"Tulisan yang terasa kadang personal, emosional, dalam, juga spiritual. Alurnya bisa zig- zag antara kekinian dunia dan ketuaan falsafah. Banyak kata sifat hebat yang bisa dilekatkan ke buku karya Desi Anwar ini, tapi yang paling menarik menurut saya adalah keberanian untuk jujur." A. Fuadi
"Rangkaian cerita pendek yang membawa kita menyelami rimba emosi nan subtil sekaligus akrab lewat peristiwa-peristiwa relevan yang kita semua hadapi dalam hidup: menghadapi kematian, menghadapi proses pendewasaan, menghadapi jatuh cinta dan patah hati. Lima Cerita merupakan debut fiksi Desi Anwar yang tak hanya menjanjikan, tetapi juga mampu mengisi relung batin kita dengan kepuasan." Dee Lestari
"Saya sempat bertanya-tanya apakah ini fiksi atau kisah yang benar- benar terjadi pada orang-orang tersebut. Apa pun, kisah-kisah ini sangat menghanyutkan, seperti saya mengenal mereka secara pribadi." Eka Kurniawan ***
Dalam kumpulan kisah tentang lima kehidupan yang berbeda ini, Desi Anwar mengeksplorasi perasaan-perasaan menyakitkan selama tumbuh dewasa, kerentanan emosi-emosi manusia, dan tantangan-tantangan dalam belajar melayari kompleksitas kehidupan sambil berusaha memahami arti di balik itu semua.
Setiap karakter dalam buku ini, dengan caranya masing-masing, menyadari bahwa untuk dapat memahami dunia ini dan menghadapi realitas yang membingungkan, ia pertama-tama haruslah merengkuh pergolakan batinnya terlebih dahulu—berdamai dengan kerapuhannya sendiri serta mengizinkan semesta bekerja dengan caranya yang tak terduga.
Alasan utama yang membuatku tertarik membaca buku ini adalah nama besar Desi Anwar dan sampul buku yang menarik.
Membaca buku ini seolah mendengar seseorang bercerita satu arah, hanya ingin didengar tanpa perlu mendapat respon. Seluruh cerita hanya menggunakan satu sudut pandang yang tak bisa dinego, pembaca dituntut untuk harus berpihak pada si pencerita. Kelima cerita dikonstruksi dari deskripsi demi deskripsi minim dialog hingga terasa terlalu panjang dan jujur saja bagiku agak membosankan.
Sesuai judulnya, hanya terdapat Lima Cerita dengan tema yang cukup menarik: cerita tentang keluarga, cinta remaja, dan proses pendewasaan. Aku berniat menyelesaikannya dalam lima hari, namun ternyata hampir satu bulan aku habiskan untuk membaca buku ini karena tempo cerita yang sangat lama.
Namun aku sangat terkagum-kagum dengan pemilihan diksi penulis, juga kekayaan kosa kata yang dimiliki oleh penulis. Pemakaian gaya bahasa yang sangat cerdas untuk sebuah novel debut. Buku ini bisa dijadikan referensi bagi penulis pemula yang ingin menulis fiksi.
Mungkin buku ini saya baca di waktu yang kurang tepat. Buku ini membuat saya sangat kebosanan. Bahkan ada masanya saya jadi sangat tidak peduli dengan cerita maupun karakternya.
Dari kelima cerita, hanya Kematian yang saya nikmati seluruh ceritanya. Cerita Delia bikin saya lebih penasaran dengan Delia-nya yang sedikit sekali porsinya, Pedihnya Pendewasaan bahkan saya tidak ingat tentang apa, Cinta Sempurna juga begitu saja. Beberapa bagian menarik di Ibu yang Baik jadi tertutup juga oleh hal-hal yang dilama-lamakan.
Bisa jadi karena ekspektasi saya yang salah saat membaca judul, atau kurangnya dialog (dan terlalu panjang) bikin terasa bertele-tele dan dialog satu sisi saja. Atau juga karena satu sudut pandang saja yang membuat seperti membaca buku harian. Yang sebetulnya tidak masalah juga di buku yang lain, tapi di buku ini terasa sangat monoton.
