"Di sebuah negeri bernama Kedhalu, hiduplah Dhaca bersama ketiga temannya: Sothap, Nyithal, dan Muwu. Mereka disebut “Empat Pengacau Kecil” karena suka membuat keributan di Kedhalu. Keempat anak itu bersekolah di Bephomany untuk melatih pughaba--olah tubuh yang bisa mendatangkan kekuatan tanpa batas. Pergi ke Bephomany adalah sesuatu yang dilakukan Dhaca dengan malas-malasan yang membuatnya empat kali tidak naik kelas. Sampai pada satu titik kesadaran ketika Dhaca mimpi didatangi Nibiru, sang pembawa kiamat dan kekacauan, yang konon muncul setiap 5013 tahun, mengancam kehidupan Kedhalu, kampung halaman Dhaca. Dhaca tahu, kehancuran Kedhalu akan segera tiba. Ramalan kedatangan Nibiru hampir terpenuhi. Meski tampak mustahil, Dhaca dan kawan-kawan bersiap untuk melawannya! Tak ada lagi kata malas-malasan"
Tasaro (akronim dari namanya, Taufik Saptoto Rohadi, belakangan menambahkan "GK", singkatan dari Gunung Kidul, pada pen-name nya) adalah lulusan jurusan Jurnalistik PPKP UNY, Yogyakarta, berkarier sebagai wartawan Jawa Pos Grup selama lima tahun (2000-2003 di Radar Bogor, 2003-2005 di Radar Bandung). Memutuskan berhenti menjadi wartawan setelah menempati posisi redaktur pelaksana di harian Radar Bandung dan memulai karier sebagai penulis sekaligus editor. Sebagai penyunting naskah, kini Tasaro memegang amanat kepala editor di Salamadani Publishing. Sedangkan sebagai penulis, Tasaro telah menerbitkan buku, dua di antaranya memeroleh penghargaan Adikarya Ikapi dan kategori novel terbaik; Di Serambi Mekkah (2006) dan O, Achilles (2007). Beberapa karya lain yang menjadi yang terbaik tingkat nasional antara lain: Wandu; novel terbaik FLP Award 2005, Mad Man Show; juara cerbung Femina 2006, Bubat (juara skenario Direktorat Film 2006), Kontes Kecantikan, Legalisasi Kemunafikan (penghargaan Menpora 2009), dan Galaksi Kinanthi (Karya Terpuji Anugerah Pena 2009). Cita-cita terbesarnya adalah menghabiskan waktu di rumah; menimang anak dan terus menulis buku.
Konstelasi Tata Surya dalam Nibiru dan Kesatria Atlantis
Seperti terdampar di sebuah peradaban berteknologi tinggi dengan dimensi yang sangat berbeda. Sebuah masa belasan ribu tahun Sebelum Masehi di mana tak ada mesin-mesin diesel, listrik, internet, facebook, atau twitter namun manusia sanggup melayang di udara, memindahkah benda-benda dengan kekuatan pikiran, bahkan bisa menghilang lalu muncul di tempat yang ia inginkan. Jika saya dikirim ke sana sebagai seorang prajurit dan dibekali dengan senjata tercanggih dari era milenium sekalipun, saya tak yakin akan sanggup mengalahkan mereka.
Itulah kesan pertama saya ketika membaca novel terbaru Tasaro GK berjudul Nibiru dan Kesatria Atlantis. Buku setebal 690 halaman itu memaparkan sebuah bentuk kecanggihan teknologi yang sama sekali tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Tokoh utamanya bernama Dhaca Suli yang tinggal di sebuah pulau bernama Kedhalu. Seperti semua manusia yang tinggal di pulau tersebut, Dhaca memiliki kemampuan yang disebut pugabha: tradisi olah tubuh yang bisa mendatangkan kekuatan tanpa batas. Ada 8 jenis pugabha yaitu pugabha nyegay, pesam, sutha, nyinaw, wanyis, kiyrany, bhelsuny, dan pugabha nyamal. Penjelasan masing-masing pugabha bisa ditemukan di bagian akhir dari novel yang direncanakan akan terbit sebanyak 5 seri ini.
Hal pertama dari novel ini yang menurut saya sangat menarik adalah pemilihan nama tokoh dan tempat beserta kata-kata asing yang lumayan susah disebutkan. Terbaca seperti bahasa Sansekerta yang dikombinasikan dengan bahasa Jawa (padahal saya sama sekali tidak mengerti bahasa Sansekerta dan hanya sedikit paham bahasa Jawa, :D). Belakangan saya baru tahu bahwa kata-kata aneh yang disebut sebagai bahasa Kedhalu tersebut merupakan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang dimodifikasi melalui rumus tertentu. Sebenarnya bukan hal baru dalam dunia novel, tapi tetap saja merupakan sesuatu yang sangat menarik bagi saya.
Masuk ke Bab II, Persekutuan Raja-Raja, saya langsung terkesima dengan kisah Raja-Raja di bawah pimpinan Maharaja Solux. Lagi-lagi saya terkesan dengan pemilihan nama Raja-raja tersebut: Plugos, Meror, Marte, Tergog, Vernet, Netzi, Ur, Nibiru, Saternatez, dan Giovreb. Melihat konfigurasinya, saya langsung terasosiasi dengan konstelasi planet dalam Tata Surya. Maharaja Solux (saya duga kuat diturunkan dari kata solar = matahari), lalu ada Plugos yang pasti adalah modifikasi untuk Pluto, Ur untuk Uranus, dan Saternatez untuk Saturnus. Tapi kenapa ada 10 planet? Harusnya cuma ada 9 seperti yang diajarkan ketika saya masih SD. Sejenak saya berhenti membaca. Ah, kuncinya ternyata ada pada Nibiru yang kebetulan sekali tidak dimodifikasi menjadi nama lain. Nibiru, tentu saja mengacu kepada planet Nibiru, yang konon kabarnya adalah ‘kembaran’ planet Bumi yang setiap 5.013 tahun sekali akan datang ‘menjenguk’ saudara kembarnya (Tepok jidat waktu balik lagi membaca halaman yang sama karena ternyata sudah disebutkan di situ). Lalu, mengapa harus Raja Giovreb yang terkuat?* Saya mencoba mencari planet-planet lain, khususnya planet Bumi dalam nama raja-raja itu, namun tak berhasil.**
Lanjut membaca, saya dikenalkan dengan seorang tokoh bernama Lunez Muya (Apaaaa? Luna Maya?). Saya tersenyum. Awalnya saya menyayangkan pemilihan nama ini yang dikisahkan adalah seorang perempuan yang merupakan pendamping setia Raja Tergog, raja paling dibenci oleh Nibiru. Namun, setelah menyebutkan nama itu berkali-kali, saya berteriak kegirangan dalam hati. Satu planet lagi berhasil saya temukan. Lunez tentu adalah derivasi dari Lunar = bulan, satelit yang dengan setia mengorbit planet Bumi. Jadi, raja Tergog tentunya adalah planet Bumi. Dan, bukankah dikabarkan bahwa kedatangan Nibiru kelak adalah kiamat bagi bumi? Tentu tak heran jika Nibiru begitu membenci Bumi. Raja Tergog semakin terkonfirmasi sebagai planet Bumi. Di bagian lain ada senjata bernama cincin Saternatez yang tentunya mengacu kepada cincin yang melingkari planet Saturnus. Sayang, satelit-satelit dari planet-planet lain – juga Nemesis, yang konon adalah ‘kembaran’ matahari – tidak tersebut dalam novel ini (atau mungkin di seri selanjutnya?).
Buat saya, ini adalah sebuah ide yang sangat luar biasa; Tata Surya – yang dikombinasi dengan ide tentang Atlantis – dipersonifikasi menjadi Persekutan Raja-Raja dengan konflik dan detail yang tidak sembarangan diada-adakan. Pemilihan siapa menjadi siapa, hubungannya seperti apa, juga kejutan-kejutan di bagian-bagian akhir tidak ‘asal bikin’. Selalu ada penjelasan yang membuat saya manggut-manggut sambil ber-‘oooh gitu’. Saya jadi membayangkan bagaimana serunya jika novel ini difilmkan. Tentu tak akan kalah dengan serial Harry Potter atau Narnia (asal digarap dengan matang dan dikerjakan oleh para ahli film yang tidak ecek-ecek). Harapan saya – dan tentu harapan penikmat Nibiru di Indonesia, juga penulisnya sendiri – novel ini segera diterjemahkan ke bahasa Inggris, diterbitkan di Amerika, tampil di Oprah Winfrey Show, lalu difilmkan di Hollywood.
Setelah tamat membaca Nibiru seri pertama ini, saya spontan membandingkannya dengan 2 novel Tasaro GK sebelumnya: Galaksi Kinanthi (Salamadani, Januari 2009) dan Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan (Bentang Pustaka, Maret 2010). Di Galaksi Kinanthi dan Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan bertaburan kalimat-kalimat indah dengan metafora khas Tasaro GK, namun saya kesulitan menemukannya di Nibiru dan Kesatria Atlantis. Ciri khas Tasaro tetap menonjol, namun bagi yang memulai menikmati karya-karya Tasaro dengan terlebih dahulu membaca Nibiru dan Kesatria Atlantis, barangkali akan sedikit terkejut ketika membaca Galaksi Kinanthi dan Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan. Buat saya, ini adalah keluarbiasaan Tasaro GK yang lain. Mungkin akan sedikit aneh jika kalimat-kalimat romantis Ajuj buat Kinanthi dalam Galaksi Kinanthi atau Kashva kepada Astu dalam Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan diucapkan pula oleh Dhaca Suli ketika berbicara dengan Siraradi Luminya.
Saya tak habis pikir, bagaimana 3 karya besar dengan genre yang sangat berlainan satu sama lain lahir dari tangan satu orang dalam kurun waktu yang relatif singkat; Galaksi Kinanthi yang romantis, Muhammad, Lelaki Penggenggam Hujan yang religius, dan Nibiru yang penuh fantasi. Ketiganya – buat saya – adalah salah tiga dari novel-novel terbaik yang pernah lahir di negeri ini. Saya tak ragu lagi menobatkan Tasaro GK sebagai salah satu penulis fiksi terbaik di Indonesia saat ini (boleh dong pake standar pribadi, :-P). Saya pun jadi curiga, Sothap Bhepami, ‘reinkarnasi’ Raja Saternatez yang memiliki kemampuan menciptakan 8 jenis pugabha adalah Tasaro GK versi Nibiru. Apalagi, jika kelak ia bisa menghasilkan kumpulan cerpen yang tak kalah bagusnya dengan ketiga novel tadi (Mana? Manaa? Manaaa?).
Namun, saya sedikit ‘terganggu’ dengan lampiran peta di lembar terakhir buku ini. Mohon informasi sekaligus koreksi bila saya salah, namun saya tidak cukup yakin jika kondisi bumi pada masa sekitar 15.000 tahun lalu seperti yang ada pada peta tersebut, khususnya pada bagian seputaran Indonesia. Menurut peta tersebut (tahun 26.954 Kalender Raja-Raja atau tahun 13.359 SM), wilayah Papua masih menyatu dengan benua Australia dan Jawa, Sumatera, beserta Kalimantan masih menyatu dengan benua Asia. Sementara – lagi-lagi, correct me if I’m wrong – masa sekitar 15.000 tahun lalu adalah zaman es terakhir (20.000-10.000 tahun lalu) dalam kala pleistosen (1.8 juta-11.500 tahun lalu) di mana daratan-daratan yang kini dikenali sebagai gugusan pulau yang menyusun Indonesia sudah terbentuk. Jika peradaban Kedhalu mengacu kepada kurun waktu ketika Papua masih menyatu dengan Australia maka barangkali Dhaca Suli seharusnya hidup di masa yang lebih tua dari itu. Nama petanya pun menurut saya lebih tepat disebut Peta Bumi daripada Peta Dunia karena menyangkut ‘hal fisik’.
