkan ke dinamika karakter dengan sifat mereka masing-masing (yang nggak Mary Sue atau Gary Stu, plus point!). Konflik yang mereka alami dan masa lalu yang mempengaruhi jalan cerita juga buatku cukup bikin aku nggak merasa sia-sia baca. Tersampaikan lah, kalau menurut standarku.
Aku suka karakter Ollie. Aku pingin lihat cerita dia. Aku juga suka Bisma sama Loka, dan aku juga suka waktu tahu mereka tetap jadi model friendship yang dinamikanya aku sayang-sayang hehehehe.
Aku jadi ingin baca tulisan authornya yang lain. Lima bintang!
Saya suka banget cerita ini waktu pertama kali mengikutinya di wattpad. Satu demi satu bab dikeluarkan bergantian (kalau nggak salah seminggu sekali?) gak langsung selesai, bikin penasaran, geregetan, dan baper. Belum lagi cerita mengenai dinamika kehidupan mahasiswa DKV. Dunia asing bagi saya, namun banyak murid saya yang kini menggelutinya dengan masalah yang mirip-mirip. Makanya, begitu kisah ini selesai di wattpad, saya bagi tautannya pada mereka semua agar membacanya dan bisa berefleksi, hahaa.
Tokoh sentral buku ini adalah Gemina, mahasiswi DKV di salah satu kampus di Bandung. Usianya baru 20 tahun, berjuang keras lulus cepat waktu agar tidak lagi jadi beban abahnya yang sudah menjual kebun terakhir di kampung untuk biaya kuliah. Gemi sering mencari tambahan uang saku lewat mengerjakan komisi menggambar, namun tetap tidak mencukupi untuk membeli buku favoritnya. Karena itu ia memanfaatkan toko buku untuk membaca gratis serial Algis yang disukainya. Saking sayangnya pada tokoh Algis yang dikarang oleh Radmilla, Gemi sampai membuat sketsa tokoh ini saat membaca di toko buku.
Kebetulan, gambar Gemi dilihat oleh IgGy, seorang penulis lain yang berkunjung ke toko buku karena geram pada penjualan Trilogi Runako karyanya. Mendengar Gemi membela Algis mati-matian dan tak pernah tahu tentang Runako, IgGy kemudian meminta Gemi membuat review atas bukunya. Dengan janji review dibarter buku serial Algis bertandatangan Radmilla plus trilogi Runako, Gemi akhirnya menyanggupi. Tak disangka hal itu membuatnya terseret dalam kehidupan IgGy dan Radmilla sekaligus.
IgGy terkesan dengan review Gemi, dan memintanya mengerjakan Runako edisi komik. Belum disanggupi, Radmilla juga menghubungi Gemi meminta dibuatkan ilustrasi untuk cetak ulang serial Algis. Pada bagian dua penulis dan satu ilustrator ini berinteraksi, saya senang ada penulis yang paham gambar seperti apa yang sesuai dengan tokoh yang diimajinasikannya dan bersedia memberi imbalan layak untuk gambar itu.
Pelan-pelan, Gemi membaca ulang Algis dan Runako untuk mendalami karakter tokohnya. Di situ ia mulai memahami kedua penulisnya, mengamati hubungan keduanya, menjatuhkan simpati, dan belakangan, menemukan cinta.
Dari segi bertutur, mbak Ary memang paham menghadirkan nuansa kehidupan dewasa muda dengan tidak berlebihan. Interaksi antara Gemi dengan Bisma dan Loka, sahabatnya di kampus, cukup muncul lewat percakapan tentang tugas kuliah, naksir dosen tamu muda, sulitnya mencari tempat kos, hingga curhat urusan cinta saat "dia" yang tepat akhirnya lewat. Kondisi Gemi di tempat kos Tante Vira juga dibeberkan hingga pangkalnya, namun tak diperpanjang menjadi drama berjilid-jilid.
Memang sih, menurut saya, di usia awal 20 Gemi terlihat dewasa banget. Hanya sekali ia diceritakan mengumbar emosi saat menghadapi Tante Vira. Lainnya ia bisa kalem saat dicerca Radmilla atau menghadapi Oliva, tunangan IgGy. Beda dengan IgGy yang sering diceritakan gampang terbawa emosi dan naik egonya, walau usianya sudah lewat 25 tahun. Tapi ya, memang sih tekanan hidup mereka sebelumnya berbeda, jadi ya sudahlah. Toh akhirnya mereka semua mulai bisa saling menerima.
