Arawinda Kani, seorang Senior Public Relation yang lebih sibuk bekerja ketimbang mencari pendamping hidup, disarankan oleh Fala, sahabatnya, untuk ‘main’ Tinder. Awalnya Awi menolak, karena dia punya teori sotoy tentang Tinder: Tinder hanya untuk orang-orang tidak sibuk dan Tinder merupakan jalan pintas mengobati ke-desperate-an kaum single, yang lalu dianggap merupakan cara mudah mendapatkan jodoh. Awi menyebutnya: Tinderology.
Meskipun begitu, akhirnya Awi menuruti saran Fala. Dia menginstal aplikasi itu di ponselnya. Lalu, setelah swipe kanan-kiri dan tulisan "It`s a match!" muncul, Tinder mengenalkan Awi pada seorang Rajiman Aksa, si tukang semen yang nggak punya sense of humor. Terlepas dari berbagai teorinya tentang Tinder, Awi merasa tertarik dengan Aji.
Kalau jodoh Awi (kemungkinan) Aji, yang jaraknya sekitar 2 kilometer, berapa kilometer jodohmu?
i'm still not sure with the rating i give. a thing that i can only say is there won't be any reviews about this book from me to prevent any further ranting
Lebih baik ninggalin rate aja ya, daripada nanti review-ku panjang dan—mungkin—banyak rant (omelan). Tapi, mungkin suatu saat tiba-tiba ini aku udah edit 😂
Satu kesimpulan: mungkin buku ini enggak cocok sama seleraku 😂
Novel ini cocok saya bacanya pas lagi suntuk karena ceritanya ringan, jadi semacam pelarian. Selain ringan, alurnya juga ngalir, dan tumben banget saya nggak bosan sama cerita yang alurnya lambat. Mungkin karna gaya bercerita Kak Laras ini enak kali ya? santai gitu.
Tapi, menurut saya buku ini terlalu bertele-tele dan seharusnya bisa diringkas aja. Mungkin maksud penulis biar penjelasan hubungan Awi-Aji ini bisa berasa kali ya pembangunan chemistry-nya, tapi kalau mau kayak gitu, menurut saya seharusnya konfliknya lebih beragam lagi dan nggak stuck di satu konflik itu aja. Terus karakter Awi tuh kayak bocah gitu ya kadang, bikin kesel pas baca, untung menuju akhir mereka berdua sama-sama introspeksi diri.
However, gaya penulisan dan karakterisasi yang kuat nyelamatin buku ini.
Akhirnya kebaca juga, nggak tega lihat ini cuma majang di rak buku.
Baca novel berasa naik roller coaster. Dibikin gemes sama dua tokoh utamanya dan dbikin ngakak gila sama temen2 mereka. Introvert meet extrovert, what would you think? Sampe bantal melayang dan buku terbang pas hampir mendekati ending. Gila, bener-bener dibikin jumpalitan.
Biasanya aku nggak tahan dg novel yg alurnya lambat, tali pas baca novel berasa ngalir aja. Malah alurnya yg lambat bikin penasaran. Dari novel ini kita belajar komunikasi itu penting, dengan siapapun itu.
Pusing dengan pekerjaan dan bos yang banyak menuntut, Fala, sahabat Awi sejak zaman kuliah menyarankan untuk mencari pacar agar ada yang memperhatikannya, misalkan memesankan makan siang. Fala pun megenalkan Awi pada Tinder, sebuah dating application yang cukup aman. Awalnya Awi menolak, dia nggak se-hopeless itu hanya untuk mendapatkan cowok yang dia impikan. Bagi Awi, orang-orang yang memakai Tinder sudah putus asa mencari jodoh tapi nggak dapat-dapat. Namun, karena cukup penasaran, tidak ada salahnya mencoba dan tidak membutuhkan waktu lama ada seseorang yang cukup menarik, langsung saja ada notifikasi it's a match!
Namanya Rajiman Aksa, berusia 30 tahun, lebih tua tiga tahun dari Awi, bekerja di PT Semen Jayakarta dan lulusan Oxford. Tidak banyak informasi tentang dirinya, akun instagramnya kebanyakan foto gunung dan ada satu common friend yang Awi kenal. Tidak banyak sapaan basa basi yang mereka lakukan di Tinder, si tukang semen langsung mengajak Awi untuk bertemu!
Dari beberapa kali pertemuan saat makan siang, Awi cukup tertarik dengan mas Ducati alias Aji. Namun, saat Aji mulai serius dengan Awi, ada sebuah ketakutan menghinggapi Awi. Apakah benar Aji yang dikenalnya lewat Tinder dan hanya berjarak 2 kilometer adalah orang yang benar-benar tepat untuknya? Awi pernah berkata kepadaku, sesuatu yang pecah tidak akan bisa kembali terlihat seperti semula, jalan keluarnya adalah membuang yang sudah hancur dan menggantinya dengan yang serupa, meskipun tidak akan terasa sama. Kali kedua membaca tulisan Larasaty Laras setelah Starry Night, di buku keduanya ini saya jauh lebih suka. Tulisannya rapi dan sangat mengalir, dalam artian bagaimana dia mengembangkan hubungan antara Awi dan Aji sangat realistis, plot-nya runtut dan tidak tergesa-gesa. Ada sub plot, seperti kisah sahabatnya, pekerjaan di kantor maupun tentang mantan, semua memiliki porsi yang pas, tidak menutupi cerita utama, hanya sebatas cerita pendamping yang mendukung jalannya cerita tentang Awi dan Aji.