Juga, ada detail kurang penting di dua kata terakhir halaman pertama yang menurut saya kurang pas. Mengacu kepada lampiran peta di halaman belakang, Kedhalu berposisi di sekitar pulau Sumatera sekarang. Jika posisi garis khatulistiwa pada masa itu masih sama dengan posisi sekarang, maka tentu di Kedhalu tak akan pernah ada musim semi. Dan, yang paling mencuri rasa penasaran saya adalah sosok Kesatria Atlantis. Jika yang dimaksud adalah Dhaca Suli, maka sepertinya kurang pas. Dikisahkan bahwa Dhaca Suli adalah Raja Nibiru yang bangkit kembali sementara menurut data dari kitab Persekutuan Raja-Raja, Nibiru bertakhta di Kerajaan Pusat Bumi. Atlantis yang oleh orang Kedhalu disebut sebagai Nyathemaythibh adalah kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Raja Tergog yang sayang sekali sangat sedikit dibahas dalam buku ini. Sepertinya saya harus membaca lagi bagian-bagian terakhir dengan lebih teliti. Terlepas dari ‘gangguan-gangguan’ tersebut, Nibiru dan Kesatria Atlantis, bagi saya, adalah sebuah pencapaian Tasaro GK yang luar biasa. Tentu tak mudah lepas dari bayang-bayang keperkasaan J.K. Rowling dengan Harry Potter-nya, namun saya setuju dengan entah siapa yang mengatakan jika tak ada ide yang 100 % original di bumi ini. Dan rasanya, mimpi Tasaro untuk menghasilkan karya yang ‘masuk’ ke semua golongan usia, mulai terwujud melalui Nibiru dan Kesatria Atlantis ini. Tidak terlalu ‘berat’ untuk anak-anak, sekaligus tidak terlalu ‘ringan’ untuk pembaca dewasa (menurut gue). Amin.
*Mengapa Raja Giovreb yang terkuat? Barangkali karena Jupiter adalah planet terbesar dalam Tata Surya. **Daftar lengkap nama-nama planet dalam Persekutuan Raja-Raja yang saya pecahkan setelah berkali-kali memelototi naskah Nibiru dan Kesatria Atlantis: Merkurius (Meror), Venus (Vernet), Bumi (Tergog), Mars (Marte), Jupiter (Giovreb), Saturnus (Saternatez), Uranus (Ur), Neptunus (Netzi), dan Pluto (Plugos). Semoga tidak ada yang tertukar!
Sebelum ini karya Tasaro yang saia baca cuma Pitaloka dan Samita. Dua-duanya minjem pula. (His works are quite okay, but cannot say that I am a fan.)
Baru Nibiru ini yang beli, karena hype yang kayaknya gede.
Sekilas baca Nibiru kira2 10 halaman...
Hmmm...
Kayaknya asikan Samita dan Pitaloka deh. ~_~ Di Nibiru ini entah kenapa cara berceritanya lain banget dari dua sebelumnya. Kalimatnya berbelit binti belibet. Terlalu banyak sentence fragment dan penggunaan kata yang redundan. Penggambarannya ga lugas, dan aliran ceritanya patah-patah. Beda banget sama Samita dan Pitaloka yang lancar.
Pendapat masih bisa berubah sih. Ntar biar kubaca lebih banyak dulu.
***Editan1***
Baca ini sambil nyambi Iron King-nya Julie Kagawa. Jadi kalau kesendat-sendat, ya dimaklumi. Maklumlah Godaan Iron King besar banget.
Heh.
Baidewei... Itu Rukun Iman ga salah apa ya dipasangkan sama Keris Merak? Oh well... kebebasan penulislah. Gotta Stay Open Minded.
***Editan2***
Muya kalau diterjemahkan pakai bahasa Kedhalu adalah... LUNA. ENG ING ENG. I TOLD YOU SO OM.
Berikut adalah transkrip sandi Kedhalu.
H N C R K D T S W L P Dh J Y Ny M G Bh Th Ng
Ny Y J Dh P Ng Th Bh G M K R C N H L W S T D
Bhemalath Leyjosa.
***Editan3***
Baru ada waktu untuk menulis repiu tentang buku ini. Padahal udah selesai baca dari bulan laloe.
Aku ga bisa mengenyahkan pikran kalau Nibiru ini adalah Harry Potter 1-6 yang dipadatkan jadi 1 buku. Aku seperti membaca bab-bab dari keenam buku karya besar Tante JKR itu, dipotong-potong dari buku aslinya, dipadatkan, di mix-n-match, dan disambungkan jadi kolase yang dikemas dalam 'lokalitas' (iya, pake tanda kutip, tar kujelaskan,) dan gaya berbahasa Om Tasaro.
Apa ini tuduhan plagiat? Ya nggaklah. Cuma mau bertanya, mengapa inspirasi yang ditarik dari Tante JKR ini nggak lebih subtil? Maksudnya, jangan kentara banget dunk.
Pas bab-bab awal misalnya, Om Tasaro bisa membayangkan tatanan sosial Kedhalu yang lumayan mengagumkan. Kerasa kalau tatanan itu didasarkan pada kehidupan pedesaan nusantara, yang sangat, sangat menarik.
Tapi begitu mulai masuk bagian yang menjelaskan soal Bhepomany ('Sekolah' dalam Bahasa Kedhalu).... aaaaaaaarrrgh!
*facepalm*
Mengapa oh mengapa Om Tasaro? Pas aku dah tenggelam menikmati suasana pedesaan Nusantara, mengapa harus kau copas Sekolah Agan Potter disini? Kan jadi ga cucok dengan suasana nusantaranya.
Memang disebut sama pengarang kalau Bhepomany itu mirip semacam padepokan, dan murid diajak naik turun gunung, dll dsb untuk belajar. I'm all for it. I love Padepokan Silat. Tapi tiap kali ada penggambaran belajar di sekolah ini... selalu saja pelajaran itu terjadi di dalam kelas.
Plus ada ujian yang asli mirip ujian OWL. Hiks...
Halaman 195 juga disebutkan kalau ada Mantra ala Harpot buat mengendalikan api, air, angin. Tapi... ini ada tapinya, yang akan kubahas bersambung beberapa paragraf lagi.
Aku bukan anti meminjam unsur asing. Seneng malah. Tapi meminjam dari karya yang sangat terkenal tentu beresiko. Pertama, kalau kelihatan itu karya minjem terang-terangan, ada bagian dari diriku yang susah dipaksa menerima. Kedua, kalau suasananya ga disesuaikan, tambah susahlah aku menerima. Ibarat nambal batik prada pake wol. Kalau ga ada seninya, tambalan itu bakal kelihatan ngeganggu.
Aku yakin bukan aku sendiri yang merasakan hal ini.
Selain harpot aku juga mencium wangi-wangi Avatar : The Last Airbender nih. Dhaca kok mirip Aang ya? Lengkap dengan kesaktian awal berupa unsur angin dan gaya-gaya berantem yang Airbender banget.
Lucunya, seperti sudah kusebut di atas, untuk ngendaliin api angin air dll dsb itu katanya harus pakai mantra. (hal 195). Tapi tiap kali ada yang berantem di buku, NGGAK SATU KALI PUN ada orang yang make mantra! Mereka ngendaliin kekuatan bener-bener pake gerakan doang. Atau kadang malah ga pake gerakan apa-apa. Tau-tau kekuatannya keluar aja.
Ga konsisten ah. ~_~
*double facepalm*
Lewat Bab 10, suasana 'lokal' itu makin berkurang. Malah suasana The Last Airbender yang makin kuat. Jadilah aku ngebayangin klo setting Kedhalu itu mirip Cina/Jepang kuno. Pethunya itu adalah Fire Lord Ozai. Waribh Bhemamu adalah Azula versi baik/Zuko versi cewek. Sungap Kebhudhuny adalah Iroh. Siraradi Luminya jadi Katara. Madhi Kawi jadi Sokka, terutama pas Laga Terakhir.
Dan... mmmmh... Yawa Radhath/Yawa Mayuth = Appa?
Yang itu maksa kali ya, wkwkwkwk.
Kalau bukan karena ilustrasi tentara Nyathemaytibh yang digambarkan berhelm wayang, aku bakalan nyangka kalau aku lagi baca fanfic/script/adaptasi The Last Airbender season sekian.
*headdesk*
Unsur lokal yang konsisten cuma satu, yaitu bahasa Kedhalu yang dibuat dari hanacaraka dibolak-balik seperti yang kusandikan di atas. Ini keren, tapi bukannya ga bermasalah.
Kalau bahasa walikan di Jogja, mereka tetap bicara pake bahasa Jawa, tapi hurufnya ditukar. Jadi bunyinya masih enak.
Kalau bahasa Kedhalu ini, mereka bicara pakai bahasa Indonesia yang dipaksakan ditulis dengan huruf hanacaraka. Jadinya ada banyak kata yang penempatan vokal dan konsonannya trkesan ga enak. Apalagi kalau kata-katanya panjang.
Sagany, Nyithal, masih enak disuarakan walau aneh dilihat. Bhepomany mulai ga enak dibaca. Paling mengganggu mataku adalah Keyngingip, Kebhudhuny, Ledheduth, dan Nyathemaythibh.
Tapi ada juga yang enak. Dhaca, Wamap, Suli, Lemathi, Siraradi, Luminya. Ini enak dilihat dan enak disuarakan.
Garispantat (bottomline, kamsudnya; saia lagi mau sok lokal niy,) aku sebetulnya gumbira ngelihat pengarang berusaha memasukkan unsur lokal. Sayangnya suasana 'lokal' ini terasa seperti kulit yang terlalu tipis. Begitu plotnya mulai 'panas', rontoklah kulit itu. Jadi kelihatan kalau jalan cerita, penokohan, serta sistem maupun pertarungan pugabha ini membawa suasana "karya-karya lain" yang terlalu kental.
Sedikit catatan soal pedhib mata merak yang katanya melambangkan Sang Nyammany... (disandikan sendiri deh), apa pengarang tahu soal ini saat meparalelkan Nyammany dan merak?
Mungkin ngga kli ya. Aku juga cuma kebetulan tahu, dan karena itu ngerasa aneh pada saat baca. Tapi itu bagian dari kreativitas. Pun karena merak digambarkan sebagai sesuatu yang baik di Indonesia, kurasa pengarang menciptakan pedhib mata merak tidak dengan niatan yang terlalu nyeleneh.
Kadang aku juga memerhatikan kalau alasan untuk menggulirkan plot Nibiru ini rada maksa. Paling maksa misalnya, gimana Thalkay sampai dipanggil sama penguasa Kedhalu hanya karena dia diduga (baru diduga lho!) mengajarkan pugabha pada Dhaca. Lho?
Rupanya ada undang-undang Kedhalu yang melarang pengajaran pugabha di luar Bhepomany. Yang berarti ortu sekalipun ga boleh ngajar anaknya. Alasannya? "Karena itu akan mengacaukan pemahaman anak."
Mmmh. GaJeBo. Ga Jelas Bo.
Dan hukuman untuk pelanggaran dengan alasan seabstrak itu, yang ga jelas akan mengakibatkan kerugian apa dan merugikan siapa, adalah bahwa orang tua ybs akan ditendang dari segala kedudukan dan jabatannya dan dicap buronan. Wha?
Bay bay bay bay bay bay~ panggil aku si Lebay~ >_<
Apalagi, coba simak di halaman 207, dari percakapan Dhaca dengan guru Gacany,
"Kau memang dilatih dengan baik oleh Tuan Luminya!"
Juga ucapan Pethunya halaman 167,
"belajar pugabha dengan Teknik Utara!"
Dari dua potong dialog ini ada indikasi kalau pengarang sebetulnya nggak merencanakan kalau belajar pugabha di rumah itu ilegal. Kalau itu ilegal, Guru Gacany harusnya kaget. ("Jangan-jangan kau diajari pugabha oleh Luminya?") Pun Pethunya nggak akan pernah 'menyentil' Dhaca untuk "belajar dengan teknik Utara", yang jelas melanggar hukum.
