Ce roman nous fait vivre de l'intérieur l'engrenage infaillible de la corruption. Bakir le petit fonctionnaire falot s'enorgueillit de sa probité, jusqu'au jour où il prend conscience de la médiocrité de sa fortune et de la piètre estime dont il est l'objet. C'est alors qu'il découvre peu à peu l'ivresse de la richesse, du luxe et du pouvoir, grâce au jeu de la corruption. Pramoedya Ananta Toer n'a jamais plié devant le pouvoir. Sa droiture et sa détermination à défendre ses idées l'ont amené à passer de longues années de sa vie en prison puis au bagne de Buru, où il a composé la plus grande partie de son oeuvre. La profondeur de l'analyse psychologique fait que son roman dépasse le point de vue politique pour devenir une fable sur la cupidité et la vanité humaines.
Pramoedya Ananta Toer was an Indonesian author of novels, short stories, essays, polemics, and histories of his homeland and its people. A well-regarded writer in the West, Pramoedya's outspoken and often politically charged writings faced censorship in his native land during the pre-reformation era. For opposing the policies of both founding president Sukarno, as well as those of its successor, the New Order regime of Suharto, he faced extrajudicial punishment. During the many years in which he suffered imprisonment and house arrest, he became a cause célèbre for advocates of freedom of expression and human rights.
Bibliography: * Kranji-Bekasi Jatuh (1947) * Perburuan (The Fugitive) (1950) * Keluarga Gerilya (1950) * Bukan Pasarmalam (1951) * Cerita dari Blora (1952) * Gulat di Jakarta (1953) * Korupsi (Corruption) (1954) * Midah - Si Manis Bergigi Emas (1954) * Cerita Calon Arang (The King, the Witch, and the Priest) (1957) * Hoakiau di Indonesia (1960) * Panggil Aku Kartini Saja I & II (1962) * The Buru Quartet o Bumi Manusia (This Earth of Mankind) (1980) o Anak Semua Bangsa (Child of All Nations) (1980) o Jejak Langkah (Footsteps) (1985) o Rumah Kaca (House of Glass) (1988) * Gadis Pantai (The Girl from the Coast) (1982) * Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (A Mute's Soliloquy) (1995) * Arus Balik (1995) * Arok Dedes (1999) * Mangir (1999) * Larasati (2000)
Pramoedya Ananta Toer is Indonesia’s most famous writer. He spent more than 15 years in jail, first because of the Dutch as he stood for Indonesia’s independence, and then because of the Suharto dictatorship who accused him of being a communist.
“Corruption” takes place after Indonesia gets its independence from Holland and follows the life of Bakir, a civil servant who is tempted by corruption in order to become rich. The book is very introspective and moralizing by showing all the aspects touching the plague that corruption is.
Toer comes up with an interesting analysis in “Corruption” and blames the older generation (who did very little during the decolonization process) for selling out Indonesia’s advancement for their own good. He opposes them to the young Indonesians who fought for independence from the Dutch and whose development is sacrificed by the old generation. He hints that things will change once this new generation takes over. Unfortunately, Indonesia is still one of the world’s most corrupt countries today.
“Mengapa harus menjalani korupsi? Mengapa menodai sejarah yang demikian bersih kalau sejarah itu hampir selesai? Mengapa. Ha? Justru karena hidup hampir selesai aku harus menikmati kekayaan dunia? Kemungkinan hidup. Bukan? Gaji tidak pernah cukup selama ini. Rokok pun terus menerus kretek.”
"Ngeri aku membayangkan. Engkau pegawai tinggi, engkau mempunyai kekuasaan. Engkau sebenarnya bisa berbuat itu(korupsi). Ngeri aku membayangkan namamu dimuat di surat-surat kabar sebagai koruptor."
Istri Bakir adalah wanita sederhana yang tak merongrong suaminya atas materi, istri setia yang menerima segala keterbatasan suami.
Walaupun demikian Bakir yang menjadi tokoh utama di kisah ini mulai tergoda untuk memiliki kejayaan dan menyingkirkan keperwiraannya. Bakir mulai tergoda untuk melakukan hal yang menurutnya adalah cara tahun sekarang dalam mencari uang.
Dilihatnya kawan-kawan ataupun anak buahnya satu persatu mulai menunjukkan kekayaan yang ternyata sebagian juga hasil dari merasuah kekayaan negara.
