Dalam edisi terakhir dari seri The Naked Traveler ini, kita melihat perjalanan panjang Trinity menuliskan rekaman perjalanannya menggenapi kunjungan ke-88 negara di dunia.
Trinity menumpahkan hal-hal seru, yang bikin senang, kesal, geli, haru, sedih, dan bikin nagih - semua lagi-lagi menularkan virus untuk traveling. Dari perjalanan menyaksikan pesona Iceland yang overrated, menikmati megahnya alam Afganistan dari perbatasaan saat road trip di Asia Tengah, merasakan atmosfer Islam di Iran, menderitanya menjadi traveler difabel, hingga mencoba peruntungan kencan online di Eropa.
Simak juga curhatan pembaca setia yang hidupnya berubah setelah membaca seri The Naked Traveler. Kali ini dua di antaranya turut berkontribusi menuliskan pengalaman mereka dalam bab #TNTEffect yang menambah keseruan buku ini.
The Naked Traveler is over, but its spirit is immortalized right here, in print, forever.
is Indonesia’s leading travel writer. In 2005, she started a travel blog at naked-traveler.com and in less than two years the blog was already nominated as Finalist in Indonesia’s Best Blog Award at Pesta Blogger. This led her to switch her corporate career to become full-time traveler and freelance travel writer.
Her debut book “The Naked Traveler” was a compilation of thoughtful but hilarious short stories from her adventure around the world. The book inspired many Indonesians, especially the youth, to travel – something that was rarely done at that time. Up to now, “The Naked Traveler” has been published in its third sequel and all are Indonesia’s best-selling travel book to date.
Together with Erastiany and illustrator Sheila Rooswitha, they created Indonesia’s first graphic travelogue “Duo Hippo Dinamis: Tersesat di Byzantium” (The Dynamic Hippos: Lost in Byzantium) about traveling misadventure of two fat girls in Turkey. She also contributed to anthology “The Journeys” along with 11 other writers.
Between dealing in her writing deadline, she still found time to become Editor in Chief of Venture travel magazine, regular contributor of Yahoo! Travel, contributor for various magazines, radio personality of Indika FM, social media entrepreneur, and speaker in creative writing/blogging/tourism events. In 2010, Trinity won “Indonesia Travel & Tourism Awards” as Indonesia Leading Travel Writer and dubbed as “Heroine for Indonesian tourism” by The Jakarta Post.
Trinity has Bachelor Degree in Communications from Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, and awarded Asian Development Bank-Japan Scholarship to take up Master in Management in Asian Institute of Management, Manila, Philippines.
She has traveled to almost all provinces in Indonesia as well as 46 countries and counting. In any case, she thinks Indonesia is yet the best country ever.
Saat melakukan perjalanan di India bulan September lalu, di perjalanan sebuah kereta dari Jodhpur ke Ahmedabad, saya berusaha menyelesaikan tulisan #TNTEffect. Sebelum berangkat, saya memang sudah menulis 2-3 paragraf, namun tak terselesaikan karena rasanya banyak sekali yang ingin saya ceritakan.
Di atas kereta, menjelang deadline #TNTEffect, saya berusaha menyelesaikan tulisan tersebut. Tulisan itu memang tidak terpilih untuk ditampilkan di TNT 8: Farewell. Nah, alih-alih ingin mengulas buku TNT 8 ini, di halaman goodreads ini, saya ingin menayangkan tulisan itu.
* * *
MBAK T, COBA LIHAT PASPOR SAYA
Saya “mengenal” Mbak T jauh sebelum beliau terkenal seperti sekarang. Saya lupa kapan tepatnya, seingat saya sekitar tahun 2005 saat saya untuk pertama kalinya tersasar di salah satu tulisan beliau. Saat itu, saya tengah mempersiapkan sebuah esai yang topiknya tengah dibahas di blog Naked Traveler.
Merasa masih ada yang perlu digali, saya langsung kontak Mbak T melalui email dan alhamdulillah direspon dengan baik. Satu pelajaran penting yang saya dapatkan dari Mbak T saat komunikasi via email itu ialah, “jika kamu ingin menulis sesuatu, tulislah apa yang dekat dengan kehidupanmu.”
Selanjutnya, saya “sakau” dan membaca semua tulisannya di blog. Saat itu, sosok Trinity yang tulisannya menemani hari-hari saya masih nampak misteri. Saya hanya dapat membayangkan wujud beliau seperti apa dari gambaran sosoknya yang ditulis di buku.
Teka-teki itu terus berlanjut bahkan ketika kemudian tulisan di blog dibukukan. Barulah kemudian, saat The Naked Traveler 2 diluncurkan dan Mbak T hadir ke Palembang, untuk pertama kalinya saya dapat bertemu langsung dengan beliau. Sosok yang saya idolakan dan kagumi pengalaman perjalanannya.
Sejak kecil keinginan menjelajah dunia memang terpatri di hati. Peta dunia & globe hadiah dari ayah adalah sahabat lain saya. Buku-buku bertema perjalanan dan petualangan acap membuat saya berfikir, “saya mau ke sana suatu saat nanti!”