Oh iya, seperti saya tulis di atas, waktu membaca di wattpad memang saya baper berat, tapi sekarang udah enggak. Sebab di edisi e-book yang saya pinjam dari iPusnas ini, ada bagian yang hilang, yaitu saat Gemi membaca kliping tentang almarhum ayah IgGy. Saya udah tahu ceritanya, jadi kehilangan bagian itu ggak papa buat saya. Cuma ya jadi mengurangi kenikmatan membaca bagi pembaca baru.
Jadi, sebagai pembaca baru edisi buku ini, saya kasih bintang 3,3 aja. Dan serius, setelah hadir jadi buku begini, sebetulnya saya berharap cerita ini bisa lebih tebal halamannya. Perlu eksplorasi emosi dari tokoh-tokoh selain Gemi, karena kesannya hal-hal yang terjadi pada IgGy, Radmilla, Abah, Tante Vira, Oliva, Bismo, dan Loka kita ketahui lewat sudut penceritaan Gemi belaka. Begitu, sih... :)
Ya ampuuuun!!! Udah berapa lama gue meninggalkan tempat ini? (Lebay gilak!)
Well, baca nih buku karena di rekomendasiin sama Senpai. Sebenernya doi ngerekomemin cerita yang satunya tapi katanya lebih bagus kalo baca yang ini dulu, karena agak nyambung katanya.
Nah gue baca tuh, di Wattpad, katanya masih ada. Tapi sialnya gantung pas mau ending karena udah di bukuin. Lah gue kan jadinya kepo anjir!
Terus gue nyari-nyari nih buku dimana-mana dan baru ketemu di Gramedia Tunjungan Plaza 3 Surabaya. Kan asw!
Jadi curhat.
So ... menurut gue, nih buku tuh apa yak. Sederhana, kagak nampol gitu, cuma keren. Nyesel banget baru baca sekarang. Senpai, kenapa lu baru ngerekomendasiin ini sekarang, Nandeyo?
Cerita tentang Garin/IgGy (whatever you call lah). Si IgGy ini penulis novel fantasy dari trilpgy Runako yang mana buku-bukunya tuh gak pernah laku dengan baik dan benar karena sering 'mojok' di toko, kalo gak di taroh di timbunan yah berakhir ada di gudang. Semacam itulah.
Nah disini nih yang bikin gereget juga gemes, ada penulis bernama Radmila yang sama nulis fatasinya yang mana buku dari Radmila ini lebih laris bahkan jadi best seller padahal seris Algis cuma fantasi anak-anak.
Nah disinilah peran Gemina dimulai. Gemi ini mahasiswa DKV (iya kah? Kok gue lupa.) Yang suka baca bukunya Radmila secara geeatis di toko buku tempat sepupunya kerja. Nah, disini dia ketemu sama IgGy yang lagi marah-marah soalnya buku dia gak laku. (Seperti itulah).
Cerita ini tuh PoV-nya orang 3 yang lebih banyak nyorot Gemina. Dan sedikit selipan setiap selesai bab yang mana itu cuma berisi percakapan random antara Garin dan Algis (yang mana disini gue dibikin kesel sama Algis, dan Garin juga sih.)
Dan arti dari Visual art of Love itu sendiri adalah kontribusi dari Gemina yang mencoba membantu IgGy untuk buatin dia versi Visual dari novelnya setelah dia dipaksa nge-review novel si Garin ini (jadi bingung gue nyebut namanya.) Dan Gemina dibuat jatuh hati sama Trilogy Runako.
Dan disinilah timbulah benih-benih cinta, padahal si Garin udah punya Cemewew. Duh gue tuh gak suka kalo ada pemeran utama yang udah punya gandengan terus terpaksa harus jadi hero/heroin demgan alasan yang kadang enggak logis dan maksa banget. (Mungkin ini yang bikin gue agak gak suka gitu sama nih cerita dan mengurangi bintang, selain sama karakter Tantenya Gemi dan Emaknya Garin.)
Udah deh itu aja. Untuk dua novelnya yang lain lagi, nunggu waltu dulu kali yah. Kalo ada temen gue yang punya mungkin bisa gue pinjem. Hehe.