Sosok Bakir yang semua sederhana dan perwira perlahan terkikis oleh kebulatan tekad untuk memiliki harta benda dan kejayaan. Ditinggalkannya istri dan anak2nya, digantinya dengan seorang gadis molek yg jauh lebih muda.
Hanya berjaya sekira 2 tahun kekayaan Bakir, akhirnya terperosok pada jeruji penjara. Saat di penjara, hanya ada istri pertama yang menemani. Istri mudanya lenyap karena terbukti juga sebagai penjahat.
Pram menulis dengan analisis yang menarik, menyalahkan generasi tua yang berkuasa setelah merebut kemerdekaan justru berebut kekayaan, menjual kemajuan Indonesia untuk kejayaan diri mereka sendiri.
Pram mengisyaratkan bahwa hal-hal akan berubah setelah generasi tua mematikan diri dan generasi muda mengambil alih. Nyatanya hingga kini korupsi masih berurat berakar di tanah ini.
Akhirnya bisa membaca buku Pramoedya Ananta Toer selain terbitan Lentera Dipantera. Judulnya sudah menggambarkan isi: KORUPSI terbitan Hasta Mitra.
Novel ini berkisah si Bakir, seorang kepala kantor pemerintahan yang terkenal jujur hingga ubun-ubun. Tetapi apa yang terjadi kalau nasib justru membenturkan kejujurannya dengan kecupetan materi. Anak-anak sudah mulai besar dan membutuhkan dana pendidikan yang tidak sedikit. Bahkan saking miskinnya, keluarga Bakir diceritakan sempat menyewakan kamar bagian depan untuk dijadikan toko oleh orang Cina. Bakir berangkat tanpa dasi dan sepatu mengilat disapu semir, dengan sepeda tua dan tanpa rokok kaleng. (Memang nampak Bakir orang jujur yang tidak mujur di kehidupan materi uang dunia). Lalu cara Bakir menyaksikan teman-temannya bahkan anak buahnya mulai menunjukkan kekayaan yang ternyata sebagian juga hasil meruswah kekayaan negara. Bakir mulai tergoda untuk melakukan hal yang menurutnya adalah cara tahun sekarang dalam mencari uang(h.43). Sepertinya meski belum menggurita, korupsi zaman Bakir sudah mulai menggejala. Banyak kawan Bakir sukses merampok harta negara.
Lalu apakah keluarganya menyetujui? Memang Bakir melakukan korupsi karena terdesak ekonomi yang bersumber keluarga, tetapi Bakir bukan suami yang terjebak pada kehidupan dunia istri yang meronogrong suami agak punya gaji banyak. Bukan seperti anggapan umum, kalau suami korupsi diidentifikasikan karena istrinya yang matre.
Istri Bakir adalah wanita yang menjunjung dan menghormati kejujuran Bakir di kantor. Minimal di awal. Bahkan ketika menjual barang yang dibawa dari kantor, senilai Rp 20, istrinya mulai menaruh curiga. Bahkan ketika Bakir meminta dibelikan dasi dan semir sepatu, yang diindikasikan istri sebagai usaha untuk memoles seorang pejabat yang hendak menjadi koruptor, istrinya takut dan melakukan itu hanya sebagai bakti seorang istri. Bukan legitimasi agar Bakir memperkaya diri dari uang negara.
"Ngeri aku membayangkan. Engkau pegawai tinggi, engkau mempunyai kekuasaan. Engkau sebenarnya bisa berbuat itu(red:korupsi). Ngeri aku membayangkan namamu dimuat di surat-surat kabar sebagai koruptor(h.38)
Tetapi nasihat istrinya, tidak mampu menumbuhkan ketakutan di hati Bakir. justru ia berkata, kalau ia tidak takut polisi, pengadilan, penjara, mati, sakit, gantung diri, atau merana. Karena menurut Bakir, perempuan memang banyak tetapi laki-laki hanya satu (Arogansi laki-laki Bakir muncul).Kearogansian BAkir dibuktikan ketika istrinya yang setia dan anak-anaknya yang cerdas tidak sepakat bahkan menolak keras tindakan Bakir menjarah harta negara. Bakir berpaling kepada gadis muda cantik, Sutijah.