Plot rapi artinya penulis memulai pelan-pelan hubungan Awi dan Aji, saat mereka pertama berkenalan, bertemu, saling PDKT, sampai ke tahap yang benar-benar serius. Mengenal satu sama lain secara perlahan, dan saya suka pemilihan sudut pandang orang pertama, dengan narator Awi, dan ketika mendekati final, Aji ikut bersuara. Sehingga perasaan kedua tergambarkan dengan baik. Pembaca dapat merasakan apa yang sebenarnya diinginkan baik Awi maupun Aji.
Untuk karakter para tokohnya cukup kuat dan konsisten sampai akhir. Awi digambarkan seseorang yang cerewet, mudah diajak bercanda sedangkan Aji kebalikannya, cowok yang sangat lempem, harus dipancing dan tidak bisa diajak bercanda, bawaanya serius. Hal ini nantinya akan menjadi salah satu akar masalah mereka, bagaimana sebuah komunikasi cukup penting dalam sebuah hubungan. Tokoh favorit saya tentu Aji, dia cukup dewasa, tapi kebodohannya tentang cewek kadang lucu.
Awi punya trauma dari hubungannya yang terdahulu, karena kurangnya komunikasi, pacarnya selingkuh, padahal setelah lulus dia dijanjikan akan dilamar. Oleh sebab itu, ketika Awi sudah menjadi pacar Aji dan perilakunya cukup berbeda ketika pendekatan dulu, muncul ketakutan serupa. Dulu, tidak ditanya pun Aji akan mengabari dia sedang apa atau di mana. Setelah pacaran, Aji kadang menghilang. Awi membutuhkan waktu lama untuk bisa move on, sehingga dia memilih meninjau kembali apakah Aji benar-benar 'the right one' yang selama ini dia impikan.
Konflik lain adalah datangnya mantan yang ingin kembali maupun kedekatan Awi dengan rekan kerjanya. Saya suka bagaimana penulis membuat respon Aji. Bisa dibilang cemburu alus, nggak terlalu ketara tapi terasa. Sangat cocok dengan model sifat seperti Aji, tidak suka mengumbar perasaan dan tidak lebay, lebih mengutamakan aksi. Walau sangat lempeng dan kaku, Aji kadang kala juga romantis. Ada salah satu bagian yang saya suka. "Kalau aku mau kamu jadi nomor satu di speed dial aku, kamu mau?" Aji mengulang pertanyaanya. "Kamu ini kebiasaan kalau ngomong penjelasannya panjaaang banget. Intinya cuma seupil! Lagian, nomor satu itu kan buat calon istri kamu. Aku belum tentu mau jadi calon istri kamu, lho." "Nanti-nanti juga mau. Ya?" "Jadi, setelah malam ini kita apa?" Aji menghela napas setelahy aku berhasil melepaskan genggaman tanggannya. "Kalau tadi kamu tanya mau aku apa, ya aku maunya sama kamu." Bisa aja ya gombalan tukang semen ini :)
Tinderology sangat asik untuk dibaca, sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, karena apa yang Awi dan Aji jalin, laiknya proses yang kerap kita temui juga sehingga terasa nyata. Mungkin awalnya kita menganggap remeh sebuah aplikasi jodoh, iseng mencoba eh ternyata cocok. Penulis pun mengakui awal mula cerita ini terbentuk berasal dari kisah temannya yang menggunakan aplikasi Tinder.
Buku ini cocok banget bagi kalian yang ingin membaca kisah cinta dengan mengutamakan proses sebuah hubungan, mengenal pasangan sedikit demi sedikit, menemukan perasaan apa yang akhirnya mereka alami. Buku ini manis dan ketika membacanya ingin rasanya nguyel-nguyel si tukang semen.
Sebenarnya, saya hanya butuh kejelasan dari hubungan mereka berdua. Karena ketika baca di wattpad saya dibiarkan begitu saja. Tanpa kejelasan alias KENTANG! 🤣 Saya senang karena Aji di sini diberi andil untuk bersuara lewat sudut pandang dia. Sehingga, bukan hanya dari kacamata Awi saja yang pembaca tau. Dari awal saya memang menunggu suara hati mas Aji. *Aelah apa sih*
Arawinda ini mungkin berhak dikasih julukan drama queen wkwk... Kadang saya ngerasa dia ini childishnya kelewatan sampai-sampai bikin sama berucap, "apa sih, Wi? B aja keleus..."
Sedangkan kalau Aji saya cuma bisa berucap, "Duh Maskuhh... au ah mas elap!" Wkwk
Masih menemukan cukup banyak typo di sini. Tapi tenang, tetap dibaca abis. Duh... sayang banget kalau harus melewatkan Mas Aji barang sedetikpun.
Well, saya bahagia... Bahagia karena cukup senang Aji bagian ya sendiri. Senang karena Awi akhirnya terbuka juga pikirannya dan ya Mas Aji jugalah! Pasti...
