Jump to ratings and reviews
Rate this book

Srimenanti

Rate this book
Saya pernah ditanya wartawan, “Lukisanmu termasuk aliran apa?” Saya malas dan tidak tertarik menjawab pertanyaan semacam itu. Saya tidak tertarik pada label.

Hari-hari ini kegemaran bermain label kembali merajalela dan banyak orang lupa atau tidak menyadari bahayanya.

Diam-diam saya jeri menanggung beban yang diakibatkan oleh permainan label dan stigma. Namun, bagaimanapun saya mencintai hidup ini.

Di saat-saat rentan hati, ingin rasanya saya pergi mengasingkan diri. Pergi jauh ke sebuah pelukan dan berlabuh di bahu seseorang, tetapi pelukan siapa, bahu siapa?

SRIMENANTI adalah novel perdana Joko Pinurbo.

144 pages, Paperback

First published April 8, 2019

24 people are currently reading
263 people want to read

About the author

Joko Pinurbo

31 books361 followers
Joko Pinurbo (jokpin) lahir 11 Mei 1962. Lulus dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma Yogyakarta (1987). Kemudian mengajar di alma maternya. Sejak 1992 bekerja di Kelompok Gramedia. Gemar mengarang puisi sejak di Sekolah Menengah Atas. Buku kumpulan puisi pertamanya, Celana (1999), memperoleh Hadiah Sastra Lontar 2001; buku puisi ini kemudian terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Trouser Doll (2002). Ia juga menerima Sih Award 2001 untuk puisi Celana 1-Celana 2-Celana 3. Buku puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mendapat Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2002. Sebelumnya ia dinyatakan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Khatulistiwa Literary Award untuk antologi puisi Kekasihku (2004). Buku puisinya yang lain: Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), dan Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007). Selain ke bahasa Inggris, sejumlah sajaknya diterjemahkan ke bahasa Jerman. Sering diundang baca puisi di berbagai forum sastra, antara lain Festival Sastra Winternachten di Belanda (2002). Oleh pianis dan komponis Ananda Sukarlan sejumlah sajaknya digubah menjadi komposisi musik.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
87 (21%)
4 stars
154 (37%)
3 stars
135 (32%)
2 stars
32 (7%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 113 reviews
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
April 20, 2019
Maaf-maaf nih buat fans JokPin, menurut saya novel pertamanya B saja. Tokoh-tokoh di dalamnya adalah teman-temannya sendiri. Mirip-mirip novelnya Putut EA "Para Bajingan yang Menyenangkan" minus vulgar.

Karena JokPin dikenal sebagai penyair, jadi novelnya juga tak jauh-jauh dari puisi dan sajak-sajak. Sebagian dikutip dari puisi Sapardi, sebagian lagi dari kumpulan puisinya sendiri. Entahlah, saya tidak mendapat apa-apa setelah membacanya; keindahan cerita tidak, guyonannya pun garing.
Profile Image for Teguh.
Author 10 books335 followers
March 27, 2019
“Di ujung gang aku bertabrakan dengan seekor anjing. Aku tak memperhatikannya. Aku terlalu khusyuk berjalan tunduk. Aku dan anjing tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang lebih dulu menabrak. Aku terjatuh, kacamataku terpental, jidatku membentur pagar. Sungguh jalan asu.” (hal.117)


Ini kuda hitam untuk 2019! Apa yang kita harapkan saat memabca novel? Cerita bukan? Ya, di novel ini kita akan melihat kisah dua tokoh 'saya' (karena menggunakan ke-saya-an dalam bercerita), yakni seorang penyair dan Srimenanti, pelukis muridnya Nasirun. Keduanya dilanda duka yang lembut, yang mengalun, yang membayangi hidup masing-masing.

Penyair punya kegelisahan sendiri. Srimenanti pun demikian. Kemudian sosok eltece yang ajaib, lucu, dan sekaligus menggelikan.

