Jump to ratings and reviews
Rate this book

Dan Hujan pun Berhenti

Rate this book
The storyLeo has a very gloomy past life. This past life creates a great longing to end his life. His Family is rich but devastated and the one and only who is closest to him, left him, which makes him so saddened that he decides to run away from his home.

He is frightened in his school, but adored by girls, and has 4 loyal friends with him. Leo never trusts anyone; he always feels that he will be backstabbed eventually. Until one moment, he meets a young girl who is fixing up a rain doll.

He then asks her, “Hey, why do you fix it up?”

“So that the rain won’t come.”

“What if rain does come?”

“I will be dead even before I killed myself.”

“Do you want to kill yourselves?”

“I will, if the rain doesn’t come”

And one day, the rain stops …

This novel tells a story of family, hardship, friendship, tears, and love.

336 pages, Paperback

First published January 1, 2007

173 people are currently reading
2273 people want to read

About the author

Farida Susanty

4 books112 followers
A young writer from Indonesia, who won Khatulistiwa Awards 2006-2007 for Best Young Writer. She has published two books, "Dan Hujan pun Berhenti" ("And Then The Rain Stops") and "Karena Kita Tidak Kenal" ("Because We Don't Know Each Other").

Currently enrolled as a postgraduate student of creative writing in the University of Nottingham.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
622 (26%)
4 stars
675 (28%)
3 stars
659 (27%)
2 stars
290 (12%)
1 star
114 (4%)
Displaying 1 - 30 of 319 reviews
Profile Image for Yuni.
88 reviews49 followers
January 26, 2023
Selamat, MS. Writer telah memenangkan penghargaan CAPS-LOCK ABUSER OF THE YEAR, YEAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!

PRANG!

Reaksi pertama: OH, WAW! Ini ORANG-ORANG di novel ini emosinya PADA GEJE semua, ya?

Contoh ke-GEJE-annya: percakapan dengan si guru BP.

1. Si guru bepe awalnya SOK INFORMATIF gitu, ngasih tau nama siswa yang mau bunuh diri, meski sebenarnya itu nggak perlu karena si guru sudah tau dia berhadapan sama 'orang yang nggak peduli orang lain.'

2. terus, masih guru bepe yang sama, tiba-tiba aja KETAWA NGEJEK, dan sengaja menaikkan TENSI PEMBICARAAN. Well done banget, pak guru! Well done! Waktu pendidikan keguruan diajari cara MADAMIN API DENGAN NYIRAM PAKE BENSIN, ya?

3. dan tiba-tiba, dia main bentak dengan deretan kalimat yang pakai CAPS-LOCK GITU DEEEEH!

4. teruus, here's the kicker, hanya dengan satu jawaban lempeng "tidak" dari muridnya, guru bepe yg galaknya ngalah-ngalahin sipir penjara itu jadi meleleh. BAYANGIN! ORANG NGGAK SESIMPEL ITU DARI MARAH BERAPI-API SAMPAI MENGGEBRAK MEJA, TIBA-TIBA LELEH DAN DUDUK TENANG LAGI DI KURSINYA! (DUH, INI TOMBOL CAPS-LOCK DI MANA, YA... nah, ketemu).

5. dan si guru bepe ini PASTI PSIKOLOGINYA MASIH SELEVEL ANAK TEKA GITU (duh, caps-lock kepencet lagi) DIA MAU ADUAN SIKAP GITU SAMA MURIDNYA dan ganti menunjukkan sikap kalem karena nggak mau kelihatan kalah 'dewasa' dari muridnya.

6. eeeh, tapi nggak sampai berapa paragraf, dia udah balik galak n main ancam.

7. dan begitu tau anak didiknya kabur, reaksinya? TERTARIK! TERTARIK ITU LIAT CEWEK CAKEP LEWAT, PAK! Bukan nemuin anak didik yang KABUR DARI RUMAH.

8. another kicker: ABIS MARAH-MARAH, GEBRAK-GEBRAK MEJA, AKHIRNYA, DIA NANYA TERGAGAP: "Apa, Leo? Mau pukul Bapak?"

My reaction on that scene: GURU INI LABIL BANGET, SIH! GURU BEPE apa WARTAWAN INFOTAINMENT?

Rata-rata, orang-orang di sini emosi dan jalan pikirannya pada roller coaster. Bentar naik, bentar turun, tanpa transisi yang smooth atau minimal masuk akal.

Nggak mungkin aja gitu, ya, orang lagi marah BERAPI-API, tiba-tiba NGELIAT ULAT BULU MELENGGANG, terus marahnya ilang dan batinnya jadi tenang.

NAH, sekarang GANTI SI LEO

- pas lagi ngobrol sama guru bepe-nya, dia duluan yg NGUNGKIT-NGUNGKIT TENTANG KEMATIAN SI IRIS, eh abis gitu dia nyolot supaya si guru nggak nanya-nanya. MAKSUD LO?

Percakapan rekaan:

Si A: Eh, kenapa pindah rumah?
Si B: Karena si Gemblung mati.
Si A: Hah? Siapa itu Gemblung? Kenapa?
Si B: Jangan nanya-nanya, deh!


Ya, kalau nggak mau ditanya, jangan ngungkit duluan. lempar aja alasan 'RUMAH LAMA GUE DITEMPATI SUNDEL BOLONG' or whatever.

Nih anak sepertinya malu-malu mau. dia sengaja mancing rasa penasaran orang supaya bisa dia tolak mentah-mentah. Tipikal.

- Namun, Leo tidak mengerti mengapa Cashey tiba-tiba menyetop subsidi dananya 2 bulan terakhir. Ini mulai tidak rasional baginya. Sungguh.
"YANG GUE ANDALIN DI DUNIA INI CUMAN DIRI SENDIRI." Lupa, ya?
sok berandal, sok liar, sok kabur dari rumah, sok nggak perlu apa pun di dunia, tapi masih nunggu JATOHAN uang dari kakak? GROWN-UP, PLEASEEEEE....

Cara penulisan:

- tone 'angst'-nya dapet banget. dari awal aku udah mikir "KAYAKNYA MENDINGAN SI LEO INI BUNUH DIRI AJA, DEH, DARIPADA IDUP NYUSAHIN ORANG."
dan kalau dia memang ogah bangat idup, kenapa nggak pernah nyoba sekali aja? RECOMMENDED BANGET untuk karakter seperti ini.

- banyak banget wordings yang tajem dan mengena, tapi ada juga beberapa yang bikin 'meh'.

Example of 'meh' wordings: setiap narasi campuran bahasa indo-bahasa inggris. AUGH, inconsistent! kehabisan kosokata atau apa?
Awalnya memang Leo yang kerja serabutan untuk membayar sewa apartemennya all by himself.

Secara keseluruhan, gaya berceritanya tipe yang aku suka, meski rasa-rasanya bakal lebih baik kalau dikurangin caps-lock-nya.

- No LOGIC? AMBIGOUS?

Hal. 44
Telepon dari seseorang. Leo menyeringai. Ia tidak perlu lagi melihat caller ID-nya. Ia sudah amat hapal nama itu.
LHA? HUBUNGANNYA DI MANAAAAAAAAAAAAAAA???????????
Kecuali kalau yang dia maksud ringtone, yah. jadi dia nggak perlu ngeliat caller ID lagi karena sudah amat hapal ringtone khusus buat si pemanggil. atau kalau dalam konteks si Leo ini, mungkin yang dia maksud dia nggak perlu liat caller ID karena dia sudah hapal timing datangnya telepon dari orang itu.

Hal, 47
SMS dari Kazi:
Dan aku gx akan capek-capek nanyain ini. (do you see where it gets double meanings?)


- Banyak banget kata: BRAK! BUG! GEDUBRAG! GOMBRANG! GAMBRENG! dst, dsb, yang NGGAK PENTING!

Bahkan ada kata:

BUG! (hal. 28)

BRAAANG!!! PRAKKK! (hal. 25) yang nggak jelas ada di situ buat apa. Eh, eh, ini siapa NABUH GENDANG WAKTU ORANG MAU KOIT GARA-GARA BUNUH DIRI?

- Penggunaan kata seru sampai berlapis-lapis!!!!!!!!!!!!!!!!
Apaan, sih, fungsinya tanda baca itu? antara orang ngebentak:
"Hoi!", sama "Hoi!!!" di mana bedanya? sama aja, kan?
kalau mau ngebentak lamaan, bukan tanda serunya dibanyakin, vokalnya aja tambahin jadi "Hooooooooi!" (meski tetep useless juga, sih)

TRIVIA:
- murid bunuh diri yang nganter ke rumah sakit TEMANNYA? GURUNYA KE MANA? NGGAK PADA HEBOH GITU? udah biasa, ya, di sekolah ini ada murid bunuh diri?

- nama ayahnya Ferdian? Nama ibunya Nami? Yang orang Jepang ibunya, bukan ayahnya? Terus, nama keluarga mereka Miyazao? HOW? TELL ME, PLEASEEEEEEEEEEEEEE.

aaah, udah ah, nggak mau lanjutin review. speechless banget sama novel ini dan capek banget dari tadi mainan capslock.

Overall:
BRAK! I flipped the table.
BRAK! I kicked the flipped table.
BUG! Ooow, it hurt.
CTAK! I pulled every capslock button I saw.
PRANG! Ini salah satu dari sedikit novel yang ngebacanya bikin C-A-P-E-K!

Drop your kritik n saran for me^^:
https://drive.google.com/drive/folder...-
Profile Image for Roos.
391 reviews
February 7, 2009
Heran deh sama Leo ini, biasanya musim hujan mah saatnya sering-sering ngumpul dirumah dengan keluarga untuk lebih manghangatkan diri tapi si Leo ini malah kabur tawuran ma sahabatnya sampai babak belur dan mengejar cewek yang nyata-nyata dia cintai dan gak sengaja nabrak teman dekatnya.

Beuuuh bener-bener cerita yang gelap tapi nanggung. Isinya mengenai kekecewaan dan kekerasan dalam rumah tangga tapi nanggung, nanggungnya ya itu kurang keras dan kurang kecewa, nanggungnya lagi karena terlalu melankolic juga...sisi lelakinya yang nekat kurang. Ehmmm sampai bingung mau bilang apa lagi, menangkap sisi gelapnya dari buku ini hanya karena cover yang hitam dengan gambar boneka jepang teru-teru bozu tradisi khas penangkal hujan, bila menggantungkan boneka tersebut didahan pohon.

Seandainya Leostrada ini mengenal roos pasti akan lain ceritanya, roos yang menyukai hujan akan mengajaknya "dancing in the rain" sambil berteriak lepas dan bebas buat melepaskan beban, karena dari kecil roos sudah diajarkan orangtuanya untuk mencintai hujan, bahkan ada acara cabut rumput rame-rame sambil bersihin halaman bila musim hujan tiba, dan wajib berteriak-teriak untuk bersuka cita menyambut hujan. Yah cuma seandainya Leostrada mengenal roos lho...hehehehe. Pasti dia akan lain dan lebih mencintai hidup yang sebenarnya gak suram-suram amat karena cerita nanggungnya.

Tapi sepertinya roos akan menemui kegelapan setelah menyelesaikan buku ini, karena saking cintanya pada hujan, buku ini juga ikut hujan-hujanan, meski masih utuh tapi bentuknya sudah gak keruan, padahal buku ini milik Mbak Vera, dan sampai sekarang belum menemukan gantinya buku ini, Whuaaaaaaaaaaaaa...padahal dah berkeliling ke semua toko buku....sepertinya buku ini sudah menghilang setiap hujan berhenti...huhuhuhu. Gimana dong???

Mbak Vera, can you forgive me, please!...huhuhuhuhu.
Profile Image for Yuu Sasih.
Author 6 books46 followers
September 5, 2011
Dan Khatulistiwa Literary Award 2007 jatuh pada..... capslock abuser.

Serius, saya berusaha bertahan membaca buku ini di antara segudang kalimat berkepslok. Dan saya mungkin akan bisa bertahan kalau saja alur kalimatnya sendiri tidak ekstrim hingga saya bingung apa sebenarnya emosi yang dirasakan salah satu tokoh di antara sekian banyak tokoh yang berteriak-teriak ini.

Oke, ambil contoh:

"LEO! Berapa tahun elo mikirin ini? Mau jadi apa elo kalau begini?" Cashey menghampirinya lebih dekat, menatapnya cemas. Ia sejujurnya tidak terlalu senang akan nasib Leo di rumah mereka, tapi ia akan lebih tidak senang lagi kalau Leo jauh darinya dan tidak bisa ia awasi. "Gue sengaja nggak ngasih uang ke elo selama dua bulan, biar elo bisa simulasi, seperti apa KABUR dari rumah itu. BIAR LO NGGAK BESAR KEPALA, NGERASA HIDUP LO DITANGGUNG ORANG, NGERASA SOK BEBAS, TERUS MENGACAU DI SEKOLAH!" raung Cashey, memukul bahu Leo.

Sekarang coba perhatikan. Di awal ada kesan Cashey menatap cemas adiknya, lalu di akhir paragraf dia tiba-tiba memukulnya seakan marah. Intonasi suaranya pun berubah drastis (dari cara penulisannya) dari lembut ke berteriak dalam dua kalimat berdekatan. Hal ini membuat saya bingung akan emosi sebenarnya dari Cashey, karena perpindahan emosi yang begitu drastis dalam kenyataannya tidak bisa terjadi begitu cepat kecuali orang tersebut memiliki kesalahan dalam hipokampusnya. Dan tentu saja, perubahan emosi yang cepat ini bukan hanya terjadi pada Cashey, tapi nyaris seluruh karakter yang saya temui di kisaran 100 halaman awal yang berhasil saya baca sebelum saya menyerah.

Semua karakter di novel ini mempunyai kesalahan di hipokampus mereka? okee....