Gemes deh sama pasangan ini! Gemes pengen nguyel2 wkwkwk... 3.9 dari 5 untuk Tinderology. Hmm... Swipe left swipe right juga kali yak. Biar ketemu yang model kaya Rajiman Aksa🤭
"Aku jaminannya. Apa yang kamu mau tahu, aku beri tahu. Aku beri kunci yang kamu mau." (h. 266) . Tinderology ini cukup panjang, 341 halaman. Berkisah soal pertemuan Awi dengan Aji lewat aplikasi Tinder.
Kisah mereka ditulis dengan perlahan. Perkembangan hubungan keduanya bisa dinikmati sambil membaca dengan santai. Tulisannya rapi dan meski bagian chatting suka bingung begitu ada 4 gambar dibaca dari mana dulu, Tinderology merupakan bacaan yang asik.
Karakter Awi dan Aji berhasil dieksplor dengan baik juga. Pun juga karakter pendukung seperti Fala.
Secara keseluruhan saya menikmati Tiderology dan nggak sekali mesem-mesem karena Aji. Hanya saja pace-nya sedikit lambat jadi ada titik di mana saya bosan. Namun, Tinderology tetap memuaskan. Seandainya akhirnya dibuat lebih panjang lagi, buku ini akan makin memuaskan!
Cocok buat pencinta romance berbalut kehidupan perkotaan. 💙
Ok, jadi aku gak punya feel apa2 sih ama ceritanya, biasa aja gitu. Makanya bingung juga mau kasih rating berapa yang berakhir 3 🌟 aja.
Nah, perlu diketahui ini review secara subjektif ya, jadi perasaan aku main di review ini, ahaha.
1. Genre. Aku seringnya suka banget ama genre chiclit, city lite, metropop, or whatever you call it karena biasanya nyeritain pekerjaan dan ceritanya realistis. Dan novel ini punya itu. Tapi sayangnya, aku rooming banget ama kerjaan Awi. Aku tahu dia kerja di public relation, tpi aku gak ngerti kerjaannya apa. Kok mirip-mirip advertising tapi ya bukan gitu. Gini dih ku ambil contoh dari novelnya Mbak Ikanatassa atau Ka Kammora aka lesssugar kalau contoh dari penulis wattpad. Aku jiga suka sama gak tahu dan awam sama kerjaan di tokoh-tokoh yang dibuat ama dua penulis itu, tapi sepanjang cerita, aku ngerti job desk mereka apa karena dari awal narasi udah ngasih gambaran dasar apa yang bakalan para tokoh lakukan. Ditambah obrolan-obrolan para tokoh yang menguatkan pemahamanku tentang kerjaan mereka. Tapi di sini Mbak Laras, menurutku, kurang melakukan itu. Mbak Laras emang ngasih scene-scene tentang kerjaan para tokoh, apa yang mereka lakuin, tapi nanggung gitu. Dasarnya itu gak kuat. Tapi, Mbak Laras ini akhirnya ngasih penjelasan tentang kerjaannya Awi. Sayangnya di akhir. Yang mana menurutku udah sedikit terlambat. Tapi daripada enggak sama sekali, sih, ya bagus. Walaupun vibe-nya jadi gak dapet. Aku malah lebih ngerti kerjaannya Aji, wkwk.
2. Plot. Ehm ... is it me atau emang face-nya rada lambat? Entah kenapa, sih, menurutku kayak panjang banget ceritanya tali padahal enggak. Kayak bisa lebih dipersingkat untuk bagian-bagian yang gak terlalu ngaruh ke plot. Contohnya bagian awal-awal PDKT, yang memakan setengah bukunya. Aku paham sih kalau emang mau fokus D PDKT, artinya cerita selesai pas mereka jadian, kan? Tapi malah sebenernya konflik utamanya pas mereka jadian. Ya begitulah. Nah, disayangkan juga, konfliknya tuh, apa, ya. Kayak gak terlalu gimana gitu, ya. Maksudnya, sebagai konflim utama kesannya kayak sederhana. Mungkin emang dibikin jadi kayak slice of life aja yang gak butuh konflik gede.
3. Karakter dan karakterisasi. Naaaaaah, ini nih yang kusuka. Ahaha. Soalnya showing not telling. Entah kenapa ya menurutku masalah showing not telling ini crucial. Buatku, ya. Soalnya hal itu nentuin bosen-enggaknya aku baca sebuah cerita. Serius, deh, ini pengkarakterisasiannya tuh konsisten dari awal ampe akhir dan Mbak penulis gak membatasi prasangka kita ke karakter para tokoh. Jadi aku ngerasa bebas mau mikir karakternya wataknya kayak gimana. Contohnya, Awi yang gak suka Ahmad karena Ahmad itu self-centered. But hey, Awi tuh self cemtered juga menurutku. Ahaha. Dia kan seneng banget nyeritain diri dia sendiri. Pokoknya paling suka lah ini pengkarakterannya.
4. POV. Nah, aku sempet ketar-ketir karena takut gak bisa bedain POV Aji sama Awi. Karena Aji tuh POV nya dipakai di akhir. Ternyata eh ternyata. Lumayanlah, aku bisa kok bedain feel mereka pas jadi narator cerita.
Nah, segitu aja. Menurutku 3 🌟 udah cukup buat buku ini. Cocok buat kamu yang suka bacaan ringan dan konflik gak njelimet.