Dan, The Naked Traveler series itu termasuk dalam deretan “kitab suci”perjalanan saya. Bukunya sampai lecek saking seringnya saya baca (terutama saat “setoran” di kamar mandi rrr). Tak heran, dapat dibilang saya hapal tiap-tiap cerita yang dituliskan di sana.
Lalu, ketika kemudian perlahan satu demi satu destinasi yang dituliskan dapat saya datangi, itu pun tak lepas dari peran Mbak T yang senantiasa menebarkan “virus” traveling kepada seluruh pembacanya. Gak melulu destinasi luar negeri, tentu. Kecintaan saya terhadap Indonesia juga kian mencuat saat membaca The Naked Traveler series.
Misalnya saja saat kemudian dapat mendatangi Ternate, melalui tulisan Mbak T, saya tahu tentang spot foto gambar belakang uang pecahan seribu rupiah paling autentik, ya dari buku The Naked Traveler. Ketika saya kemudian berhasil mendatangi Pantai Tifu –tempat yang dimaksud, saya langsung unggah foto tersebut dan menandai khusus Mbak T sebagai rasa terima kasih. (Belakangan, itulah foto dengan like terbanyak di sepanjang tahun!)
The Naked Traveler semakin berkembang. Dari buku, kemudian dijadikan film. Mengenai hal ini pun ada kisah tersendiri. Saya waktu itu mendapatkan tawaran untuk menyaksikan peluncuran filmnya di Lampung. Demi kesempatan itu, saya bela-belain naik kereta (hampir) 12 jam dari Palembang hanya untuk menjadi salah satu bagian peristiwa bersejarah itu.
Bayangkan, saya dapat menonton film tersebut satu studio bersama Mbak T dan jajaran pemainnya. Saya menyaksikan pula momen haru seorang Trinity saat film itu ditayangkan untuk pertama kalinya. Saya, yang hanya seorang pembaca biasa ini saja merasakan kebanggaan yang luar biasa, apalagi beliau.
Bayangkan, semua pencapaian itu didapatkan "hanya" dari menulis! Sejak lama, saya juga menulis di blog. Pun, beberapa tulisan saya tergabung dalam beberapa antologi dan sebagian ceritanya tentang perjalanan.
Namun, cita-cita saya untuk memiliki solo buku bertema traveling masih harus diperjuangkan. Makanya, saat mendapati kabar bahwa buku TNT8 ini adalah seri TNT terakhir, bolehlah saya tetap optimis bahwa Trinity akan terus menulis.
Toh, tidak menutup kemungkinan Mbak T akan mengeluarkan seri buku terbaru, bukan? She is my role model. She is my inspiration. Walau di satu sisi saya paham, idola juga manusia, kan?
Walau harapan saya Mbak T tetap menulis buku itu sangat besar (dan saya yakin pembaca lain juga berharap sama) tentu support yang dapat saya berikan sebagai pembaca dengan mendoakan dan menyokong karya-karya lain yang sudah ada.
Hehe, saya gak akan senekat tokoh yang afa di novel Misery-nya Stephen King yang rela menyandera penulis idolanya agar terus menulis, bukan?
Media tulisan juga sangat banyak. Jika buku TNT 8 dianggap karya terakhir TNT series, sekali lagi, saya berharap Mbak T akan mengeluarkan serial baru, atau catatan perjalanan dengan gaya yang baru namun tetap terasa kekhasan seorang Trinity itu.
Saya harap juga, setidaknya akan tetap ada (atau bahkan lebih banyak) catatan perjalanan yang dibagikan Mbak T melalui blog NakedTraveler.
Ingin rasanya bisa jumpa lagi dengan Mbak T dan memamerkan paspor saya yabg berisi secuil stempel negara yang sudah saya datangi, yang sebagian besar perjalanan itu dilakukan karena inspirasi besar dari seorang Trinity.
SELESAI
* * *
Intinya, ada banyak sekali perubahan yang terjadi di dalam hidup saya pasca mengenal (karya-karya) Mbak T. Buku-buku yang ditulis Mbak T (tak hanya TNT Series) menemani hidup-hidup saya selama ini. Untuk itu, terima kasih ya mbak :)
Kutunggu momen untuk dapat ngopi bareng, in the near future :)
Buku Penutup dari seri The Naked Traveller. Dan tidak menutup kemungkinan ada buku baru dengan cerita yang berbeda yang di tulis Mba Trinity.
Aku terhibur membaca buku ini. Dan harus banyak menahan tawa di TransJakarta ketika buku ini menemani sepanjang perjalanan pulang pergi ke kantor. Beberapa bagian cerita ada yang menggundang tawa guling-guling. Sampai-sampai penumpang di sebelahku melirik dengan penasaran tingkat dewa.
Aku suka ketika cerita perjalanan tiba di bagian Asia Tengah. Meriah banget.. Ini melengkapi daerah yang dikunjungi oleh Agustinus Wibowo. Dan keadaannya tidak berbeda jauh. Walaupun buku yang di tulis oleh Agustinus Wibowo sudah melewati masa 10 tahun. (Selimut Debu).