Garispantat: Undang-undang Kedhalu = alat untuk ujug-ujug memajukan plot.
*facekeyboard*
Dan soal laga terakhir Bhepomany... eh.
Ini Triwizard Tournament bergaya The Last Airbender. Beneran ga suka sama ulah Dhaca di sini, yang kesannya nyadar banget dia tokoh utama. Plus teman-temannya bisa power up ke tingkat pugabha tertinggi kalau plot mengharuskan mereka untuk menang.
"Pada tingkat tertinggi, pugabha x mampu menciptakan dunia tanpa x!"
"Pada tingkat tertinggi, pugabha x mampu melenyapkan x!"
Ganti x dengan nama pugabha dan halangan apapun yang perlu dienyahkan utnuk memajukan plot. You get the basic idea.
Di bagian akhir juga terdapat banyak kejutan. Si ini ternyata ini! Si itu teryata begitu! Wow! Ada beberapa kejutan yang bagus. Beberapa lain yang kurang menggigit, beberapa yang lain maksa, dan ada satu yang bikin ngakak.
Spoiler alert.
Panglima Tentara Atlantis bertarung dengan baju perang serba pink? Lengkap dengan lipstick pink?
Gyahahahahahahahahahaha.... XD XD XD XD XD
*ROFLMAO*
Garispantat ketiga, masalah-masalah di atas membuatku sedikit kurang rela ngasih tiga bintang, kalau bukan karena usaha pengarang memberi kulit lokal yang cukup berhasil di bab-bab awal.
Penggemar dunia antariksa pasti tidak asing dengan nama Nibiru. Sebuah planet hipotetis yang diperkenalkan Zecharia Sitchin. Dulu, sebelum Bumi terbentuk, ada sebuah planet bernama Tiamat yang berada di antara Mars dan Jupiter. Ketika Nibiru memasuki orbit Tiamat, terjadi tabrakan yang menghasilkan pecahan-pecahan. Salah satunya adalah Bumi. Masuk ke ranah fiksi ilmiah, penghuni Nibiru diceritakan adalah bangsa Annunaki, yang merekayasa primata di Bumi untuk menjadi budak. Manusia dibiarkan memerintah Bumi sampai ras Annunaki datang kembali. Dengan kata lain, kiamat bagi Bumi tercinta ini.
Menurut penuturan Tasaro, ide tulisan tentang Nibiru sudah mulai dia garap sejak tahun 2008 namun belum ada penerbit yang tertarik. Karena heboh film 2012 sudah muncul lebih dulu, Tasaro pun memodifikasi kisahnya, Nibiru dijadikan makhluk digdaya yang bermaksud menguasai dunia, sementara Annunaki menjadi pelayan setianya.
Alam semesta yang dibuat Tasaro untuk negeri Kedhalu sangat rapi dan menarik. Ada wilayah Utara dan Selatan yang bermusuhan, Utara dengan kekuatan super yang disebut pugabha, Selatan dengan kekuatan fisik dan kesederhanaan yang kontras dengan gemerlap dan kemewahan orang Utara. Selatan sendiri dibagi lagi menjadi wilayah Munyadh yang 'toleran' dengan Utara, Tedhany yang tidak mau berurusan dengan Utara, dan Sagany yang hidup terisolasi dalam kegelapan. Semua diceritakan sebab-musababnya sehingga konsisten dari awal sampai akhir.
Membaca Nibiru yang tebalnya 692 halaman ini (menjura untuk Tasaro), saya terus terang kecele beberapa kali. Pertama, saya sempat cemas dengan nama-nama tokoh dan delapan pugabha yang sulit dihafal (oleh saya). Tapi lama-kelamaan asyik juga mencoba mengingat-ingat pugabha ini artinya apa, pugabha itu artinya apa. Tasaro sendiri mengatakan bahasa 'asing' yang dia gunakan dalam buku ini adalah hasil utak-atiknya sendiri, semacam merek dagadu yang merupakan hasil utak-atik dari matamu. Mungkin menarik juga kalau disertakan kamus bahasa Kedhalu untuk mendampingi buku ini.
Kedua, saya sempat heran mengapa Nibiru yang tokoh antagonis malah menjadi judul besar. Atlantis pun tidak juga saya temukan setelah membaca lebih dari setengah buku. Namun di akhir buku semua terjawab, dan saya pun tidak jadi protes. Masih sih sedikit, karena Atlantis nampaknya baru akan dikupas habis di buku kedua, sementara buku pertama berpusat di Kedhalu. Mudah-mudahan untuk poin ini saya tidak salah tangkap. Jadi Kesatria Atlantis itu siapa ya sebenarnya?
Ketiga, saya merasa tidak terlalu suka dengan tokoh utama Dhaca Suli. Menurut saya dia terlalu emosian dan mau menang sendiri. Kasar pula kadang-kadang. Saya malah suka teman-teman 'pendampingnya' yaitu Sothap yang cerdas serta halus perangainya dan Muwu yang suka telmi. Namun lagi-lagi saya mendapatkan jawabannya setelah takdir mereka masing-masing terungkap. Kembali protes tadi saya telan lagi, meski tetap berharap semoga di buku kedua Dhaca semakin mengundang simpati.
Lalu apa yang saya dapat? Sebuah jalinan cerita yang enak dibaca berkat kelihaian Tasaro mengolah kata. Sebuah petualangan yang seru, ketika empat sekawan Dhaca, Sothap, Nyithal, dan Muwu yang sebelumnya dipandang sebelah mata tiba-tiba terseret putaran konflik karena ancaman kedatangan Nibiru ternyata sekaligus mengungkap jati diri mereka yang sebenarnya. Kejutan-kejutan yang cukup mengagetkan, yang membuat kisah ini meliuk-liuk, tidak lurus dan datar. Walaupun saya tetap beranggapan ada kejutan yang terkesan maksa dan untuk yang satu itu saya tetap protes :D Tidak bisa disebutkan di sini tentu saja, karena bakal spoiler kelas berat.
Mengenai kemiripan Nibiru dengan kisah ini dan itu, saya suka jawaban Tasaro yang mengatakan bahwa, "Akan amat susah sebuah karya fantasi muncul tanpa dikait-kaitkan dengan para pendahulunya, seperti Lord of The Ring, Narnia, Harry Potter, Avatar, dan lain-lain. Para pendahulu kisah fantasi itu ikut menginspirasi Nibiru."
Last but not least, semangat besar yang mendasari pembuatan buku ini sangat layak diacungi jempol. Semangat untuk mengajak pembaca menyusuri jejak sejarah Indonesia purba, mengapresiasi kekayaan Nusantara yang kabarnya adalah Atlantis yang hilang. Semangat untuk menanamkan nilai-nilai luhur dalam perjuangan hidup dan persahabatan, serta semangat untuk menghadirkan karya anak bangsa yang tidak kalah dari bangsa lain. Walaupun mungkin tidak semua pembaca akan 'ngeh' dan hanya peduli pada seru-tidaknya petualangan yang ditawarkan buku ini, tapi ide mengembangkan Nibiru menjadi games dan (mungkin) film adalah langkah awal yang tepat.
Maka, saya menunggu kejutan-kejutan berikutnya dari sang Kesatria Atlantis. Semoga di buku-buku selanjutnya kisah Nibiru akan lebih menawan lagi.
Jika Dee melakukan terjun bebas dengan menulis cerita sinetron berjudul Perahu Kertas, maka Tasaro langsung nyungsep dengan menulis buku fantasi ini.
Kedua penulis ini membuat saya akan bertapa tujuh hari tujuh malam untuk mencari pencerahan dalam memutuskan apakah akan membeli buku mereka lagi seandainya buku mereka akan diterbitkan lagi di masa mendatang.
PS: Jika uang tabungan kamu belum mencukupi untuk membeli box-set hardcover lengkap serial Harry Potter yang mahal itu, kamu akan bersorak. Meski harga buku ini bisa dibilang gak murah juga, tapi harganya yg sama dg satu buku Harpot bakal bikin kamu girang: seluruh cerita Harpot jilid 1-7 dirangkum dalam satu buku. Kamu juga bakal dapat bonus cerita Avatar: the Legend of Aang, kisah dunia persilatan ala Tutur Tinular plus cerita konspirasi Protocol Zion dan Freemason menguasai dunia. Heuheu, yg terakhir bo'ong deng. Maksudnya, teori konspirasi yg menyatakan Nibiru (atau kota-hilang Atlantis) ternyata ada di Indonesia. Meh.
Campur aduk seperti ini mungkin terdengar kreatif. Tapi gak ada bedanya juga dg "tong sampah"
Aku suka dengan konflik cerita, di bagian awal aku sangat antusias sekali mengikuti kisah dalam buku, dimana setiap bab nya seperti meninggalkan teka-teki baru bagi saya. Selalu saja dibikin penasaran sama kelanjutannya.
Karakter dalam buku pun, terasa kuat. Karakter2 utama yang semuanya memiliki andil dalam cerita. Membuat cerita dalam buku ini terasa hidup. Chemistry antar tokoh juga dibangun dengan sangat baik. Jadi baca cerita ini tuh ngalir aja gitu.
Keunikan dari buku ini adalah bahasanya yang mirip2 bahasa thailand, nama2 tokoh dan tempat dalam buku ini kadang sulit banget dibacanya, cara hormatnya mirip sama org india jaman dulu, terus kaya orang china juga karena beberapa kali tokoh mengucapkan kata "haiyah". itu unik, dan membikin cerita lebih menarik.
Saat memasuki pertengahan halaman rasa bosan mulai menyelimuti, ditambah ada bagian carita yang ditulis sampai beberapa bab, padahal kejadiannya gak sampai 1 hari. Entah kenapa saya di situ merasa agak bosan. Padahal penulis sudah mensiasati plot nya, dengan menceritakan 2 kejadian berbeda.
Sebenarnya kalau ditanya soal peperangan, buku ini banyak banget berantem2nya. Maka dari itu, aku cukup merekomendasikan fantasi lokal ini. Worldbuildingnya pun terbentuk dengan baik.
Kisah mengenai Nibiru sudah dikenal penduduk Pulau Kedhalu sejak dahulu. Kisah itu sering menjadi bahan pembicaraan Empat Keparat Kecil, Dhaca Suli yang mampu menundukkan angin, Sothap Bhepami si badan sekebal baja, Nyithal Sadeth bertenaga besar, serta Muwu Thedmamu yang menguasai air serta mampu menghilang. Empat sahabat dari Pulau Kedhalu bagian selatan.
Pulau Kedhalu merupakan sebuah pulau yang unik. Keistimewaan Pulau Kedhalu adalah selubung gaib yang meolak serangan dari luar dan menawan setiap warga untuk keluar serta tradisi olah tubuh penduduknya yang mampu mendatangkan kekuatan tanpa batas. Kemampuan itu disebut Pugabha, berarti kuasa. Dengan berlatih secara disiplin serta ketat dalam waktu yang lama, Pugabha seseorang bisa meningkat menjadi kekuatan luar biasa, bisa dimanfaatkan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain atau untuk menyerang!
Ada 8 macam Pugabha, namun umumnya setiap orang hanya menguasai satu jenis saja. Sangat sedikit orang Kedahlu yang memiliki pengetahuan mengenai kehidupan di luar pulau.Secara turun temurun mereka dilatih untuk berpuas diri terhadap kehidupan yang dimilikinya. Pembagian Pulau Kedhalu juga dijabarkan dengan terinci namun tidak membosankan.
Wilayah pulau ini terbagi dalam 2 bagian besar yaitu wilayah Utara dan Selatan. Walau hidup berdampingan, namun sebenarnya penduduk kedua wilayah itu saling bermusuhan. Memang permusuhan tidak diperlihatkan secara nyata dalam ajang aduk fisik, tapi terlihat dari sikap yang diperlihatkan serta sindiran dan ejekan yang terlontar.