Dan ada tokoh lain lagi, Sirad, sekretaris pribadi Bakir di kantor yang diam-diam mengamati dan mencatat perilaku ganjil Bakir. Karena Sirad adalah calon doktoral. Generasi muda terpelajar. Dan ternyata meski diberi budi segudang oleh Bakir, ketajaman pikir Sirad tidak tumpul. Dan benar, Siradlah yang "menjebloskan" Bakir ke penjara sebagai koruptor.
Saat di penjara, hanya ada istri pertama yang menemani. Sutijah lenyap karena terbukti juga sebagai penjahat, pengedar uang palsu.
Sirad adalah perlambang generasi muda terpelajar dan kritis. Bakir adalah pejabat tua korup dan bodoh.
I've read the French edition of this novel, which was first published in the 1950's. This is the third novel I've read from Indonesian author Pramoedya Ananta Toer, which I loved reading the first 2 series of his tetralogy.
This book describes first the psychological anguish of a honest long time civil servant having difficult time to live with his family on his meager salary while other corrupt civil servantof his generation are living a wealthy life. The author describes very well how he came to conclusion that he should accept too corruption money to ease his family's burden and how he does it for the first time ever. However, once he accepted corruption money for the first time and he didn't get caught, his life and previous relationships changed entirely. The initial purpose of accepting corruption was forgotten and replaced by a new extravagant life, which impacted his soul more than ever until his final demise.
The author wrote this book in the 1950's and described a global phenomenon still true today. The author did a magnificient job in describing extensively the psychology of accepting the first corruption money and put it in contrast with the subsequent consequences. A brilliant short and easy to read novel from the great Pramoedya Ananta Toer.
Buku Pram pertama yang saya baca, saat masih zaman Soeharto kayaknya, fotokopian pula. Dan pake edjaan lama.
Rupanya kebanyakan alasan utama untuk melakukan korupsi adalah ketika seseorang merasa tidak cukup dengan hal yang sudah didapatnya. Dia ingin lagi... dan lagi... dan akhirnya gitu deeeh...
Tema yang masih up to date hingga kini. korupsi,penyakit yg bisa mengena pada siapapun yg gampang tergoda olah gemerlapnya dunia. PAT begitu lugas menyatakan penolakkannya pada penyakit jiwa yg satu ini.
Bakir, a meek civil servant who has seen his status and purchasing power eroded over the course of his career, suddenly decides that being scrupulously honest is a mug's game, and that he owes it to his 4 children to start seeking bribes like most of his colleagues. Unfortunately, his wife doesn't want to have anything to do with his new ways, and when push comes to shove, he realizes that the welfare of his family is a mere pretext: what he really wants is to wallow in luxury himself. Leaving his loyal wife behind, he moves in with a younger and less principled girl, Sutidjah, all the while knowing that he is too clumsy to remain a successful crook for very long. In fact, the pleasure of owning a big car and a beautiful house quickly pales and almost from the start he is riddled with remorse and desperate to be caught and punished. Being sent to prison comes as a relief and enables him to make peace with his forgiving wife and his former secretary and protégé, Sirad, who is in fact the one who denounced him in an attempt to help usher higher standards in Indonesian public life. Bakir agrees with Sirad that he belongs to a despicable generation of men who didn't fight for independence and were quite happy to serve their Dutch masters as long as, individually, they benefited by it. The book is worth it both for the portrayal of Bakir and the insights into the politics of post-colonial Indonesia. Bakir is basically a decent man who can't stop himself from ruining his life and his family's prospects for a few months of ill-gotten luxury, because a lifetime of mounting humiliations has chipped at his self-image and manhood. In that sense he resembles lots of blue collar workers in America today.
Gejolak batin Bakir, tokoh utama yang berperan sebagai kepala bagian di instansi pemerintah cum koruptor, digambarkan dengan sangat gamblang. Istrinya menentang Bakir maling duit negara. Sudah diingatkan berulangkali, tapi ia nekat. Konflik pecah. Istrinya digampar. Bakir kabur dan kawin dengan Sutijah. Punya rumah mewah di Bogor, dan tiap berangkat kantor mengendarai mobil Plymouth disetiri oleh seorang sopir. Tubuh Sutijah juga bergelimang perhiasan mahal. Tidak cukup, ia menuntut Bakir agar membiayai dirinya berpesiar ke Bali. Tentu semua itu buah dari korupsi. Singkat cerita, Bakir jatuh. Kejayaannya runtuh, siasat busuknya terbongkar. Akhirnya, Bakir yang sudah tua itu menghabiskan sisa usianya di penjara. __ Tamat juga meski perlu tempo sekira tujuh hari. Sungguh, sebuah karya yang luar biasa. Seharusnya makin bikin kita sadar, mencuri/korupsi itu perbuatan durjana yang buat hidup merana. Lagi-lagi, jujur dan syukur adalah kunci hidup, kunci ketenangan hidup. Semoga kita bisa saling menjaga, selalu mengingatkan. Paling tidak dimulai dari keluarga dan kawan terdekat.