Judul catchy yang turns out tidak sesuai ekspektasiku huhu. Awalnya aku mengira kalau buku ini isinya tentang cewek atau cowok dan lika-liku perjalanan mereka dalam mencari pasangan lewat Tinder. Ternyata, buku ini hanya menyuguhkan kisah satu pasangan yang bertemu lewat Tinder.
Dinamika hubungan yang diberikan lumayan menggambarkan kehidupan berpacaran di dunia nyata. Permasalahan seputar perbedaan karakter yang lumayan ekstrim dan kesulitan komunikasi sangat terasa nyata. Selain itu, kehidupan seputar dunia perkantorannya pun lumayan realistis, tidak terlalu glamor yang makan fancy ini-itu bertabur merk, hehe.
Hal yang agak mengganggu dari novel ini adalah adanya kesalahan pengetikan yang lumayan konsisten di awal tetapi di bagian akhirnya dibetulkan, yaitu pengetikan "Makassar" menjadi "Makasar". Makassar ada di Sulawesi Selatan, sedangkan Makasar ada di Jakarta Timur. Di beberapa halaman cerita penugasan Aji ke Makassar, ditulis dengan "Makasar" namun di akhir ditulis "Makassar". Minor memang, tapi agak mengganggu hehe.
Secara keseluruhan, untuk ukuran novel 350 halaman, sangat enjoyable karena sifat dari tokoh-tokohnya sangat konsisten dari awal sampai akhir, percakapannya pun sangat mengalir dengan banyak celetukan-celetukan lucu.
Pertama kalinya baca buku karangan kak Laras. Pas liat ada buku baru di web Gramed dan covernya menarik dan liat potongan-potongan cerita di Wattpad, langsung cuss beli di Grobmart. Buat bacaan santai untuk pegawai kantoran (+jones) ini pas banget bikin dag dig dug dan gemes sama karakternya.
Di buku ini karakter utamanya Arawinda Kani (Awi) & Radjiman Aksa (Aji), berasa real dengan keadaan sehari-hari kita dan kalau kalian baca di wattpadnya itu mereka juga ada account Instagramnya. Nah, dari judulnya udah ketauan, kalo karakter utama ini ketemu lewat tinder - aplikasi cari jodoh. Setelah match, mereka sering ketemuan dan proses-proses jadian ini nih yang bikin badan jadi panas dingin. Karakter Aji yang kerjanya "tukang semen" ini dibuat kaku dan irit bicara, dan kalo udah sekali bicara duhh bikin hati bergetar.
Dari awal, pertengahan, konflik muncul dan seterusnya, buku ini manis banget. Apalagi ada sedikit cerita dengan sudut pandang Aji, duhh gombalan-gombalan lempeng kaku tukang semen kayak gitu aja, aku luluh mas. :)
"Nggak ada jaminan lamanya masa pacaran berbanding lurus dengan keutuhan sebuah pernikahan." - Hal. 224 Hayooo siapa yang kenalan di tinder trus berlanjut? Ya kayak Awi ketemu Mas Ducati nih. Berawal keisengan Fala yang nyuruh Awi cari cowok di Tinder, eh untungnya aja yang match ini, Rajiman Aksa. Perkenalan dari tinder, berlanjutlah dengan ketemuan. Aji emang cowok idaman para perempuan gitu, setelah pertama kali ketemu ternyata Aji ngajak Awi ketemu lagi ya kadang sekadar lunch gitu. Bisa ae nih si mas modusnya 😂. Awi pun emang mau-mau aja sih, ya jalan sama Aji ini nyaman. Kedekatan mereka berlangsung begitu aja, sayangnya ada satu sikap Aji yang nggak bisa diterima sama Awi. Aku ngikutin kisah mereka waktu di wattpad, gaya ceritanya menarik. Apalagi tema yang dibahas emang antimainstream tentang aplikasi dating. Karakter Aji emang kadang nyebelin sih ya, tapi dia minta disayang pake banget 😂. Meski emang irit ngomong, kaku tapi dia super perhatian. Tipe talk less do more gitu. Klo Awi, cewek enerjik, seru tapi ya dia masih suka insecure gitu. Tapi dia emang manis sih. Untuk tokohnya konsisten dan berkembang dengan baik. Memakai sudut pandang orang pertama, dengan POV Awi. Perasaan Awi digambarkan dengan baik, aku ikutan terhanyut sama dia. Baper banget dong 🥺🥺. Bahasanya ringan dan mengalir, tiap babnya bikin penasaran banget. Interaksinya gregetan dan gemesin dong, dialog-dialognya tuh rame aja. Chemistry Aji dan Awi pun berasa banget feelnya. Konflik romansa cintanya ini ngena banget dong! Ada konflik batin juga sih ya, secara susah sih ya klo emang ada rasa insecure tuh, apalagi pengalaman masa lalu itu emang menyakitkan. Jadinya agak susah membangun rasa percaya, ditambah lagi mas Aji ini ajaib banget 🤣🤣 eksekusi konfliknya rapi dan apik, endingnya sukaaa bangeeet 😍. Overall yang cari cerita roman, rekomen banget kisah mereka buat nemenin #dirumahaja.
Picking this one randomly. Apa ya...mau mendeskripsikan buku ini. Saya suka buku ini karena poin utamanya: gaya berceritanya jenis jenis favorit saya: witty, kenes, dan sableng.