Kedua bagian pulau hidup layaknya saudara kembar beda nasib. Penduduk wilayah Utara hidup dengan gemerlap dan kemewahan. Jika ada yang mampu memliki 2 atau lebih Pugabha, bisa dipastikan pastilah ia orang Kedhalu Utara. Sangat kontras dengan penduduk selatan yang mengandalkan kekuatan fisik dan kesederhanaan. Selatan sendiri dibagi lagi menjadi wilayah Munyadh yang 'toleran' dengan Utara, Tedhany yang tidak mau berurusan dengan Utara, dan Sagany yang hidup terisolasi dalam kegelapan.
Warga pulau sangat mengenal kisah mengenai Nibiru sejak dahulu . Jika Nibiru muncil, semua peradaban akan hancur. Kisah itu sering menjadi bahan pembicaraan Empat Keparat Kecil, Dhaca Suli yang mamapu menundukkan angin, Sothap Bhepami si badan sekebal baja, Nyithal Sadeth bertenaga besar, serta Muwu Thedmamu yang menguasai air serta mampu menghilang. Empat sahabat dari Pulau Kedhalu bagian selatan.
Selama ini kisah Nibiru hanya digunakan untuk menakut-nakuti anak-anak. Tak ada yang menyadari jika hitungan tahunnya segera tiba! Setiap 5.013 tahun akan terjadi kebangkitan Nibiru. Kebangkitan Nibiru justru baru disadari sejak terjadi serentetan peristiwa yang menimpa Dhaca Suli. Mulai darii diserang makhluk aneh, penculikan ayahnya serta mimpi-mimpi aneh yang selalu menghantui dirinya.
Sejak saat itu dan selama sekian tahun ke depan, kita akan diajak mengikuti sepak terjang Dhaca, Sothap, Nyithal dan Muwu melindungi bumi dari kehancuran ^_^
-------------------------------------------------------------------------------------- Ribuan tahun sebelum Avatar pertama lahir, Pulau Kedhalu yang terpencil telah dihuni oleh orang-orang yang memiliki kekuatan super zaman purbakala, bernama Pughaba
Kalimat di atas merupakan salah satu daya tarik yang membuat saya memasukkan buku ini dalam tas belanja. Tentunya disamping nama besar penulis serta embel-embel diskon 30%.
Siapa yang tak mengenal Tasaro, namanya di kancah perbukuan tak bisa dipandang sebelah mata. Tasaro sebenarnya akronim dari nama pemberian orang tua penulis produktif ini, TAufik SAptoto ROhadi. Belakangan ini ada bonus "GK" dibelakang namanya. GK merupakan singkatan dari Gunung Kidul.
Sejak bertemu dalam medan laga dengan Samitha, menyelusuri romantis kisah Galaksi Kinanthi (yang mendadak membuatku menjadi melo) serta mendapat siraman rohani pada Muhammad: Lelaki Penggenggam Hujan, nyaris tak sabar menunggu kiprah selanjutnya.
Di mataku, penulis yang satu ini bisa dianggap penuli serba bisa. Tengok saja 3 judul buku diatas, genrenya berbeda-beda. Belakangan Tasaro juga sudah merambah rana fantasi dengan meluncurkan Nibiru. Setiap buku mengusung unsur TASARO tanpa memandang genrenya. Aku terbuai dalam kisah cinta abadi ala Tasaro dalam Galaksi Kinanthi, menjadi pendekar tanggung yang selalu membela kebenaran ala Tasaro dalam Samitha dan memulai misi panjang menyelamatkan dunia ala Tasaro bersama Dacha kawan-kawan
Secara keseluruhan ceritanya menarik. Buku ini tidak hanya menyajikan kisah fantasi namun juga meramu banyak kisah. Ada kisah romantis antara Lemathi dan Thalkay yang sungguh mengharu biru. Memberikan pengajaran agar kita selalu setia dan menerima pasangan kita apa adanya. Ada sempilan pelajaran sejarah dan pengetahuan kesehatan yang disajikan dengan apik. Tentunya kisah petualangan dan jelajah alam fantasi yang mendominasi buku ini. Ada juga pelaran astronomi yang menjadi dasar kisah Nibiru. Dalam dunia astronomi, kehancuran bumi disebabkan adanya Nibiru
Tokoh utama Dhaca sempat membuat kedua alis saya bertemu. Kesan awal yang ditampilkan sungguh mengenaskan. Dhaka digambarkan merupakan sosok anak yang bengal, malas belajar, bertingkah seenaknya, egois, sok jagoan serta keras kepala. Namun seiring dengan waktu dan peristiwa yang dialaminya, tokoh Dhaka mengalami perubahan kepribadian menjadi lebih penyabar, rajin, sopan dan tak pantang menyerah.
Tokoh yang semula saya anggap sebagai penggembira, belakangan justru memainkan peranan penting. Belum lagi banyak kisah yang justru bertolak belakang dengan kesan awal yang saya tangkap karena disajikan secara samar-samar. Tasaro tahu sekali bagaimana menyajikan kejutan-kejutan dalam buku ini.
Menurut cerita yang saya dengar, saat launching buku ini banyak yang menanyakan kemungkinan Tasaro akan mendapat tudingan meniru tokoh dan cerita fantasi yang sudah beredar terlebih dahulu. Jawabanya sungguh MUANTAP! Sedikit penulis yang mau jujur mengenai sumber inspirasinya berasal dari kisah-kisah terdahulu, Biasanya mereka selalu ingin menjadi yang pertama, Tasaro dengan kebesaran jiwa mengakui ia terinspirasi banyak kisah.
Untuk saya pribadi, pengakuan ini sungguh membantu. Kelak jika ada cerita yang menurut saya mirip dengan kisah terdahulunya, saya tak perlu mengerutkan dahi. Saya bisa menerima kemiripan itu sebagai suatu bagian kreatfitas.
Sekedar usul, untuk bisa menikmati buku ini secara maksimal sebaiknya dibaca dan dipahami dulu halaman 685 dan seterusnya yang memuat mengenai sebagian kitab di Perpustakaan Istana Kedhalu.
Tidak hanya Tasaro yang memanjakan kita dengan kisahnya, kita juga akan dimanjakan dengan ilustrasi yang menawan. Sayangnya hanya dibuat dalam porsi kecil, diletakkan di awal bab. Andai dibuatkan ilustrasi lebih besar, misalnya setengah halaman, tentunya akan membawa nuansa segar bagi buku ini
Lucu juga jika Tasaro membuat kamus Bahasa Kedhalu. Tentunya seiring jumlah buku yang kian berkembang, maka Bahasa Kedhalu yang digunakan juga berkembang.
Saat membaca buku ini Jakarta sedang dilanda hujan untuk beberapa hari. Sehingga tak mungkin buku ini dibaca diperjalanan seperti yang biasa saya lakukan. Dampaknya dibutuhkan waktu lebih lama untuk menuntaskan buku yang ciamik ini. Semoga tak butuh waktu lama menunggu kisah selanjutnya
Duh... musti dilatih nih mantra pembeku air, bisa dicoba saat hujan nanti
Buku ini mudah dibaca. Dari segi layout, nyaman banget karena font-nya besar dan kertasnya juga tebal. Jadi ketebalan buku 650+ nggak terlalu menyiksa. Kedua, bahasa yang digunakan juga sederhana. Bahasa ceritanya maksudku, kalau nama-nama orang, pugabha, dll-nya susah banget hahahaha mana banyak banget lagi tokohnya. Aku ngebayangin, kalau aku yang nulis, pasti perlu nyontek catatan tiap kali mau nyebut nama orang.
Bagian yang aku suka lainnya adalah model pergantian scene yang mirip kayak film. Jadi di waktu yang sama, adegan A melibatkan tokoh A,B,C, ada juga kejadian B yang melibatkan D, E, F, digambarkan berganti-gantian. Jadi efeknya lumayan bikin penasaran.
World building novel ini bagus banget. Konsepnya bener-bener dunia yang baru. Seneng deh ada fantasi lokal yang begini.
Sayangnya, menurutku banyak hal yang ujug-ujug di sini. Plot twist-nya banyak, tapi terasa aneh karena nggak ada clue-clue sebelumnya. Jadi rasanya tuh semacam nggak dipersiapkan sejak awal alias asal taruh aja si A ternyata ini, si B ternyata ini, dan ini ternyata ini, yang penting nggak ketebak aja. Jadi hambar gitu. Yang mestinya plot twist besar jadi kayak cuma "oalah" gitu. Huhuhu
Selain itu juga cukup banyak typo dan kalimat yang nggak lengkap (subjeknya hilang).
Tapi overall, aku cukup menikmati buku ini dan berharap jilid 2-nya segera datang.
Novel ini berkisah di tahun 13.359 Sebelum Masehi. Tokoh sentralnya bernama Dhaca Suli yang tinggal di sebuah daerah bernama Kedhalu. Kedhalu sendiri terbagi menjadi Kedhalu Utara dan Kedhalu Selatan. Masing-masing penduduknya memiliki ciri khas yang berlainan. Kedhalu utara lebih cenderung modern, beradab dan berpendidikan sekaligus pusat pemerintahan. Sedangkan Kedhalu Selatan adalah kebalikannya sehingga tak jarang penduduk Selatan menjadi cemooh para penduduk Utara. Dhaca Suli adalah anak Kedhalu Selatan.
Pada masa itu seluruh penduduk Kedhalu memiliki kemampuan kekuatan super yang disebut sebagai pugabha. Kekuatan super ini bermacam-macam dan setiap orang hanya memiliki satu bakat pugabha saja. Untuk mengetahui jenis pugabha apa yang dimilikinya, seseorang harus bisa memunculkan bakat dan melatihnya di sebuah sekolah bernama bephomany. Ada delapan macam pugabha yang bisa dikuasai orang Kedhalu yaitu: penguasa satwa, penguasa kekebalan, penguasa kekuatan raksasa, penguasa ketakkasatmataan, penguasa tirai gaib, penguasa ruang dan waktu, penguasa luka dan penguasa unsur alam.
Dhaca Suli adalah orang Selatan dengan tipikal tingkat pendidikan pugabha yang tidak setinggi orang Utara. Orang Selatan memang lebih unggul dalam bentuk kekuatan fisik daripada pendidikan. Ayahnya, Wamap Suli, adalah orang yang keras dan berharap Dhaca bisa lebih rajin lagi menuntut ilmu untuk mengembangkan pugabha-nya. Dhaca Suli yang sering membolos memiliki pugabha yang sangat jauh tetinggal dibandingkan teman-teman seusianya.
Namun kemalasan Dhaca Suli pun akhirnya luruh juga ketika menyadari kehancuran Kedhalu di depan mata. Konon menurut ramalan, setiap 5.013 tahun sekali Nibiru, sang raja pembawa kehancuran, akan datang. Di lain pihak negeri-negeri di luar Kedhalu juga ingin memanfaatkan kekuatan para penduduk pugabha ini untuk saling mengalahkan satu sama lain. Dhaca Suli, sebagai orang Selatan, bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya juga bisa sehebat orang-orang Utara bahkan mampu menyelamatkan Kedhalu dari kehancuran.
Lika-liku nasib akan dihadapi Dhaca Suli dalam mengasah kemampuan pugabha-nya. Masa lalu tentang dirinya yang bahkan dia sendiri tidak tahu ternyata menyimpan sejarah yang luar biasa. Di lain pihak konspirasi di internal Kedhalu pun akan membuat perkara menjadi semakin pelik. Persahabatan dan cinta akan dikorbankan dalam pertempuran-pertempuran yang menentukan masa depan Kedhalu.
DID YOU KNOW?