Tapi memang, mungkin karena Desi Anwar adalah jurnalis yang berpengalaman, penggunaan katanya sangat kaya. Bikin sedikit senang juga.
Ada saat-saat dimana seorang yang senang membaca buku, bosan, lalu untuk sementara waktu tidak berjodoh dengan buku yang membuatnya betah membaca dari halaman 1 hingga halaman terakhirnya. Saya mengalami masa-masa itu selama... sejauh yang saya ingat, saya tidak ingat.
Lalu Lima Cerita dari Desi Anwar ini adalah buku yang menyelamatkan saya kembali untuk jatuh cinta lagi dengan dunia membaca. Entah karena saya membaca buku ini di usia yang sudah bisa dibilang dewasa (25), kisah-kisah di dalam buku ini memang sangat berhubungan erat dengan perjalanan menjadi dewasa. Cocok sudah di halaman sampul tertulis "kisah-kisah menjadi dewasa". Begitu membekas 5 kisah di dalamnya, sehingga saya beri buku ini 5 bintang.
Buku ini diawali dengan kisah tentang kematian. Peristiwa yang mau tidak mau terus dan terus kita temukan, sepanjang manusia beranjak dewasa. Semakin panjang usia, semakin banyak kepergian orang-orang yang tadinya ada di dunia kita. Beranjak dewasa berarti harus memaksa diri seorang manusia untuk berdamai dengan kematian.
Kisah lainnya yang juga membekas dalam ingatan adalah kisah tentang seorang remaja yang baru memasuki dunia perkuliahan penuh kebebasan. Beruntung dirinya bisa cepat belajar menyadari ketidakdewasaannya di tahun pertama kuliah. Tahun kedua setelah pindah, banyak yang ia dapatkan dari sang induk semang baru, dari mulai pola makan, pola berpikir, dan pola mendisiplinkan diri.
Desi Anwar teramat sabar dalam menceritakan kisah-kisah di buku ini. Membacanya seperti kita sedang bicara hati ke hati dengan sang pencerita yang ada di depan kita. Sebuah buku yang mengingatkan kembali bahwa saya cinta membaca dan ingin membuka halaman buku-buku lain yang sudah lama terlantar.
Pertama kali menemukan buku ini, tanpa pikir panjang langsung aku pinjam (padahal sedang menghindari buku berukuran tebal 🤣). Karena aku sangat penasaran dengan karya penulis yang merupakan seorang jurnalis terkenal. Setelah selesai membaca, dan melihat bagian identitas buku, baru kusadari buku ini memiliki penerjemah! Ternyata versi awalnya menggunakan bahasa Inggris dengan judul "Growing Pains" (five stories five lives). Pantas saja saat membaca, aku merasakan perbedaan mencolok jika dibandingkan dengan karya penulis Indonesia lain yang pernah aku baca, baik dari gaya bahasa dan gaya penceritaan. . Seperti judulnya, buku ini terdiri dari lima cerita, yaitu: Kematian Cerita Delia Pedihnya Pendewasaan Cinta Sempurna Ibu yang Baik
Cerita dalam buku ini diawali dan diakhiri dengan kisah tentang kematian, yang mana setiap cerita mengisahkan kehidupan perempuan terpelajar sebagai tokoh utama.
Keseluruhan cerita memberikan 'pelajaran' tersendiri, salah satunya tentang konsep cinta terhadap diri sendiri dan orang lain. Jika disuruh memilih cerita yang paling kusukai, aku akan memilih "Pedihnya Pendewasaan" dan "Ibu yang Baik". Kedua cerita tersebut sangat membekas di benakku. Penasaran? Silakan dibaca 😁
Hampir sebulan cuma untuk membaca lima cerita dalam buku Lima Cerita ini...
Temanya memang terlihat cukup berat - tentang kisah-kisah menjadi dewasa. Lagipula, siapa yang menganggap jadi dewasa itu mudah? Mungkin mindset itu sudah terbawa sejak pertama kali buka buku ini, terlebih lagi karena sejak awal kita sudah disambut oleh kisah pertama berjudul Kematian.