Lalu saya merasa kisah ini overly dramatic. Beberapa setting cerita saya rasa bahkan tidak masuk akal.
1. Leo mengaku dia kabur dari rumah dan guru BP tidak mengatakan apa pun mengenainya. Bahkan malah bertengkar dengan sang murid. Faktanya: guru BP adalah guru yang telah mendapat pendidikan konseling atau bahkan psikologi. Dan orang yang telah menerima pendidikan tersebut telah dilatih untuk mengendalikan emosinya. Berteriak apalagi bertengkar dengan murid yang tengah menjadi kliennya sama sekali tidak diperkenankan. Jadi mungkin entah bagaimana guru BP di sekolah Leo menyalahi kode etik atau tidak lulus pendidikan konselingnya.
2. Leo dan Spiza berteriak di depan wajah masing-masing, bahkan Leo sempat melempar sepatunya ke depan Spiza, di perpustakaan. Anehnya, tidak ada satu pegawai perpustakaan pun yang setidaknya memperingati mereka. Seriously, guys, library isn't a place for shouting your lungs out.
3. Leo kabur dari rumah dan diceritakan menunggak sewa kos selama dua bulan hingga PAM-nya distop dan dia sampai minum air bak, tapi dia masih menyimpan mobil Escudo-nya. Really? Lebih penting mana minum atau gaya? Kenapa nggak dijual aja mobilnya untuk bertahan hidup?
4. Leo secara usia masih dibawah umur, dia kabur dari rumah, dan ada tempat kost yang mau menerimanya tanpa mencurigainya.

Oke, jadi mungkin karena penulisnya remaja, jadi pemikirannya masih bercampur antara menghidupkan karakter remajanya dan mengaktifkan kesengsaraan sang tokoh. Dan bagi banyak remaja yang membacanya, mereka mungkin akan termakan ke-angst-an Leo ataupun Spiza. Tapi bagi pembaca yang melebihi 17 tahun macam saya (I'm turning 21 few days ago), yang sudah bisa lebih logis melihat dunia, setting cerita ini lebih terlihat konyol dan tidak realistik. And you can't get sad over something ridiculous.

Jadi, pada akhirnya saya menyerah di halaman 76 karena tidak tahan lagi dengan segala nonsense di novel ini. Mungkin saya akan mencoba meneruskan membacanya kalau saya tidak sedang dalam mood mengkritik.

Oh, satu kejeniusan yang saya temukan dalam cerita ini? Nama kakaknya Leo adalah Cashey karena dia yang mensuplai uang cash untuk Leo. Well done!
Profile Image for Daniel.
1,179 reviews851 followers
June 12, 2020
Farida Susanty
Dan Hujan Pun Berhenti
Grasindo
334 pages
3.1415926535897932384626433832795...

The legendary Dan Hujan Pun Berhenti is explosive and perfervid. But, this award-winning young adult book feels like a rough draft which can be observed from its inconsistent characters and profuse capital letters.

Dan Hujan Pun Berhenti is almost mythical. The book won the most prestigious literary award in the country when Farida Susanty, the author herself, was just seventeen years old, besting her other fellow nominees, including Valiant Budi's Joker Ada Lelucon di Setiap Duka and Happy Salma's Pulang. Its victory seems unlooked-for as the awarding committee, comprising some of the most respectable littérateurs in Indonesia, is seen as the guardian and the bastion of Indonesian literature. Dan Hujan Pun Berhenti is an outlier: it's a young adult book. It doesn't matter if they relax their own strictness specifically for this young writer category--after all, this is the same committee who also nominated metropop, such as Ika Natassa's A Very Yuppy Wedding or Windry Ramadhina's Orange; they even let one win two years later in the category's last appearance when Fortunata emerged victorious--but still, their decision was jaw-dropping, admirable, and intriguing at the same time. You will wonder what makes book... special. I, myself, has been wondering for years what the book that's able to charm whom I think as a bunch of elite writers can offer. Finally reading the book myself, I barely grasp the book's particularity. Instead, Dan Hujan Pun Berhenti erects many red flags on my mind.

The first red flag happens, unfortunately, after a few pages in when Susanty blatantly thanked Eric Harris and Dylan Klebold, the perpetrators of 1999's Columbine High School shooting, for influencing her "craft" or something, before again casually mentioning the controversial Gus Van Sant's 2003's Elephant, also inspired by the same massacre, later as a plot device. These references feel insensitive and they seem to simplify the complexity of the atrocious event, as if the shooting were just someone's birthday party. Dan Hujan Pun Berhenti is no Columbine, the terrorist's name should not be thanked, let alone be mentioned.

I can understand where she comes from though. As a seventeen-year old, Susanty is smart, I have to admit this. Her words give you edgy impression which can be seen from the way she arranges her sentences, even right from the thank you page. She writes in several languages, like a polyglot. Yet, her smartness is not just seen from her references or language-switching. Some of her sentences are beautifully written, especially two short ones printed on its cover book.
"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal tidak hujan."
They're so eloquent albeit brief, something that should not come from a juvenile, but from someone who's tasted all the pain and the bitterness of life. This is beyond her age. At this point, I begin to understand why the book stunned the literary committee.

However, the beautiful sentences are ephemeral, just a red herring, something distracting, as right from the first chapter, Dan Hujan Pun Berhenti looks exactly like my rough draft that I wrote during elementary school. The first problem you'll notice is Leo--whose full name is longer than Jabodetabek's commuter line: Leostrada Andhika Servorova Ekihara Miyazao--our main character whose emo-ness and cynicism gave Holden Caulfield a good run for his money. Not only that his complete name was ridiculous, his behavior and point of view were laughable--not to disregard his alleged mental illness. The character is just badly written: he constantly switched his own traits and contradicts his own view. For example, he incessantly emphasized how he didn't need his own family, his own friends, but when he ran away, he let his older brother pay for his expenses. Talking about hypocrite.

Susanty's other characters are also questionable. Leo's interaction with his gang--cringeworthily named Bunch of Bastards--is so weird and unnatural that I can't help to think that one of the characters was probably gay. Susanty keeps building these intimate moments and fertilizing these blossoming romance. You can't imagine that my suspicion would not come true. The readers want Leo to be bisexual king! We want Adi has boyfriend that he deserves! In addition, Spiza, our female main character is just like the carbon copy of Leo: she's emo and constantly sad. Other supporting characters, including his parents and his guidance counselor, also have the similar traits: they're all hot-blooded, explosive, and petulant. This makes reading Dan Hujan Pun Berhenti a tiring experience.

Even though Susanty gallantly and confidently writes something that's rarely been attempted by young adult writers during that era, something that's darker than your Eiffel I'm in Love or Dealova, you still can feel that she was influenced by these books. Of course, Leo is not a star basketball player, nor the head of student council, but his mixed-blood and broody persona were the key characteristics of young adult book's male love interest circa 2000s. In a way, Dan Hujan Pun Berhenti still features first love and the power of friendship. But, Susanty manages to offer a story that's beyond their typicality. Dan Hujan Pun Berhenti offers a glimpse on teenage depression, suicidal thoughts, and even--spoiler alert--AIDS. Even if her motive is probably not to educate the readers about these issues--which can be observed from the way she presents them, but this is understandable due to her youth and lack of knowledge--her effort is probably what blinded and charmed the jury. But even so, there's still a lot on the book's plate.

I gave the book a pi score, an irrational number, to highlight how irrational the book is. The characters, the plot, the writings are still unpolished and raw. But, pi is also a special number and Susanty and her work are special. I still cannot fully understand why the jury picked the book, but I can understand its charm: it's angsty, it's dark, and it features teenage sex (who doesn't love teenage sex?). Susanty now, twelve years older, resides in UK, and definitely has gained more knowledge and wisdom. She can write: that, I have to give. And it's exciting to see what she's capable of. If she ever decides to return to writing, I will definitely look forward to her work.
Profile Image for Hendra Purnama.
Author 10 books20 followers
January 12, 2009
apa sih yang bikin saya tertarik sama buku ini? Pertama jelas cover (tukang desainnya harus dapat pujian nih, good job!), didominasi warna hitam, mirip-mirip “5 cm”, terus ada gambar teru-teru bozu (sumpah, baru tahu namanya pas baca novel ini, tadinya saya anggap itu boneka biksu ikkyu san!) yang eye-catching banget dengan cover. Kedua, yang paling bikin saya tertarik adalah taglinenya, nih :


“kamu mau bunuh diri?”
“ya, asal tidak hujan”


Wow, so misterius, so dark, so menggampar! Haha… aneh, bahkan saya hampir tidak memperhatikan judul dan nama penulis, mungkin memang karena kurang menarik peletakannya? Nggak tahu deh, tapi menurut saya sih secara judul nggak ada masalah, artinya nggak terlalu “beda” tapi juga nggak norak! Akhirnya buku itu saya masukin tas, saya bawa pulang, sampai di rumah saya baca, dan terus terang saya nggak nyesel beli teenlit pertama dalam hidup, kenapa?

Pertama : novel ini awalannya bagus! Itu mungkin yang bikin penulis ini beda, sebab kebanyakan penulis pemula bikin awalan yang standar, sementara di sini pembaca justru akan disuguhi awalan yang efektif, cepat, misterius dan bener-bener memancing pembaca buat nerusin ke bab 2. Kerja keras yang bagus!

Kedua: karakter tokoh utama (namanya Leostrada Anghika Servorova Ekihara Miyazao, ampun deh… itu nama berapa orang sih?) tergambar dalem banget, maksud saya bukan karakternya asyik atau wajar, tapi ini kalau kata bahasa Sundanya sih: jero pisan! Maksudnya begini, penulisnya tuh nggak tanggung-tanggung bikin karakter, dia betul-betul menguasai ini karakter mau dibuat seperti apa, gaya bicaranya seperti apa, pergerakannya seperti apa, dll… lepas dari wajar tidaknya si tokoh bereaksi pada sekitarnya, atau apakah gaya seperti itu termasuk normal atau tidak, itu sih bisa kita pikirkan belakangan. Yang penting, seberapa menguasainya si penulis akan tokoh rekaan dia? Saya lihat di sini penulis sepertinya sudah cukup banyak latihan. Mungkin juga sih, kalau lihat di kata pengantar, katanya dia sampai beli majalah HAI secara rutin, mengamati temen-temen cowoknya, terus nonton film atau sinetron yang ada tokoh cowoknya. Oke deh, dari situ sepertinya riset tokoh sudah keren, pantes bagus!

Ketiga: masuknya cepet! Auuu… sakit… aduh, maksud saya begini, sering kita baca novel yang perjalanan sampai ke puncak konflik itu lambat banget, akhirnya sebagian besar pembaca akan bosan. Di sini nggak begitu, minimal sampai bab 7 (dari 25 bab) pembaca berasa dibawa naik jet coaster, sisanya naik andong! Haha, bukan begitu, setelah bab 8 ke sana sih jadi campuran, cepat, lambat, cepat, lambat, cepat, lambat… tapi minimal kan masuknya cepet… hehe, jadi tanpa buang waktu pembaca akan menangkap informasi karakter tiap tokoh, awalan konflik, dan sedikit latar belakang tanpa perlu kebanyakan basa-basi. Bentukan seperti ini mungkin efektif buat menjaring pembaca dari kalangan ABG yang nggak terlalu suka baca buku.

Keempat: kosakata, yup… apa yang bisa diharapkan dari teenlit yang ditulis oleh seseorang yang memang masih hidup dalam era teenlit age? Pastinya gaya bahasa dan cara ngobrol, termasuk di dalamnya pilihan gaya bahasa yang memang sedang in di dunia berondong-berondong itu, hehe. Pas baca buku ini saya dapat banyak masukan cara ngobrol remaja masa kini yang semoga aja bisa berguna di proyekan yang lagi saya garap, proyek butuh duit, huhuhu

Hmm, empat dulu deh, semoga bisa nambah lagi kalau sudah dibaca dua kali. Sebab suka nggak suka memang novel ini kekurangannya juga masih lumayan banyak, antara lain dari sifat dialog yang seringkali nggak wajar, faktor-faktor keberuntungan yang suka tiba-tiba datang, atau tokoh figuran yang sebenarnya bisa saja dihilangkan. Masalah kekurangannya itu sih biar nanti saya email sendiri ke penulisnya. Kasihan kalau dibeberkan semua di sini, lagipula ini kan (sepertinya) buku pertama dia, jadi mari kita maafkan saja segala kekurangannya, kasih kesempatan belajar supaya bisa menjadi penulis yang lebih baik dan biar dia buktikan di buku kedua (ada ameeen? adaaaa…)

Tapi intinya sih, ini buku bagus, beda aja pas bacanya… saya baca buku ini 6 jam baru tamat, padahal biasanya standar teenlit bisa saya “makan” cuma dalam 2 jam, bahkan buku “Putik-Putik Kecil”-nya Fahri Asiza cuma butuh 45 menit haha… artinya ini buku yang lumayan berisi, yang bikin saya mesti mikir dan menikmati.

Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
September 6, 2008
Dulu pernah hampir beli karena sampul depannya yang lucu (dan hitam seperti buku2 Agatha Christie) tapi ga jadi... Lalu di awal bulan ternyata saya menang bagi2 bukunya mbak yayajanuary, termasuk buku ini. Alhamdulillah...! Benar2 berkah romadhon ni... :)

Sebelum review dimulai, mari simak pertanyaan ini: dulu saat masih di sekolah menengah, apakah Anda punya buku harian?

Saya punya, dan sebagian masih saya sisakan untuk ditertawai sendiri. Bukan cerita lucu yang saya alami dulu, tapi kisah yang dulu saya tulis dengan kemarahan, kesedihan, malu dan putus asa. Beberapa hari kemudian, ternyata tulisan tersebut bisa membuat saya tersenyum: kok hal yang begitu saja bisa bikin saya manyun yah? :) Dasar ABG, hehehe...