Meskipun setting dan bahasa Kedhalu dari tokohnya serasa sangat asing dan susah diucapkan, Tasaro nampaknya memasukkan unsur-unsur yang sangat Jawa dalam novel ini. Bahkan memasukkan sedikit ajaran agama di salah satu Bab nya. Mungkin pembaca banyak yang tidak tahu bahwa ada makna-makna tersembunyi di balik kata-kata yang sulit diucapkan itu.
Sebelumnya mari kita pelajari dulu 20 aksara jawa kuno yang terdiri dari 4 baris dan masing-masing baris terdapat 5 aksara: 1. Ha Na Ca Ra Ka 2. Da Ta Sa Wa La 3. Pa Da Ja Ya Nya 4. Ma Ga Bha Tha Nga
Tasaro membuat sebuah enkripsi memakai aksara-aksara itu untuk membuat bahasa Kedhalu. Caranya: pasangkan baris pertama dengan baris ke tiga yang sudah dibalik urutan aksaranya. Sedangkan baris ke dua dipasangkan dengan baris ke empat yang sudah dibalik. Maka urutan pasangannya menjadi: Ha=Nya; Na=Ya; Ca=Ja, Ra=Dha, Ka=Pa Da=Nga; Ta=Tha; Sa=Bha; Wa=Ga; La=Ma Dengan catatan: huruf vokal menyesuaikan dengan kata-katanya (misal Hi=Nyi; Hu=Nyu)
Mari kita ambil beberapa contoh kata: “Bephomany” sama dengan “sekolah” “Dhaca Suli” sama dengan “Raja Bumi” “Pugabha” sama dengan “Kuwasa atau Kuasa” “Nyamanny” sama dengan “Allah” (aksara Ha bisa dibaca tanpa huruf H, mosal Ha dibaca A, Ho dibaca O) Silakan mencoba untuk menerjemahkan kata-kata lain yang bertebaran di buku ini.
Sedangkan muatan religius tersembunyi di mantra-mantra berbahasa Kedhalu yang biasa di ucapkan di Kuil Perak (baca bab 26: Kuli Perak) yang berbunyi: “Nyabhamalunyamanyipul” yang jika di terjemahkan menggunakan kode aksara jawa walikan menjadi “Assalamualaikum”. Dan jawaban dari ucapan itu adalah “Ganyamanyipulbhamal” yang artinya “Waalaikumsalam”.
Muatan Islam yang lain ada di Bab 7: Pedhib Mata Perak yang menjelaskan bahwa setiap lekuk pedhib (pedhib artinya keris) memiliki makna. Ada 6 lekukan pedhib memiliki enam makna yang sama dengan enam Rukun Iman.
OPINI Novel ini menarik terutama jika kita melihat tagline “Buku Aksi Fantasi Atlantis Pertama di Indonesia” membuat kita tertarik apalagi bagi yang telah membaca cerita tentang asumsi bahwa benua Atlantis itu ada di Indonesia. Namun sayang di buku ini bahasan tentang Atlantis belum begitu dominan karena setting tempatnya sepenuhnya di negeri Kedhalu. Sedangkan Atlantis ada di luar Kedhalu. Hal ini bisa dimaklumi karena Tasaro merencanakan seri Nibiru ini dalam pentalogi alias 5 seri untuk menyelesaikan kisah fantasi Atlantis ini.
Buku ini cukup tebal (690) halaman ditambah lagi sampul hardcover-nya yang menambah kokoh buku ini. Namun ada sedikit cacat yang saya lihat di semua cetakan novelnya, yaitu gambar sampul yang cetakannya bergeser di bagian tengah. Jika kita amati gambar cakar sabretooth akan terlihat seperti patah. Dari segi gambar sampulnya sendiri menegaskan bahwa novel ini layak dibaca oleh semua umur. Ketika kita mulai membaca kisah-kisah di bab awalnya, kita seolah akan disajikan kisah-kisah yang mirip dengan kisah Nibiru ini. Bisa jadi Nibiru adalah gabungan antara kisah Avatar: The Legend of Aang dan seri Harry Potter.
Satu kekurangan novel ini adalah penggunaan bahasa dan nama-nama yang sulit untuk dibaca baik itu nama orang, nama tempat atau beberapa istilah dalam bahasa sehari-hari masyarakat Kedhalu dan juga beberapa mantra untuk mengaktifkan pugabha. Namun setelah kita memahami enkripsi yang sudah dijelaskan di atas, kita akan menjadi lebih mudah memahami makna di balik kata atau nama-nama sulit itu. Akan tetapi, di beberapa tempat, nama-nama tokoh yang diterjemahkan dengan aksara jawa walikan itu justru akan membuat mood dari cerita lenyap seketika karena terkesan penamaan tokoh hanya dicomot asal-asalan. Misalnya tokoh yang bernama “Nyithal Sadeth” yang berarti “Hitam Banget”, “Bhupa Supu” yang berarti “Suka Buku”, “Muwu Thedmamu” yang berarti “Lugu Terlalu” dan masih banyak lagi. Intinya: tidak usah mencoba menerjemahkan semua nama tokohnya jika tidak ingin mood dari cerita lenyap dengan cepat.
Itu yang ditulis Tasaro diatas tanda tangannya di halaman persembahan. Dan aku benar-benar melayang bersama Nibiru !!!
Perlu 3 hari untuk menghabiskan buku ini. Hari pertama, cuman beberapa halaman aja bisa terbaca. Pun di hari kedua. Kondisi badan yang menunjukkan gejala flu dan demam bikin aku harus menutup mata untuk beristirahat penuh. Di hari ketiga, aku tenggelam didalamnya, Nibiru dan Ksatria Atlantis. Sungguh-sungguh tenggelam. Maksudku buku dengan tebal 692 halaman itu mampu aku lahap dalam satu hari! Well, kupikir hari pertama dan kedua tak perlulah dihitung, secara aku cuman sempet baca sedikit karena pengaruh obat yang bikin mata ini berat. Btw, aku membacanya di hari libur, if u r asking ;)
Sedikit berbagi cerita :
Buku ini berlatar belakang Kedhalu, sebuah pulau atau bisa juga dibilang negara pada tahun 13.359 sebelum Masehi. Yang spesial mengenai Kedhalu adalah bahwa disana para penghuninya memiliki kekuatan luar biasa yang disebut pugabha. Ada 8 kekuatan pugabha (dalam bahasa kedhalu berarti kuasa) : pugabha nyegay (penguasa satwa) pugabha pesam (penguasa kekebalan), pugabha sutha (penguasa raksasa) pugabha nyunaw (penguasa ketakkasatmataan) pugabha wanyis (penguasa tirai gaib) pugabha kiyrany (penguasa ruang dan waktu) pugabha bhelsuny (penguasa luka) dan yang paling hebat pughaba nyamal (penguasa unsur alam).
Namun pugabha ini ternyata bukan hanya sekedar bakat bawaan lahir turun temurun saja, tapi juga harus diasah. Di Kedhalu terdapat sekolah untuk belajar pughaba, yaitu Bhepomany. Setiap anak berumur tujuh tahun belajar mengasah pughaba-nya disini. Salah satunya adalah Dhaca Suli, seorang bocah laki-laki yang hidup hanya dengan ayahnya. Namun sayangnya ia sering membolos sehingga ia tak naik tingkat selama 2 tahun. Mengenai tidak naik tingkatnya, Dhaca cuek bebek. Namun, sebuah mimpi mengubahnya secara drastis.
Suatu ketika Ia bermimpi, mimpi yang terasa amat nyata, dikejar oleh makhluk gelap berjubah yang di matanya terpancar api. Sosoknya tinggi kurus. Di kedua sisinya masing-masing ada angin puyuh api. Belum lagi berbagai binatang bertaring yang tunduk mengikuti makhluk itu di belakangnya. Aumannya sungguh menciutkan hati. Tapi bukan Dhaca Suli namanya jika ia tak melawan. Ia mencobanya, begitu keras. Namun seorang bocah dengan tingkat pughaba yang baru pada level dasar, manalah sanggup. Apa daya lawannya itu terlalu tangguh. Barulah Dhaca menyesali mengapa ia sering membolos dari Bhepomany.
Untungnya pada detik-detik terakhir, ia terbangun oleh omelan ayahnya, Wamap Suli. Diceritakannyalah mimpi itu. Sesaat Wamap Suli kaget mendengarnya namun kemudian dimarahinya Dhaca Suli. Disuruhnya Dhaca untuk melupakan mimpi itu. Bukannya mengikuti kata ayahnya, Dhaca malah berniat membuktikan kepada ayahnya tentang mimpinya, bahwa itu tak sekedar bunga tidur.
Setiap Dhaca marah, pergilah ia ke rumah Bupha Supu, seorang nenek renta yang hidup sebatang kara. Di rumah Bupha Supu, terdapat banyak buku-buku tentang dunia luar Kedhalu. Dhaca memang malas dan sering membolos belajar pughaba, tapi di sisi lain, ia suka membaca buku-buku tersebut. Selain dari buku, Dhaca juga mengetahui cerita dunia luar dari Bupha Supu. Hingga kemudian ia tahu mengenai Nibiru dan kebangkitannya yang sebentar lagi akan menghancurkan Kedhalu.
Tentang Nibiru dan makhluk berjubah dalam mimpinya, Dhaca yakin ayahnya tau sesuatu. Apalagi saat ayahnya menunjukkan pedhib mata perak dan mengajarinya ilmu pedhib (pedang) warisan klan Suli itu. Wamap berkata tentang sedikitnya waktu untuk mengajarinya ilmu pedhib agar Dhaca dapat menjaga diri. Mencurigakan sekali.
Lalu terjadilah. Saat itu Dhaca sedang mendengarkan ayahnya.Tiba-tiba ayahnya menyuruhnya lari karena mendengar sesuatu. Hanya sesaat sebelum sebuah ledakan menghancurkan rumahnya. Ledakan yang membuat ia pingsan sejenak. Dan begitu sadar, dilihatnya ayahnya dalam genggaman makhluk berjubah gelap dalam mimpinya tempo hari. Dan anehnya lagi makhluk berjubah gelap itu menyebutkan bersedia melepas ayahnya jika saja Dhaca berkenan ikut dengannya.
Hm, siapa makhluk berjubah gelap itu ya? Apa hubungannya dengan Dhaca? Mengapa makhluk itu menginginkan Dhaca? Jangan-jangan makhluk berjubah gelap itu adalah Nibiru, yang diramalkan akan bangkit sebentar lagi dan menghancurkan Kedhalu?
Mau tau kelanjutan ceritanya? Yuk ikutin petualang Dhaca bersama 3 sahabatnya : Sothap Bhepami, Nyithal Sadeth serta Muwu Thedhmamu dalam usaha menyelamatkan ayahnya sekaligus mempertahankan kedamaian Kedhalu.
Dan akan kujamin kalian pun bakalan melayang bersama Nibiru.
* bermimpi kembali melayang bersana Nibiru dan 7 Kota Suci, semoga dibuat nyata oleh Tasaro segera....*
Kali ini Sang Musafir menjelajah melintasi waktu ke masa 13.359 Sebelum Masehi, dan tiba di bumi yang entah nyata atau di dimensi yang berbeda (seperti konsep multidimensi andalan Sang Musafir dalam www.fireheart.tk)
Semula beliau agak ragu untuk menempuh perjalanan ini saat melihat desain cover dan ilustrasi sampul yang terkesan “cerita anak-anak” juga beberapa publikasi/artikel yang menampilkan ilustrasi karakter-karakter yang sangat mirip salah satu tokoh kartun yang cukup terkenal – yang rupanya diakui dengan lapang dada oleh Sang Penulis sebagai sumber inspirasinya.
Namun, karena “iseng” saat ada discount 30% Sang Musafir membeli juga novel “Nibiru dan Kesatria Atlantis” yang hardcover dan tebal ini, dan – dengan jari-jari disilangkan – dimulailah perjalanan beliau di dunia Nibiru ini.
