Setahun usai kepergian William Hakim, Karla dihampiri oleh berita bahwa sejumlah pihak sedang mencari laki-laki itu. Satu demi satu rahasia tentangnya pun meluap ke permukaan. Tentang nama orang-orang terdekat Will yang tak pernah Karla dengar, tentang apa yang ia lakukan selama menghilang, bahkan tentang kematiannya yang kini diragukan semua orang. William Hakim, sang enigma, si jenius Fisika yang Karla pikir dikenalnya baik, telah meninggalkan jejak yang panjang..... Termasuk kepada Karla.
Jejak itu kemudian membawa Karla kepada Nicolas, kakak Will.
"Ketika bintang mati, mereka menjadi lubang hitam dan menyedot segala yang mengorbit di dalam radiusnya. Segala hal yang masih bergerak, segala yang masih hidup. Aku tak mau tersedot ke dalam lubang hitam yang ditinggalkan oleh Will."
Nicolas Hakim menjadi satu-satunya yang Karla miliki dalam upaya memecahkan teka-teki WIll. Karla selama ini selalu melihat Nicolas dan William sebagai dua sosok yang jauh berbeda. Namun, seiring kebersamaan yang ia lalui dengan kakak Will, benang kemiripan antara mereka berdua pun tertarik semakin panjang.
Hingga ia pun sadar bahwa Nicolas memiliki rahasia-rahasianya sendiri. Dan Karla akhirnya mempertanyakan siapakah yang seharusnya ia percayai.
Break Even adalah buku kedua dari dwilogi: Forgiven dan Break Even.
William Hakim. Si Maniak Fisika. Pengagum Albert Einstein. Lelaki Pemuja Champagne Supernova. Pendiam dan cerdas. The brightest one in his age.
8 tahun lalu saat buku pertama dari Dwilogi -Forgiven- terbit, aku belum mengenal Will, belum mengetahui siapa dia dan seberapa besar pengaruhnya. Yang kukenal lebih dulu adalah Nino si Aktivis mahasiswa UGM dalam Notasi, dan Nalia si mahasiswi Kedokteran Gigi itu.
Dari Notasi, kemudian aku mengagumi tulisan-tulisan Morra lainnya. Setiap kisah dibukunya realistis. Tokoh-tokohnya memiliki karakter yang kuat, unik, tapi tetap manusiawi. Selain alur cerita yang tidak mudah kita tebak, ending cerita selalu membuat si pembaca bertanya-tanya lantas menyimpulkan sendiri dari sudut pandang mereka. Namun yang paling aku suka adalah karakter perempuan di setiap bukunya digambarkan dengan kepribadian tangguh bukan yang lemah menye-menye.
Tentang Will baru kukenal setelah 7 tahun Forgiven terbit. Di akhir cerita buku tersebut, masih ada yang mengganjal, aku masih tidak rela dan patah hati dengan kepergian Will tapi juga jikalau yang terjadi adalah sebaliknya keberadaan Will tetap membuatku bertanya-tanya.
Kini BreakEven hadir sebagai pemenuhan cerita dan sebagai jawaban atas pertanyaan yang mengganjal di kepala. Recommended book! Buku keren yang kubaca sebagai penutup akhir tahun.
Pertama kali mendengar bahwa Forgiven akan dibuat sequelnya, sejujurnya aku tak tahu harus bersikap bagaimana.
Aku haus akan kisah Will, memang. Tapi apa yang aku harapkan dari sequelnya ini? Aku tak tahu aku ingin Will hidup atau tidak. Karena bagiku Forgiven telah memberikan kesan yang begitu dalam. Aku khawatir, juga takut, kalau ternyata Break Even malah mengobrak-abrik kesan itu. Membuat penilaianku terhadap Will berubah.
Itulah sebabnya aku mengulur-ulur waktu untuk membaca novel ini. Tapi pada akhirnya, keinginan untuk kembali menemui Will, untuk menyusuri cerita tentangnya lagi, untuk mengenal dia lebih dalam, mengalahkan ketakutanku.