Tentang buku yang memenangkan KLA kategori penulis muda tahun ini, kesan pertama setelah membacanya adalah: CAPEK. Seperti terpaksa nonton sinetron Indonesia yang terlalu banyak makian dan pelototan mata, hantaman di wajah atau gebrakan meja serta sudut pengambilan secara close-up yang tidak perlu, buku ini terlalu banyak teriakan dan makian yang ditulis dengan huruf KAPITAL. Berlembar-lembar. Di mana-mana. Ironis juga, karena tokoh-tokoh yang direka pengarangnya juga secara eksplisit menyatakan kemuakannya pada sinetron dan telenovela.

Kedua, karena saya pernah jadi anak SMA dan mengajar pula di SMA, saya jadi bisa paham pada maksud cerita ini. Banyak yang bilang ini teenlit yang gelap. Kata-kata "mati", atau "bunuh" / "bunuh diri" juga bertebaran. Orang-orang dewasa yang masa remajanya bahagia mungkin akan mencap bahwa remaja sekarang mengalami masa depresi massal yang tak kalah dengan The Great Depression tahun 1930-an (yang konteksnya beda, hehe..). Tapi secara personal saya nilai, persoalannya sebenarnya tidak seseram itu. Intinya adalah remaja di manapun selalu punya masa terasing dari lingkungan. Merasa tidak punya kawan, tidak diperhatikan orangtua, dilecehkan karena tak berprestasi, atau dijatuhi rasa iri dan patah hati. Masa itu bisa lama atau sebentar tergantung lingkungan dan pandangannya sendiri. Pada masa itulah seorang remaja mejadi pemberontak gila2an atau justru menutup diri

Nah, ketika tokoh utama si Leostrada (kelas 2 SMA) berkali-kali bermimpi buruk dikejar kematian Iris, lalu sang pengarang yang masih tergolong remaja menambahkannya dengan kondisi keluarga kaya-raya Miyazao yang berantakan, saya lebih melihat ini karena konflik seperti ini masih laku di kalangan remaja. Seperti sinetron: keluarga kaya raya dengan ayah-ibu tukang selingkuh dan anak SMA yang kabur dari rumah tanpa pertanyaan lebih lanjut bisa tinggal sendirian setahun lebih di apartemen. Banyak hal dibuat simpel, karena remaja tidak suka mikir yang berat-berat, namun menyisakan kerut di jidat bagi saya yang sudah tidak remaja. Misalnya tentang kehidupan Leo di apartemen itu. Tentang ceteknya latar belakang Spiza yang yatim piatu sejak kecil namun konon cerdas itu. Tentang tabrak lari atas Iris yang tidak terlacak polisi. Tentang guru BP di sekolah yang kok bisa2nya tidak tahu bahwa selama setahun lebih ada salah satu murid bengalnya tak berurusan dengan orang tua. Dan lain-lain. Jangan terlalu dipikirkan karena jidat berkerut ini milik "orang dewasa".

Jadi, seperti kata Spiza, "Sekali-sekali lo di posisi gue dong...", maka saya beri buku ini 3 bintang. Mari kita berada di posisi Farida, Leo, dan Spiza yang masih remaja, maka kita bisa menaruh simpati pada para remaja yang sibuk menegaskan eksistensi. Atau berkeras menihilkan eksistensi dunia bagi mereka.

Profile Image for Bivisyani Questibrilia.
Author 1 book23 followers
November 19, 2016
Setelah nyaris sebulan usaha baca buku ini sampe abis, gw nyerah. Frontal aja: gw NGGA SUKA BANGET sama buku ini. Buku ini terlalu absurd, bukan dari segi positif. Coba gw jabarin dari berbagai aspek:

1. Karakter buku ini ngga ada yg realistis
Kita mulai aja dari hal simpel kayak namanya. Spizaetus Caerina, misalnya, yang jelas-jelas mau sok latin dan lebih cocok buat spesies tanaman daripada nama orang. Atau Aratevo Ferdiano Kirikara Miyazao? Pertama, gatau sengaja atau ngga, Miyazao kedengaran banget nyomot dari Hayao Miyazaki. Kedua, Kirikara bukan nama orang ataupun bahasa Jepang. Ketiga, katanya orang/keturunan Perancis, tapi namanya ngga ada Prancis-Prancisnya SEDIKIT PUN.
Sifat maupun karakterisasinya juga ngga kalah unrealistic. Leo aja udah bisa dijabarin beberapa character flaw-nya, dari yg drama queen banget sampe yang alasan kabur dari rumahnya ngga masuk akal. Katanya Iris ngubah hidup dia, tapi hidupnya baru bener-bener berubah (kabur dari rumah) setelah Iris mati, yang membuat dampak dia di hidup Leo NGGA TERLIHAT. Selain itu, meski ngakunya dia dan kakak-adeknya disiksa terus, mereka berdua malah tampak pro tinggal di rumah dan akur sama orangtua. Nami, si Ibu, juga character flaw-nya cukup besar, di mana dia ngga pernah ngungkit kejadian yang bikin Leo fix cabut dari rumah. Satu menit dia bisa kasar dan disown Leo, menit berikutnya dia jadi mellow sendiri dan khawatir. Minta maaf pun ngga nyebut kejadian spesifik, yang membuat permintaan maafnya tampak kurang tulus atau pura-pura. Spiza jg aneh, kerjaannya tarik ulur mulu soal Leo. Mereka juga dbilang udah dket banget dan sailng sayang pdhl harusnya gaada yang tau hubungan mereka, mereka juga interaksi cuma beberapa kali. Yang bikin mereka intim mungkin cuma pernah 'tidur' bareng, yang juga gajelas knapa bisa kejadian, kayak dpaksain.

2. Plotnya ngga jelas dan terkesan dipaksain
Kalo baca judul dan chapter pertamanya, pembaca mgkn jadi mikir ini bakal ngebahas soal Spiza yang pengen bunuh diri ato Leo yg bosan hidup. Tapi makin dibaca kenapa malah makin gajelas gini? Malah jd soal Leo pamer penderitaan dan sikap sok jagonya itu? Spiza cuma pernah coba bunuh diri sekali, trus gapernah lagi pdhl ujan psti udh smpet berhenti bbrp kali dalam kurun waktu skian minggu alur buku ini. Udah gitu hubungan Leo sama Spiza berasa dipaksain banget krn 2-2nya hobi tarik ulur dan tiba-tiba udh 'deket' aja, padahal ngmg jg kyk gapernah dan temenan kayak main yoyo. Hal yg sama jg soal hubungan Leo sm Iris, yg katanya dket bgt smpe Iris meninggal si Leo shock dan Iris sering cerita soal Leo ke Ibunya. Pembaca jd kurang bisa relate krn cm tau dari narasi aja, ngga ada ditunjukin kedeketan mereka sbelum Iris mati—jg soal dampak positif Iris bwt Leo yg bisa dibilang NGGA ADA.
Hal lain juga: kyknya Leo gangerti arti kata 'khianat' deh. Pertama, dia bilang Iris ngekhianatin dia krn dia mati gtu aja, pdhl matinya jg kecelakaan. Kedua, dia gantian blg Spiza yg pengkhianat krn udh nabrak Iris. Skali lagi, Spiza bahkan NGGA NYETIR mobil yg nabrak Iris, udh gtu dia juga ga sengaja—meskipun emang salah dia udh kabur. Spizanya juga aneh, mau aja disalahin dibilang pengkhianat padahal Leo kenal sama dia sbelum Iris mati juga ngga. Lagian soal ngebunuh orang sengaja atau ngga sengaja itu bukan hal pertama yg kepikiran klo baru kenalan sama orang. Selain itu, emang Spiza bisa tau darimana dulu Leo deket sama Iris? Pede banget dia ngerasa semua orang tau/peduli soal hidup dia.

3. Penulisan yang kurang kreatif dan ngga enak dilihat
Kayak yang udah disebut di beberapa review lainnya: PENULIS INI CINTA BANGET SAMA CAPS LOCK YA TUHAN. Mungkin emang karakternya banyak teriak-teriak, tapi emang perlu banget semua omongan orangnya pake kapital? Udah gitu belakangnya bisa ada tanda seru (!) sampe 10 biji. Kenapa sih penulisan ala chatroom gini bisa lolos sensor? Lucunya, sempet juga ada adegan di mana karakter yg ngomong itu lagi bisik-bisik TAPI TETEP CAPS LOCK. Udah ngga paham lagi gimana caranya bisa kayak gitu, mungkin keasyikan aja.
Selain itu, yang mengganggu juga tata bahasa yang ngga bener. Mungkin penulis emang pengen sok-sok pake bahasa Inggris entah atas dasar apa, tapi MBOK YA GRAMMARNYA DIPERHATIIN. Kebanyakan orang mungkin ngga peduli sih, tapi gw pribadi paling ngga suka yang kayak gini dan jadi mengganggu pengalaman membaca—terus didukung kelemahan-kelemahan seperti disebut di atas. Ngga usah bahasa Inggris juga sih, bahasa Indonesianya pun tata bahasanya masih kurang. Coba kita tanya: APA ITU KONVERSASI? Itu bukan bahasa Indonesia! Apa yang salah dengan kata "pembicaraan," sih? Kenapa ngga bisa pake itu aja?
Selain dalam bentuk fisik penulisan tersebut, cara penulis menyampaikan banyak hal juga terlalu ngga logis, kerasa dipaksain dan terlalu ngga kreatif. Contohnya: waktu Leo dipanggil ke ruang BP dan gurunya marah tiba-tiba terus sok tenang tiba-tiba. Itu aneh banget, kayak maksa banget. Reaksi orang-orang terhadap tindakan Leo juga aneh, mengingat dia terkenal sering gatau sopan santun dan nekad. Harusnya orang-orang ngga sekaget itu sama tindakan dia lagi. Yang lebih aneh lagi, udah terkenal suka bikin onar dan ngga kenal tata krama, Leo malah populer—yang ngga mungkin banget, sesuka-sukanya cewe sama bad boys dan bule. Contoh kedua adalah waktu Leo diopname gara-gara kecelakaan terusu guru BP yang sama ngasih pengumuman klo dia masuk RS dan ngga ada lanjutan apa-apa. Itu NGGA PENTING bwt disiarin ke semua kelas, kecuali mau diajak doa atau jenguk bareng. Lebih masuk akal klo guru itu datengin temen-temennya Leo—yang jelas dia kenal krn geng mereka terkenal—dan ngabarin secara pribadi bwt jenguk dan semacamnya.
Terakhir, penulis kebanyakan memakai referensi dari berbagai macam sumber—terutama sumber luar negeri—yang antara ngga masuk ke cerita atau ngga penting untuk disambungkan ke situ. Ini salah satu penyakit teenlit Indonesia juga sih. Yang ngeselin, referensi yang dipake ngga semuanya dijelasin, jadi pembaca antara harus cari tahu sendiri—yang seharusnya ngga perlu karena ngga signifikan juga—atau lanjut aja tanpa tahu itu apaan. Referensi-referensi dari Jepang juga bisa keliatan banget, terutama di keluarga Miyazao. Padahal mereka katanya belasteran Jepang-Perancis tapi bahasa yang dpake Jepang aja. Padahal Nami yang katanya ditekan sama suaminya sendiri, tapi bahasa dia yang biasa dipakai dirumah. Selain itu, penggunaan bahasa ini juga keseringan tidak pada tempatnya atau sengaja diselipin aja. Kenapa mereka ngga ngomong satu kalimat lengkap dengan bahasa itu sekalian? Minimal sama sesama kakak beradik itu. Ngapain ngomong cuma 1-2 kata aja, apalagi kata-kata yang mudah diterjemahin ke bahasa Indonesia? Bukannya mereka jago ngomong pake bahasa itu makanya rajin make?

Cukup sekian aja dulu sih review dari gw. Satu-satunya alasan gw bisa baca buku ini lebih dari setengah adalah karena ini kado dari orang yg gw sayang. Kalo ngga, mungkin udah gw tutup dari chapter ke-2 atau ke-3 terus gw jual atau sumbangin. Sekian dan terima kasih.
Profile Image for Indri Juwono.
Author 2 books307 followers
December 9, 2011
#2011-41

kamu mau bunuh diri?
ya, tapi kalau besok tidak hujan...


seberapa besarnya gue pengen mati, sebesar itu juga gue pengen hidup.
setiap kali gue pengen mati, gue takut. takut apa? takut bakal bagaimana gue kalo mati nanti. dan ternyata, gue emang belum siap. makanya gue belum mati. Tuhan memang belum ngijinin.

gue bahagia. gue bahagia ketika gue memang bahagia, dan sedih ketika gue sedih. ya, memang orang yang paling bisa menguasai moodnya adalah pembohong. menampilkan wajah palsu ceria di balik keramahan mereka. padahal mereka kesal luar biasa. kadang-kadang gue bisa nampilin muka seperti itu. kadang-kadang juga enggak. saat ketika gue jujur ini banyak orang gak terima. mereka pengen gue tetep bersikap manis walaupun lagi kesel. mereka minta gue tetep sabar. mereka gak mau terima kondisi gue sebenernya.

gue suka kesel sama orang-orang yang sok nasehatin gue. hear, jangan sok nasehatin deh kalo elo belum pernah ngalamin kayak gini. ini pake emosi, pake rasa. ngandelin logika lebih salah lagi.

kata orang cerita di sini terlalu emosional banget. terlalu teenage banget. anak yang pemarah banget. sure, kalau hidup lo lempeng-lempeng aja, dan gak pernah kesangkut masalah ini itu, atau elo termasuk orang yang tolerannya tinggi, elo akan ngerasa cape baca buku ini. begitu banyak teriakan emosi di sini, begitu labil tokoh-tokohnya. tokoh yang sendirian, yang dihantui mimpi buruk setiap hari. bukan cerita anak sma yang menye-menye jatuh cinta digodain saling benci lalu jadi cinta. tapi tentang menyakiti karena sakit, dendam amarah dan ketabahan menghadapinya. tentang masalah yang bertubi-tubi, yang dibuat sendiri dan konsekuensinya.

tentang ketakutan luar biasa dan ketidaktakutan sama sekali.
tentang ambisi hidup sendiri padahal tak bisa mandiri.
tentang kesombongan bisa mengatasi hidup tanpa orang lain.
tentang satu proses menjadi dewasa. marah itu wajar, tapi histeris itu enggak.

mun isukan teu hujan.. istilah bahasa sunda untuk sesuatu yang nggak pasti..
bisa ya, bisa enggak..
bisa jadi, bisa enggak..
liat aja besok deh..
gimana nanti..
Profile Image for Biondy.
Author 9 books234 followers
June 3, 2012
"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal tidak hujan..."