Melihat seluruh bumi dari awang-awang, Sang Musafir menduga ide dasar dari Pentalogi Nibiru ini sangat mirip konsep letak Benua Atlantis yang hilang di Barat Indonesia, kemungkinan besar terinspirasi dari buku “Atlantis, the Lost Continent Finally Found” tulisan Prof. Arysio Santos.
Konsep ini jelas beda dengan Benua Atlantis versi Mitologi Yunani (Encyclopedia Americana Vol. 2, Halaman 624) yang selama ini jadi patokan baku cerita-cerita bersetting Atlantis. Mau tak mau Sang Musafir angkat dua jempol, salut pada Tasaro yang dengan mumpuninya juga mengaitkan konsep Atlantis versi Santos pada temuan prasasti batu berbahasa Kedhalu yang ditulis oleh Dhaca Suli di dasar danau mengering Dusun Trowono, Gunung Kidul, Indonesia. Kemungkinan Bangsa Kedhalu sudah lama berkaitan dengan Indonesia sebelum kedatangan kaum dari Yunan, China yang disebut-sebut sebagai nenek moyang Bangsa Indonesia menurut sejarah.
Kembali ke perjalanan, tiba-tiba “arus cerita” membawa Sang Musafir bukan ke Atlantis, melainkan ke negara tetangganya, sebuah negara pulau yang disebut Kedhalu. Dengan tenang Sang Musafir mendaratkan kakinya di atas atap sebuah rumah, namun tiba-tiba pijakannya rapuh dan beliau terperosok ke dalam atap berlubang. Rumah tersebut ternyata terbuat dari lumpur yang dikeringkan!
Saat itulah beliau berkenalan dengan kedua penghuni rumah: Wamap Suli dan sang tokoh utama yang namanya disebut dalam Prasasti Kedhalu: Dhaca Suli. Namun, penampilan Sang Musafir yang menurut mereka sangat aneh menyebabkan beliau dicurigai sebagai mata-mata Nyathemaythibh (yang ternyata adalah sebutan “Atlantis” dalam Bahasa Kedhalu). Untunglah salah paham ini bisa diatasi karena kebetulan mendiang istri Wamap adalah orang Atlantis.
Rasa ingin tahu tentang rangkaian kejadian sampai Dhaca menulis Prasasti Kedhalu itu mendorong Sang Musafir mengikuti dan mengamati sepak terjang Dhaca, dimulai dari masa kecilnya ini. Langkah pertama, tentunya adalah sedikit mempelajari istilah-istilah Kedhalu dan latar belakang sejarah “Zaman Nibiru” di Perpustakaan Kedhalu di bagian belakang novel ini.
Dhaca Suli memperkenalkan Sang Musafir dengan nama “Alay Silebay” pada teman-temannya yang tergabung dalam geng Empat Keparat Kecil. Kombinsi Dhaca yang banyak akal, Sothap yang tenang, Nyithal yang blak-blakan dan Muwu yang culun menghasilkan serangkaian “keonaran yang lucu” di awal petualangan yang disertai pula dengan proses pengenalan di Bhepomany – istilah untuk “sekolah” di Kedhalu.
Dengan langkah yang intens dan terukur apik, tampak jelas proses transformasi Dhaca dkk dari masa kanak-kanak yang “keparat” hingga dipaksa jadi dewasa, memikul beban kekuatan serta tanggung jawab yang menyertainya – seperti Spider-Man dan pahlawan pada umumnya.
Selama PROSES from zero to hero itulah Sang Musafir (dan para pembaca) disuguhi warna-warni cerita dan alur yang makin menanjak ke arah serius dan bahkan krisis:
Petualangan menyusuri keindahan alam Kedhalu yang tiada banding, keajaiban unsur-unsur sihir yang disebut pugabha, dua benda sakti pedhib (pedang) mata perak dan Sabuk Lunez. Konflik yang dipicu kesenjangan antara Kedhalu Utara dan Selatan juga permainan intrik politik antara para pejabat tertinggi Kedhalu. Bibit cinta Dhaca pada “gadis bermata terindah di dunia”
Dan konflik-misteri utama berupa ancaman dari ramalan dekatnya kebangkitan Nibiru, Raja Penguasa Kiamat tiap 5013 tahun sekali dan serangan dari Nyathemaythibh (Atlantis) yang akan menghancurkan Kedhalu. Tanda-tanda penggenapan ramalan itu makin nyata dengan kemunculan “Jubah Sihir” yang menyebar teror dengan kekuatan dahsyatnya dan “penglihatan-penglihatan” yang dialami Dhaca.
Melalui serangkaian peristiwa dan petualangan itulah Dhaca Suli akhirnya bertindak, menyusun “rencana besar” yang ia jalankan setahap demi setahap dengan bantuan beberapa orang sampai pada aksinya di Laga Bhepomany, dan seluruh rangkaian itu ditutup dengan finale berupa krisis epik yang selamanya mengubah nasib seluruh penduduk Kedhalu.
Selain alur cerita yang rapi dan menanjak hingga klimaks puncak ini, yang juga menjadi nilai tambah Nibiru adalah hasil-hasil dan perkembangan peristiwa yang tak terduga, yang kalau direnungkan lagi secara logis malah mendukung cerita. Perasaan sedih, gembira, lucu, tegang, penasaran dan terkejut Sang Musafir benar-benar terpancing keluar – tanpa membesar-besarkan intensitasnya, tentunya.
Secara logis pula Sang Musafir terpancing untuk memunculkan pertanyaan dan bersabar menanti jawabannya dalam alur cerita ini. Misalnya: Mengapa Jubah Sihir menawan Wamap Suli dan Lemathi Luminya? Bukankah kalau ia membunuh Lemathi, Pasukan Atlantis dijamin takkan menemui kesulitan berarti? Dengan gamblang Tasaro menjawabnya di bab-bab terakhir dengan alasan yang masuk akal.
Selama petualangan di Kedhalu ini, Sang Musafir a.k.a. Alay Silebay bertemu dengan banyak tokoh pendukung dengan kepribadian yang berwarna-warni dan cukup meninggalkan kesan, hingga beliau menuliskannya tanpa membuka-buka buku lagi.
Seperti halnya dalam Piala Oscar, berikut nominasinya: - Bhupa Supu yang penuh kasih dan terkesan (terlalu) berpengetahuan. - Siraradi Luminya yang serius dan sedikit angkuh, padahal yang diinginkannya hanya ketentraman dan kedamaian hidup. - Thalkay Luminya dan istrinya, Lemathi yang sejiwa, saling mendukung bahkan rela mengerahkan segalanya demi Kedhalu – Tokoh Paling Heroik serta Pemeran Pembantu Pria dan Wanita terbaik. - Sungap Kebhudhuny, seorang politikus yang terjepit antara dua pihak dengan kepentingan yang berseberangan dan memilih menurut nuraninya. - Madhi Kawi yang bijak dan berkepala dingin – Tokoh Favorit. - Pandangan Sungap dan Kiythadh yang berlawanan tentang cinta. - Pekama Keyngingip yang konservatif (dan namanya paling lucu).
Di akhir cerita, satu pesan sempat terngiang di benak Sang Musafir, bahwa aksi-aksi kepahlawanan dalam Buku Satu Nibiru ini adalah sebuah contoh pengutamaan kepentingan bangsa dan rakyat banyak di atas kepentingan diri sendiri dan keluarga. Itulah yang seyogyanya menjadi pilihan tanggungjawab bagi mereka yang dianugerahi kemampuan dan talenta – dan bagi kita semua tanpa kecuali.
Tak ada salahnya pula mengutamakan kepentingan keluarga, pribadi atau yang lainnya – tergantung tanggungjawab yang diemban dan pilihan tiap pribadi – asal segala usaha itu tak sampai merugikan kepentingan orang lain atau umum.
Sang Musafir a.k.a. Alay Silebay akhirnya dinyatakan lulus Bhepomany karena jelas menguasai sihir penguasa ruang dan waktu (pugabha kiyrany) di tingkat setelah Pengenal, Pengumpul, Penguji dan Peramu – yaitu tingkat Pengutil.
Maka, setelah bersalam-kompak dan membuat janji dengan Dhaca Suli untuk meliput petualangannya dalam novel selanjutnya, “Nibiru dan Tujuh Kota Suci”, Sang Musafir mengaktifkan pugabha kiyrany dan kembali ke masanya sendiri, dunianya sendiri dengan wajah puas seperti baru pulang berpetualang kulier di Singapura (benar, lho!).
Sebagai kesimpulan, Sang Musafir menilai bahwa “Nibiru dan Kesatria Atlantis” adalah satu lagi tonggak cerita fantasi anak negeri yang epik dan layak dikoleksi, enak dinikmati oleh tua dan muda, anak-anak dan dewasa, jangan sampai “tertipu” oleh covernya yang terkesan anak-anak. Semoga sukses untuk proyek Nibiru yang nampaknya cukup ambisius ini.
Satu catatan, kalaupun ingin membuat game, komik dan serial animasi, Sang Musafir menyarankan agar game itu dibuat dengan Bahasa Inggris (serta Bahasa Kedhalu dengan keterangan Bahasa Inggris di sampingnya). Grafik lebih bagus dengan tiga dimensi dan terserah apakah akan dibuat dengan style RPG atau action ala “God of War”. Dan serial animasi TV-nya sebaiknya bergaya dua dimensi dan Anime seperti “Vatalla, Sang Pelindung”. Yang pasti, baik untuk game, komik dan anime diharapkan ilustrasi karakternya tidak sama dengan versi novel, dan Sang Musafir sudah coba memberikan masukan dengan membuat fan sketch Nibiru seperti yang bisa dilihat dalam posting ini.
Sebagai bonus, bagi yang kesulitan mengingat atau mengerti kata-kata dalam Bahasa Kedhalu atau tertarik ingin menilik bahasa unik ini lebih lanjut, sudah tersedia Kamus Bahasa Kedhalu yang bisa diunduh dalam bentuk PDF GRATIS dari posting ini juga.
Akhir kata, “I’m leaving on a valixi, don’t know when I’ll be back again. Oh, Nibiru, I have to go, looking forward to see you again.” – Alay Silebay, signing out.
Buku ini saya dapatkan dari Media Indonesia untuk acara Obrolan Pembaca Media Indonesia (OPMI). Terimakasih buat Harun Harahap moderator GRI yang menginfokan acara ini dan memilih saya sebagai wakil GRI (padahal saya anggota baru di GRI dan belum berpengalaman dalam acara diskusi buku).
Ketika buku ini sampai, sengaja saya simpan untuk dibaca ketika weekend. Karena setelah membaca ulasan singkat di cover belakang buku ini, saya merasa penasaran dengan cerita di buku ini. Seperti apakah isi cerita buku aksi fantasi Atlantis pertama di Indonesia ini? Dan keputusan saya menyimpan untuk dibaca weekend sangatlah tepat, karena setelah membaca halaman pertama... Prasasti bebahasa Kedhalu seperti sebuah kunci bagi jalan cerita novel ini... "Bertempur hingga akhir. Sebuah peradaban tenggelam ke dasar lautan. Rahasia besar terungkap. Perasaan cinta tak terkatakan Akhir sebuah perjalanan akan menjadi awal pencarian teramat panjang. Dhaca Suli menulis di hari terakhir bagi penguasa Benua Besar, Atlantis). Saya tidak bisa berhenti membaca, melanjutkan ke halaman-halaman berikutnya...
Mimpi Dhaca Suli yang tampak nyata tentang sesosok siluet gelap bermata api, mengawali petualangan Dhaca menguak misteri mimpinya. Ternyata seiring dengan perjalannya Dhaca tak hanya menguak misteri mimpinya, namun juga menguak misteri dirinya dan misteri Pulau Kendhalu. Dan kejutan tak terduga di akhir cerita. Sungguh, saya terhipnotis dengan jalan cerita novel ini dan tak sabar menunggu kelanjutannya
Sejak Tasaro sharing bakal menulis kisah tentang Atlantis tahun lalu, saya penasaran banget. Karena saya masih ingat banget "heboh"nya mengkliping komik bersambung Atlantis di majalah Ananda.