Asia Tengah memang juara banget untuk kain tenun dan sulamnya. (lihat di komik The Bride Storie's). Sampai mupeng pengen punya kainnya. Di dalam buku ini pun Mba Trinty menggambarkan kain tersebut dengan baik.
Apakah buku ini menginspirasi untuk membuatmu jalan-jalan?
Jawabanku sih Yess!
Berhubung aku tidak terlalu mahir bahasa Inggris. Aku jalan-jalan di wilayah Indonesia dulu. Yang dekat dulu aja deh daerah Jakarta hahaha Banyak wisata kuliner, budaya yang belum di jelajah dengan baik huehehe.. Murah meriah, bisa bawa teman-teman untuk tersesat bareng-bareng yang akhirnya ada cerita untuk dibagikan bersama...
catat: pssttt.. aku gk bisa baca peta di mobile. bisanya, tanya penduduk sekitar.
Lagi-lagi Trinity melalui tulisannya membuat nafsu jalan-jalan kembali melonjak. Mulai dari kesenangan yang didapat hingga susah, kesal dan derita semua lengkap dihidangkan dalam buku ini.
All good things must come to end...dan di buku ke-8 inilah akhirnya Trinity bid her farewell to her readers.
Gue salut benernya sama Mba T ini, karena doski masih bisa komit nulis buku (sambil traveling) bahkan sampai buku ke-8. Emang agak - agak nyess baca pendahuluan dia yang terkesan sangat "desperate" dengan kondisi dunia literatur Indonesia saat ini (yang sebenarnya ya ga cuma kejadian di Indo, tapi di luar negeri pun nyaris sama. Bisnis "brick and mortar bookstore" yang lagi down juga ada di Amrik, walau gue kurang tahu juga apa masih down di tahun 2019 karena gue pernah baca kalau sales buku print sebenarnya meningkat). Gue sendiri emang tahu kalau trend sekarang lebih ke novel - novel wattpad (yang menurut gue di tahun 2019 masih bakal merajai), dan buku - buku traveling semakin sedikit. Trinity nelorin buku aja masih KEAJAIBAN menurut gue, but in the end dia ya mesti tahu kapan berhenti.
Walau menurut gue buku ini rada tipis, isinya sih compact. Layaknya makanan full course yang bikin kenyang dan senang. Ga cuma cerita jalan - jalan, Trinity juga memberikan beberapa tips traveling, opini pribadinya tentang beberapa hal (salah satunya nyindir milenial instagrammer, wkwkwk. Good things I rarely play on IG, I more like twitter gals XD. Just takes her opinion with a grain of salt lah ya), pengalamannya saat jadi difabel traveler (karena cidera di lutut. Dan wow, dunia memang tidak ramah sama difabel ya), dan apa aja yang bikin dia sebel pas perjalanan. Isinya emang nano - nano manis rasanya....walau lebih ke arah bittersweet karena ini buku terakhir doski =S.
Ada dua bagian yang gue suka dari buku ini. Yang pertama, perjalanan doski dengan Claudia Kaunang dan Rinni (I forget her last name, lol. Sorry :P) di 3 negara "Stan" (uzbek, tajikistan, kirgiztan). Menurut gue bagian ini emang luar biasa "outlandish" dan gue mau ga mau jadi pengen ketemu Pak Hamid, guide Trinity and the gank di negara "Stan". Betapa sabarnya Pak Hamid ini dan super ngemong ke 3 traveler nekad, hahaha. Bagian yang kedua adalah cerita Trinity di Iran dan Yordania, serta opininya tentang negara-negara Islam. With so many prejudices and assumption to this religion (dan iye, gue Muslim juga walau I'm not sure anymore, lol), sangat menyegarkan untuk membaca opini Mba T. Apalagi mengingat negara yang dia kunjungi yaitu Iran, masih sering bikin orang salah kaprah (with all those Syiah-Sunni things. Gue sih ga pernah masalahin hal ini, hahaha).
Oh ya, gue mau nambahin. Kalau ngikutin twitternya Trinity, pasti tahu dia pernah ngepos tweet dimana salah satu pembacanya lapor ke doski kalau buku ini dirobek - robek ma suami pembaca itu. Usut punya usut, si suami orangnya sangat religius dan ga mau istrinya baca buku selain buku agama, jadi doski mesti baca sambil sembunyi2. Hadeh, padahal seandainya suaminya tahu, di buku ini Trinity sharing perjalanannya ke negara - negara Islam. Tapi, duh gue sendiri ga yakin suaminya bakal se-open minded gue pas baca bagian itu, apalagi opini Trinity tentang negara - negara Islam :/. Bisa-bisa makin menggila. Gue sih berharap tuh pembaca ga kenapa - kenapa deh endingnya :(.