Kalau ada yang bilang bahwa cover buku adalah salah satu unsur penting dalam menjual buku, maka saya akan tambahkan satu unsur penting lainnya, tag line buku tersebut.

Hal pertama yang membuat saya ingin membaca buku ini adalah tag line buku ini (yang saya tulis di paling atas). Waktu membaca dua kalimat itu, saya langung berpikir, "Ini ada apa toh? Mau bunuh diri kalau gak hujan?"

Novel ini bercerita soal Leo, seorang cowok pemberontak yang kabur dari rumah untuk membuktikan pada ayahnya bahwa dia mampu hidup bahagia. Di sisi lain, ada Spiza. Seorang cewek yang ingin bunuh diri kalau hujan berhenti. Pertemuan pertama mereka adalah ketika Leo berlumuran darah setelah dikeroyok oleh geng lawannya. Pertemuan kedua mereka adalah di kamar mandi sekolah ketika Spiza terendam dalam darahnya sendiri, dalam sebuah usaha bunuh diri.

Dari pertemuan di kamar mandi sekolah itulah, Leo merasa menemukan sosok Iris, pacarnya yang meninggal, dalam diri Spiza. Bagi Spiza, Leo adalah cowok yang menyebalkan yang telah menyelamatkannya dari kematian, tetapi entah kenapa, di dalam hatinya dia mulai merasa Leo adalah sosok yang penting baginya.

Hubungan yang penuh naik turun, rasa benci dan cinta yang bercampur aduk, dan rahasia-rahasia yang mulai terkuak mulai memenuhi hidup Leo. Apa yang akan menemui mereka ketika hujan berhenti?

Tema yang novel ini angkat tergolong menarik. Soal cinta obsesif, harga diri, dan rasa bersalah. Karakter-karakternya menarik dan cukup membuat emosi naik turun. Ada saat saya benci pada karakternya, ada saat saya sedih pada karakternya, dan ada saat saya ikut bahagia dengan karakternya.

Penyelesaian masalahnya dapat diterima dan setidaknya bisa menjawab semua misteri yang tersimpan pada awal hingga pertengahan cerita.

Kekurangan novel ini ada pada beberapa adegan yang agak aneh, seperti percakapan Leo dan Spiza waktu Spiza mencoba bunuh diri dan sebagian besar adegan yang melibatkan dialog Leo. Kekurangan lainnya adalah CAPS LOCK YANG TERLALU SERING TERTEKAN KETIKA si pengarang menulis ceritanya. Agak sedikit MENGGANGGU AJA MELIHAT HURUF BESAR DI MANA-MANA lalu tiba-tiba kembali ke huruf kecil.
Profile Image for Sapphire.
14 reviews
July 4, 2017
here's the thing. Aku baru sampai halaman 140 dan nggak tau apa bakal kuat nyelesain novel ini atau nggak, jadi mau review sekarang aja, in case gagal menyelesaikan. Baca ini berasa pet peeves galore. Super nggak nyaman, walau ceritanya bagus.

EDIT: Wow, nggak nyangka berhasil nyelesain novel ini (walau dengan skip banyak paragraf, tapi ngerti lah intinya)

Rate asli: 1.5
dibulatkan ke bawah karena bikin darah tinggi.
UPDATE kayaknya rating dari saya nurun. Tapi bintang satu nggak bisa dijadiin bintang nol. So, yeah.

Oke, pertama, kalau aku sempat ngasih review apalagi panjang, artinya: novelnya gak terlalu appealing sampe sempet-sempetnya komen banyak.

Aku kemakan banget sama cover bukunya, sama tag "pemenang khatulistiwa literary award"-nya, sama tagline-nya, sama komentar positifnya. Nyesel. Banget. Kayaknya terakhir kali nyesel beli buku itu pas 3600 Detik, dan sekarang ini kedua kalinya nyesel.

Kalau dibilang, sebenernya ide ceritanya bagus, tapi eksekusinya... entahlah. Cringe fest. Aku nggak ngerti ini karena ini buku lama atau karena penulisnya masih SMA saat itu (I think the latter, mengingat aku sering baca buku yang bahkan lebih tua dari aku dan nggak pernah merasa seeneg ini). Ngerti, sih, kenapa dibilang "intens, tanpa ampun, spontan, dan liar" tapi terlalu intens, tanpa ampun, spontan, dan liar malah jadi nggak nyaman dibaca.

1. WAAAAA!!!!!!!! cAPsLOcK!!!!!!!!!! kALO NGETIK DI KOMPUTER ENAK BANGET HNGGHHH ADA CAPSLOCK NYALA TERUS!!!!!!!! ATAU CAPS-NYA RUSAK GABISA DIILANGIN???? jk. Tapi jujur, capslock selalu jadi pet peeves-ku kalo lagi baca novel. Annoying banget. Padahal kalau orang ngebentak, cukup dengan dikasih tanda seru aja udah keliatan kok ngebentaknya. Udah gitu banyak capslock digunain di saat mereka kesel aja tapi nggak ngebentak. Like????? Malahan pake caps itu bikin kesannya tokoh-tokohnya brutal dan gak keruanan (hence liar).

2. Entah aku yang jarang baca novel Indonesia dengan bahasa kasar, atau memang ini terlalu kasar. Ketika baca mereka berantem itu terlalu... drama. Misalnya kayak pas Leo sama Luthfi berantem dan mereka masih sempet-sempetnya teriak-teriak nggak jelas. Kesannya jadi... ya, overdramatis.

3. Logika yang aneh. Terutama yang bagian di ruang BP. Aduh, nggak nyaman banget bacanya. Untung nggak jadi ngerobek ini buku. Di bagian ini, seperti beberapa review lain, aku bilang gurunya terlalu kasar dan kepoan, nggak etis dan segala macemnya. Guru BP harusnya udah dapet pendidikan psikologi atau semacamnya, paling nggak bisa jaga kesabaran di depan murid. Marah? Normal, kalo emang muridnya nyeleneh. Ngebentak muridnya? Nggak normal, please get some help for yourself. Guru yang notabene udah jauh lebih dewasa harusnya tau untuk nggak lepas kesabaran dan malah manas-manasin muridnya. Tapi di sini gurunya langsung ngejek Leo seakan nggak pernah diajarin kode etik guru, ngomong ceplas ceplos bles asal ngejekin anak orang ngebentakin siswa segampang ngupil lah bleh. Leo dkk mungkin emang langganan BP, tapi bukan berarti guru BP punya hak buat manas-manasin mereka. Dan reaksinya pas tau Leo kabur... too disgusting to be true. Rasanya, seinkompeten apapun guru BP, mereka harusnya masih punya sifat ke-BP-an deh, nggak kayak gini. Like. Aduh. Parah. Aku kalo punya guru BP kayak gitu tak tampol juga. Udah kepoan, kasar, ngomong asal, main nyulut api, bentak-bentakan, udah diceritain malah ngeledek oran yang lagi masalah. Lah lulus jadi guru BP pake pelet apa nyogok berapa? (sumpah baca bagian ini nggak nyaman banget) (cringe fest and still going)

4. Leo-nya kurang... Leo. Gimana sih. Kalo dideskripsiin kan kesannya dia kayak rusak, sembunyi diri, sama sekali nggak mau ngebuka, liar, kerjanya ngegunain orang doang, dll. Tapi kurang. Malah terlalu melankolis dramatis. Baca ini bukannya kasihan sama Leo, eh, malah mikir ini orang overdramatic banget, sih. Udah gitu tokoh lain yang harusnya ngedukung character development-nya Leo juga nggak ngasih apa-apa (termasuk Spiza, jujur aja nih ya, Spiza kesannya malah kayak tokoh utama shoujo manga dimana dia bakal suka sama tokoh utama cowoknya meski si cowoknya ganggu dia mulu). Nanggung, banget. Jujur aja, nggak ada karakter yang hidup di novel ini, bahkan Leo (saya adalah tipe orang yang jatuh cinta sama tokoh rusak, jadi normalnya saya akan suka sama Leo, tapi faktanya? Tidak) yang katanya "jadi". Baca novel ini rasanya kayak baca sebuah cerita dimana semua tokohnya psycho-ish dan temperamental semua yang sukanya teriak-teriak setiap ada kesempatan, mau di tempat umum, mau di rumah, mau di sekolah, yang penting wAaa!!!! TERIAK!!! dan tokoh bystander tidak disebutkan yang entah kenapa nggak pernah peduli mereka teriak-teriakan dimana. Contoh: yang di kantor polisi. Leo sama temennya sempet-sempet berantem dan polisinya biarin aja. Sama yang di rumah sakit: Leo ngelepas semua selang infus (wow terdengar sakit) dan lari-lari keluar buat ketemu bapaknya (di UGD kalau nggak salah? Ya, masih di RS sih) untuk teriak-teriak liar ke bapaknya tapi nggak ada suster yang marahin dia karena berisik di rumah sakit (di UGD, kalau nggak salah) dan cuma marahin dia karena kabur dari kamar. Padahal dia kaburnya juga jauh lho... dokter yang jaga nggak pada nahan dia pas dia kabur?

5. Nggak yakin ada yang nyadar, tapi footnote-nya... bikin nggak nyaman banget. Maksudku, aku (dan mungkin beberapa pembaca) nggak peduli Embassy itu tempat "ajep-ajep" terkenal di Bandung, toh udah ketebak juga dari konteks kalimatnya. Aku (dan aku yakin sebagian pembaca lain) juga ngerti kok itu referensi AADC tanpa perlu diingetin, saking terkenalnya aku tau meski cuma pernah nonton sekali pas jam pelajaran bindo. Aku (dan mungkin pembaca lain) juga udah tahu pekerjaan membuat proteksi keamaan atau game itu "bukan fiksi" tanpa perlu diingetin. Tapi apa itu "Otosan dan Okasan" nggak dijelasin padahal nggak semua orang tau (Termasuk aku. Aku taunya Otou-san dan Okaa-san whoop). Kata-kata "titik bifurkasi" aja nggak dijelasin, di footnote cuma ditulis "dari Supernova" (well, aku tau sih, berhubung kebetulan banget sebelum baca ini baca KPBJ dulu) padahal penting kalau dijelasin (bahkan sekalipun copas google, masih bisa diapresiasi)

6. Also, mengingat ini novel Indonesia jadi agak ragu komentar yang ini, tapi grammar bahasa Inggrisnya banyak yang salah. Another pet peeves. Rasanya gatel tak proofread saja tapi apa daya ini novel Indo bukan novel Inggris. Tapi ya. Gitu. Mana banyak kosakata yang ada bahasa Indonesianya jelas dan gampang tapi masih pake bahasa Inggris. Entah buat apa. Padahal nggak pada tempatnya juga. Maksudnya, kalo dialog masih maklum, tapi ini cuma deskripsi dan kesannya malah kayak... eh. Oke, pet peeves.

7. Kayaknya terlalu boros paragraf dan kalimat deh... rasanya terlalu bertele-tele aja, entahlah. Misalnya kayak yang flashback Stella nabrak Iris. Kayak tiap detik diulang, tak skip-skip saja.

Ada banyak lagi yang mau dikomentarin tapi... segitu dulu aja bye. Entah bakal nyelesain buku ini atau nggak, ini udah berapa minggu nggak tau. Ini aja bisa sampe halaman 140 (sekarang udah selesai hehe) karena banyak paragraf-paragraf yang di skip.
Profile Image for R. Wahyu.
Author 8 books14 followers
November 27, 2016
Saya dapat rekomendasi buku ini dari seorang penulis wattpad yang marah-marah waktu saya berikan kritikan beberapa minggu yang lalu. Karena penasaran, saya beli bukunya. Ini buku jadul yang agak susah dicari, akhirnya saya dapatkan di gramedia.com

Covernya yang manis di tambah satu kutipan percakapan Leo dan Spiza memang sungguh menarik perhatian.
"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal tidak hujan."

Pertama-tama saya berikan apresiasi yang sebesar-besarnya pada Mbak Farida Susanty yang bisa menulis cerita semacam ini di usianya yang masih sangat muda. Waktu saya seusia beliau rasanya saya belum mampu membuat tulisan semacam ini. Pesan yang ingin disampaikan penulis melalui cerita ini cukup sampai ke hati saya. Untuk naskah dari seorang remaja yang juga sedan beranjak dewasa ceritanya sangat berkesan. Bagian yang paling saya sukai adalah penjelasan tentang film Elephant yang membuat saya jadi ingin menonton film tersebut.

Huruf Capslock yang bertebaran memang sangat mengganggu mata, tetap saya rasa itu bukan salah penulisnya melainkan salah editor dan penerbitnya. Masalahnya novel ini novel best seller dan sudah cetak ulang sampai sembilan kali. Apa selama itu si penerbit sama sekali tak memikirkan banyaknya review negatif gegara substansi ini? Kok ya... nggak ada upaya buat revisi padahal sudah begitu banyak keluhan dari para pembaca.