Sepanjang 350 lebih halaman ini, sejujurnya Anda tidak akan disuguhkan konflik yang berat dan 'wah'. Tapi justru disini letak making sensenya buku ini. Kadang ketika kita pacaran, dalam hal sehari hari, hal hal sederhana yang jadi konflik kan? Ngga melulu hal hal drama kaya: pacar ternyata psikopat, punya masa lalu kelam, kena kanker, pacar ternyata mantannya si ini si itu, dan lain lain. Hal ini yang menurut saya, dicoba oleh author nya untuk angkat. Dan ia berhasil.
350 lebih halaman membaca buku ini meskipun sebenarnya ceritanya ya begitu begitu saja. Tiap halaman saya tunggu, what kind of explosion the author will show. Apa si Aji ternyata gay, ternyata psikopat, atau apa. Dan ternyata engga. Engga ada.
Tapi hebatnya, saya menikmati kesederhanaan masalah dalam buku ini.
Justru karena premis yang plain itu, jadi relatable. Dan tentunya penulisnya juga bisa meramu itu dengan baik dan ngga menjemukan.
Kritik dikit aja, terlalu banyak slang yang ditulis di buku ini. Seperti 'gercep' 'kicep' dan lain lain, which is memang umum digunakan dalam daily conversation tapi kan ngga ada dalam PUEBI sehinhga alangkah baiknya karena ini sebuah buku, dicetak miring gitu dan diberi footnote di bawahnya berupa definisinya.
Beberapa bulan terakhir ini saya lagi fokus baca buku sastra Indonesia yang bisa dibilang merupakan terbitan lama, tahun 70-90an, yangmana perlu waktu lebih untuk memahami kosakata dan alur ceritanya. Jadi ketika menemukan bacaan ringan yang ditulis oleh Larasaty Laras ini, seperti menemukan oasis di padang pasir haha. Saya langsung melahapnya dalam semalam.
Cerita di buku ini akan sangat relate kalau dibaca oleh orang kantoran (terutama daerah Sudirman dan Kuningan wkwk) yang sudah memasuki akhir usia 20-an dan sedikit memahami/menggunakan aplikasi online dating. Ide ceritanya sendiri cukup simple, 2 orang manusia yang skeptis mengenai aplikasi online dating yang lagi happening bertemu (yang justru kenalannya lewat aplikasi), saling menemukan ketertarikan, mencoba untuk menjalin hubungan, lalu terjadi sedikit perselisihan --yang tentu aja mostly karena 'lack of communication' :) -- tapi akhirnya baikan lagi setelah sama-sama memberi sedikit space, dan tentu saja happy ending.
Sebagian orang mungkin lebih condong menyukai karakter Aji, tokoh utama cowok yang kalem, ga neko-neko, pendiam, dan jadi idaman orang tua. Tetapi saya sendiri lebih tertarik dengan tokoh Awi dan cara dia mengatasi pengalaman buruknya dalam menjalin hubungan. Cara yang dia ambil tidak selalu benar, namun justru itu yang membuat dia menjadi manusia seutuhnya. Nobody's perfect right? Contohnya seperti insecure akan perselingkuhan dan secara tidak langsung memaksa Aji untuk mengubah caranya dalam berkomunikasi, sesuai kemauan Awi.
Ada sedikit kutipan dari percakapan Awi dan Aji yang menurut saya menarik. Sounds pessimistic, but on the same time, realistic.
"Kalau kamu maunya nanti nikah kayak gimana?" Aku mengedikkan bahu. "Nggak tahu, belum ada bayangan. Males juga ngebayanginnya." Dulu, aku pernah punya mimpi ingin menikah ala fairytale begitu Romeo mengatakan jika hubungan kami nggak main-main. Setelah hubungan kami kandas, aku jadi malas membayangkan seperti apa pernikahanku nanti. "Kenapa gitu? Bukannya wanita selalu menggebu-gebu kalau ditanya mau menikah seperti apa?" "Aku nggak," jawabku. "I won't let my dream destroyed someday. And I choose to stop dreaming."
Akan terdengar sedikit subjektif, tapi saya seperti membaca diri saya sendiri yang dibukukan oleh author hahaha. Overall, buku ini akan cocok untuk kalian yang nyari bacaan ringan sambil mengkhayal-khayal gemes dan teriak kecil ketika membaca beberapa adegan lovey doveynya :)
Aku udah lama banget pengen baca buku ini dari jamannya booktour di beberapa akun IG bookstagrammer. Sampai kemaren akhirnyaaa aku bisa baca buku ini dan gak tanggung" langsung re-read setelah berhasil tamatin ceritanya. Yaampun! Mungkin ini kelihatan alay banget atau gimana. Terserah yang baca ketikanku ini aja ya.
Tapi, aku ini emang bisa se-alay itu kalau udah suka sama ceritanya.
Tinderology ini ceritanya manis. Karakter Aji dan Awi yang berlawanan arah menjadi salah satu daya tarik kisahnya, Tinderology ini menceritakan tentang pertemuan antara Arawinda dengan Rajiman lewat dating application Tinder.
Menurut aku ini kisahnya bener-bener asik, ceritanya juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, karena apa yang Awi dan Aji jalani dibuku ini sering kali aku temui, jadi seakan kisahnya nyata.