Buku ini masih sangat relevan di ceritakan sampai saat ini meskipun zaman sudah banyak berubah tetapi pikiran dan perbuatan Korupsi tetap ada dan tidak hilang dalam kehidupan manusia..
Segala keinginan memiliki sesuatu yang lebih dan menyenangkan selalu berperang dalam batin tiap manusia, jika diawal tidak langsung di putuskan tetapi malah direnungi terus menerus akhirnya bisa terseret makin jauh dan dalam,lupa diri bahkan menghancurkan hidup orang yang kita kasihi juga..baru sadar, mengerti dan Menyesal... Harga mahal yang harus di bayar oleh Bakir dalam penjara dan rasa malu yang harus ditanggung oleh keluarganya.
Hidup kalau tidak direm kuat2 jadinya ya begini..Korupsi hanya menghasilkan ketamakan, kesombongan dan egoisme tinggi.. Pesan kuat dari buku ini Hidup itu harus selalu mawas diri ,jangan gelap dengan kesenangan dan kesuksesan sementara yang semu, semua sia2 saja akhirnya..kepuasan harta,uang,sex adalah keinginan duniawi menyesatkan!
Buku pertama Pram yang selesai aku baca. Eh saduran pula. Sat set sat set sudah ending saja ceritanya.
Buku ini mengingatkan saya saat ujian nasional matematika SMA, ketika semuanya mencontek sana-sini, saya cuman gigit jari.
Salah siapa ya gak mau belajar sampai ada dalam posisi tidak bisa menjawab setengah soal ujian matematika? Lalu meraung karena harga dirinya gak bolehin nyontek. Ye si bodoh itu.
“Menakdjubkan, sedjak tjetakan pertama pada tahun 1954, isi buku masih representatif mewakili kondisi saat ini. Elegan serta mengandung pesan kehidupan jang kuat. Seharusnja buku ini mendjadi batjaan wadjib di sekolah dasar, supaja tiap insan memahami betul apa sadja kerugiaan dari tindak korupsi. Terlampau 71 tahun, dan masalah kita tetaplah sama — korupsi. Djadi korupsi itu sudah ada dalam gen kita atau hanja sebatas gagasan?”
Kemiskinan adalah kutukan bagi hati yang tidak sederhana
Telah dua puluh tahun Bakir menjadi pegawai. Bapaknya dulu pegawai,begitu juga kakeknya. Dahulu menjadi pegawai negeri adalah suatu kehormatan. Bakir memiliki empat anak bernama Bakri, Bakar, Basir dan Basirah. Bakir berharap anaknya menjadi pegawai seperti dirinya sehingga ia namai anak mereka dari huruf B. Semakin hari kebutuhan hidup semakin banyak. Bagian depan rumahnya sudah disewakan pada orang. Kendaraan yang ada hanya sepeda tua yang berkarat. Kenaikan gaji pegawai setiap tahun tidak menutupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Anak-anak Bakir akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Kegelisahan Bakir memikirkan biaya sekolah anak membuat pikirannya tak tenang. Ia melihat kawan-kawannya yang mujur dalam kehidupan. Orang-orang yang pernah menjadi bawahannya bisa lebih makmur dari dirinya. "Apakah yang bisa diperolehnya dengan kejujurannya itu? Paling sedikit seratus orang telah menyesalkan kejujuranku yang tidak menghasilkan apa-apa ini" Terniatlah dalam hati Bakir,satu kata : Korupsi!