Btw, membaca novel ini memberikan banyak pelajaran bagi saya tentang berbagai teknik penulisan. Semoga suatu saat saya dapat menulis cerita yang lebih bagus dari cerita ini. ^^
Profile Image for Stefanie Sugia.
731 reviews178 followers
February 14, 2010
Buku ini sudah lama kubaca, dan setelah kuingat-ingat, buku ini begitu melekat padaku, meskipun sudah beberapa hari setelah aku selesai membaca.
Karakter dan situasi permasalahan yang digambarkan oleh pengarang begitu terasa.
"Dan Hujan Pun Berhenti" adalah sebuah buku yang bagus dan unik. Jelas saya tidak menyesal pernah membaca buku ini. :)
Recommended!
Profile Image for Natha.
780 reviews74 followers
May 13, 2011
Perjuangan besar aku mampu menyelesaikan buku ini. Awalnya memang aku tak berniat untuk membacanya, bahkan aku cenderung tidak tahu tentang buku ini, tapi thanks buat beberapa teman yang membicarakan buku ini serta penulisnya, hingga aku memutuskan untuk membacanya. Perjuangan untuk memiliki bukunya pun mesti menunggu bukunya cetak ulang. :p Oke, lupakan tentang proses membaca bukunya, bahas kisahnya dahulu saja.

Awalnya, aku merasa boring dengan tuturan dan plotnya. Bukan karena kenapa-napa, tetapi selama beberapa bulan membaca genre dewasa dan buku terjemahan dengan bahasa baku, membaca buku lokal jadi agak ngga nampol bahasanya. Belum lagi hampir sebagian besar buku diisi dengan kata-kata bercetak besar, bikin sakit telinga. Soalnya merasa diteriakkin sama tokohnya tepat di telinga. :D

Belum lagi dengan plot yang melompat-lompat, dan waktu bacaku yang ngga konstan dan intens, bikin agak ngga nangkep. Dan ditambah beberapa bagian yang memang dengan sengaja kubaca cepat (hampir ku-skip). Sempat beberapa waktu memutuskan enggan membacanya lebih jauh. Namun setelah menemukan spot okenya, aku bisa melanjutkan buku ini dan menyelesaikannya dalam beberapa kali baca.

Leostrada, seorang blasteran Indo-Jepang, mempunyai hidup yang keras, tepatnya dia sendiri yang bersikap keras kepada dirinya dan menghukum dirinya terlalu kejam. Ayahnya sering memukul dirinya dan saudaranya. Sementara ibunya suka main lelaki, hidup yang menyedihkan buat seorang remaja yang mulai membentuk dan mencari jati diri. Di saat ia terpuruk, Leo didekati dan berteman dengan seorang gadis bernama Iris. Satu2nya gadis yang ia percaya.

Iris, gadis ceria bertubuh lemah. Baik hati dan menjadi seseorang yang mampu untuk mendekati hati Leo yang labil dan rapuh. Tanpa menyerah, ia mendekati Leo dan berhasil masuk ke dalam hatinya. Namun di saat Leo mulai percaya dan menggantungkan hatinya pada gadis ini, Iris berbalik meninggalkan Leo. Berkhianat, menurut istilah Leo. Dan di malam yang sama dimana Iris berpaling dari Leo, Iris meninggal tertabrak mobil, meninggalkan misteri mengapa ia meninggalkan Leo begitu saja.

Spiza, seorang gadis manis, pecinta buku dan ingin bunuh diri. Ditemukan dalam keadaan sekarat di toilet sekolah oleh Leo. Kemiripan gadis itu didalam alam bawah sadar Leo dengan Iris, membuat Leo mendekati sang gadis dan menyadari bahwa Spiza jauh lebih mirip dirinya ketimbang dengan Iris. Mereka sama-sama benci hujan, kesepian, ingin mati bunuh diri. Sama-sama labil.

Hubungan yang aneh tercipta antar keduanya. Leo senantiasa mencari Spiza yang sudah ia anggap 'rumah'nya apabila Leo mengalami masalah dengan orang-orang di sekitarnya. Namun berawal dari kenyataan yang diketahui oleh Leo tentang penyebab kecelakaan terjadi pada Iris. Penyebab Spiza minta Leo menjauh dan ingin mati. Penembakkan oleh ibu Leo terjadi, semuanya menuntun kepada 'new Leo', Leo yang lebih dewasa, lebih mengenal dirinya sendiri dan mau memaafkan dirinya untuk peristiwa-peristiwa yang tidak bisa ia kontrol dengan kekuatannya sendiri.

Mungkin tidak banyak yang bisa kuceritakan tentang bukunya, mungkin kalian memang mesti mencoba membacanya sendiri, dan mencicipi betapa persahabatan sejati itu indah rasanya. Bukan berarti sahabat sejati tidak bisa berselisih paham dan bertengkar, sahabat adalah mereka yang tetap bersatu walau ada badai yang menerpa (quote dari aku neh :p).

Tambahan, ada beberapa bagian dimana kisahnya terasa sudah pernah kubaca, dan aku rasa ini bukan kebetulan, tidak mungkin kebetulan terjadi sedemikian panjang dan jauh dalam lembaran-lembarannya. *senyum pada diri sendiri* Dan ada bagian dimana kalimatnya itu 'nendang' banget. XD

"Sahabat sejati itu, orang yang ngga pernah berhenti percaya sama sahabatnya sendiri, walau dia sudah ngga percaya lagi sama kita."


"Tuhan percaya kamu. Dia ngga mengejar kamu dengan kematian. Dia ngga seegois manusia. Dia bukan pendendam."


Eniwei, nambahin, di halaman 282an, ada typo itu. :p Di awal kalimat percakapan dialognya, ada nyempil angka 7. Apa tu artinya? Letaknya di sudut kiri bawah, sekitar 4 baris dari bawah. :p
Profile Image for Demeter Aulia.
23 reviews
July 15, 2013
Aku suka buku ini, peduli amat sama kata orang lain.

Buku ini adalah buku yang paling berkesan buatku, ceritanya dalam dan kelam. Cara penceritannya juga dewasa, dan aku sangat suka. Saking sukanya, aku membacanya sangat perlahan, selembar demi selembar, tak ingin menamatkannya dengan begitu cepat.

Ceritanya tentang Leo, blasteran Jepang-Indonesia yang punya konflik dengan ayahnya, sampai-sampai harus keluar dari rumah mewahnya ke apartemen yang sangat jelek, itupun dia gak bisa bayar bulanannya.

Kehidupan Leo di sini sangat kelam, sampai-sampai ketika dia tidur, dia selalu bermimpi buruk. Dia bahkan bisa saja mati dalam mimpinya, maksudku, kalau adiknya tak menelepon sampai dia terbangun, dia mungkin bisa benar-benar mati.

Alurnya maju-mundur, tapi bagiku sama sekali gak masalah. Ceritanya bisa ku tangkap dengan baik, amat sangat baik malah. Ini tentang masa lalu dan masa kini. Ugh, kelam deh pokoknya.

Lalu ada cewek dengan nama aneh, yang menarik perhatian Leo. Aku lupa nama cewek ini (sori), yang jelas, cewek ini selalu menggantungkan teru-teru bozu di manapun. Katanya, dia gak bisa bunuh diri kalo hujan turun.

Buku ini udah lama ku baca, jadi agak samar dalam ingatan. Aku kasih lima bintang, karena benar-benar detil dalam menggali kisah hidup Leo. Yah, ini buku yang bener-bener dark, so, siapkan hati biar gak terjerumus #eh

Any Comment?
1 review
November 26, 2012
Jujur, saya kaget ada buku seperti ini. Saya berusaha membaca sampai selesai, sesekali saya tdk percaya bahwa ceritanya benar2 mirip dgn saya. Tntg keluarga, teman, kepercayaan dll. Begitu nyata terjadi pada saya. Dan kalau ada yg bilang cerita ini nanggung, yah mungkin sedikit, tapi mungkin orangnya saja yg tdk menghayati novel ini. Serius, lho ini, Ini tuh bener2 nyata, setiap baca kalimat demi kalimat, saya Cuma mikir: “edan, sama bener kayak gue.” (oke, kecuali bagian rumah dibakar, dipukul pake botol dan okasan mati itu.) Dan perlahan2 membuat saya yg tadinya dibilang sok jagoanlah, egoislah, kini cap itu hilang. Berkat novel ini. Banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik. Menurut saya sih... Konfliknya bagus banget. Penyelesaiannya juga indah. Jadi, ya... sebagai pecinta novel, setiap baca novel ya mohon coba di hayati saja. Ini bener2 novel yg LUAR BIASA BAGUS! Heran, farida susanty dapet ide darimana. GOOD JOB! Thanks  hikmah yg didapat banyak banget. Semoga yg senasib juga bisa lebih baik lagi :D
Profile Image for hans.
1,156 reviews152 followers
February 8, 2023
Mula membeli buku ini, aku rasa jalan ceritanya bakalan misterius dan intens kerana membaca quote di kulit bukunya-

"kamu mau bunuh diri?"
"ya, asal tidak hujan..."

Dibaca awalnya, aku nyata tertarik dengan patah pertama buku ini yang menulis tentang kata-kata Benjamin Disraeli, menarik dan bikin aku antusias sedikit. Tapi setelah dibaca lagi dan lagi, jalan ceritanya sudah jadi kayak sinetron- benar semacam fikiran aku yang mula, penuh konflik dan hura-hara, adegan marah-marah usah ceritalah sampai sakit otak aku baca perenggan yang kadang berhuruf kecil dan kadang berhuruf besar.

Tapi anehnya aku lagi mahu baca terus kisah Leostrada dan Spiza, tentang Luthfi yang suka sejarah dan karakter favorite aku si Adi, tentang kisah tersirat Iris juga berkenaan Otosan dan Okasan si Leo. Benarnya buku ini sarat konflik keluarga dan teman-teman yang kadang bagi aku reaksi Leo terlalu melampau sampai harus dibesar-besarkan konflik menjadi terus-terusan payah. Sungguh kalau si Leo ini sahabat aku, aku lempang-lempang saja muka dia sebab nak suruh dia sedar and cool down. Mungkin penulis sengaja ya buat watak Leo gloomy, panas baran, tidak percaya orang, liar dan terus suka memberontak supaya aku (pembaca) lagi mahu terus baca dan tahu ending.

Buku ini nyata mengasyikkan juga- walau penuh marah-marah. Senang sekali sama endingnya yang simpel. Sekarang aku lagi sedang membayangkan Leo di realiti dengan rambut spikey teracak-acaknya, si lelaki indo-jepang.

"Dalam satu detik hidup gue, semuanya kembali terang. Gue ngerasa dikerubungin sama kebahagiaan. Gue ngerasa ditamparin sama kedamaian. Nggak peduli berapa taun pun gue telah mati lampu, gue rasa sekarang gue nemuin cahaya. Gue udah nyala. Mungkin lampu itu nggak pernah mati-- cuman gue yang nutup mata."

"Senyum rahasia gue, yang cuman gue dan Tuhan yang tau."
Profile Image for Wulan.
97 reviews13 followers
October 9, 2008
Novel yang menjadi pemenang Khatulistiwa Literary Award (Penulis Muda Berbakat)bener-bener salah satu novel Indonesia terkeren yang pernah gue baca! Suasananya yang dark dan suram sangat berbeda dengan novel-novel remaja pada yang umumnya bertemakan cinta dengan latar belakang kehidupan yang "happy go lucky".
Buku ini unik, amat SANGAT menarik, dan punya ending yang tidak bisa ditebak. Butuh waktu agak lama untuk bisa membaca ketikan yang dicetak kecil dan tipis, tapi ceritanya sangat addictive.

Farida, a million thumbs up for you. Along with Sitta Karina's Lukisan Hujan, Dewi Dee Lestari's Filosofi Kopi&Rectoverso dan Andrea Hirata's tetralogi,novel elo adalah novel Indonesia favorit gue.
Profile Image for mollusskka.
250 reviews160 followers
April 30, 2022
OMG, udah lama banget nggak update bacaan di Goodreads. Yah, aku emang lagi jarang baca juga sih belakangan ini. Dan buku ini sebenarnya udah lama banget selesai kubaca tapi baru sekarang sempat kureview.

Nggak nyangka tulisannya akan sekecil itu, tapi aku suka sama font-nya. Gaya berceritanya agak-agak sulit dipahami tapi aku paham sih maksudnya. Ceritanya pun sebenarnya bagus dan terbilang dark. Makanya dibilang beda dengan genre teelit lain pada masanya. Yang aku suka, penulisnya suka spill judul film yang bikin aku pengen nonton, salah satunya film Elephant. Buat cewek seusia itu saat menulis buku ini, pengetahuan Farida terlihat lebih luas dari remaja seusianya.
Profile Image for Annisa.
104 reviews15 followers
September 3, 2008
I have read this book to a point that I don't think I'll read any further. The language feels coarse, the plot feels artificial, the characters lack depth, but then, what do I expect?
Profile Image for Lugas Nastiti.
3 reviews
April 8, 2015
Ini pertama kalinya gue sadar bahwa gue harus nge-review satu buku. Temen gue udah berkali-kali bilang bahwa bakat menulis gue sayang kalau cuma dipake buat nulis novel. Sesekali dia bilang kalau gue harus mereview sesuatu yang udah pernah gue baca atau liat, karena dari jenis review guelah orang tau gue tipe orang yang kayak apa.

Gue sih fine-fine aja soal review...tapi masalahnya nulis review buku itu bukan perkara mudah buat gue. Banyak jenis buku yang udah gue baca, tapi belum ada yang bener-bener bekas dihati gue. Selama ini gue mikir, belum ada satu buku pun (yang berhasil gue inget-inget ceritanya dengan detail) sampe detik ini dan bahkan mempengaruhi gaya menulis gue. Gue cuma penikmat, itu mikir gue, bukan penyadur.