Dari dulu Gemina mengidolakan Algis, tokoh fiksi dalam novel anak-anak. Saat Gami membuat ilustrasi Algis di toko buku, dia malah mendapat cibiran dari seorang penulis bernama IgGy. Siapa sangka, setelahnya IgGy justru menawari Gemi membuat review dan ilustrasi untuk novelnya sendiri!
Di lain sisi Gemi mulai melihat ada keanehan dalam diri IgGy. Firasat Gemi benar! Selama ini, ada 2 "pikiran" dalam kepala IgGy. Terkadang pikiran IgGy sendiri terkalahkan oleh pikiran lain yang menumpang di kepalanya. Tunggu dulu, mungkinkah IgGy menderita bipolar? Atau ada hal mistis dalam dirinya? Atau ada trauma yang menyebabkan ini terjadi??
Di saat hubungan Gemi dan IgGy semakin tak berjarak, Gemi pun merasa bimbang. Apalagi IgGy sudah bertunangan! Sampai di mana kah hubungan mereka digariskan? Apakah IgGy juga berhasil memiliki dan mengendalikan pikirannya sepenuhnya,??
🎨🎨🎨 Baca review buku lainnya di IG ku @tika_nia
The Visual Art of Love menghadirkan konflik yang kompleks. Mulai dari perjuangan meraih cita-cita, persahabatan, dinamika romansa, konflik keluarga, hingga pendewasaan diri. Hebatnya semua itu telah dipadukan dengan baik, menjadi cerita yang sangat menarik. Meski begitu, menurutku masih ada hal yang agak dipaksakan. Seperti hubungan dan perubahan sikap Oliva yang terlalu cepat.
Selebihnya, semuanya keren! Penokohannya kuat, perkembangan tokoh utamanya juga keren. Gaya bahasanya seru, mengalir. Bagian "Random" tentunya punya daya tarik tersendiri yang nggak dimiliki kebanyakan novel! Bagian ini berisi perdebatan antara pikiran IgGy dengan pikiran yang numpang di kepalanya. Jujur saja awalnya aku agak kesusahan memahaminya bagian ini, tapi semakin ke belakang ternyata semakin menarik!
Recommended buat penggemar romance yang nggak menye-menye dan konfliknya bukan tentang cinta-cintaan aja 😄🙌🏻
The Visual Art Of Love (312 hlm) Penulis : Ary Nilandari Penyunting : Zahra Haifa Penerbit : Pastel Books, 2018
12/30 "Kehidupan adalah seni. Seni itu keseimbangan. Jadi, kehidupan itu keseimbangan. Dalam seni, ada tiga macam keseimbangan: simetris, asimetris, dan radial." (hlm. 86) - Novel ini bercerita tentang Gemina , mahasiswi Desain Komunikasi Visual yang suka sekali membaca serial Algis di toko buku. Kecintaannya pada tokoh fiksi anak-anak, ia pun membuat satu buku khusus untuk mengilustrasikan tokoh Algis dengan gaya manga.
Dan IgGy adalah penulis Trilogi Runako, yang saat itu sedang protes karena buku-bukunya di letakkan sembarangan. Ada yang ditumpuk di lantai, di gudang bahkan nyasar ke deretan buku non fiksi 😅. Hal ini yang membuat buku-buku igGy jadi tidak laku. - Di sanalah kedua nya bertemu, saat IgGy melihat Gemi sedang asik membaca serial fiksi anak-anak penuh dengan haru. Hal itulah yang menarik perhatian IgGY. Ditambah dengan opini Gemi tentang serial Algis, membuat IgGy meminta pada gadis itu untuk me-review bukunya, dengan komisi yang menggiurkan. - Sejak awal, aku udah tertarik dengan desain sampul nya. Terlebih lagi ada bau-bau seni dalam novel ini. Semakin hanyut deh bacanya. Apalagi ceritanya minim basa basi. To the point gitu. Bacanya jadi enakeun. Istilah-istilah tentang desain juga lebih mudah di pahami. Karakter Gemina dan IgGy juga kuat.
Meski awalnya aku rada bingung dengan catatan 'random' di tiap akhir bab. Hmm tapi tetap asik. Jadi berasa kayak baca 2 cerita dalam 1 novel sekaligus.
"Desain grafis sejatinya adalah perjalanan pesan dari mata ke otak, menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu" (hlm 34)