Karena sastra dan sastrawan adalah perawat bahasa, maka di novel ini kita akan melihat bahwa Jokpin adalah perawat bahasa yang apik dan terampil. Dan perjumpaan dengan nama-nama besar yang publik Indonesia tahu pun tak jadi soal. Ah, kalian harus baca di tanggal 8 April nanti!
Profile Image for wafa.
29 reviews2 followers
April 13, 2019
Senang sekali dapat membaca novel perdananya Joko Pinurbo!

Saya langsung tertarik untuk membaca novel ini setelah melihat sinopsis di sampul bagian belakang buku. Novelnya tidak tebal, tapi saya sangat menikmati tiap halamannya.

Novel ini memiliki dua sudut pandang: seorang penyair dan Srimenanti. Membaca novel ini bikin saya lebih fokus juga karena ketika bagiannya berganti sudut pandang, saya sering tiba-tiba mikir, "Eh sekarang bagiannya siapa nih?" Sangat suka dengan karakterisasi tiap tokoh. Ada suka, ada duka. Kedua sudut pandang ini seringkali berkaitan.

Saya mengutip bagian yang paling saya sukai:
Dia sempat ditanya, "Apakah sampean berpaham kiri?" Apa jawabnya? "Saya sih kanan kiri oke."
— hal. 97
7 reviews
June 25, 2019
Novel ini memang Jokpin sekali. Tapi sesuatu yang sudah terlanjur menjadi identitas terkadang justru membuat orang malas keluar dari kubangan yang begitu melenakan. Anda akan menemukan sesuatu yang sangat Jokpin; eltece, celana, sarung, tahilalat, dan tentu kekaguman pada Sapardi-meski dari awal sudah ada wawa-wara bahwa novel ini memang berangkat dari Pada Suatu Pagi Hari-nya Sapardi. Entah saya yang terlalu tinggi berekspektasi atau bagaimana, saya merasa hanya menemukan Jokpin yang begitu-begitu saja di novel ini. Beberapa bagian novel bahkan sudah pernah lahir di cerpen yang beredar di media.

Bagaimana pun, novel perdana Jokpin ini, sangat layak untuk diapresiasi terlebih Jokpin merawat aspek gramatika bahasa di novelnya dengan begitu tekun. Belum dengan potongan-potongan sajak yang bertebaran yang berhasil menambah warna. Salut!
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
April 15, 2019
Saat ada kabar bahwa JokPin akan menerbitkan novel, saya sudah menantikan terbitnya novel ini. Sempat terlintas dalam benak saya, JokPin akan mengambil salah satu puisinya dan dibuat menjadi novel, seperti Hujan Bulan Juni milik Sapardi Djoko Damono. Dugaan saya hampir benar, tapi tidak hanya satu puisi JokPin yang ada dalam novel ini.

Novel ini berkisah tentang seorang penyair bernama Saya dan seorang pelukis bernama Srimenanti. Keduanya bercerita bergantian pada tiap bab. Awalnya saya sempat bingung, karena kedua tokoh menggunakan kata ganti "saya". Tapi kalau sudah dibaca, bisa tahu kok siapa yang lagi bercerita.

Dan iya... puisi Jokpin tidak hanya satu yang diselipkan dalam novel ini. Ada banyak... terutama tentang "celana". Lalu, tokoh-tokoh yang disebut dalam novel ini berasa cameo. Ada Sapardi, Butet, Aan Mansyur, Faisal Oddang, dan masih banyak lagi. Tokoh eltece (laki-laki tanpa celana) yang pernah muncul di cerpen karya JokPin berjudul sama juga ada dalam novel ini. Dan sepertinya novel ini adalah pengembangan cerpen Laki-laki Tanpa Celana itu. Dengan banyaknya tokoh-tokoh sastra yang bermunculan dalam novel ini, saya merasa tidak sedang membaca fiksi. Bahkan Romlah dari Mojok Buku juga hadir. Saya jadi bertanya-tanya apakah Srimenanti itu real?

This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
June 13, 2020
4,5 bintang

Seperti saat membaca buku-buku puisi beliau, baca buku ini pelan-pelan saja, dinikmati pelan-pelan agar minum puisinya paripurna.