*intermezzo end*
Ada beberapa bagian yang lucu, salah satunya bagian Miss Rempong yang bikin gue bertanya - tanya siapa Putri yang dimaksud. Gue kalau jadi Trinity juga bakal bete sih lihat orang model - model Miss Rempong. Ada juga bagian tentang "toilet" yang bikin gue inget jaman ospek di tempat terpencil. A warning: JANGAN BACA pas lagi makan XD. Ada postingan tentang Maldives yang bikin gue berharap suatu saat gue bisa kesana. Sayangnya yang bagian Reyjkavic kurang nampol, mungkin karena gue dah pernah baca laporan Qui pas ke Islandia yang menurut gue masih kerenan tulisan Qui kemana - mana (Qui kapan mau nelorin buku tentang Travelogue :P?).
In the end...I feel very grateful to know about Trinity and her books, The Naked Traveler. Ga semua pendapat dia gue setuju dan kualitas tulisannya kadang suka naik turun (plus buku ini juga kurang gambar - gambar perjalanannya. Mungkin ya untuk menekan harga produksi, dan sebenarnya Trinity juga traveling bukan karena suatu tempat itu instagrammable, sehingga dia jarang foto - foto), tapi toh gue tetap enjoy baca buku - bukunya. Thanks for all the wild ride and journey, Mba T! :D
Masih ngga bisa percaya kalau ini akan jadi buku terakhirnya Trinity setelah setia ngikutin bukunya dari awal, yang di publish pertama kali tahun 2007 lalu. As always, buku Trinity ini selalu menginspirasi. Guyonannya nyambung dan bahasanya itu ngga kaku (baca: gaul). Isinya selalu apa adanya. Walaupun dia jenisnya buku travelling tapi isinya ngga melulu soal tempat yang wajib dikunjungin atau yang bagus-bagus saja. Kalau memang ngga bagus ya ngga bagus, jorok ya jorok. Bener-bener diceritain apa adanya. Itu yang bikin aku suka dengan gaya penulisan Trinity ini. Ngga nipu-nipu dan apa adanya. Alhasil, cerita-ceritanya bisa membuka mata dan kadang-kadang bisa ngerasa relate aja gitu kalau kebetulan pernah punya pengalaman yang sama saat travelling. Yah, walaupun katanya ini buku terakhir, untungnya si Trinity ini masih aktif travelling, ngeblog dan ngepost di instagram. Jadi masih bisa ngikutin perjalanan dia tentunya. :)
Seri terakhir dari buku yang udah menginspirasi gue buat lebih banyak jalan-jalan dan mencoba hal-hal baru.
Gara-gara Trinity, sekarang gue kalau beberapa bulan ga jalan-jalan, pasti langsung gelisah. Jadi rajin cari tahu tempat-tempat unik yang ingin dikunjungi, meskipun ga sekarang sih, tapi one day.
Gara-gara Trinity, sekarang gue punya diving license walaupun jarang dipakai, tapi setidaknya tahu seperti apa diving itu dan punya. Buat pembuktian diri
Gara-gara Trinity, sekarang gue jadi males kalau jalan-jalan pakai tour, maunya jalan sendiri. Menikmati itinerary sendiri dan kebebasan waktu, walaupun tetep aja sih gue ga mau rugi jadi kalau jalan-jalan kayak wajib militer, pergi pagi, pulang malem.
Trinity udah jadi standard gue. Kalau Trinity aja bisa, kenapa gue ga bisa. Walaupun kalau soal bungee jumping atau free diving, gue mundur teratur deh. Tapi sekarang aja dia udah menginspirasi gue untuk ngurusin badan lagi. Masih struggling sih tapi kalau Trinity aja bisa, kenapa gue ga bisa?!
Buku ke 8 ini tetap bagus seperti buku-buku lainnya. Ada foto-foto berwarna yang gue suka, Pengalaman-pengalaman yang lebih unik, dan isinya lebih campur aduk.
Ada beberapa hal sih yang gue ga setuju sama cara dan pendapat Trinity seperti pas jalan ke suatu negara harus bohong dan ngaku kalau temennya adalah kakaknya agar bisa irit sekamar dan masalah anak-anak milenial yang lebih fokus sama foto instagram daripada menikmati suasana.
Menurut gue kalau pergi jalan-jalan ikutilah aturan yang ada sehingga terhindar dari masalah. Ngapain ngambil risiko untuk berbohong pas lagi jalan-jalan? Bagaimana kalau ketahuan? bukannya bakal lebih ribet? Kalau belum bisa untuk jalan-jalan kesana ya ga usah dipaksain. Mending nabung jadi ga perlu irit dan mesti berbohong atau memang cari orang yang secara resmi dimungkinkan untuk sekamar.
Kalau masalah instagram, gue juga ga setuju kritik Trinity soal milenial yang senengnya jalan-jalan demi instagram dan ga menikmati pemandangan.