Buku ini lebih mengutamakan bagaimana proses menjalin sebuah hubungan. Dari nol. Bener-bener nol banget. Mulai dari bagaimana Awi dan Aji saling berkenalan dan berbalas chat di aplikasi Tinder meskipun super singkat, ketemuan, dan saling PDKT, sampai akhirnya keduanya memutuskan ke tahap yang benar-benar serius.
Meskipun alurnya terbilang lambat, tetapi karena penulis dengan gaya berceritanya yang asik, aku malah nggak merasakan titik jenuh ketika membaca ceritanya. Di selingli dengan kisah sahabat Awi- Fala. Teman-teman satu kantornya Awi juga seputar dunia kerja Awi juga Aji. Tetapi fokus utamanya memang tentang perkembangan hubungan Awi dan Aji.
Karakter Awi yang super cerewet serta gampang akrab dengan orang-orang baru dan leluconnya sering kali bikin aku ketawa-ketawa terus, ditambah karakter Aji yang lempeng dan datar banget. Aku juga suka banget ketika Awi dan Aji sedang ngobrol bareng, Awi yang jahil dan Aji yang nggak bisa diajak bercanda sedikitpun selalu menanggapi lelucon Awi dengan serius, wkw. Asli, disini tuh bikin gereget banget😂
Tentang sebuah pertemuan, setelah membaca buku ini, aku jadi paham. Kalau sebuah pertemuan masing-masing orang dengan jodohnya itu berbeda-beda. Kalau dicoretan penulisnya sih: Ada yang dengan cara yang bisa dibilang unik, ada juga yang biasa aja.
Kalau kata penulisnya, Tinderology bisa hadir karena kisah temannya yang menggunakan aplikasi Tinder ini. Kisah nyata gitu hihi😄
Sekali lagi, bentar lagi kan puasa nih, nah buku ini cocok deh buat teman saat sedang suntuk atau sedang bosen pas nunggu buka😀 selain ceritanya ringan, kita juga bakal dibikin adik membaca kisahnya Awi dan Aji ini tanpa sadar waktu😄
Sebagai pembuka, cerita ini menceritakan pertemuan takdir dari Arawinda Kani dan Rajiman Aksa melalui dating application tinder. Disini juga udah disinggung mungkin Awi memang 1 dari jutaan yang bisa seberuntung itu match dengan Aji dan kupikir memang betul haha.
Aji yang berprofesi sebagai tukang semen yang lempeng-lempeng aja ekspresinya, well ga seharfiah tukang semen yang ngaduk semen yaa wkwk tapi dia bos unitnya dan Awi yang bekerja sebagai PR dijadikan satu pasangan yang bertolak belakang secara kepribadian.
Selama baca ini aku juga dibawa ngakak sama kelempengan Mas Aji terus bawelnya Awi, tapi sebenernya fokus ceritanya bukan di tindernya sihh, yaa memang mereka berdua ketemu di tinder yang sekali match langsung mulai makan siang bareng but for me fokus ceritanya lebih ke masa pdkt kedua tokohnya dan pertanyaan seputar kemantapan seseorang buat menikah, semacam itu.
Kupikir cerita ini ga berpotensi cheesy tapi honestly beberapa part tetep ada dan yang keganggu itu dibagian endingnya kayak pergeseran emosi kesalnya dan sayangnya Awi yang ga terlalu mulus sama si Aji yang usahanya buat dapetin Awi ga begitu kentara seperti yang diucapkan di dialognya jadi part akhir-akhir pertemuan mereka kembali itu keliatan dramanya yang terlalu dipercepat.
Nothing feel like a whoaaaa gitu, just feel eheemmm I see aja but fo sure narasinya yang asik dan ada bumbu kocaknya jadi bisa nguatin world buildingnya, cukup buat disappear from reality for a while buat ilangin mumet karena emang bacaan ringan dan menarik.
Buku ini termasuk salah satu buku yang paling ku tunggu. Dulu, jaman baca di wattpad, kisahnya gantung karena katanya mau diterbitkan. Begitu bukunya terbit, aku malah nggak sempat buat baca karena kesibukan kuliah makin menjadi.
Berkisah tentang Awi dan Aji. Dua orang yang dipertemukan lewat aplikasi kencan, Tinder. Awalnya semua berjalan mulus antar keduanya. Masing-masing punya ketertarikan dengan satu sama lain tapi seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul. Kepercayaan timbul dan tenggelam.
Konflik antara Awi dan Aji bukan tipikal konflik yang rawan kericuhan. Tapi lebih ke jenis konflik yang diam-diam menghanyutkan. Masalahnya ada pada diri masing-masing individu. Yang berarti, untuk menyelesaikan masalah, mereka harus bisa memperbaiki diri sendiri.
Jujur aja, membaca tinderlogy itu melelahkan. Melihat dua orang yang saling sayang tapi memilih jalan yang berbeda itu membuatku lelah. Lelah karena si tokoh tak kunjung menyadari apa yang dia diinginkan dan terus berputar di tempat yang sama. Tapi, bukanya kehidupan berjalan seperti itu. Seringkali kita diajak melalui jalan berputar oleh kehidupan, sebelum akhirnya kembali ke tempat yang jaraknya ternyata dekat dengan titik awal di mana semua dimulai. Semuanya hanya tentang waktu dan buku ini sukses mendeskripsikan proses panjang nan melelahkan itu.