Korupsi pertama yang dilakukan Bakri adalah mengambil persediaan alat tulis kantor dan menjualnya ke Tauke di Pasar Tanah Abang. Tauke hanya menghargai barang ‘kutipan’ tersebut sebesar Rp 20. Di rumah istrinya terkejut ketika Bakri memberikan uang tersebut. Istri yang telah mendampinginya selama 15 tahun seakan-akan bisa mencium niat korupsi Bakir. Istri Bakir mengutarakan ketakutan jika suatu hari membaca nama suaminya di koran-koran sebagai koruptor. Bakir menantang istrinya “Kalau aku mau korupsi, apa engkau mau berkata?”. Istrinya berusaha mengingatkan Bakir tetapi ia tidak mengacuhkannya. “Kalau benteng kejujuranmu telah tembus untuk pertama kali. Engkau akan menyerah. Terus menyerah pada nafsu-nafsumu dan engkau tidak akan dapat memiliki bentengmu lagi. Cuma tenaga di luar dirimu saja yang bisa menolongmu”.
Bakri mulai melihat kesempatan apa yang bisa ia manfaatkan dari pekerjaannya. Di kantor Bakri dibantu oleh Sirad,anak muda yang berhati lurus. Sirad sudah seperti anak sendiri yang sering datang berkunjung ke rumahnya. Perubahan sikap Bakri dirasakan Sirad. Pekerjaan yang biasa dilakukan Sirad diambil alih oleh Bakri. Bakri mulai menjauhi orang-orang yang tadinya akrab di tempat kerja. Ia menjadi sensitif dengan gelagat sekitarnya. Ia diliputi kecemasan bagaimana kalau ada yang menyadari tindakan korupsinya. Berikutnya Bakri memanipulasi pembelian kerja sama dengan tauke yang sama. Kali ini jumlah uang yang diterimanya sangat besar.
Setelah mendapat tentangan keras dari istri, Bakir mulai melirik gadis yang sering ada di lamunannya, Sutijah. Sutijah berusia 20 tahun. Hidup berdua dengan ibunya di kawasan kumuh. Bakir memberikan uang korupsinya pada Tijah. Gadis polos yang telah mencecap kekejaman hidup akhirnya luluh dalam rayuan rupiah. Bakir meninggalkan istri dan empat anaknya dan menikahi Tijah. Mereka tinggal di rumah yang besar di kawasan puncak Bogor. Perubahan Bakri sekarang nampak jelas. Dandanannya semakin perlente. Sepeda tua berganti dengan mobil Plymouth. Kemeja selalu buatan luar negeri. Penduduk di sekitar rumah menghormatinya karena ia tidak pelit mengeluarkan uang untuk bantuan sosial.
Dalam cerita Bakir,korupsi dimulai dari tindakan sederhana. Sudah jelas memanfaatkan kekuasaan atau jabatan demi keuntungan pribadi tapi kenapa koruptor tidak merasa bersalah. Pram menuliskan dari sudut pandang Bakri, si Koruptor. “Kalau aku terima uang sebagai tanda terima kasih, apa salahnya? Itu bukan pelanggaran dan juga bukan kejahatan. Dia beri aku sebagai perseorangan kepada perseorangan. Apa salahnya.” Bakir sebenarnya dikelilingi oleh orang-orang yang jujur yaitu Istri dan Sirad,asistennya. Keserakahan menjauhkannya dari mereka. Dan keserakahan pula lah yang akan menyeretnya jatuh.
Korupsi ditulis Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1954. Lima puluh Sembilan tahun berlalu korupsi masih menjadi persoalan bangsa Indonesia. Hampir setiap hari berita korupsi selalu ada di media massa seakan tidak ada habisnya. Begitu parah kah tingkat korupsi Indonesia? Malu dan Hati Nurani adalah dua hal yang telah hilang dalam diri koruptor karena seperti yang dialami Bakir selalu ada pembenaran dalam tindakannya.
Membaca korupsi ini seakan terbayang-bayang dengan novel korupsi karya Tahar Ben Jelloun. Penulis asal Maroko memang menulis novel berjudul sama karena terinspirasi dengan karya Pram. Karena saya membaca novel Tahar Ben Jelloun terlebih dahulu,saya bisa menduga alur ceritanya tapi saya tetap penasaran apa kata Bung Pram tentang korupsi. Kedua cerita ini semakin menegaskan korupsi tidak mengenal usia, batas geografi, suku, agama, dan partai politik.
