Tanpa terasa, tiba-tiba saja kalender sudah belasan kali berganti. Kepala baru tersadar ketika seorang kawan, Mahfud Ikhwan, memaksa, ”Aku akan nunggu buku Muram Batu, apa pun itu, ha ha.... Bukannya kau sudah menang di sana-sini, to? Kau cuma telat kirim bukumu saja itu, ha ha.…”
Sejak 2001, tepatnya September, ketika Majalah Sastra Horison berani memublikasikan karyaku, memang ada usahaku untuk terus berbagi cerita. Aku mulai bermain ke mana suka, terus merambah ke sesuatu yang tak kuketahui dan yang kualami. Beruntung aku hidup di sebuah negara yang memiliki keragaman, dia menjadi Iahan yang subur untuk cerita-ceritaku, Ya, meski semua itu tentu belum bisa teraih. Kumpulan Hujan Kota Arang ini adalah salah satunya.
Harus kuakui kegamangan sempat merasuk ke kepala. Apalagi ketika menyadari perkembangan cerita telah demikian pesat. Para pengarang muncul menampilkan cerita yang hebat, seperti tiada putus. Sementara aku, sepertinya baru akan memulai lagi. Hitungan tahun telah tertinggal. Tapi aku percaya, cerita adalah sebuah cerita. Toh kalimat ”pada zaman dahulu” masih saia dipakai orang tua yang bercerita pada anaknya sebelum tidur.
Gaya berceritanya khas banget dan enak dibaca, dengan latar Sumatra. Tidak hanya Melayu dan Minangkabau, tetapi ada Aceh, Bengkulu, dan Lampung dengan adat khasnya di buku kini. Seolah kita diajak menjelajah pulau Sumatra menuruti Bukit Barisan, mulai dari ujung Aceh hingga pesisir Lampung. Keren banget bisa membeda bedakan gaya bercerita di daerah yg berbeda meskipun masih satu pulau. Terasa sekali bahwa Sumatra itu juga luas, beragam, serta punya adat yang layak dipelihara. Tema tentang menjaga alam, sejarah, tradisi serta perubahan mewarnai isinya. Ada kisah sejarah orang Jerman pertama yang masuk ke Batak, kisah kain adat yg benar-benar dijaga keteguhannya serta kisah jenaka namun suram dari seorang lelaki yang "menelan" kuali lalu tak ada lain yg keluar dari mulutnya selain peribahasa dan ungkapan bijak khas melayu.
Buku ini berisi kumpulan cerita pendek karya Muhammad Ramadhan Batubara atau yang akrab dikenal sebagai Muram Batu. Ada lebih dari 10 judul cerita pendek yang dapat dinikmati dalam buku ini. Cerita-cerita yang disuguhkan berlatar cerita di daerah Sumatra, kental diperkenalkannya budaya-budaya Sumatra di dalam setiap cerita. Sebagai masyarakat Pulau Jawa banyak sekali diksi-diksi baru yang masih asing, tapi membaca buku ini seperti dapat ilmu baru.
Beberapa judul cerita dalam buku yang ceritanya membekas buatku adalah: • Rahasia Poci • Anaileoita • Hujan Kota Arang
Untuk judul cerita yang lain ada yang aku tidak mengerti maksud dari ceritanya karena ending yang tidak diperlihatkan secara jelas, banyak ending yang sepertinya memang dibuat tersirat.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Hujan Kota Arang merupakan kumpulan cerpen yang menyoroti aktivitas adat dan masyarakat yang ada pada beberapa tempat di pulau Sumatera. Memiliki latar tempat mulai dari Aceh, Lampung, Sumatera Barat, Bangka Belitung, dan Bengkulu.
Gaya bahasa penulis sangat sarat akan kalimat sastra, saya menyukainya, bahkan saya masih ingat bahwa saya membaca buku ini hanya dalam sekali duduk saja.
Isinya kumpulan cerpen dengan latar cerita kehidupan masyarakat daerah Sumatera. Banyak nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Ceritanya ringan, tapi karena memang ini cerpen kadang bagian akhir ceritanya tidak diceritakan secara gamblang. Bagian itu dinilai tergantung masing-masing sudut pandang pembaca.