Menurut gue ya ga apa-apa, karena kesenangan dan motivasi orang untuk traveling bisa beda-beda. Mungkin bagi sebagian orang mendapatkan foto bagus lebih memuaskan daripada cuma lihat pemandangan doang. Gue sendiri sih 50:50. Seneng instagram tapi seneng juga liat pemandangan. Tapi emang pas nyampe ke suatu tempat, instinct pertama langsung pengen foto atau merekam. Buat gue yang lupaan, foto-foto dokumentasi paling penting. Gue suka ngeliat lagi foto-foto jaman dulu dan mengingat-ingat masa lalu. Jadi bagi gue asal itu milenial ga ganggu orang lain, jalan-jalan demi instagrammable foto ya oke-oke aja, ga ada yang mesti diubah. Kembali lagi ke kesenangan masing-masing. Gue juga suka liat foto-foto kece instagram orang lain.
Tapi emang sih jaman sekarang, milenial lucu-lucu. Niat banget full make up, bikini dan photographer professional demi foto kece di instagram. Tapi ya ga semua milenial juga yang kaya gitu
Membaca buku ini saya jadi tahu bahwa Maldives adalah negara islam yang hampir 100% penduduknya beragama islam, dan cukup ketat peraturannya, yang akhirnya karena memang sangat diminati turis, kebutuhan untuk hiburan disulap sedemikian rupa. Diantaranya konsumsi minuman berakohol di atas kapal 😂.
Dalam kunjungannya ke beberapa negara berakhiran "Stan" seperti Kirgistan, Tajikistan dan Uzbekistan, penulis menuturkan di tengah keindahan alam yang luar biasa dengan hamparan pemandangan yang bergunung-gunung dengan sungai-sungai yang jernih, ternyata negara-negara tersebut masih menyimpan tabiat lamanya sebagai bangsa Nomaden, yakni diantaranya dengan membuat WC seadanya tanpa air 😅. Penulis membandingkan pengalaman waktu travelling ke Tiongkok yang budaya Toiletnya juga minta ampun.
Adapun negara-negara Nordik (Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia, dan Islandia) adalah negara-negara yang hampir semua transaksinya sudah beralih dengan metode non-tunai. Dari membeli permen yang cuma sebiji bahkan sampai ke toilet umum pun, untuk membuka pintunya dengan digesek kartu. Salah satu alasannya adalah menghemat pengeluaran negara dalam mencetak kertas dan koin. Salute!.
@trinitytraveler adalah sebuah nama yang mewakili kita menjelajahi 88 negara dalam 8 buku serial Naked Traveler-nya. Ia adalah kaca mata untuk kita melihat lebih jauh dan dalam mengenai perbedaan budaya hidup di luar sana.
Agar semakin jauh dan dalam kita melihat, kita menemukan diri kita pada bahasa dan tingkah laku mereka, yang kadang saat kita berinteraksi bahasa mereka tak kita mengerti artinya, namun bisa dipahami maksudnya. Di sanalah kemanusiaan kita bertemu untuk bisa hidup saling menghargai dan menghormati.
Tentu banyak sekali yang diceritakan di buku ini yang tak mungkin saya kutip satu per satu. Alangkah nikmat jika Anda baca dan interpretasi sendiri.
Nggak ketinggalan baca buku ini karena memang aku ikut seri buku mbak T sejak TNT trip keliling dunia itu, di tahun 2014 kalau nggak salah. Terus ini buku terakhir beliau untuk jalan-jalan (kabarnya).
Buatku isi buku ini kurang aja gitu, karena udah baca beberapa tulisan di nakedtraveler.com.
Namun karena ini edisi terakhir aku memberi 4 dari 5 bintang di Goodreads.
Satu hal yang kusuka dari tulisan mbak Trinity adalah kemampuannya untuk mendeskripsikan suasana, perjalanannya waktu itu yang keren sampai akhirnya membekas kuat ke pembaca. Juga informatif. Nggak mudah loh, bikin buku dari materi blog. Salut. Salut. Salut.
Buku ini bagus buat kamu yang pengen nyoba bepergian. Di buku ini mbak T ngasih banyak tips. Ngasih banyak opini soal daerah turis. Pengalaman nyesek selama perjalanan. Disitu kita bisa belajar. Siap mental istilahnya. Kalau yang namanya senang-senang. Iya kan. Orang traveling mau have fun. Tapi bisa saja kena delay, ketemu wc umum yang jorok, atau apes selama perjalanan.
Terima kasih mbak Trinity sudah berbagi pengalamannya untuk pembaca di Indonesia.
TNT adalah seri yang menginspirasi saya untuk memulai petualangan saya sendiri, berani solo traveling, sampai latah bikin blog traveling juga (buka ya? navigatia.wordpress.com). Tentunya saya sedih sih waktu tahu seri ini berakhir, apalagi saya merasa alasan Mbak Trinity nggak sekuat itu. But who am I to judge, tho?
Sama kayak buku-buku sebelumnya, buku TNT yang ini personal, tapi kayak informasi. Saya agak-agak anti dengan tulisan "bullet point" yang mengikuti tradisi TripAdvisor atau Lonely Planet, yang sialnya lebih banyak di pasaran. Saya bersyukur Mbak Trinity berbagi pengalamannya dengan gaya naratif yang kocak tanpa meninggalkan informasi yang penting.