Seharusnya tragis, bagaimana Ibu Desi Anwar memilih Kematian untuk membuka cerita. Di sisi lain, rasanya cukup tepat untuk menjadikannya kisah pertama, mengingat kisah ini menceritakan tentang harapan-harapan baru yang bisa muncul setelah kita bisa berdamai dengan kehilangan.
Kisah kedua bertajuk Cerita Delia, yang dibawakan dengan ringan dan bercerita tentang hidup baru seseorang di perantauan. Menyajikan pandangan baru tentang hidup yang sebelumnya luput dari kesadaran kita -- favoritku, tentu saja, waktu Delia membahas tentang jahatnya gula!
Cerita selanjutnya ialah Pedihnya Pendewasaan, yang menceritakan tentang bagaimana kita (sekali lagi) harus berdamai dengan diri sendiri. Sambil mengingatkan bahwa terkadang semua ketakutan dan kekhawatiran yang kita rasakan, kadang memang hanya berasal dari pikiran kita sendiri.
Cinta Sempurna menjadi cerita keempat, yang mengingatkanku akan satu kutipan dari Maya Angelou, "love liberates - it doesn't just hold". Cinta itu membebaskan, bukan menahan kita untuk berkembang.
Terakhir, kita disuguhi kisah Ibu yang Baik. Cerita tentang seorang Ibu yang bisa dibilang jauh dari kata baik, tetapi pada akhirnya membuat kita berpikir kembali tentang apa sebenarnya definisi kata 'baik' itu sendiri.
Begitu banyak pesan, begitu banyak pelajaran. Satu hal yg disayangkan adalah cara penulis menyampaikan cerita dalam bentuk narasi panjang dan (sangat) minim dialog, jadi kadang bikin cepat bosan. Tapi setelah selesai baca dan mengerti isinya, one will definitely think, "it is worth every second of my time."
Tumbuh dewasa, mempersiapkan mental untuk menghadap kenyataan yang terjadi di luar kendali. Meluaskan hati menerima apa yang terjadi, menyederhanakan hidup, memaknai setiap proses, mengendalikan diri dan emosi.
"Hidup adalah pertumbuhan dan membuka diri ke berbagai pengalamannya, sebagian tak menyenangkan, hanya menyakiti, sementara lainnya biasa saja. Tak ada yang namanya kesempurnaan, hanya perjuangan menuju ke sana dalam bentuk pertumbuhan, pencarian, dan pembelajaran. Kesempurnaan hanyalah kata lain untuk keadaan ketika kehidupan berhenti hadir. Selama masih ada kehidupannya, semesta akan memastikan bahwa dengan satu cara atau yang lain, dalam satu atau yang lain, selalu ada pertumbuhan dan pembelajaran." Hal 240
I started reading this book in the plane to Jakarta. My father died that day and the first chapter of the book is about losing a father due to death. I was literally crying while reading the book, but at the same time the story comforted me. I knew that there are people out there who experiencing what I had.
The rest of the chapter are just beautifully written. It's funny and sweet! Well recommended!
Cerita yg dikemas dibuku ini ialah cerita personal si penulis yang sebenarnya. Menarik sekali utk mengetahui cerita personal seorang Desi anwar. disetiap cerita suka sampil kepo utk googling tntg personal Desi Anwar diawali menceritakan tentang latar belakang keluarga,tdk diragukan lagi Desi anwar seorang Alpha Female yang dimiliki Nusantara yg bisa bertemu orang-orang hebat didunia.
Judul: Lima cerita (kisah-kisah menjadi dewasa) Penulis: Desi Anwar Penerbit: GPU Dimensi: 5 bab epub, cetakan pertama 2019, edisi digital RBK ISBN: 9786020613673
Lima cerita pendek dengan tokoh utama perempuan, menggambarkan ragam konflik yang dialami saat menuju dewasa. Pahitnya perbedaan pandangan yang pada akhirnya menemukan solusi meski tidak sepakat. Seperti tokoh Aku di cerita "Kematian", yang menggambarkan renggangnya hubungan putri dan ayah. Padahal ayahnya terkenal baik, dosen yang pintar dan ramah, namun di mata anaknya ia hanyalah sebentuk kegagalan dan banyak kekurangan. Tapi, saat kematian ayahnya terjadi, ia merasakan suatu emosi yang histeris dan bagai kehilangan jangkar sejenak.