Pesan Pram dari novel Korupsi jelas, jangan korupsi ! ‘Kalau hanya karena kekurangan belanja, mereka bisa cari kerja lain yang lebih menguntungkan dan tidak menjadi tikus. Tikus! Tikus yang terus menerus merusak sampai akhirnya datang kucing menerkamnya’.
Sebaik-baiknya sebuah niat, jika dilakukan dengan cara yang salah, tak akan pernah mendatangkan manfaat.
Barangkali, begitu yang saya dapatkan seletah membaca buku ini. Betapa niatan Bakir begitu mulia, ia hendak membebaskan diri dan keluarganya dari cekikan kemiskinan. Melihat keempat anaknya terus tumbuh dan membutuhkan biaya yang lebih besar lagi. Lengkap dengan hidupnya yang begitu-begitu saja. Bahkan sangat kekurangan.
Namun, di balik semua itu, ia mendapatkan kebahagiaan yang melegakan. Anak-anak yang tumbuh dengan gembira, meski hidup sederhana. Ditambah istri yang setia, tak mengenal keluh meski hidup susah.
O, tapi hidup semakin menyedihkan dan ia diambang sebuah pilihan. Berani bertindak atau tidak? Berani memulai memakan uang negara yang dianggapnya tidak seberapa dibandingkan pengabdiannya selama ini atau semakin hidup miskin dengan bayangan suram untuk masa depan keluarganya?
Jadilah, Bakir mulai melakukan korupsi. Mengambil keuntungan dari sana-sini. Ia bahkan menikahi seorang gadis muda yang cantik, yang pada akhirnya membuat ia meninggalkan istri setia dan anak-anaknya.
Apa yang ia dapatkan?
Kehampaan. Ketakutan. Dipenjara oleh curiga dan kebohongan-kebohongan lainnya.
Pram, menyuguhkan cerita manis dalam buku ini. Menggambarkan sebuah kebahagiaan semu yang kadang kita inginkan. Lalu melupakan hal sederhana yang sudah Tuhan anugerahkan.
Ketenangan.
Hal sepele, tapi kadang mahal harganya.
Yang membuat saya merinding tidak lain adalah kesetiaan istri Bakir. Lebih-lebih dengan keteguhan hatinya, yang tetap memilih menjadi manusia jujur ketimbang disiksa oleh cemas jika menuruti keinginan suaminya.
"Walau ketika senang kau lupa kepada kami, kau tetap suamiku dalam keadaan duka." Begitu kira-kira kata istri Bakir saat menjenguk suaminya dipenjara.
Duh, kesetiaan selalu membuahkan hasil jika dilakukan dengan hati yang ikhlas.
Senang rasanya membaca buku ini. Ya, Pram, semoga generasi kami, generasi muda, tidak melakukan kesalahan generasi mereka, generasi yang doyan korupsi. Dan semoga, ketidakdamaian dalam hati mereka setiap kali memakan hak orang lain, bisa membuat mereka jera.
Aku sering heran melihat orang yang tidak beralasan tetapi malah korupsi. Sudah punya rumah, mobil, istri, tetap saja berkorupsi karena iri hati melihat orang-orang di sekitarnya yang tampak lebih makmur. Mungkin karena korupsi itu adalah dosa kebanyakan, dosa bebarengan, sehingga dibilang, "ah, dia saja melakukan tidak apa-apa, kenapa kita tidak korupsi juga?"
Sementara itu, kenapa juga orang miskin berkorupsi. Karena kekurangan, karena ada kesempatan, karena memang membutuhkan untuk memperpanjang hidupnya. Namun sayang, ketika uang panas itu dipakai, selalu tidak bertahan lama. Selalu hanya ada sebentar kemudian lenyap habis juga untuk hal-hal tak berguna. Selalu ada rasa salah ketika memberikan uang hasil korupsi untuk hal-hal yang baik. Seakan uang itu hanya berguna untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang tidak penting. Bukankah seharusnya masih bisa hidup dengan hasil yang biasa?
Upeti, nilep, apapun itu bagian dari korupsi. Sudah sekian lama di Indonesia. Bahkan Pramoedya yang menuliskannya sejak dulu masih relevan dibaca sampai sekarang. Novel ini juga yang mengilhami Tahar Ben Jelloun untuk menulis cerita Corruption di negaranya.