Would've given 5 starts if onlyyy I didn't know some of her articles had been published in her blog. Dan banyak ugha ya. Jadi merasa buku ini bisa setengah lebih pendek, dengan harga yang lebih murah, seandainya tulisan-tulisan di blog nggak dimasukkan ke sini. Tapi tentunya, pembaca model saya ini yang bikin Mbak Trinity berniat pensiun. Mon maap, Mbak.
Sweet farewell from Trinity. Pertama kali tahu series ini karena saat ke Gramedia tidak menemukan komik yg dicari, akhirnya saya melihat buku dg cover pink bergambar sandal yang judulnya The Naked Traveler Around The World. Akhirnya saya iseng beli dan baca. Langsung suka dg pengalaman yg Trinity bagi ttg perjalanannya ke berbagai negara dan suka duka saat dia berpetualang ke negara-negara baru. Selalu ada cerita yg menarik di setiap negara yang Trinity kunjungi. Sejak saat itu saya membeli semua series The Naked Traveler + antologi horor dan antologi perjalanan yg ia tulis bersama penulis lain. Sedih rasanya jika series ini harus berakhir, namun seperti kata Trinity yaitu bahwa dia harus moveon dan berkembang. Anyway, sukses selalu apapun yg mbak Trinity kerjakan selanjutnya ! Terimakasih banyak utk cerita-cerita lucu, seru, sedih dan bikin terharu yang sudah dibagikan pada para pembaca :)
Seneng banget pas baca buku The Naked Traveler 8: The Farewell ini. Isinya bener-bener inspiratif dan bermanfaat banget. Pengalaman Trinity sebagai tukang jalan-jalan emang priceless banget, sih.
Plus, Trinity berhasil banget membawa para pembaca untuk mengikuti kisah perjalanannya, lewat gaya penulisan yang super asyik! Ternyata, wanita satu ini juga kocak banget! Beberapa plot bikin saya senyam-senyum.
Buku The Naked Traveler 8: The Farewell ini pun makin cihuy berkat adanya berbagai ilustrasi pendukung. Ada pula foto-foto yang turut disertakan. Namun menurut saya, ilustrasi dan foto-foto perjalanannya kurang banyak, ah.
Ini mengingatkan saya pada esensi jalan-jalan yang dipegang Trinity. Ketika ia mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah didatanginya, bukan foto-foto tujuan utamanya, melainkan eksplorasi.
Buku penutup seri The Naked Traveler (TNT). Akhirnya selesai baca setelah lama dianggurin di rak buku. Sedih sih ketika Trinity mengumumkan kalau ini adalah buku terakhirnya. Namun isinya tetap sangat Trinity sekali. Banyak info mengenai negara-negara yang dia kunjungi serta pengalaman-pengalaman kocak selama traveling.
Favorit saya adalah cerita ketika dia mengunjungi Kazakhstan. Wah saya bisa membayangkan pemandangan yang dia temui serta... kejadian kocak selama perjalanan. Bikin saya tertawa karena kok bisa kejadian di Trinity.
Membaca buku ini tidak bosan. Sebagai buku terakhir, Trinity juga menyelipkan beberapa cerita yang tidak berhubungan langsung dengan traveling juga ada 2 cerita dari pembaca TNT yang terinspirasi oleh Trinity dan cerita-ceritanya. Terus terang, akan sulit menemukan buku seperti TNT lagi. Mungkin, cerita traveling seperti ini akan lebih banyak kita temui di blog atau media sosial.
Seperti seri-seri sebelumnya, tulisan-tulisan yang sudah ada di blog Trinity dimasukkan ke dalam seri kedelapan ini. Tentunya ada beberapa tulisan yang nggak ditulis di blog tapi diikutsertakan di dalam buku. Contohnya pengalaman dua orang pembaca TNT yang hidupnya berubah karena tertular virus traveling Trinity, dan tips packing minimalis ala Trinity. Tips ini ditujukan untuk traveler pemula dengan gaya liburan backpacking. Dari tulisan ini saya akhirnya tau rahasia Trinity yang kalau liburan sampai berminggu-minggu bawanya cuma satu ransel! Layak untuk ditiru.
Selain tips packing, Trinity pun memberi tips bagaimana untuk tetap bisa tidur nyenyak di penerbangan yang memakan waktu berjam-jam dan pentingnya punya asuransi perjalanan. Trinity juga membuat perbandingan gaya traveling dulu dan sekarang, sebelum ada internet vs. setelah ada internet.
Bisa dibilang cerita-cerita yang ada di TNT 8 ini banyak yang tidak biasa. Seperti Iceland alias Islandia yang ternyata b aja, Trinity jalan-jalan dalam keadaan difabel, dan pulau Anambas di Indonesia yang belum banyak dijamah orang sehingga pemandangannya masih super indah. Ada bukti foto-foto dokumentasinya kok di dalam bukunya (berwarna lagi), don't worry.