Walau formatnya novel, Srimenanti masih dijiwai oleh puisi. Banyak kutipan puisi karya Sapardi Djoko Darmono dan Joko Pinurbo bersliweran di dalamnya. Puisi puisi itu bahkan seperti membentuk semacam tulang punggung bagi bangunan cerita utama. Selama ini kita sudah dibuai dengan ibadah puisi Jokpin, maka kenikmatan itu niscaya semakin lengkap dengan hadirnya novel Srimenanti ini.

Bagaimana miras bisa menjadi minuman waras? Mengapa asu lebih baik daripada anjing? Kenapa kita kini berdua dengan buku tapi berlima dengan uwuwu, dan dari mana sebuah puisi atau lukisan itu tercipta?

Jokpin terbuat dari aku, kamu, dan kita yang uwuwu.
Profile Image for Launa.
235 reviews51 followers
November 13, 2022
Jokpin dengan kecerdikannya memainkan kata-kata memulai cerita Srimenanti dengan mempermainkan hati dan perasaan saya, “Di sebuah gang lengang di pagi yang basah saya berpapasan dengan seorang perempuan muda, wajahnya milik trauma.” Sampai ceritanya udah tamat pun, kalimat itu terlalu membekas dan masih terngiang di kepala. Komen saya untuk Srimenanti cuma satu: asu! Kok, ya, indah banget! ❤️

Selengkapnya: bit.ly/srimenanti
Profile Image for Auliya Ulfa.
4 reviews1 follower
April 13, 2019
"Kesedihan bisa dikategorikan menjadi dua. Pertama, kesedihan yang hakiki, keren, dewasa, yaitu kesediah yang menyangkut perkara substansial, misalnya nasib dan hidup-mati seseorang. Kedua, kesedihan yang sepele, dangkal, kekanak-kanakan, yang semata-mata bersumber dari egoisme".
Saya dan matahari tidak pernah bertengkar siapa yang lebih dulu menciptakan bayangan. Saya dan kopi tidak perlu tahu siapa yang lebih hitam dan lebih pahit. Bertabrakan dengan anjing pun, tidak perlu dibahas siapa yang lebih dulu menabrak. Sesederhana itu memelihara egoisme.
.
Novel ini tidak tebal, tapi setiap halamannya penting dan berkualitas. Desain penulisan novel ini bikin pembaca tidak bosan. Ditambah lagi dengan dua sudut pandang "saya", yaitu Srimenanti dan Penyair, membuat novel ini lebih dua arah.
Banyak tokoh-tokoh sastra dan seni kontemporer disebut di buku ini. Setidaknya, mengobati kalian yang sedang rindu kentalnya kesusastraan Indonesia beserta orang-orang penting dalam sejarahnya setelah belakangan ini muak dengan perdebatan politik tanpa juntrungan.
Worth to read!!!
Profile Image for Soraya.
128 reviews7 followers
October 15, 2023
“Yang fana adalah waktu. Kita abadi.”

Menurutku buku ini unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Aku baru pertama kali baca karya Pak Joko (karena bukunya lagi diskon di gramed wokwok) dan aku CINTA MATI sama buku ini broooo hehehe,,,,,,,,
Profile Image for Rido Arbain.
Author 6 books98 followers
December 30, 2024
Terilhami puisi Sapardi, Jokpin mencoba menulis sajak dengan napas panjang yang menyamar sebagai novel.

Kata-katanya yang lirih melahirkan Srimenanti—ia bukan pesolek yang suka mengoleskan lipstik terbaik ke bibirnya yang mati kata. Ialah perempuan yang tak pernah berhenti melukis, agar satu demi satu kesedihannya pergi meninggalkan ampas di cangkir kopi.

Dengan bahasa yang mengalir seperti doa, Jokpin menjelma tokoh Penyair yang menganyam cerita tentang rindu yang berumah di tubuh. Cita-citanya kecil saja: ingin pulang menemui ibu di Jogja, lalu minum teh bersama dengan senja di depan jendela.