Lalu tokoh Djuna di "Cerita Delia", yang menemukan sosok panutan dalam diri Delia yang lebih tua 10 tahun darinya. Aktivis feminis, memiliki suami dan kucing, pintar dan sangat sehat. Sayang, panutannya itu bernasib menyedihkan setelah bercerai dan akhirnya terlantar.
Sementara kisah "Pedihnya pendewasaan" mengingatkanku pada novel A untuk Amanda di mana tokoh utamanya juga merasa fake terhadap dirinya dan ketakutan bahwa semua kehebatan yang ia bangun akan hancur ketika ada yang sadar bahwa ia tidak sehebat itu. Ia tidak pernah gagal sehingga mengalami nervous breakdown (gangguan saraf).
Lalu tokoh Adela di "Cinta sempurna" yang seumur hidupnya menginginkan cinta yang sempurna dan pada akhirnya mendapatkan kenyataan bahwa kesempurnaan itu didapatkan dari pertumbuhan yang melalui luka, bukan sekadar romansa.
Terakhir ada May di "Ibu yang baik" yang cukup membuat saya sedih dengan love hate relationship mereka. Bagaimana pandangan ibu yang melampaui zamannya dan cara mengasuh yang melukai ternyata berasal dari luka masa kecil akibat pengabaian ayah (kakek May) dan ibu (nenek May) yang mati muda.
Cocok untuk yang suka kumpulan cerpen dengan tokoh utama perempuan dan alur menjadi dewasa.
Lima Cerita : Kisah-kisah Menjadi Dewasa Buku ini berisi 5 cerita pendek dari berbagai macam sudut pandang. Dibuka dan ditutup dengan cerita tentang kematian orang tua, kemudian cerita tentang anak remaja dan masalahnya yg selalu dianggap remeh oleh orang lain. Cerita tentang Delia, seorang wanita matang berpendidikan tinggi yang hampir memiliki semuanya. Dan juga sebuah cerita pencarian cinta sejati.
Cerita-cerita di buku ini menceritakan tentang kehidupan seorang dewasa- dan menuju dewasa, berbagai keluh kesah dan masalahnya, diceritakan dengan baik dan terasa personal, seolah-olah si penulis sendiri yang mengalami masalah-masalah yang ada di buku ini. Sudut pandang penceritaannya unik, out of the box.
Cerita tentang Ibu Yang Baik, salah satu favorit saya. Menceritakan tentang May, anak kecil yang memiliki ibu yang sibuk dan acuh terhadapnya. May si bungsu, jarang diperhatikan orang tuanya, dia besar sendiri, berusaha memahami dunia sendiri, tanpa menyalahkan ibunya, dan selalu menganggap bahwa semua yang ibunya lakukan adalah untuk kebaikan dirinya. May baru paham apa yang ibunya lakukan itu tidak wajar sebagai seorang Ibu ketika ia beranjak dewasa, tapi ia juga berterima kasih karena tanpa ibunya yang memperlakukannya seperti dulu, May tidak akan bisa menjadi wanita dewasa yang sekuat sekarang.
Cukup lama membaca buku ini (lebih dari dua minggu). Buku yang lebih banyak bernarasi ketimbang memberikan dialog antar tokoh. Deskripsi tentang karakternya sendiri dibiarkan tidak begitu dalam sehingga pembaca dibawa untuk lebih fokus pada isi cerita dan pesan dari buku ini.
Dari lima cerita pendek yang disuguhkan, saya paling suka cerita yang terakhir, berjudul "Ibu Yang Baik." Untuk orang yang pertama kali membaca karya Mbak Desi Anwar, saya cukup puas dengan cerita-cerita yang saya baca.