Sampul buku TNT 8 warnanya beda dengan seri-seri sebelumnya yang cerah ceria macam kuning, pink, biru, dan hijau. Sampul kali ini warnanya hitam legam dengan tulisan angka 8 yang terdiri dari bermacam-macam ilustrasi tentang traveling (sendal jepit, pohon kelapa, balon udara, pesawat, ransel, dll). Warnanya campuran oranye dan perak. Sampul ini paling favorit sih soalnya langsung kontras gitu perbedaannya sama yang sebelum-sebelumnya. Saya langsung jatuh cinta waktu Bentang Pustaka ngetwit desain sampul ini. Ilustrasi yang ada di dalamnya juga lucu-lucu.
Satu buku yang membuka tahun 2019 saya dengan penuh semangat. Sebuah ironi memang, mengingat Trinity menuliskan buku ini sebagai karya terakhirnya. Seperti biasanya, Trinity menceritakan pengalamannya dengan mengesankan dan 'telanjang'. Pikiran-pikiran, kegeraman, antusias dan semua perasaannya tercermin sangat transparan.
Saya sungguh suka ceritanya ketika berjalan-jalan di negara 'Stan' bersama dua travel writer yang lain, sungguh ikutan deg-degan dan kayak berasa kena 'altitude sickness' juga haha. Pengalaman kencan daring-nya sungguh seru dan bikin ikutan sebel sama pria yang melepehnya. Paling berkesan ceritanya tentang Iran. Duh, indah sekali negara ini dan penduduknya, sungguh berbeda dengan imej yang ada.
Masih menunggu cerita Trinity tentang residensinya di Peru, yang sekaligus mampir Bolivia. Semoga sehabis itu kembali terbuka untuk menulis lagi. *berdoa dimulai
Akhirnya sampai di penghujung seri antologi yang dalam perjalanannya ikut membangun cara pandang saya tentang beperjalanan dan juga cara saya membangun narasi. . "The Naked Traveler" tak sekadar berbagi foto genit macam avonturir zaman sekarang, tapi pengalaman dan interaksi selama ada di destinasi. Satu hal yang kadang luput diabadikan saat ini. . Kala baca seri pertama, belum musim maskapai murah dan ledakan informasi macam sekarang. Kisah Trinity jadi amat mahal dan jelas bikin iri. Tapi iri itu yang jadi bahan bakar, gimana caranya meminimalkan nilai kerusakan saldo di setiap perjalanan. . Sampai titik ini, saya harus sampaikan banyak terima kasih untuk rasa iri dulu-dulu itu, karena sekarang dan untuk beberapa tahun tampaknya saya sudah cukup siap untuk turut jadi pelancong telanjang.
Buku ini merupakan buku pertama kak Trinity yang saya baca. Traveling is not about the destination, but about the journey. Peribahasa ini selalu terngiang-ngiang di kepala saya sejak kecil. Tujuan traveling bukan hanya mendapatkan foto dengan background tempat pariwisatanya tetapi juga mengetahui kebudayaan, kehidupan sosial, bahkan bahasa lokal. Kak Trinity benar-benar menerapkan hal ini dan saya sangat salut. Buku ini membuat saya suka dengan tulisannya dan membeli buku kak Trinity lainnya. Never too late to read a good book, right? I hate farewell! Don't stop writing, please! At least update your blog, kak Trinity! With love, Your new fans ❤️
Baca buku Mbak Trinity selalu bikin orang pengen jalan - jalan. Rute - rute yang diambil selalu anti mainstream dan yang saya senang dari buku The Naked Traveler - gak selalu menceritakan jalan-jalannya aja tapi ada juga tips travelling dan juga kondisi dari negara tersebut. Setidaknya yang pengen berkunjung ke negara itu jadi gak buta - buta banget.
This book always become my favorite since I read the first book. Sedih banget pas tahu kalo buku ini buku Mbak Trinity yang terakhir. Padahal saya selalu nungguin Mbak Trinity bikin buku lagi dan gak pernah bosen membacanya - berasa kayak lagi jalan - jalan mengelilingi dunia!
Tidak banyak buku travel yang bisa bertahan hingga puluhan tahun seperti TNT. Di buku perpisahan ini, Trinity mengajak pembaca untuk kembali menikmati setiap kisah dan pengalaman uniknya, ditambah warna baru dari dua buah bab berisi kisah dari para pembaca setia bukunya.
Dilengkapi dengan ilustrasi sederhana dan paduan warna hitam dan oranye di setiap lembar kertas, membuat aestetik buku ini terlihat lebih elegan.
Kamu yang sudah mengikuti serial TNT dari awal akan merasa familiar dengan gaya penulisan dan penyampaian cerita ala Trinity.
Untuk pembaca baru, nikmati setiap ceritanya dan dijamin semangatmu untuk menjelajah dunia akan semakin membara.
Secara pribadi seluruh buku seri "The Naked Traveler" tulisan beliau amat sangat bagus, tidak terkecuali jilid ke-8 yang merupakan jilid penutup. Trinity berhasil menggambarkan berbagai perbedaan sosial dan budaya serta lokasi mengagumkan dari Asia Tengah dan Amerika Selatan. Sangat memperkaya khazanah pengetahuan sosial kita dan pastinya membuat semangat jalan-jalan semakin tinggi agar pikiran lebih terbuka dan lebih toleran terhadap berbagai perbedaan. Sangat direkomendasikan bagi yang minat akan jalan-jalan, baik dalam maupun luar negeri sebagai tujuannya.