Setiap halaman buku ini kadang kala mengundang perenungan; setiap kalimat ibarat langkah kecil menuju sunyi yang paling akrab. Novel ini bukan sekadar bacaan sekali duduk, tetapi ia rumah singgah—tempat prosa dan sajak berkelindan yang sering kali kita abaikan.

Benar bahwa manusia selalu mampu menghibur diri dan merasa bisa abadi. Namun, Jokpin dan tulisan-tulisannya tidak pernah bertengkar tentang siapa di antara mereka yang akan abadi. Lagi pula, sabda sudah menjadi ia—yang dipecah-pecah menjadi kata dan suara. Seperti mimpinya, semoga ia kekal berpelukan dan tidur damai dalam dekapan ranjang.

Jokpin sudah menjadi buku,
yang tersimpan manis di rak buku.


NB:
Selamat menunaikan ibadah puisi di surga.
Profile Image for Hib.
45 reviews6 followers
October 4, 2021
Sebuah novel perdana seorang penyair masyhur yang setiap detik hidupnya agaknya tidak pernah terlepas dari hiruk pikuk puisi. Dalam novel ini pun sangat kental dengan gaya seorang Jokpin yang khas dengan banyolannya, dan tentu saja dengan puisinya, dan tentu saja dengan kekagumannya pada sosok Sapardi. Selain kutipan-kutipan sajak Sapardi, Jokpin juga menyisipkan kutipan-kutipan indah pujangga tanah air dan tentu saja sajak buatannya sendiri.

Yang saya tangkap, Jokpin menggunakan dua sudut pandang yang berbeda pada setiap bagiannya. Dan kalau lebih diperhatikan lagi sudut pandang ini bergantian dari satu bagian ke bagian berikutnya. Setelah mengetahui pola ini, saya lebih bisa memahami alur cerita yang disajikan.

Kutipan novel yang paling saya sukai berada di bagian terakhir novel ini. "Malam sudah larut. Saya masih bersendiri dengan puisi. Berdua dengan hujan. Bertiga dengan kopi. Berempat dengan kantuk. Berlima dengan uwuwu. Saya ingin mengucapkan selamat istirahat kepada tokoh-tokoh yang bercungulan dalam sajak Sapardi, yang telah melahirkan kisah-kisah yang tak terbayangkan sebelumnya. Tidur tenteramlah kalian semua. Aku masih mengembara." (Srimenanti : 135)
Profile Image for anovelia.
14 reviews12 followers
February 22, 2024
novel perdana karya Jokpin ini ceritanya ngalir banget. seperti biasanya Jokpin yang selalu mengagungkan Sapardi Djoko Damono, dia membawa banyak penggalan sajak, judul puisi, dan karya lainnya. usaha untuk bertemu dengan penyair favoritnya yang sudah berhasil mengacak-acak ruang dan waktunya lewat kata-kata ajaib Sapardi. bertemu dengan wanita pelukis burung biru di kepala. Srimenanti menghilang, ia dicari. tau-taunya sedang menanti si eltece. katanya "Ia tak akan datang!", Srimenanti tetap teguh, "Tidak, ia pasti datang!"
Profile Image for ifan.
47 reviews18 followers
May 19, 2019
Sebagai karya perdana, novel ini cukup matang. Elaborasi apik sisi penyair Pak Jokpin dgn sisi pengarangnya, hingga tercipta cerita yang membahagiakan nan menghangatkan.
Saya senang sekali dengan detaidetail kecil dan unik di sepanjang cerita, sama lah kesenangannya dengan baca puisi-puisi Jokpin sebelumnya.
Profile Image for Op.
373 reviews125 followers
July 19, 2022
Kenapa aku malah sedih banget baca ini???
Profile Image for Amelia.
13 reviews
July 26, 2023
buku yang menarik, tidak memiliki alur yang tetap, dan terdapat dua POV di dalamnya, POV Srimenanti dan POV lelaki yang tidak diketahui namanya (yang saya tahu dia adalah penyair yang selalu membuat puisi berjudul hal-hal yang nyeleneh).