Menarik, Tasaro mengambil setting Indonesia purba. Dengan penamaan tokoh, tempat, yang menurutnya adalah hasil otak-atik. Meski saya agak belibet bacanya. Dan entah karena Tasaro berencana membuat berseri, sehingga buku pertama ini masih banyak menyisakan tanda tanya, mau dibawa ke mana.... :). Sebagian buku saya baca cukup berusaha keras juga, karena Tasaro memang punya napas panjang dalam merangkai narasi, yang kadang bikin jalan cerita jadi agak lambat.
Oh ya, membaca novel ini pasti akan sangat mengingatkan kita pada Harry Potter juga beberapa novel fantasi lain. Tapi saya jadi ingat pernyataan seorang pengamat sastra, dia bilang: Semua cerita fantasi telah "tuntas" tertulis di Lord of the Rings. Maksudnya, cerita-cerita fantasi berikutnya sebagian besar mengacu pada LOTR. Well, nggak sepenuhnya salah memang, meski nggak sepenuhnya benar juga :). Jadi sah-sah saja kalau Tasaro terinspirasi novel-novel fantasi lain. Kreativitaslah yang akan membedakan mana karya yang sekadar membeo, mana yang murni sekadar terinspirasi. Dan saya pikir Tasaro berhasil membuat novel fantasi yang menarik. 3,5 bintang dulu ya, Fik! ;)
Penggambaran detail, dan penuturan cerita yang enak membuat saya sangat nyaman untuk membacanya. Hanya saja saat bagian pertarungan perebutan piala Bophemany-nya rada aneh. 8 tim, yang seharusnya sebanding, ternyata banyak yang tumbang duluan. Jadi terkesan gampang. Yah hanya itu saja yg bikin saya bertanya-tanya.
Mas / Pak Tasaro GK, tolong dilanjutkan... pleasseeeeee
Kedhalu adalah sebuah negeri berbentuk pulau yang didirikan oleh Raja Saternatez. Raja yang baik hati dan cinta damai, oleh karena suka menyepi dan mungkin sekali tidak suka terlibat dalam peperangan dengan kekuatannya dia menyelubungi Kedhalu dengan pelindung gaib yang bisa mengelabuhi orang yang mencarinya–juga mencegah penduduk di dalamnya keluar pulau. Tidak hanya itu, kekuatannya yang dahsyat telah menciptakan delapan pugabha (kekuatan super) yang sangat terkenal. Pugabha adalah kekuatan super dimana seseorang yang menguasainya bisa menguasai unsur alam, binatang, ruang dan waktu, menghilang, bahkan hingga kekebalan, menyembuhkan luka dan mengendalikan pikiran.
Kedhalu juga merupakan negeri tempat Dhaca lahir, tumbuh, bersosialiasi, dan mengenyam pendidikan.
Suatu hari Dhaca mendapatkan sebuah mimpi buruk. Bukan. Bukan mimpi. Kalau mimpi kenapa terasa sangat nyata? Kenapa juga ayahnya tertegun ketika Dhaca menceritakan mimpinya tersebut lalu melarangnya memberitahukannya pada orang lain?
Saat itu tahun 26.954 kalender Raja-Raja, bertepatan dengan tahun 13.359 Sebelum Masehi. Menurut ramalan, waktu kemunculan Nibiru, sang pembawa kiamat yang berjanji akan memporak-porandakan kehidupan manusia yang muncul setiap 5013 tahun, nyaris terpenuhi. Kemunculan Anunnaki, budak setia Nibiru, juga menegaskan waktu kedatangannya akan segera tiba.
Tapi bagaimana Anunnaki bisa masuk ke Kedhalu? Bukankah Kedhalu diselimuti oleh selubung gaib yang–meski keturunan Raja Saternatez menghilang tetap–bisa melindungi Kedhalutanpa batas waktu?
Tidak hanya itu kekuatan besar yang lain, yaitu Atlantis, ikut mengancam kedamaian Kedhalu. Atlantis adalah negara besar yang dipimpin oleh Raja yang suka sekali dengan pertempuran. Walaupun negaranya telah diperkuat dengan peralatan-peralatan canggih, dia belum puas. Dia ingin memiliki pasukan yang beranggotakan orang-orang Kedhalu yang memiliki pugabha.
Meski tampak mustahil, karena dia sudah diancam, karena salah seorang yang disayanginya telah diculik (siapakah dia?), karena Kedhalu hendak dijajah oleh bangsa lain, Dhaca yang saat itu masih anak-anak bertekad melawan hingga titik darah penghabisan dua kekuatan adidaya pada saat itu: Nibiru dan Atlantis.
Berhasilkah dia?
Cita rasa Nibiru dan Kesatria Atlantis Ibarat kue, buku Nibiru dan Kesatria Atlantis ini rasanya lumayan. Kadar manis dan pahitnya kurang lebih nyaris sama besarnya.
Nibiru dan Kesatria Atlantis dibungkus dengan hardcover. Untuk gambar yang terpampang di hardcover aku kira banyak yang setuju gambarnya keren–termasuk ilustrasi di setiap awal babnya, tepat menggambarkan ciri khas Dhaca dan bab 1 dari buku ini, jadi tak perlu dikomentari. Aku hanya bertanya-tanya apa buku ini juga dibuatkan format softcovernya? Beberapa orang ada yang tidak nyaman membaca buku ber-hardcover–seperti aku contohnya, heheh, terlepas hardcover lebih baik bila menyangkut soal keawetan buku yang dilindunginya.
Tasaro GK juga serius membangun dunianya ini dengan membuat bahasa conklang (bahasa buatan), yakni bahasa Kedhalu, dan peta dunia yang bisa kalian temukan di halaman belakang buku Nibiru dan Kesatria Atlantis ini. Juga bagian yang mungkin jadi prolognya, seorang petani di zaman sekarang menemukan prasasti batu yang ditulis Dhaca dalam bahasa Kedhalu.
Bahasa conklangnya sendiri agak susah–bagiku–untuk dibaca. Dan ini yang membuatku bertanya-tanya, kenapa Tasaro memutuskan meng-Khedalu-kan nama Atlantis? Oke, di zaman sekarang ada beberapa negara yang memiliki sebutan beda-beda, misalnya Yunani yang disebut orang barat dengan Greece, Praha dengan Prague, Mesir dengan Egypt, dst. Tapi kenapa nama Atlantis hanya di munculkan di sinopsis, (mungkin) prolog, dan ending kisah Dhaca ini? Kenapa kami, para pembaca, dibiasakan dengan menyebutnya sebagai Nyathemaythibh?
Baru beberapa lembar membacanya, alisku dibuat naik dengan percakapan Dhaca dengan seorang nenek bernama Bhupa Supu yang hatinya sangat baik dan sangat menyayangi Dhaca. Kenapa alisku naik? Apakah karena aku dibikin terkejut?
Bukan terkejut. Tapi bingung. Bagi yang telah membacanya, baca bab dua deh. Bupha Supu (dan keluarganya) terdampar di Kedhalu puluhan tahun lalu. Alasannya dia meninggalkan kampung halaman adalah karena Nibiru. Nah, disinilah keanehannya. Dia datang puluhan tahun yang lalu. Sedangkan Nibiru baru muncul dalam ribuan tahun. Bahkan Raja-Raja sakti pun hidup dalam keturunannya. Tidak ada satu pun yang punya umur panjang.
Mungkin Bupha juga keturunan sekian dari klannya, Jun.
Awalnya aku kira juga gitu. Tapi aku mikir lagi. Kenapa dia sampai menitikkan air mata? Kalau benar dia keturunan Supu kesekian, yang tidak ikut mengalami “kejadian pengusiran”, harusnya sih nggak sampai sesedih itu. 5013 tahun bukan waktu yang pendek! Lagian bila benar-benar dia berumur panjang, maaf, kira-kira di umur berapa kulitnya mulai berkeriput?
Meski pada akhirnya kebingungan itu terjawab dengan sangat gamblang di akhir buku. Meski tetep, bagiku, bagian soal kedatangan Bupha ini akan membuat bingung–apalagi bagi mereka yang tidak hanya sekedar membaca, tapi ingin memahami kisah Nibiru dan Kesatria Atlantis lebih mendalam.
Kemudian kata sekolah. Kata itu tidak pernah disebut sebelumnya. Dhaca dan semua orang di Kedhalu menyebutnya dengan Bhepomany, satu-satunya tempat menimba ilmu bagi rakyat Kedhalu. Mungkinkah sang penulis lagi khilaf? *digetok fansnya kak Tasaro* *eaa, kak? :lol: *
Lalu mengenai penamaan Jubah Sihir (yang kemudian dikenal dengan nama Anunnaki). Yang memberi julukan sosok yang menyerang Dhaca Jubah Sihir adalah Sothap. Namun, nama itu muncul duluan sebelum Nyithal (keduanya adalah teman Dhaca) kurang lebih mengatakan, “jadi sosok jahat itu punya nama sekarang.”
Oke, buku ini menggunakan PoV orang ke-3 serba tahu, tapi memberitahu pembaca duluan sebelum tokoh di dalam buku (Nibiru dan Kesatria Atlantis) mengetahuinya apakah itu langkah yang… Baik? Entahlah, mungkin penulis punya maksud tertentu yang mungkin tidak akan kuketahui bahkan hingga bumi berhenti berputar (Oke, ini lebay!).
Kejujuran lebih baik diungkapkan meskipun mungkin membawa dampak buruk. Jadi ya, jujur selama membaca Nibiru dan Kesatria Atlantis dengan bahasa conklang dan hampir 60% tokohnya menggunakan nama yang unik, aku menunggu kesalahan ketik pada nama dan bahasa conklang.
Apakah aku menemukannya, saudara-saudara?
Tentu saja aku menemukannya. Total ada 14 typo. 1 kali kelebihan kata, 1 kali salah sebut tempat, salah sebut kelas, dan tentu saja salah sebut nama. Khusus untuk nama terjadi dua kali. Yang pertama masih bisa ditolerir, hanya salah satu huruf, tapi yang kedua nggak. Salah sebut namanya sampai nyebut nama tokoh lain!
Wajar sih ya, heheh. Masalah typo, maksudku. Lagipula, bahasa conklang-nya ini cukup unik karena menggunakan aksara jawa (ha-na-ca-ra-ka). Paling suka adalah adanya salam sejenis Assalammualaikum dalam bahasa Kedhalu. Dan nama karakter yang paling aku suka adalah nama semua tokoh keluarga Luminya.
Aku juga merasa aneh dengan kata “Avatar” di sinopsisnya. Apakah avatar di novel ini seperti avatar pada serial animasi besutan Nickelodeon yang bisa menguasai unsur alam–seperti salah satu cabang pugabha? Dan anehnya lagi, kenapa aku tidak menemukan satu kata avatar pun di dalam bukunya?
Mungkin kamu kurang teliti dan melewatkannya, Jun.
Mungkin. Atau mungkin juga kata avatar itu di-Kedhalu-kan juga seperti Atlantis?
Dan ada lagi yang membuatku lebih bingung daripada kasus kedatangan Bupha. Masalah “konsep” keturunan Lunez (budak setia salah satu Raja yang kuat) dan Nibiru. Aku tidak terlalu mempermasalahkan Nibiru, tapi lebih ke Lunez. Kok bisa keturunan si Lunez si ITU? Hal ini sempat membuat keningku berkerut selama beberapa hari, heheh. Apa mungkin si ITU adalah hasil… ah, sudahlah :lol:
Overall, buku Nibiru dan Kesatria Atlantis, seperti yang aku tulis di atas, lumayan.