Berita-berita di televisi hingga hari ini tentang korupsi masih menyakitkan hati rakyat Indonesia. Tidak pernah berkurang, malah semakin ditambah-tambahi. Just wonderring, kapan hilang korupsi dari negara kami?
Ada dua macam koruptor, "corruption by need, and corruption by greed"
(Korupsi karena perlu, dan korupsi karena rakus)
sang tokoh "Aku" yang bernama-klo tidak salah-Bakar, melakukan korupsi karena gajinya kurang, pada saat yang sama teman2 nya yang melakukan korupsi hiduonya lebih sejahtera dan aman dari jangkauan hukum, sehingga hal ini menimbulkan kecemburuan, "kalo mereka bisa kenapa saya tidak".
ternyata korupsi yang dilakukan si tokoh "Aku" merupakan awal dari bencana, perselingkuhan, rumah tangganya rusak, kasus pidana, dll
novel ini kaya akan konflik batin.
buku ini ditulis tahun 1953 dan nampaknya, korupsi adalah salah satu bentuk kejahatan purba, karena sudah ada sejak jaman dahulu kala, selain pembunuhan dan pelacuran
sepertinya ini yg terjadi di kalangan pekerja2 di indonesia...huhuhu...jadi bisa ngebayangin kalo orang korupsi tuh buat apa aja duitnya... tapi kalo ngeliat asal muasal kenapa orang korupsi...mungkin jadi ga bisa 100% nyalahin pelakunya jg...gimana pun jg harusnya pemerintah bisa memperhitungkan dengan baik..berapa duit si sbnrnya yg harusnya pekerja terima biar bisa bener2 hidup layak (=bisa makan 3x sehari,ada uang transportasi, bisa nyekolahin anak2, beli baju dan punya tempat tinggal) well, yg jelas...gw sepakat bgt ama pram...uang haram ga bakalan jadi berkah buat yang punya... WASPADALAH!!..WASPADALAH!! ;p
Slalu suka gaya bahasa novel-novel lama. Isi ceritanya sangat jujur dan novel-novel Pram selalu disampaikan dengan bahasa yang super keren sampe kita ngerasa bener-bener ikut terlibat dalam kisah yang diceritakan.
Baca novel ini malah gara-gara ada kenalan orang Jepang yang sedang nerjemahin novel ini ke bahasa Jepang. Jadilah dimintain tolong buat ngeliatin beberapa kalimat yang mungkin rada susah dimengerti untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Seandainya saja punya kemampuan berbahasa Jepang yang mantep, rasanya pengen baca Bumi Manusia nya Pram yang versi bahasa Jepang, tapi sepertinya sulit...
"Aku menyesal karena terlambat menyadari semua ini, dan terlalu mahal harga yang harus kutebus untuk mengetahui semua ini tak benar. Generasi kalian tak seharusnya mengulangi kesalahanku"
"Bagiku, kesadaran itu harus kuperjuangkan"
"Tapi aku menyesal kenapa bukan engkau yang menggantikanku di kantor?"
"Tak apa, biarkan generasi tua terakhir menghabiskan jatah waktunya. Setelah itu, kami anak-anak muda akan menggantikan dengan kejayaan baru untuk Indonesia" (Halaman 131)
membaca buku nya pram sama hal menonton film. tata bahasa yang mudah dan mengalir. kita menjadi tahu mengapa seseorang bisa korupsi. faktor keluarga yang santa mempengaruhi seseorang untuk korupsi. sangat humanis. tidak menyudutkan tokoh koruptor. kita bisa dengan bebas melihat sudut pandang yang kita inginkan.
Pram memang maestro kelas dunia. Memotret salah satu fenomena terakrab di telinga negeri ini : korupsi. Berlatar belakang Indonesia tahun 1940-an, Pram seolah ingin menunjukkan bahwa bangsa kita memang dari moyangnya bermental korup.
I read this book when I was high school. To read "Korupsi" is to fall in love with Pram's writing style. This oldman seemed to teach me how to describe political culuture through smart satire fiction.
Must read book! Bagaimana korupsi berproses. Bagaimana tetap ada orang2 yg perwira. Memegang prinsip. Tetapi ada juga yg terlena. Bagaimana ia dimulai dari yg kecil2. Dan bagaimana ia merubah kepribadian dg cepat. Mgkn buku ini baiknya difilmkan juga