Tiba-tiba pengen baca novel lama yang dulu sempet nangkring di Gramdig. First of thing, Rajiman Aksa, namanya kaya Jawa banget, ya. Dan ternyata emang orang Solo. Dari judulnya udah hampir bisa ditebak akan kemana arahnya, pasti ke sebuah aplikasi dating yang mempertemukan mereka. Ya, mereka adalah Aji dan Awi. Sama seperti Aji, saya lebih suka menyebut Arawinda.
Aji, yang akhirnya 'dipaksa' bertemu dengan Arawinda akibat kelakuan teman sekantornya yang menginstall tinder di HP Aji. Dan yaa, surprisingly, pertemuan pertama itu berlanjut hingga berikut-berikutnya. Agak gemes dengan Aji yang kadang ga paham sama jokes receh, atau menjawab singkat-singkat. Tapi untungnya Arawinda masih bisa memaklumi itu.
Lalu, permasalahan muncul ketika Aji jarang ada kabar, tiba-tiba naik gunung tanpa kasih kabar ke Arawinda. Bagi Aji hal itu normal saja, namun ternyata tidak bagi Arawinda. Hal-hal itulah yang akhirnya menyebabkan percikan pertikaian di antara keduanya.
Ceritanya ringan, alurnya memang terkesan lambat sehingga mungkin agak membosankan bagi beberapa orang. Untuk yang cari bacaan tanpa plot twist bisa sih baca ini. Tapi kalo yang suka bacaan dengan banyak plot, mungkin ini akan kurang cocok.
Ini cerita kedua yang saya baca dengan menggunakan latar belakang aplikasi Tinder. Aji dan Awi dipertemukan oleh aplikasi Tinder, meski keduanya awalnya sama-sama menolak menggunakan aplikasi itu. Namun pertemuan mereka berlangsung lancar dan diikuti pertemuan-pertemuan selanjutnya. Aji sosok cowok kalem dan bermuka datar. Keseriusannya membuatnya sulit menerima joke-joke receh yang sering dilemparkan Awi. Tapi sikap itu justru membuat Awi gemas dan makin cinta sama Aji. Sampai ketika hubungan mereka mulai serius dan Aji sering menghilang tanpa kabar. Awi jelas ga mau digantung dengan kekhawatiran berlebihan karena Aji sering lupa ngasih kabar. Bisa jadi masa lalu Awi yang pernah diselingkuhi oleh mantannya membuatnya khawatir. Beberapa kali Aji minta maaf dan Awi pun luluh. Tapi kalau sudah berkali-kali Awi juga kehilangan kesabaran. Karakter Awi yang ceria dan bawel ketemu dengan Aji yang pendiam dan serius malah jadi klop dan lucu. Belum lagi teman2 Awi yang selera humornya sama recehnya dengan Awi. Bacaaan yang asyik. Plus nambah belajar tentang ilmu Public Relation dan Planalogi.
Novel Tinderology bercerita tentang asam, manis serta pahitnya kehidupan percintaan dan karier yang dibumbui kisah yang menggoda dan ringan khas #CityLite Tinderology juga membangun sisi terbaik dari aplikasi kencan online —we call with tinder. . . Tinderology bagiku bukan hanya menonjolkan karakter saja, tetapi juga menonjolkan sisi kehidupan antara Awi dan Aji seperti bagaimana bertahan untuk meraih mimpi, menjalankan kehidupan dan tentang percintaan. Dan sebagai pendukung hadirnya Fala, sahabat Awi. . . Berlatar setting di kota metropolitan, yaitu Jakarta, tak jarang di novel ini juga terdapat kota-kota lain seperti Lembang, Bogor, Bali yang cukup detail penjelasan, namun aku memiliki gambaran mengenai latar tempatnya. . . Sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama. Untuk cover—so gorgeous! Simple dengan line ilustrasi warna merah tapi sesuai dengan isi ceritanya yaitu tentang perkenalan seseorang melalui aplikasi Tinder. . . Full review https://www.instagram.com/p/Bui804DAj...
"Aku jaminannya, apa yang kamu mau tahu, aku beritahu. Aku beri kunci yang kamu mau." - hlm. 266
Novel ini menceritakan kisah Arawinda Kani (Awi) yang bertemu dengan Rajiman Aksa (Aji) lewat datting apps 'Tinder'.
Jujur aku suka dengan ide ceritanya karena buatku novel yang mengangkat dating apps seperti ini sangat unik dan karena jarang menemukannya (ngga tau aku kudet ya 😁)
Aku suka dengan karakter Aji yang digambarkan agak kaku gitu, susah juga diajak becanda tapi kadang pinter banget ngegombal! Akibatnya bukan hanya Awi aja yang jantungnya sering mati rasa, tapi aku juga 😂
Sebenernya ngga cuma kisah percintaan Aji-Awi saya yang menarik perhatianku, ada juga persahabatan antara Awi-Fala yang menyentuh buatku. Dan interaksi tokoh2 didalamnya pun kadang bikin aku geleng2 kepala ya, apalagi kalo udah partnya Fala dengan mulut cadasnya 😂
Pokonya Tinderology ini salah satu bacaan yang menarik sekali untuk dinikmati dan cocok juga dibaca saat kita butuh hiburan. So rekomended.