Salah satu daya tarik buku ini adalah konsep pugabha-nya yang diusung. Meski aku juga dibikin terkagum-kagum dengan teknologi tinggi milik Atlantis yang dihadirkan oleh Tasaro GK. Dan tercengang dengan endingnya yang sangat super duper tak terduga! Membuatku menelorkan (?) Tiga mangkuk semur (?!) untuk buku yang rencananya akan dibikin tetralogi ini.
Nibiru dan Kesatria Atlantis bercerita tentang petualangan empat orang sekawan—Dhaca, Sothap, Nyithal, dan Muwu, dalam mempertahankan negerinya, Kedhalu, dari serangan bangsa lain, Nyathemaythibh.
Sebelum membahas karekter, setting, dan plot, saya kagum dengan imajinasi penulis. Tasaro membangun setting yang kuat, mulai dari deskripsi alam, tatanan sosial, budaya, sampai kekhasan karakter nama. Ia memunculkan puluhan karakter yang tak asal lewat—masing-masing punya peran dan penokohan yang kokoh. Perihal plot, saya suka dengan beberap plot twist yang disuguhkan, tapi kesal bukan main karena eksekusinya banyak yang terkesan maksa—seperti perihal siapa Raja Saternatez berikutnya. Seingat saya, di awal cerita ramai dibicarakan siapa keturunannya, tetapi begitu akhirnya muncul, cerita berbalik menerangkan kalau raja bukanlah berasal dari keturunan, tetapi karena sifat yang dibawa oleh calon berikutnya. Perihal gaya bahasa, karena dari awal sudah menyatakan cerita terjadi ribuan tahun yang lalu, ada beberapa ungkapan yang sedikit mengganggu—seperti kata “dengan narsisnya”, lalu ada juga kesalahan penyebutan nama tokoh yang dimaksud dalam cerita—seperti, subjek seharusnya Mahdi, tapi malah tertulis Muwu, kalau kurang konsentrasi bisa membuat bingung juga.
Lupa dari siapa tepatnya, saya pernah baca, “kalau kamu suka Harry Potter, bacalah Nibiru karangan Tasaro GK.” Memang benar sih, beberapa setting dan plot di novel ini agak mengingatkan dengan cerita Harry Potter, seperti sekolah Bhepomany dan laga terakhirnya yang mirip Harry Potter seri ke-4–Dhaca berhasil ikut kompetisi, padahal disebut kuda hitam pun belum pantas dan kemunculan laba-laba. Ada juga yang mengatakan kalau kisah Nibiru mirip cerita Avatar Aang. Terlepas dari kemiripan-kemiripan yang dirasa, sebenarnya sah-sah saja asal tidak persis sama.
Saya akui, buku babon setebal hampir 700 hlm ini seru, terlebih setelah memasuki bab ke-5. Untuk memperkaya bacaan bergenre fantasi dari dalam negeri, buku ini bolehlah diberi kesempatan.
bisa dikatakan terlambat membaca buku ini, meskipun beberapa kali pernah liat, pandangan pertama selalu saja langsung menilai, ini bacaan fantasi untuk anak-anak dilihat dari cover dan judulnya. . dan beberapa minggu yang lalu akhirnya berjodoh dengan buku ini, meskipun pinjam di perpusda. . wooowww, novel Fantasy indonesia yang luar biasa, salut banget sama mereka yang menulis fantasi, karena mereka membuat sebuah dunia sendiri dengan segal hal yang terkait di dalamnya. . fantasi akan bisa terwujud nyata saat di filmkan, semoga ini segera di filmkan. . alur dan konfliknya, bertahap dan tersusun rapi. dengan buku setebal ini, pasti ada yang mengira bahwa konfliknya bertele-tele, ataupun banyak hal yang sia-sia diutarakan. jawabannya sama sekali tidak, meski tebal tapi tidak ada adegan yang sia-sia.. karena semuanya terjalin saling berhubungan. . saran aku, kalau kalian baca ini, sebaiknya sediakan catatan untuk menulis nama-nama tokoh , karena selain penamaan yang unik yang masih asing dengan lidah indonesia, karakter tokohnya banyak sekali, dan semuanya berhubungan dari awal hingga akhir, jadi biar nggak bingung pas di tengah-tengah tidak ada pertanyaan, ini siapa ya? . . buat penulis kita menunggu kelanjutan kisah ini, yaapi Nibiru adalah kisah pentalogi, jadi masih ada tiga cerita...jedanya lumayan cukup panjang, karena cerita Nibiru yang ini adalah cerita pertamanya....
Novel kedua Nibiru ini menemaniku selama opname di rumah sakit pasca operasi patah tulangku. Buku pertama yang menemani selama masa recovery ini. Sekuel dari novel hard ini cukup membuat hiburan di kala suasana sedang drop-dropnya, meski harus menggunakan satu tangan untuk menikmati proses membaca.
Latar tempatnya jangan tanya lagi bagi yang sudah membaca novel Nibiru yang pertama, jelas sekali bertempat di sebuah pulau yang dilindungi oleh sesuatu kekuatan. Di pulau inilah yang menjadi sebuah era-era peradaban memiliki makna dalam setiap kisahnya, saling berkait kelindan.
Jika ingin manual penokohan, ada di novel pertama dengan pemprofilan setiap karakter yang akan mengisi kisah Nibiru ini. Terutama dengan tokoh yang memiliki nama Dhaca Suli. Lalu sebuah kelompok gengnya yang ramai sekali. Asyiknya, di kelompok ini ditampilkan sisi dinamisnya, ada persoalan internal yang membuat Nibiru kian menarik.
Kelanjutan novel pertama ini cukup membuat banyak kejutan dengan berbagai plot twisnya. Aku tidak bisa menerka-nerka, kalaupun terteka itupun salah, jadi membuat kesan Nibiru ini spesial. Banyak kejutan yang terjadi. Tidak pernah terduga.
Novel ini memiliki daya tarik sejarah, fiksi dan fantasi terkait Nusantara sebagai Atlantis. Bisa aku bilang Nibiru ini sangat Tasaro Universe dengan anggapan itu, terlebih di bagian paling belakang diberikan after credits, novel ini akan memiliki kelanjutannya. Ikuti kisah Dhaca yuk.
Nibiru is a decent fantasy book. It talked about a young boy called Dhaca Suli from the South of Kedhalu. It's a loooong book about him paving the way for the victory of Kedhalu from this monster—kinda—called Nibiru. They said Nibiru always comeback every 5.013 years and it's almost time. Dhaca Suli tried his best with his four friends from school and yada yada—it's cliché really.
From my perspective, it was kinda boring. It's like reading Avatar Aang with those elements featuring Harry Potter for the spell and language. It's not consistent as well. There's this explanation that to do the pugabha (the power, kuasa in Indonesia), you need to enchant some kind of spell like Harry Potter—yet, on those battles, no one said a thing. They just did it. I think it's the same as Harry Potter where the one who excels on it don't need to say the spell? But some of them is a newbie, not a pro? I don't know. Once again, it's not consistent.
The plot itself is not bad, it's rather good, it just didn't get executed that well. In the middle part, there's even some unnecessary chapters that didn't really contribute to the plot. It does explain about the characters and all, it just kinda unnecessary that it bore me.
Overall, it's not bad, I just think it didn't get executed that well. It's a 2.5 for the plot, but the world-building is good and the art is cute so—I'll give it a 3/5 ⭐.
Sejak Harpot meledak, dan bahkan bertahun-tahun sesudahnya, dan bahkan bertahun-tahun-tahun sesudahnya, semua cerita fantasi yang berkaitan dengan sekolah sihir pasti akan dihubung-hubungkan. Sama juga seperti Nibiru ini. Di bab-bab pertama, world buildingnya oke. Aku cuma merasa bagian orang asing yang kesasar di Kedhalu ga bisa keluar dan entah bagaimana nasibnya ini jadi enggak kosisnten di bab-bab selanjutnya. Alasannya memang logis, kalau ternyata yang bisa masuk dan keluar itu ketika selubung sihir melemah. Tapi seharusnya clue-clue ini udah disebar sistematis. Karakter di awal-awal sudah oke banget. Tapi semakin ke sini kenapa makin banyak banget ya. Mungkin kelemahan POV 3 serba tahu ini memang karakternya jadi enggak tergali dalam. Dari sekian banyak karakter, yang kusuka cuma satu. Nyonya Luminya, hahaha..aku pecinta side characther. Bau-bau Harpot dan Avatar Aaang semakin kental ketika Dhaca mulai serius sekolah dan segala kemajuan dia. Banyak kebetulan yang tiba-tiba aja. Enggak ada clue sama sekali. Menurutku ada banyak yang bisa diringkas atau dibuang. Terutama penjelasan yang enggak ada kaitannya dengan konflik utama. Buat referensi menulis fantasi, ini bolehlah.
DEWATASLOT merupakan situs penyedia layanan taruhan online terbaik di Asia yang menyediakan permainan terpopuler dan lengkap di kelasnya. Nikmati berbagai pilihan game seperti sportsbook, e-sport, slots, idn-live, tangkas, live casino, togel hingga tembak ikan di satu tempat.
DEWATASLOT hadir sebagai standar kualitas terbaik pilihan jutaan player yang memiliki sistem enkripsi tercepat. Didukung dengan teknologi terkini yang menghadirkan permainan bebas hambatan ataupun bug. Rasakan sensasi betting online unik, seru dan menantang lewat tampilan dan desain atrakrif. Jangan lewatkan promosi, event dan bonus menarik yang Dewataslot bagikan setiap harinya. Daftar Dewataslot sekarang.
Ini buku lama, saya baca saat tahun pertama kuliah, sekitar tahun 2008 atau 2009. Bisa dibilang buku fantasi lokal pertama yang saya baca, dan saya suka.
Saya selalu suka dengan dunia baru yang diciptakan penulis, kerumitan, detil-detil sederhana yang menguatkan cerita. Membuat konflik dan penyelesaiannya saja sudah susah, ditambah bikin dunia baru kan pasti ribet. Itulah kenapa saya suka fantasi dan mengagumi penulisnya.
Tebal banget iya, tapi kalau sudah terjebak di dalamnya, itu tak akan terasa. Banyak banget plot twist-nya entah berapa lapis, klimaks itu ada lagi dan lagi. Saya kaget lagi dan lagi.
Berbagai nama jurus,tempat, makanan, semuanya unik dan bikin keseleo lidah.
Karena ini sudah republish dengan judul baru dari penerbit berbeda, saya menanti buku keduanya secepatnya. Tak sabar bertemu lagi dengan Dhaca Suli.
Novel ini salah satu novel fantasy favourite aku karna ceritanya out of the box banget! unik dan ternyata ada cheatnya HAHA. memang di awal rada bosan, sih (bahkan di kali pertama aku baca, aku stop di halaman pertama) tapi setelah dapet testimoni dari temen aku yang katanya novel ini seru abis, aku paksain baca. DAN BENER DONG BAGUS BANGET! immpresive dan menantang banget baca buku ini, bahkan aku menamatkan buku ini hanya dalam 3 hari saking serunya!
Fantasi dalam negeri yang paling keren sih sejauh ini. Penulis bisa nyiptain universe yang bener-bener mateng. Unsur sosial, budaya, kepercayaan, politik, semuanya ditampilkan dengan sangat nyata. Alur ceritanya tidak perlu ditanya, penuh kejutan, penuh aksi, penuh rahasia. Pokoknya buku ini gila, gasabar sama lanjutannya.
buku ini adalah buku pertama karya Tasaro G.K yang aku baca, dan aku sangat suka sekali! walaupun halamannya tidak sedikit, sang pembaca selalu dibuat penasaran dengan apa yang akan terjadi setelahnya!! penulis mampu membawakan cerita tanpa rasa bosan saat membacanya. ceritanya menarik sekali dan beberapa kali sukses membuat aku kagum!! 🥺🥺🥺
Reading this book was a fun experience, I finished it only in one day because I was curious with everything that might happen. Muwu is my favorite character, he is innocent, honest, and small so that I want to protect him. There are some plot twist and a lot of surprises near the ending, overall I really like it.