Tapi beberapa hari yang lalu, gue menjawab santai sebuah pertanyaan di sebuah halaman akun facebook seseorang yang kira-kira pertanyaannya seperti ini: "Siapa pengarang yang menurut kamu sudah berhasil menulis dalam sudut pandang cowok?"

Lo tau apa yang melintas diotak gue pertama kali? Bukan Stephenie Meyer yang gue tulis sebagai jawaban.

Tapi, Farida Susanty.

Yupp, mba Farida. Gadis bandung yang berhasil memenangkan penghargaan KLA lewat karyanya "Dan Hujan pun Berhenti".

Itu novel karya lama. Super jadul yang bahkan mungkin generasi sekarang udah engga kenal siapa Farida Susanty. Si pengarang menuliskan buku ini tahun 2007 (gue umur berapa ya?) dan dia itu masih SMA umur 17 tahun. Di umur semuda itu, Farida Susanty sudah berhasil menggaet penghargaan tertinggi (pada jaman itu ya) untuk penulis muda Indonesia, KLA dan juga berhasil meraih gelar best seller 4 bintang selama kurang lebih 3 tahun penjualan (bahkan kovernya udah ganti desain).

Pertama kali gue baca cerita ini waktu smp kelas 3. Waktu itu gue terbilang masih bengal dan kurang hobi baca. Bacaan gue komik dan kalaupun novel, gue rada sombong model bacaannya. Gue waktu itu (karena pengaruh Tara yang juga doyan baca buku) baca novelnya yang jenis terjemahan atau literatur bahasa asing (inggris maksudnya -___-). Gue engga mau baca novel Indonesia. Gue selalu bilang novel Indonesia itu norak, mudah ketebak plotnya, gue bosen sama ceritanya, cowoknya engga ada yang normal (maksud gue normal, yang logis kek gitu. Kebanyakan masa itu kan novel buat remaja tanggung kayak gue isinya prince charming semua). Dan gue engga menyangka bahwa komentar dablek gue ini bikin temen sebangku gue itu emosi.

Kemakan sombong gue, temen sebangku gue akhirnya muncul di suatu pagi (najong gas...) bawa buku novel indo. Gue udah jijik awalnya dan engga mau baca, tapi dia maksa dengan alasan gue ga bakalan rugi baca beginian. Awalnya ngeliat, gue udah engga paham sama kovernya; "Kenapa kovernya warna item semua? luntur kagak ye ditangan?" walaupun warna kesukaan, tapi kalo warna kovernya begini, gue engga tertarik baca. Udah gitu, halaman kovernya cuma digambar satu boneka gundul yang disangkutin di tali, TERU-TERU BOZU.

lo tau kan itu apa? semacam jimat penghalang hujan yang selalu dipasang nobita kalau mau jalan-jalan.

Jujur aja, gue awalnya sama sekali engga tertarik baca novelnya, tapi pas gue baca sinopsinya, mungkin bisa dibilang gue tertarik untuk ngebacanya. Biasanya kan kalo teenlit-teenlit itu sinopsisnya najong kan, udah bisa ketebak gitu jalan ceritanya. Si A jago basket terus si B ntar suka blablabla, tapi lo liat, mba Farida susanty nulis apa coba?

"Kamu mau bunuh diri?"
"Iya, kalau engga hujan..."

Ekspresi gue waktu itu: "Kampret, serem. Cerita horor nih? kok genrenya teenlit?" gue yang kebingungan nanya sama temen, tapi temen gue malah bilang: "udaaah, baca dulu, ntar lo juga suka sama Leo."

Oke, jadilah disitu gue korban iming-imingan. Hari pertama gue engga baca itu buku dan membiarkan Tara ngabisin itu buku dalam semalem. Gue ragu men mau baca. Gue ga suka cerita horor, jadi itu buku mending gue korbanin dulu ke orang lain. Paginya gue ngarep Tara bakal bilang "jelek" atau "balikin nih lo ga bakal doyan" tapi ternyata dia malah nyaranin gue baca. Karena gue ade yang baik dan penurut, gue pasti nurut apapun kata kakak (huek). Jadilah gue membaca cerita ini...

Awalnya gue rada bingung sama bahasa yang dipake si mba Farida Susanty ini. Secara gue masih es-em-pe dan engga paham sama istilah-istilah yang dia tulis. Kosakata mba Farida ini keren gila. Sumpah, bahkan sampe detik ini pun gue masih kalah sama dia. Kosakata dia tuh indah, kaya dan bergizi (apalah) bikin orang-orang macem gue berasa goblok dan kurang wawasan.

Baru satu paragraf pertama aja, gue udah kagum setengah gila. Antara pengen minjem ini buku selamanya atau nyolong tapi ijin.

Jadi buku ini menceritakan kisah hidup seorang siswa SMA yang bener-bener suram, namanya Leo. Leostrada Andhika Servorova Ekihara Miyazao (tuh, namanya panjang tapi gue masih apal. Gue ga apal nama panjang sodara-sodaranya tapi) ini adalah anak kedua dari pasangan Miyazao yang terkenal. Keluarga Leo adalah salah satu keluarga pembisnis yang terkaya di Indonesia. Ayahnya seorang diplomat dan pemimpin perusahaan sementara ibunya mantan model terkenal. Leo memiliki darah campuran jepang-prancis-indonesia (kalau gue engga salah) ini memiliki satu orang kakak laki-laki (Casey) dan satu orang adik perempuan yang paling dia sayang (Kazi kalau engga salah). Keluarga mereka keliatan berada, tapi bukan berarti bahagia. Memiliki 3 orang anak, tidak membuat pasangan Miyazao rukun seperti pasangan lainnya. Ayahnya yang bertabiat keras sering kali bertengkar dengan ibunya yang selingkuh sana-sini dan pertengkaran mereka tidak cukup sampai disitu. Tidak jarang pasangan Miyazao ini bertengkar dengan melibatkan ketiga anak mereka, salah satunya Leo yang paling sering menjadi bulan-bulanan kedua orang tuanya.

Leo dari awal diceritakan memiliki sifat pemberontak yang alami. Perlakuan keras ayahnya tidak menutup kemungkinan bahwa Leo sering kali dijadikan pelampiasan marah ayahnya yang meledak-ledak. Leo sering dihina, dipukuli atau bahkan dianggap bukan siapa-siapa dirumahnya sendiri. Leo diperlakukan nyaris seperti binatang dan tidak ada sedikitpun kasih sayang yang tercurah untuk ketiga anak Miyazao.

Rumah bukan lagi tempatnya pulang. Bagi Leo rumah sudah seperti fasilitas neraka pribadi. Hal ini membuat Leo muak dan memutuskan menantang ayahnya dengan melepaskan diri dari naungan rumah Miyazao.

Awalnya hidup "kabur-kaburan"nya tidak berjalan selancar yang dia harapkan. Kenyataan dia masih pelajar membuatnya sering kali mendapati masalah finansial. Untung masih ada kakak laki-lakinya yang mau menjadi sponsor aksi berontaknya dan selama kakaknya masih mau membuka tangan, selama itulah Leo masih bisa bertahan hidup seadanya meskipun mendekati kata "gembel" (maksudnya, disini Leo bahkan engga segan nyolong air keran buat minum sambil pura-pura nyuci gelas. Padahal mah engga kuat bayar PDAM)

Saat-saat masih didalam kukungan siksaan rumah, Leo mengenal Iris. Iris adalah satu-satunya orang yang mau (dan berani kalau bisa gue tambahkan. Karena kalau lo baca bukunya dan seandainya gue jadi Iris, mungkin Leo satu-satunya orang yang bakal gue telponin polisi buat geret dia ke panti rehabilitasi sosial karena kuranga ajar bentak2 orang tanpa sebab) menghadapi Leo. Iris adalah satu-satunya orang yang maksa temenan sama Leo meskipun cowok itu dengan keras hati menolaknya (maksud gue keras hati, meskipun Iris itu cewek, Leo itu engga segen bentak atau ngancem mau mukul dia). Irislah satu-satunya orang yang membuat Leo waras diantara "kegilaan" hidupnya. Irislah satu-satunya orang yang membuat Leo sadar masih ada orang yang bisa dia percaya didunia ini dan engga sebrengsek orang tua dan orang-orang yang hidup disekitarnya.

Padahal Iris bukan seorang steman. Iris juga bukan seorang kekasih. Iris cuma "pegangan" hidupnya. Iris itu "meteran waras"nya Leo. Tanpa Iris, mungkin Leo masih buta dengan amarahnya sendiri dan menganggap semua orang diluar itu sama busuknya sama keluarga yang udah ngebesarin dia.

Sayang, ketika Leo akhirnya membuka hati sama Iris, pria malang itu harus merasa kehilangan. Iris meninggal disaat Leo akhirnya belajar membuka mata. Ibarat belajar jalan, Iris itu ngelepasin Leo ketika dia baru aja berani berdiri.

Kehilangan Iris bukan perkara mudah buat Leo. Kehilangan Iris membuat Leo harus kembali menutup mata. Kehilangan Iris juga membawa kesakitan jenis baru ke dirinya. Leo engga bisa berhenti berhalusinasi mengenai Iris dan Leo sering kali masih kejebak mimpi dimana dimimpinya Iris masih tetap hidup dan tersenyum.

Dan Leo itu selalu memasang topeng. Topeng pura-puranya. Topeng bahagia yang selalu mencerminkan "Leo" dimata teman-temannya. Leo yang bahagia, Leo yang beringas, Leo yang psycho dan Leo yang engga peduli sama rasa takut. Tapi dibalik itu semua, Leo itu sebenernya bagi gue adalah sosok yang rapuh. Pria yang pura-pura bahagia, padahal ngeludahin temen-temennya didalam pikirannya. Bukannya semua manusia gitu? Leo itu mencerminkan apa yang dirasakan semua orang saat ini. Semua orang memakai topeng bahagia untuk menyembunyikan kelemahannya.

Leo mungkin selamanya bakalan kayak gitu kalau aja dia engga ketemu sama Spiza.

Pertama kali Leo ketemu Spiza itu waktu dia nyaris engga sadarin diri setelah dikeroyok sama musuhnya. Saat itu Spiza bahkan engga mempedulikan keadaan babak belur Leo dan tetap tenang menggantungkan boneka penangkal hujan yang bagi Leo cukup aneh untuk dipercaya orang indonesia. Leo sendiri yang besar di negeri sakura itu sudah tidak aneh melihat boneka itu, tapi ini indonesia. Hal ini ternyata menggelitik rasa penasarannya. Saat Leo bertanya pun gadis itu menjawabnya dengan jawaban yang sama sekali tidak Leo duga;

"Nanti kalau hujan, aku keburu mati."

"Kamu mau bunuh diri?"

"Iya kalau engga hujan..."

Setelah kejadian itu Leo sering bertanya-tanya apakah gadis itu jadi melaksanakan niatnya apa engga, karena pada dasarnya Leo sendiri benci hujan tanpa alasan yang jelas. Setiap kali hujan turun, pikiran itu selalu menghantuinya. Tanpa sadar dia sedikit merasa lega ketika hujan turun, karena gadis itu pasti tidak jadi bunuh diri.

Siapa sangka pada akhirnya Leo akan bertemu lagi dengan gadis itu pada keadaan yang tidak menyenangkan? Menjadi saksi hidup bunuh diri itu, ternyata bukan perkara mudah. Kejadian itulah yang membuat Leo terikat dengan gadis yang bernama Spiza. Entah bagaimana caranya (masa iya gue spoiler, namanya juga review, spoiler gue terbatas) Spiza bisa mengingatkan Leo dengan Iris sehingga membuat Leo berpikir apakah Spiza adalah reinkarnasinya Iris.

Ini novel Indonesia pertama yang gue baca dan sampe detik ini masih membekas di ingatan gue. Bahkan detail kecilnya sekalipun kalau diungkit-ungkit, gue bisa inget. Kayak kalau ada yang nyinggung film "elephant". Gue pasti langsung keinget trademark film ini yg selalu Leo sebut dibuku: "Eeny Meeny Miny Moe" yang kalo di indonesia kira-kira "cap cip cup". Atau betapa doyannya Leo sama susu cokelat milo (gue dulu bangga banget bisa satu jenis kesukaan sama ini cowok). Saking doyannya sama susu cokelat milo, dia itu jadi murahan banget (bahkan ibunya bisa bujuk dia pake susu dan dia berenti ngedumel kayak bocah. dibagian ini gue ber-awww ria layaknya fangirl). Atau dulu film kesukaannya jaman kanak-kanak, Sound Of Music (beuh, bang, film jadul lo mantap). Atau mobil escudo-nya yang disayang-sayang kayak anak sendiri.

Intinya, novel ini beneran beda sama novel teenlit jaman sekarang atau jaman gue. Endingnya aja engga ketebak gimana-gimananya dan bahkan buku ini mengandung "sedikit" unsur "hot lovers"-nya (yang waktu itu gue paham bener kenapa Leo bisa bangun tidur di tempat Spiza? gue pikir waktu itu kesalahan cetak. maklum masih daun muda, polos ga tau begituan) yang sungguh engga ketara dan berasa. Apalagi romatismenya. Jangan harap lo bisa liat Leo umbar cinta, ngomong cinta aja engga. Ini novel nyeritain kisah cinta yang modelnya engga pake mulut, tapi tindakan. Dari bahasa tubuh aja, kita tahu Leo itu udah buka hati sama Spiza (dia bahkan rela manjat pager dan nyangsang dipohon demi nyamperin Spiza yg engga masuk gegara sakit--tapi dia kira ngambek karena kemarin habis dia damprat) cuma Leo itu dablek. Udah kelanjur sakit hati sama yang dulu-dulu, jadi dia ga mudah percaya atau merubah diri demi orang lain.