WOHOOOO cerita tentang dua orang yang bertemu karena aplikasi tinder! Ini adalah beberapa alasan kenapa aku suka dan merekomendasikan buku ini untuk dibaca: 1. Bahasanya mudah di mengerti dan seru. 2. Karakter laki lakinya (Aji) yang pendiem, tipe yang "talk less do more" dan perempuannya (Awi) yang ekspresif, bawel. Alias berbanding terbalik banget, yang buat akut selama baca tuh senyum senyum sendiri. Karena karakter laki lakinya yang begitu, setiap melakukan hal hal manis yang kecil sekalipun, bisa buat aku senyum senyum karuan, lebih dari saltingnya Awi kayanya. 3. Membuat aku sadar bahwa komunikasi dengan pacar atau dengan siapapun itu penting. 4. Karakter dari temen temen Aji dan Awi yang kocak, bikin ketawa terus! 5. Oh sama ditulis juga berdasarkan pov Aji dan pov Awi, jadi akt mengerti gimana pandandan mereka masing masing.
HEHEHE udah ini ajaa yang bisa aku tulis sebagai "review" untuk buku ini :D
ya Allah mau calon suami yang kayak rajiman aksa. 😩 mau juga diboncengin naik ducati 😕
i love awi’s character!!!! she’s so bubbly, fun, and lively! she’s literally the kind of person i can see myself being drawn to, but at the same time i found pieces of myself in her as well. oh and her one liner, juaraaa! apalagi kalo udah ngobrol sama fala.
i relate to this book A LOT. probably because of the fact that now i’m in a relationship with someone so similar like aji so the conflict is pretty much the same. at certain times i wanted to look up and just screams “I. FEEL YOU, AWI!” cause really, it’s so hard to be in a position where you constantly have to wonder if you’re not really enough for someone.
i’d give it a 5 star but 4 for now cause of how i relate too much to this, i felt called out.
Rating asli 3.5 Terasa banget perkembangan penulisannya dari yg Starry Night Jadi lebih asik aja gtu Mungkin karena genre Novel ini lebih light daripada Starry Night kali ya? Ceritanya juga seru dan menghibur banget Ga kerasa bosen deh selama baca Jokes yg dilempar Awi juga ngena banget ke gue dan sense of humor Aji emang kacaw banget sih hahaha Interaksi Awi-Aji tuh gemesin banget asliii hahahaha Cukup ngasih insight kalo jodoh itu bisa ketemu di mana aja, even on dating application! Btw mau komplain, itu centang 1 ya kalo udah dibaca? Wkwk Aneh sih tapi yaudalah, ceritanya mau ngebedain dr app Whatsapp di dunia nyata ya monggo
Rating 3.5 tapi dibulatkan ke atas karena udah lama gak baca Metropop sampai tamat, Tinderology cukup menghibur dan bikin penasaran dengan kelanjutan kisah Aji-Awi.
Cons: Pace-nya super lambat dan plotnya gak ada yang 'wah', terganggu banget sama template chat-nya, lumayan banyak typo
Pros: Mas Ducati-nya :( mau satu :( poin plus banget emang tukang semen satu ini. Biasanya aku suka yang dramatis kalau baca romance, kalau yang datar-datar aja cenderung bosen #timpencintakeributan. Tapi baca Tinderology yang konfliknya ringan dan cenderung realistis lumayan jadi angin segar. Karakter Aji dan Awi yang bertolak belakang juga bikin seru ngikutin interaksi mereka
1. karena bacaan yang ringan dan menghibur 2. dapat sedikit wawasan tentang kehidupan di jakarta dan bidang PR 3. tertampar kenyataan bahwa Aji itu hanya tokoh FIKSI ! 4. Ceritanya bagus. tidak membingungkan. plot nya apik.
Tapi kurang mendetail tentang : Fala, dan kemal. Kadang agak bingung, ini dialog nya siapa sih. yang ngomong siapa. wqwq.
Tertarik baca ini karena sempat mengikuti di wattpad. hahha. untungnya happy ending.
kalau dibayangkan mungkin yang menjadi Aji adalah Reza Rahardian. Yang jadi Awi adalah mischele zudith. mungkin begitu . haha
Confession: berdasarkan jejak yang saya tinggalkan di Twitter, saya ngasih novel ini empat bintang. Tapi, saya nggak begitu ingat kenapa. Yang saya tulis di Twitter, sih, saya cukup menikmati novel ini, walaupun kurang cocok sama nama tokohnya karena mengingatkan saya akan salah satu kakak kelas yang rese abis pada masanya.
Mungkin suatu saat akan saya baca ulang, sekedar untuk memvalidasi, kenapa kok saya bisa ngasih rating empat tanpa mengingat kesan tertentu setelah saya menamatkan novel ini.
Suka sama alur ceritanya manis, gemes, dan super sweet! (。♡‿♡。). Penulisannya juga enak dibaca.
Asli baca ini tuh ga berhenti senyum², Interaksi keduanya bikin ikutan salting. Awi dan Aji, dua²nya karakter yang loveable. Meskipun dengan sifat yang bertolak belakang, Awi yang ceplas ceplos dan bawel disandingkan dengan Aji yang kaku, cuek dan kurang inisiatif.
Disini aku juga suka bagaimana cara awi dan Aji menyelesaikan konflik dalam hubungan mereka. Masing² nggak gengsi kalo ternyata saling membutuhkan.
Worth to read meskipun tebel tapi bukunya lumayan page Turning :)