Saya merasa cerita-cerita di buku ini adalah tentang Desi Anwar itu sendiri. Buat saya, penulis adalah seorang perempuan yang hebat. Sesuai dengan judulnya, ada lima cerita yang tidak pendek dan banyak bersifat narasi. Kenapa hanya 2 bintang? Karena jujur, saya merasa perlu perjuangan untuk menyelesaikan buku ini. Dan kadang capek sendiri karena merasa ceritanya ngga selesai-selesai.
Cuma sanggup baca sampai 3 cerita. It's not engaging for me. Mungkin gue bakal lanjut baca di kemudian hari, we'll never know. Cerita tentang Delia yang paling menarik, walaupun gue masih engga ngerti kenapa tiba-tiba bahas tentang bahaya gula (walaupun gue setuju kalau gula itu salah satu zat addictive yang paling bahaya. Bapak gue salah satu yang kena dampak bahaya gula.)
Sebagian besar ceritanya memiliki bumbu-bumbu terlalu banyak yang sebenarnya tidak diperlukan. Dan selalu hingga tengah cerita belum terlihat apa yang sebenarnya akan menjadi inti cerita dan permasalahannya. Membacanya terasa seperti membaca buku harian.
Beberapa kali saya menitikan air mata membaca kisah yang ditulisa MbakDesi Anwar. Saya tahu ini hanya fiksi namun entah kenapa sangat terasa bahwa cerita ini nyata.
Setelah membaca versi bahasa Inggrisnya, aku ga bisa bener-bener baca versi bahasa Indonesianya--semua--karena udah tau ceritanya. Cuma longkap-longkap aja baca ini buat bandingin bahasanya (Inggris dan terjemahan). Walaupun aku lebih suka baca versi Inggrisnya, aku lebih suka cover versi Indonesianya. Dalem banget maknanya.
Membaca buku ini di tahun 2020 merupakan pilihan tepat bagi saya yang baru saja lulus SMA dan harus dihadapkan dengan wabah covid 19. Saat itu banyak kekecewaan, kegagalan, ketidakpastian, dan amarah yang berkecamuk dalam diri saya. Kemudian buku ini hadir memberikan perspektif kehidupan yang mungkin pernah/sedang kita alami.
Sesuai dengan judulnya, buku ini terdiri dari lima cerita yang berbeda, alias sejenis kumpulan cerpen tapi panjang HAHA. Ya pokoknya kalo dibilang cerpen kepanjangan tapi cerita2nya juga ga panjang makannya digabungin dalam 1 novel.
Dengan gaya penulisan yang jujur, buku ini bagaikan angin segar untuk saya. Mungkin bagi sebagian orang buku ini bakal terlalu berat atau bisa jadi membosankan. Namun bagi saya yang menyukai pembicaraan serius (deeptalk), banyak insight baru yang saya dapatkan darinya. Karena berisi peristiwa dan adegan yang begitu lekat dengan kehidupan kita. Buku ini berani membahas masalah-masalah yang sering dianggap 'tabu' yang mungkin dihadapi oleh kebanyakan orang saat menjadi dewasanamun membuat kita tidak pernah meny mbahas kepada siapapun. Namun dengan berani Desi Anwar mengangkatnya kedalam buku ini, itulah yang menyebabkan buku ini unik dan keren. Secara keseluruhan, saya sangat menikmati bukunya, terlebih buku ini dituliskan dengan bahasa yang indah.
Jika kalian sedang mengalami quarter life crisis atau sedang mengalami kebingungan dan pahitnya pendewasaan, bisa jadi buku ini bakalan cocok buat kalian.
Dari 5 cerita, aku cuma suka 1 1/2 di antaranya. Cerita "Ibu yang baik" adalah favoritku, cerita paling cepat aku baca, juga cukup personal buat aku. Setengahnya lagi adalah cerita dengan judul "Pedihnya pendewasaan", karena aku gak suka keseluruhan cerita tapi ada kalanya saat membaca bagian ini, aku seperti membaca diri sendiri.