Dan kenapa gue suka novel ini:
1. Karena Leo. Lo liat nih review-an orang tentang dia: "Leo, bisa dibilang tipikal anak tajir yang cakep, bahkan blasteran, jago matematika, pinter bahasa Inggris juga. Tapi bukan berarti dia semacam karakter cowok perfect di teenlit abal-abal yang gampang kita temuin dimana pun. LEO IS DIFFERENT. He's loveable. Dia adalah karakter remaja jaman sekarang; sosok-sosok muda yang rapuh dengan emosi labil, yet tries so hard to look happy and all. Leo bukan tipe cowok yang hiperaktif dan ramah luar biasa, tapi dia juga bukan contoh cowok sok cool yang unapproachable. Leo is the boss of his world. Yes, dia smart. Dia lucu. Dia licik. Dia menarik. Dia psycho. Dia pemberani. He's a kind of prince charming that every girl would dream of."

Liat? DIA NORMAL. He's FUCKING normal. Dia itu deskripsi cowok paling normal di novel (selain Michael Moscovits) dan sekali baca aja lo pasti langsung jatuh cinta sama Leo. Engga pake engga mungkin. Gimana Engga? Mba Farida itu membentuk Leo dengan sempurna plus model pikirannya yang sakartis. Lo tau kenapa alesan gue selama ini lebih prefer nulis POV cowok? karena mereka lebih simpel. Lebih mudah dibangun ketimbang pikiran cewek dan Farida membuktikan kalau teenlit bahkan bisa romantis dengan cara yang unik lewat POV cowok.

2. Ini teenlit yang engga jual cinta murahan dan gue tergila-gila dengan konfliknya yang rumit.

3. Plot ceritanya najong, jeniusnya. Sumpah, lo diputer balik dan dimuntahin bulet-bulet kalo baca ceritanya. Engga akan ada yg nyangka twist sebesar itu ditengah-tengah cerita.

4. Endingnya. Endingya itu ending yang paling adil yg bisa terpikirkan buat orang macam Leo.

Kekurangan buku ini cuma 3: Terlalu banyak capslock (yang sebenarnya gue maafkan), too much drama (walupun gue engga peduli) dan ini buku yang udah jarang ada. Kamfreet, gue bahkan mohon, ngemis beli sama temen yang punya saking di gramedia solo udah engga restock dan di jakarta udah ribet bener nyarinya.. :'( siapapun yg punya bahkan ebook-nya atau bersedia jual bukunya kalau punya, please....hubungi saya.
1 review
June 8, 2021
Penggambaran perasaan remaja puber yang kalut di sini sudah pas. Namun, terkesan sangat-sangat melankolis bagi beberapa pembaca karena banyaknya drama yang ada di dalamnya. Di buku ini juga saya baru tau POV remaja laki-laki yang menjadi tokoh utama di sini, Leo.
Sebenarnya dia bisa dibilang susah juga hidupnya karena sudah kehilangan kasih sayang dari keluarganya dari kecil. Hal ini menjadikannya berperilaku sama terhadap lingkungan sekolahnya. Menggangap semua orang munafik. Padahal, menurut pendapat saya, setidaknya di sekolah dia bisa "membagi dua" pikirannya sejenak. Di sekolah, dia bisa sedikit bersenang-senang dengan teman-temannya, baru kemudian bermuram durja lagi dengan dunianya ketika sendiri. Namun, ternyata dia belum bisa melakukan itu. Mungkin karena faktor remaja pubertas juga. Sayang sekali.

Overall, this is a good book. Kesan remaja yang umumnya labil ditampakkan penulis secara jelas pada Leo. Dia diam-diam senang ketika menyangka bahwa Iris telah bereinkarnasi menjadi Spiza, tapi secara tidak langsung juga, dia menikmati momen kebersamaannya bersama Spiza (terlepas dari bayang-bayang Iris). Pemberian hadiah dari Leo berupa susu cokelat kesukaannya ke Spiza merupakan bukti kecil itu. Tokoh Spiza di sini sebenarnya memiliki karakter gabungan Leo dan Iris. Dia pandai melawan, perasa, dan mampu memahami perasaan orang lain. Sebenarnya jika di ending lebih dijabarkan lagi perdamaian antara Leo dan Spiza, akan menarik. Namun, sepertinya penulis akan membiarkan ini menjadi open ending bagi pembacanya. Tidak apa-apa. Sebenarnya cocok juga bila dibuat ke dalam serial drama dengan pemberian detail mendalam di sana-sini.

Peran teman-temannya yang paling menonjol hanyalah Adi dan Luthfi. Entah mengapa penulis tidak mengangkat yang lainnya. Kemungkinan nanti menjadi terlalu bertele-tele (?). Perkembangan karakter Luthfi bagus karena konflik di sekolah itu. Namun, perdebatan di tengah pertengkaran Leo dengan Luthfi bagi saya tidak perlu. Sebab biasanya, laki-laki menggunakan tenaga terlebih dahulu untuk bertengkar, baru kemudian bisa berbicara secara rasional di akhir. Namun, sikap Leo untuk memaafkan Luthfi di konflik ini membuat saya respect kepadanya. Sedangkan Adi tidak diberikan plot sedikit mengenai mengapa dia merasa sangat dekat terhadap Leo. Luthfi saya masih wajar karena efek dia adalah teman sebangku Leo sehinga mungkin beberapa kali bisa bertukar pikiran. Sedangkan Adi? Saya masih terheran dengan peranannya di buku ini hingga saat ini.

Kekurangan dari buku ini adalah terlalu banyaknya penggunaan capslock bahkan pada saat dialog yang seharusnya bisa diucapkan tokoh dengan penuh penekanan saja, tidak terkesan membentak-bentak. Penggunaan capslock yang terlalu banyak ini memberikan kesan bahwa seluruh tokoh di dalam buku ini kasar dan liar. Sebenarnya bisa diimbangi saja dengan penggunaan tanda "!" atau pengukapan dengan tulisan seperti "bla bla bla" ,kata Leo menghela napas kasar (untuk menegaskan sikap tidak sabar).

Selain Adi, tokoh Cashey sebagai kakak tertua di sini sebenarnya terkesan tidak berguna bagi saya. Sikap dia sebagai kakak tertua kurang menonjol. Malah Leo yang akhirnya bisa menguasai dirinya sendiri yang bisa terlihat dewasa. Sikap Cashey saat memukuli Leo di rumah sakit untuk menyadarkannya agar memaafkan ayah mereka terkesan tidak baik. Saya sendiri heran mengapa tidak mereka pergi sejenak ke tempat yang lebih tenang dan mengobrol dengan perlahan-lahan saja.

Namun, aku akan mengatakannya sekali lagi. Overall, this is a good book. Saya pertama kali membelinya saat masih 15 tahun. Tertarik untuk membelinya karena waktu itu masih mendalami kisah teru-teru bozu. Namun, bahasanya masih terlalu berat untuk saya. Pikiran remaja labil saya belum memahami esensi dari buku ini. Baru ketika saat ini saya berumur 18 tahun (tahun ini menginjak 19 tahun), saya putuskan untuk membacanya ulang dan menikmati setiap kata-katanya yang indah. Saya juga bisa turut "menyelami" perasaan dan pemikiran Leo serta memahami bahwa memang masa remaja adalah masa yang labil dan mereka masih bersemangat sekali untuk meledak-ledak. Akhir kata, light applause for Farida Susanty for make this book! I'ts a cool book. Mungkin saya akan membacanya ulang suatu saat nanti. Ah, sebenarnya juga ini buku yang baik untuk dibuat menjadi series drama kecil dengan penambahan detail yang mendalam di sana-sini dan sedikit reduksi juga di sana-sini.
5 reviews
April 13, 2022
bagus banget😭, sedih kesel greget dan relate jadi satu
Profile Image for Evi Rezeki.
Author 7 books34 followers
July 12, 2013
Saya pengin baca ini karena direkomendasikan beberapa orang. Saya yang pecinta novel berbau dark pun segera tertarik.

Saya baca novel ini selama beberapa hari dengan tidak mengindahkan rasa eneg saya. Huft. Capek bacanya.

Buku ini bercerita tentang Leo, seorang remaja cowok yang kabur dari rumahnya karena merasa dikhianati. Terlebih lagi sering disiksa bapaknya. kedua orangtuanya berselingkuh dan cewek yang dia sukai mati dalam kecelakaan yang mengenaskan. Leo akhirnya bertemu dengan Spiza yang ingin bunuh diri dengan alasan misterius. Cowok dan cewek ketemu. Keduanya punya trauma. Keduanya berusaha saling menyembuhkan tanpa sadar. Udah dark banget deh nih cerita.

Makin dalam saya baca, makin bingung dengan plotnya. Yeah, bukan saking tidak bisa ditebak twist-twist yang berusaha tersebar di novel ini. Tapi lebih ke narasi dan deskripsi tumpang tindih. Belepotan.

Ini poin-poin bagus dalam buku ini:
1. Penulisnya kreatif. Gaya bertutur lincah (malah kelincahan jadi kebablasan).

2. Saya nangis di bagian Hiks banget. Good Job ^^b

3. Idenya bagus.

Ada beberapa poin yang saya garisbawahi adalah:
1. Kebanyaka ngasih efek bunyi semacam
PRSSSH.... (hal 20)
BRUK (hal 21)
PYAR (hal 23)
BRANGGG!!! PRAKKK! (hal 25)
Dst. Dsb yang masih banyak lagi.
Efek bunyi yang membuat buku ini sukses menjadi bising dalam imajinasi saya.

2. KEBANYAKAN CAPSLOCK
Saya ngerti, penulis berusaha menekankan kalimat atau kata. Tapi... tapi... tapi... apa perlu ya sebanyak itu? Dan efek penekanan yang kebanyakan itu membuat saya gusar karena boring dan sakit mata.

3. POV
Novel ini memang mencampurkan antara POV 1 dan POV 3. Awalnya mungkin POV 3, di akhir-akhir menggunakan POV 1.
Kerancuan terjadi dalam pemakaian POV 3. Sudut penceritaan lewat narator ini bercampur baur dengan Leo. Kadang dengan Spiza, kadang dengan Luthfi, Tyo, dsb,dst. Dan kemudian semuanya jadi blur.
Hmmm... tokoh-tokohnya seperti selalu ingin menyuarakan isi hatinya, merasa kurang puas lewat sudut pandang narator.
Jadinya... jadinya... ah, sudahlah. Ya, gitu ajalah.

4. Keterangan yang berulang-ulang.
Iya, udah tahu Leo itu sering disiksa bapaknya. Iya udah tahu, Iris itu baik hati. Iya udah tahu kalau Adi paling ngerti Leo. Iya udah tahu ini dan itu, enggak usah dibahas terus dong.

5. Adegan berteriak dan memukul barangnya banyak banget. Mungkin untuk mendukung ke-dark-an novel ini. Seakan buku ini selalu berteriak-teriak pada saya. Seakan buku ini mencoba memukul-mukul psikologis saya. Dan memang berhasil membuat saya muak. Bahkan Hannibal Series yang begitu gelap pun tidak selalu berdarah-darah.

6. Saya suka hubungan antara Leo dan Spiza, meski aneh tapi cukup manis (minus adegan pukul dan teriakan). Sayangnya dalam pertengkaran klimaks mereka, adegannya kepanjangan, kebawelan, dan kebanyakan tidak penting. Hanya sekadar memuaskan penulisnya untuk bilang ini dan itu (padahal jadi tidak mengena).

7. PLOT
Plotnya bagus tapi terlalu banyak adegan yang dipanjang-panjangkan jadinya kurang masuk akal.
2 bab terakhir itu boring banget. Udah nyampe klimaks dan anti klimaksnya kebanyakan.

Akhirnya, menurut saya, novel ini baik dijadikan referensi bagi penulis yang ingin mengangkat tema yang nyentil.
Profile Image for owleeya.
307 reviews100 followers
November 29, 2012
Pertama kali lihat buku ini di Pitimoss, tempat rental buku langganan yang deket sama sekolah & rumah (ada cabangnya, yang satu deket sekolah, yang satu lagi deket rumah). Dan ternyata Pitimoss juga tempat langganan teteh Farida Susanty waktu masih SMA hahaha, dan waktu saya pinjam kumcernya, Karena Kita Tidak Kenal, ada tanda tangannya loh! :))

Jadi... novel ini gelap. Kelihatan kan dari sampulnya? Gelap tapi ada humornya juga.Hmm, apa ya istilahnya? Lupa.

Gelap karena penuh dengan angst seorang remaja laki-laki bernama Leostrada yang kehilangan sesosok perempuan yang amat berarti baginya. Nama gadis itu Iris. Bukan, dia bukan pacarnya Leo. Hanya seseorang yang berarti banyak untuk Leo, sampai kematian Iris menjadi sebuah tikaman di dada. Hanya Iris lah yang bisa melupakan masalah dia. Hanya Iris-nya.


"Yang penting buat dia cuman Iris, Tyo... cuman Iris."


Di rumah, dia kerap kali dimarahi oleh orang tuanya, bahkan sampai dipukul. Semua itu karena kedua orang tuanya tidak pernah bahagia oleh pernikahan mereka meskipun sudah dikaruniai tiga orang anak. Bayangkan, tinggal di dalam rumah di mana orang tuamu menyebutmu pecundang? Bukankah ucapan yang keluar dari mulut kedua orang tua adalah doa?

Dia bertemu dengan Spiza, saat pertama kali mereka bertemu pun sudah aneh. Leo yang babak belur setelah dikeroyok oleh musuh-musuhnya melihat Spiza menggantungkan teru-teru bozu (iya, yang ada di cover). Kedua kalinya mereka bertemu, di kamar mandi sekolah. Spiza sedang mencoba menyabut nyawanya sendiri saat itu. Aneh memang, tapi mereka berbincang, Leo bertanya kenapa Spiza bunuh diri... dan jawaban yang keluar dari mulut Spiza membuat Leo terkejut.