Seri terakhir dari the Naked Traveller karya Trinity. Jika di TNT 5 dan 6 kita dibawa ke eksotisme Amerika Latin, maka di buku ke-8 ini gongnya ada di perjalanan Trinity, Rini, dan CK ke Asia Tengah. Bagian paling panjang ini sekaligus paling menarik karena banyak mengulas kawasan negara negara bekas Uni Soviet yang berakhiran -stan yg tentunya bukan atau belum jadi tujuan turisme yg populer.
Terima kasih TNT untuk inspirasinya agar kami tidak lagi takut traveling, berani mencoba bepergian ke tempat tempat baru, dan untuk semakin mencintai negeri tercinta ini.
Aah..sampailah di akhir series TNT. Trinity memutuskan untuk mengakhiri seri TNT seiring lesunya perindustrian buku.
Bagian favorit saya di buku ini adalah saat Trinity mengalami cedera lutut dan bertemu dengan keluarga "malaikat". Keluarga yang baiik banget, sampai mbak Trinity mempertanyakan sudah berbuat apa hingga mendapat kebaikan seperti itu.
Saya tidak menyesal membaca dan mengoleksi series ini. Saya masih ingat buku biru TNT 1 yang saya beli di Bogor. Sejak saat itu, saya tertarik untuk menulis blog. Terima kasih Trinity... semoga akan ada karya berikutnya di masa akan datang.
Ada sedih-sedihnya membaca buku ini, ketika buku-buku bagus harus terhenti krn era sedang tdk ramah terhadap buku cetak, benda favoritku sepanjang zaman. Tak terasa aku hampir mengikuti ke mana trinity pergi, penjelasannya yg detail, kocak, jauh dari normatif dan pesan-pesan moral menjemukan, buku bukunya sangat jujur itu yang membuat kita malah belajar banyak. Walau kdg harus menjauhkan dari jangkauan bocil di bawah umur 🤭 Semoga ketemu lagi mba trinity di buku-buku selanjutnya (percayalah, masih ada yang suka kertas daripada layar sosmed).
Kembali terpuaskan dengan tulisan tulisan mbak Trinity yg selalu bikin mupeng buat Solo Traveling. Memuaskan ke-kangenan setelah 2 tahun menunggu dari buku terkahir TNT7 yand rilis di 2016. Sedikit kecewa karena beberapa esay sudah pernah di publish di blog karena saya salah satu active reader blog mbak Trinity. Tapi buat yg belum pernah, buku ini sangat fresh dan baru sekaligus detail memberikan tips tips travelling. 😁
edisi terakhir dari the naked traveler. Sempet sedih juga karena udah baca dari seri pertama... apalagi baca alasan kenapa the naked traveler harus diakhiri di seri yang ke-8 ini. Selalu suka baca cerita-cerita travelingnya trinity, buat saya yang tidak terlalu hobi traveling-jalan jauh pengalaman dan cerita-cerita trinity menjawab (dan mewakili) keingintahuan akan dunia di luar sana. Ceritanya detail, jujur tanpa bumbu tambahan yang bikin berlebihan dan asyik aja dibaca di perjalanan.
aku suka semua buku2 tulisan Trinity. beliau selalu sukses membuat pembacanya serasa ikut jalan-jalan bareng dia. buku ini merupakan buku perpisahannya dgn pembaca, ntah dia akan menulis kembali dgn format lain? ntah lah. paling menarik di buku ini mengenai testimoni pembaca bukunya yg ternyata bisa travelling sendiri ke luar negeri stlh membaca buku2 Trinity. well, aku masih gk percaya Trinity "selesai" menulis, kuberharap dlm waktu dekat dia kembali dgn cerita yg baru.
Tidak terlalu epik untuk sebuah farewell. Saya kira Trinity bakal banyak mengulas perjalanannya selama menjadi The Naked Traveler. Ternyata beberapa tulisan dalam seri ke 8 ini terkesan "tulisan pesanan" yang membuat TNT lebih mirip seperti Lonely Planet. Bagian yang khas TNT hanya ada pada bab "Tidak Biasa", bagian lain terasa mengakomodir gaya traveling ala media sosial.
Ive read all naked travel series so I have to say that this last one not the very best part. The double book (NT 5&6?) still the best part of the series.
I hope after the series ended she can come back with different but better story. I can't wait to read her recidency experiences in Peru and Bolivia.
The first time I fell into traveling is because of her. It was more than 10 years ago when she published her first book. Way long before everybody travels for Instagram material, she travels for the sake of traveling itself.
If you love learning about experiencing other's culture, her book is a must read. Feel enriched everytime I finished one as if I travel to that place myself.
Saya ketemu Trinity saat promo buku di Gramedia Pekanbaru, dan excited sekali saya bela-belain dari Payakumbuh naik mobil travel. Iya, dalam perjalanan traveling saya yang seuprit ini, Trinity tentunya juga membawa pengaruh.