Aku membaca Break Even tanpa ekspektasi apa-apa. Tanpa menginginkan kehidupan Will pun kematiannya. Aku ikuti saja arusnya, sedikit demi sedikit. Ada saatnya aku benar-benar menginginkan Will untuk hidup. Ada juga sebagian yang meyakinkanku bahwa Will memang telah tiada. Dan ternyata ketidakberpihakan malah membuatku makin menikmati setiap halaman dalam novel ini.
Break Even masih ditulis dari sudut pandang Karla. Kisah Will seperti potongan-potongan puzzle yang datang secara acak. Timelinenya tak berurutan, membuatku harus menyusunnya sendiri dengan hati-hati. Dan ketika semua kepingnya telah lengkap, aku hanya bisa jatuh lebih dalam pada Will.
William Hakim. Will, Will, dan Will. Dia memang bintang yang massanya cukup besar untuk menghasilkan supernova yang dahsyat. Dia pendulum. Dia akan terus hidup hingga seratus tahun lagi!
Kak Morra mengakhiri Break Even dengan amat baik. Aku sama sekali tak kecewa. Aku senang membacanya. Aku seperti dipaksa menaiki roller coaster, memang. Emosiku berantakan, entah bisa kurapikan kembali atau tidak. Tapi tak apa, karena ini Will. Seperti semua orang yang mengenal dan mencintainya; Karla, Nicolas, Chiara, juga Chester, aku pun rela melakukan apa saja untuk Will. Termasuk membuatnya tetap hidup dalam pikiran dan hatiku.
"Apa sebuah nama mampu punya cita rasa yang begitu dalam? Tidak hanya ketika terdengar, tetapi terutama saat kita mengucapkannya sendiri." - hlm. 7
Some of my friends whom I recommended this book (Forgiven and Break Even) told me that the end of the story was disappointing. According to me, It's not. Whether the end of the story of the last book from this dwilogi which ka Morra made is not satisfying (for some people), it is worth to read. The feelings, the situations, the characters, the confusions within Will, Nick, Karla, Chiara, and the others. By the way, happy reading.
Setelah menyelesaikan novel Forgiven (prequel dari novel Break Even) 8 tahun lalu, aku masih ingat efek setelah membacanya. Forgiven adalah novel yang memiliki daya untuk mengaduk-aduk emosi pembaca. Akhirnya, setelah 8 tahun, lahir Break Even. Sama dengan prequel nya, novel ini memiliki kemampuan dan efek luar biasa pada emosi pembacanya. Mungkin singkatnya disebut emosional. Dalam novel ini, karakter dari para tokoh digambarkan begitu kuat, dan juga dialog antar karakter yang terlihat sangat nyata (aku sampai menyuarakan dialognya di kepala ku). Segala nya tampak rapi dan nyata. Alur cerita yang menarik dan tidak biasa membuat novel ini semakin kuat, dan tampak realistis, bahwa memang benar ada cerita seperti itu di dunia ini. Plot-twist yang ditawarkan oleh novel ini juga tidak main-main, jujur aku tidak mau banyak berasumsi atau menebak-nebak akhir dari novel ini karena, seperti Karla, aku takut dibuat kecewa akan asumsi ku sendiri (sebegitu emosionalnya memang) Jadi aku menikmati setiap lembarnya. Novel Forgiven dan Break Even adalah dua novel terbaik ku sampai saat ini, aku percaya setiap novel mempunyai pembacanya masing-masing, tapi untuk 2 novel ini.... sepertinya aku benar-benar dibuat sayang dengan semua tokoh, cerita, bahkan aku menyukai segala adegan sedih, dan marah dalam novel ini.
Aku udah jatuh cinta sama sosok Will didalam Forgiven. 8 tahun lalu, Will yg pertama yg jadi favorite tokoh didalam novel yg aku baca apalagi waktu itu jaman aku SMA, lagi merasakan hal yg sama tentang persahabatan, bandelnya jaman SMA. dan Will beserta kisah2nya berhasil membuat luluh. Aku ingat 8 tahun yg lalu start habis magrib baca Forgiven sampai tengah malam, dan tengah malam itu aku merasakan seperti yg Karla rasakan. Kepergian Will layaknya El-nino—memporak porandakan.