"Dia... orang yang gue sayang dan sayang gue... dan, dia pasti nggak akan ninggalin gue."

Kata-kata itu mirip dengan apa yang dulu pernah diucapkan Iris... Leo saat itu tahu, Iris-nya telah kembali.

Salut buat teteh Farida yang bikin novel sebagus ini waktu seumuran sama saya, waktu dia masih SMA. Saya suka sama karakter Leo. Tahu, kan, kalo di novel-novel YA (young-adult) ada tokoh cowok yang kelihatannya kuat tapi dalamnya rapuh? Kalo kata Tulus (penyanyi--lagunya bagus loh!):


Tuan kesepian,
Tak punya teman,
Hatinya rapuh,
Tapi berlagak tangguh.


Nah, kenapa kali ini tidak membaca dari sudut pandang si cowok? Mencari tahu masa lalu dia dan sebagainya?

Dan di sini, karakterisasi Leo berkembang. Dari yang awalnya tidak bisa menerima Iris sudah tiada, masih menyimpan Iris dalam benaknya, perlahan bisa menerima... karena Spiza.

Ngomong-ngomong, jangan salah ya, novel ini rada beda sama novel yang lain. Gak melulu soal cinta-cintaan.#menyindirdirisendiri :))


"Hei! Kenapa menggantungkan itu?"
"Biar hujan nggak turun."
"Memangnya kenapa kalau turun?"
"Aku keburu mati sebelum aku bunuh diri."
"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal nggak hujan."
"..."


4/5
Profile Image for Anggita Sekar Laranti.
104 reviews33 followers
July 13, 2012
Mulanya agak ragu juga mau beli buku ini. Pertama, aku tertarik sama sampulnya yang bergambar semacam pintu menuju surga (aku masih berpikir itu surga ._.) dengan boneka teru-teru bozu menggantung di sana. Yah, itu menarik sekali buat seorang pecinta anime dan manga kayak aku.

Hal menarik kedua, karena potongan dialog di cover depan, tentang orang yang mau bunuh diri asal nggak hujan. Karena memang aku lagi punya duit lebih dan temenku pengen baca buku itu, jadi aku bawa buku itu ke kasir.

Sampai di rumah, aku baca. Dan harus berhenti dulu sebelum melanjutkan novel ini. Menamatkan novel ini butuh perjuangan ekstra. Cuma opini sebagai pembaca sih, tapi aku kurang menikmati novel ini. Mungkin karena temanya ya? Memang sih, aku nggak terlalu suka tema dark. Dan menurutku ada beberapa hal yang kurang logis di cerita ini. Maksudku, untuk sebuah novel remaja, hal-hal itu kurang bisa diterima akal sehat. Contohnya sifat ayah dan ibunya Leo yang jahat itu. How can? Padahal mereka keluarga kaya dan sudah pasti terpelajar. Bagaimana bisa mereka melakukan hal seperti itu pada anak-anak mereka? Memukul dengan botol bir sampai kepala anak-anak mereka berdarah misalnya. Kalau mereka begitu karena himpitan ekonomi atau berlatar belakang preman sih, aku masih bisa maklum.

Selain itu, aku juga nggak terlalu suka kepribadian tokoh-tokoh di novel ini yang ringan tangan. Leo sendiri, guru-gurunya, teman-teman Leo, bahkan kakak kandung Leo juga memukul adiknya, meskipun maksudnya hanya bercanda. Dialognya juga agak gimanaaa gitu karena penuh efek tawa sinis, yang menurutku malah bikin bingung.

Satu hal lagi yang kurang aku nikmati dari novel ini: capslock bertebaran! Well, maksudnya mungkin menegaskan mereka sedang berteriak sih. Tapi kurasa itu nggak perlu. Ini self opinion, lho. Aku agak perfeksionis sih, hehe.

Tapiiii... aku suka banget sama idenya. Cowok berandalan yang entah bagaimana bisa merasa nyaman di dekat seorang cewek ini cute banget :) Kalau diperdalam romance-nya Leo sama Spiza, mungkin aku bisa ngasih bintang satu lagi. Heheh :p Pertanyaan-pertanyaanku yang muncul waktu membaca novel ini juga terjawab di akhir novel.

Cukup memuaskan, sehingga aku memberi dua bintang untuk novel ini. Satu bintang untuk pertanyaanku yang terjawab, satu lagi untuk karakter bernama Leostrada Andhika Servorova Ekihara Miyazao. Namanya unik banget, dan susah diucapkan ampun-ampunan. Apalagi dengan deskripsi Leo yang rinci, aku jadi yakin kalau Leo ada beneran, aku bakal jatuh cinta sama dia :pp

Pokoknya tetap semangat buat penulisnya! Aku juga belajar banyak hal dari novel Anda ini ^^
Profile Image for thuthur22r.
242 reviews
July 8, 2012
"Hei! Kenapa menggantungkan itu?"
"Biar hujan nggak turun."
"Memangnya kenapa kalau turun?"
"Aku keburu mati sebelum aku bunuh diri."
"Kamu bunuh diri?"
"Ya, asal nggak hujan."
"..."

AGGHH, NYESEEELLL!!! NYESEL ABIS! Nyesel kenapa nggak dari dulu baca buku ini! Baru tau tentang buku dari temen jauh, yang ternyata ngefavoritin buku ini dari dulu. Browsing bukunya, liat sinopsisnya yang di atas itu, dan langsung penasaran. Gimana nggak coba? Nanya-nanya ke yang udah baca, liat di goodreads, nyari buku ini nggak dapet-dapet.
Dan sekarang, baru aja selesai. Nggak nyangka ceritanya bakal sesulit itu, nggak nyangka para tokohnya bakal seperti itu.
Berawal dari pembicaraan singkat di atas, kalimat itu, ternyata punya cerita sendiri.
Awalnya benci banget sama Leo, benci, kenapa hidupnya seperti itu? Kenapa penulis ngebuat hidupnya serumit itu? Dan ngebuat dia nggak pernah lagi percaya--sama siapapun. Dan ketika ada Iris, saat Leo mau percaya lagi, bisa percaya lagi, kemudian Iris mulai 'ngehianatin' dia, ngebuat Leo nggak percaya sama siapapun lagi.
Dan, ngebuat Leo jadi kayak gitu, lagi. Hidupnya yang selalu pake topeng itu; selalu ketawa, dibenci sana-sani sama orang lain, dia nggak peduli lagi.
Sampai akhirnya Leo ketemu Spiza, saat dia mau bunuh diri. Dan adanya percakapan itu.
Fiuhh, nggak tahan buat nggak berhenti baca buku ini. Banyak scene memorable, banyak banget, tapi yang paling suka itu scene eeny-meeny-miny-moe, surat dari ibunya Leo, dan saat ibunya Iris bicara lewat tape recorder. :'(
Minim typo, font-nya kecil-kecil, beda waktu pembicaraan pake 'capslock'. Itu bagus, ngebuat pembaca jadi emosi juga, tapi, kadang, dengan cara membuat situasi makin panas diantara tokohnya juga bisa membuat pembaca jadi merasakan 'greget'nya, nggak perlu harus capslock melulu, tapi tetep, itu bagus kok , hehe. :)
Scene unforgettable adalah waktu Leo ngelipet surat dari Ibunya jadi pesawat kertas. Ada lirik lagu Angel-nya Sarah McLachlan juga. Kalau ini sebuah adegan film, bakal ngerasain gimana 'adem'nya perasaan Leo. :')
Kaget juga tiap Kak Farida ngelesaiin bab-bab tertentu, bikin penasaran. Jadi pengen lanjut terus.
Dan, untuk Spiza, nggak nyangka waktu tau dia mau bunuh diri itu karena itu. Nggak nyangka juga dia punya benang merahnya sendiri sama kisahnya Leo. Sama rumitnya. Sama 'sakit'nya.
Paling suka sama Kazi, sayangnya kurang dapat poin. Tapi, nggak apalah, itu udah cukup banget. Gemes liat Kazi. :))
So, i gave it 4,5 of 5 stars. Kumasukkan ke daftar buku favoritku.
Baru tau Kak Farida buat ini waktu SMA, keren!
Profile Image for Nnurull Ceemandjhaatetapdadiihtinx.
2 reviews6 followers
Want to read
April 26, 2011
Hidup ini adalah mimpi. Atau, mimpi ini adalah hidup. Dimensi manusia begitu bias sehingga kita amat bebas untuk berharap. Yang mana saja yang kamu sukai, percayailah itu sebagai hidupmu. Itu yang pernah gue denger, sekaligus yang pernah gue pelajari langsung dalam hidup gue. Mimpi adalah lorong waktu, sebuah lorong becek penuh tangan tak terlihat yang menyiksa dan membiarkan berteriak dalam kegelapan. Sedang bumi yang diinjak adalah negeri kabut yang hujan sepanjang tahun. Yang langitnya tidak pernah berawan dan udaranya sanggup membunuh dalam kebekuan.

Kamu mungkin tidak akan bisa mengerti Leo yang tidak percaya pada siapa pun di dunia ini. Tapi mungkin Spiza, gadis yang mencoba bunuh diri di sekolahnya,bisa. Ketika Leo berjalan terengah-engah ke arah ruang UGD. Ia putus semua selang infusnya, dan tidak dipedulikannya semua rasa nyeri yang menjalari kepalanya. Hanya ibu dan ayahnya yang ada di pikirannya. Hanya nama mereka, dan pantulan terakhir wajah mereka yang dia ingat. Tapi, itu semua tidak membangunkan ibunya lagi.

Seekor ikan yang masih muda berputar-putar, berenang berhari-hari. Ia terobsesi mencari lautan. Ia ingin sampai dan merasakan enaknya lautan. Katanya lautan itu tempat terindah untuk ditinggali. Makanya, ia tidak segan berjuang habis- habisan. Dan suatu saat, ditemukannya seekor ikan yang lebih besar darinya. Pelan- pelan dan nyaris tanpa Leo sadari, hidupnya berubah sepenuhnya. Dari segala hal yang ia punyai selama ini, Iris, keluarga, teman-teman, Spiza, dan apartemennya, nyaris semuanya mengalami perubahan. Bukan perubahan yang buruk malah Leo sangat mensyukuri satu demi satu kebahagiaan yang mulai menghampirinya.
Profile Image for Ani Andriyanti.
108 reviews4 followers
January 23, 2013
Tahu buku ini sudah lama siih, tertarik dengan cover bukunya yang bagus itu. Tapi belum beli juga, hingga akhirnya dapet pinjaman deh :D

Apa ya? Mulai baca buku ini sebenarnya udah dari bulan Desember lalu. Tapi entahlah, di tengah membacanya, buku ini tergeser dengan buku lain yang ada di rak buku. hehehe...

Satu bintang untuk covernya. Baguuuus dan lucu :)

Di tengah membaca buku ini, saya sempat merasa capek. Pusing dengan penulisan CAPSLOCK yang lumayan banyak. membuatku tak enjoy dalam membacanya. Seperti itukah kehidupan remaja SMA kira-kira? Rasanya serem banget. Ribut, adu jotos, bunuh diri, pembunuhan. Seringkali mendengar orang bilang "emang remaja jaman sekarang itu ya ga punya sopan, suka ini suka itu, tawuran, dsb". Mengenaskan toh? :D Padahal menurut saya, hal tersebut ga mutlak benar siiih. Remaja sekarang tentu berbeda dengan dahulu. Dari teknologi saja sudah berbeda, pemikiran mereka juga sudah berbeda. Pasti lah remaja sekarang ini akan jauh lebih reaktif daripada jaman dahulu. Jaman ibu bapak saya remaja mungkin? hehehe... Yah mungkin, orang tua lah yang mungkin harus berperan utuh di sini dalam menyikapi anak-anak yang remaja. Yang notabene dengan gampang akan menemukan lingkungan barunya, mereka tidak ingin diacuhkan, mereka ingin diperhatikan.

Yang membuat saya bertahan membaca buku ini hingga selesai adalah saya penasaran dengan endingnya. huehehhe... Tidak bisa saya tebak. Leo, Spiza, di buku ini. Mereka para remaja yang digambarkan oleh Farida, bagaimana para orang tua menyikapinya? Saya belum jadi orang tua siiih :D

Oke Farida, ditunggu karya2 berikutnya :)
Profile Image for D. Isnaini Fadhilah.
8 reviews
December 28, 2015
Dan Hujan Pun Berhenti by Farida Susanty Farida Susanty

Buku ini menjadi penyegar genre teenlit yang sedang populer saat ini. Di mana teenlit yang biasanya ceria, dreamy dan kurang real (saking dreamy-nya) jadi tertimpa genre baru yang agak psycho. Gue suka banget buku ini karena pemilihan bahasanya cerdas, terus banyak istilah-istilah yang ue gak tau dan akhirnya membuat gue jadi tau gara-gara baca footnote-nya. Which is good karena nambah kosakata gue banget. Sampe gue mikir sendiri apakah beneran buku ini ditulis pas jeng Farida masih SMA? Hehe. Dari segi isi ceritanya sendiri, gue salut tentang bagaimana Farida meramu proses pencarian "jati diri"nya Leostrada (si tokoh utama) dengan sangat cerdas dan logis dari masa-masa tergelapnya ke masa depan yang lebih bahagia. Biasanya proses perubahan itu cenderung klise (di teenlit) tapi disini gue ngerasain banget gimana Leo bergelut sedemikian rupa, dan gak gampang, dan memang pada kenyataannya perubahan mindset itu sagat gak gampang dan gak instan. Perlu banget dibaca sama orang-orang yang punya isu insecurities (we're all have it) sehingga bisa terinspirasi bagaimana dia move on dengan insecurities-nya itu. Big bravo for jeng Farida deh pokoknya. SALUT. Keep writing. :)
Displaying 1 - 30 of 319 reviews

Join the discussion

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.