Setelah kak Morra bilang bakalan meluncurkan Break Even, jujur aku pingin Will dan Karla bersatu. Setelah break even tamat kubaca, lagi2 Will memporak porandakan. Efek yg ditimbulkan melebihi 8 tahun yg lalu, lebih terasa menyakitkannya. Benar kata Karla dan Nick, William tidak benar2 pergi. Will tetap tumbuh didalam hati. William bebas dan tumbuh menjadi pohon. William tetap menjadi polaris. I cried a lot when William said he love Nick, when he knew Nick beside him when he leave—when his last breath. More than that, Nick...I don’t know how to say. I just fall for him too. Kk Morra berhasil membawa pembacanya masuk ke dunia Will.
Seperti Forgiven, Break Even buku lagi dan lagi membuatku jatuh hati dan patah hati di saat bersamaan. . . Rasanya baru kemarin aku mengenal sosok William Hakim. Si genius fisika. Pengagum Albert Einstein. Pemuja Champagne Supernova. . . Dan saat ini, 8 tahun berlalu aku kembali bernostalgia dengannya. . . William Hakim, sosok yang sulit untuk dilupakan. Rasanya masih sama saat pertama kali membacanya, perasaanku dibuat campur aduk apalagi saat menutup halaman terakhir Forgiven. . . Break Even seakan hadir melengkapi kisah Will. Menjawab semua pertanyaan mengganjal, seakan ingin diselesaikan. . . Break Even hadir untuk membuatku lebih memahami sosok Will. Bukan dari sisi Will, tapi dari sosok Nicholas Hakim dan Karla. . . Ketika akhirnya aku harus menutup Break Even, aku tahu inilah akhir yang terbaik buat semuanya.
3.5⭐️. Berharap banyak buku ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang Will setelah Forgiven. Memang terjawab sih beberapa pertanyaan itu, tapi nggak tau kenapa aku merasa buku ini justru menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Sampai akhir cerita pun, kepingan-kepingan cerita tentang Will yang hadir untuk Karla susun dan pecahkan terasa belum lengkap dan kurang pas. Ada beberapa inconsistencies juga dalam buku ini yang agak mengganggu dan membingungkan. Tapi tulisan Morra Quatro di sini berkali-kali lipat lebih mature dan baik dari buku sebelumnya, so props to her for that!
sebelum buku ini terbit, gue ngedumel kenapa sih Will harus mati.. kenapa endingnya Forgiven gitu, nyesek parah.. sekarang baca Break Even jadi lega.. ga peduli pada akhirnya Will meninggal atau engga, tapi sekarang gue uda bisa tenang.. makasih banget Kak Mo yang uda nulis kelanjutannya...
"Namun, terkadang apa yang berusaha kita lindungi sekuat tenaga, yang tidak kita sia-siakan juga tetap harus pergi. Lepas-mungkin karena memang tak pernah kita miliki sebab kita memang hadir di dunia tanpa memiliki apa-apa. Kukira, bila aku mengalami satu kehilangan lagi sepeti Will, aku akan jadi gila. Kukira tak ada orang yang mampu dihempas begitu kuat sampai dua kali. Namun ternyata, hidup terus berjalan. kecuali diriku, segala hal lain di dunia ini tetap sama. " (Karla, halaman 282)
Seperti pada buku sebelumnya, Forgiven, pada buku Break Even ini Will masih tetap bersinar dengan caranya sendiri. Seperti K, aku berharap dia masih ada di sana. mengusap punggung buku-buku lalu menghirup aromanya yang lalu membuatnya tenggelam. Dan bersama Nikolas, Karla menyusun kepingan puzzle yang dia harap bisa menuntunnya pada lelaki itu. Namun, tidak semua ledakan bintang berubah menjadi supernova, dan seperti bintang yang telah mati, yang masih memendarkan cahaya sampai atmosfer bumi untuk kemudian padam dan menjadi lubang hitam. begitulah William, namun Karla tidak ingin terhisap ke dalamnya.
Melegakan setelah menyelesaikan buku ini. menjawab tuntas semua pertanyaan yang dulu sempat tidak terjawab.