Di tengah-tengah cerita saya agak kebingungan setelah mengetahui bahwa buku ini memiliki dua POV, sehingga akhirnya saya harus menebak sekarang yang saya baca adalah POV milik siapa? Saya juga jadi bertanya-tanya mengenai pekerjaan Srimenanti, apakah ia pelukis atau juga merupakan penyair? Saya juga masih belum mendapat gambaran yang tepat mengenai eltece, apakah ia benar sosok hantu? Apakah ia sebenarnya adalah sosok imajinasi? Saya bertanya-tanya mengenai hal tersebut. Kemungkinan besar buku ini akan menjadi buku yang akan saya baca ulang di kemudian hari.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Bunga Mawar.
1,355 reviews43 followers
November 27, 2020
Buku setipis ini, ternyata memerlukan tiga hari untuk dibaca. Eh, bukan tiga, melainkan empat.

Puisi-puisi Jokpin buat saya memang lebih mirip prosa dengan kata yang setia terletak pada baris tak sama panjang. Jadinya, novel pertama beliau ini (entah beliau akan menulis novel lagi atau enggak kita belum tahu), rasanya tetap puisi juga. Bedanya, barisan kata di sini tersusun dalam paragraf, dan kumpulan paragraf ini terkumpul dalam bab tipis-tipis tanpa judul atau nomor. Tiap paragraf bergantian diaku sebagai narasi "saya" mas penyair (tak disebut namanya) dan "saya" mbak pelukis (namanya Srimenanti).

Mas penyair dan mbak Sri terhubung lewat puisi SDD, teman-teman yang sama (yang sudah banyak kita kenal namanya), dan makhluk kesayangan yang disebut eltece. Roman antara mbak Sri dan mas penyair rasanya tipis tebal. Tipis tanpa narasi, tebal dalam geregetan pembaca yang nggak paham kenapa gak ada konflik antara keduanya padahal teman-teman mereka sama adanya dan beda karakternya.

Begitulah, rupanya saya kurang pandai menilai puisi. Bintang 2,7 saja, dan saya harap bisa segera diberi kesempatan membaca puisi Jokpin lagi.
Profile Image for Sunny..
54 reviews4 followers
September 25, 2019
Novel yang terlalu puitis. Setiap baris kata seperti mengandung makna yang...ah. Srimenanti mengenalkan aku lebih jauh pada puisi-puisi terbaik yang kemudian ingin segera aku baca. Bukan bacaan yang cocok untuk yang tidak menyukai cerita abstrak, melainkan bacaan yang cocok untuk yang suka menerka arti kata-kata.
Profile Image for Gita Swasti.
322 reviews40 followers
August 12, 2020
Bahkan saat membacanya pun, saya membayangkan tengah menyimak Jokpin di depan saya yang sedang berpuisi.
Profile Image for Aan.
10 reviews2 followers
March 15, 2023
Meskipun ini adalah novel, tapi rasanya seperti membaca puisi. Isinya puitis sekali, sarat akan referensi-referensi puisi, khususnya puisi-puisi Sapardi.
Profile Image for Rafli.
102 reviews41 followers
January 18, 2023
4.5/5

Barangkali senja adalah sebuah firman visual bahwa tak ada sesuatu yang tak berakhir, ketika esok harinya fajar rekah, itu artinya tak ada sesuatu yang tak bisa dimulai kembali.

Dilihat dari sampulnya yang tampak menyiratkan kesendirian dan kesunyian, tidak saya sangka cerita dan tulisan novel Srimenanti ini akan sangat jenaka. Awalnya saya juga mengira gaya penulisan novel pertama Joko Pinurbo ini akan terasa ‘tinggi’ atau nyastra mengingat penulis seorang penyair. Namun, meskipun masih ada kepuitis-puitisan di dalamnya, tulisannya tidak berlebihan dan begitu mudah diterima bahkan oleh pembaca yang awam akan puisi seperti saya. Berkat hal itu pula yang membuat novel ini terkesan lincah, dan menggelitik. Hal tersebut membuat novel ini sangat mungkin dilahap sekali duduk selain karena bukunya tipis.


Di samping tulisannya yang bagus, cerita atau plot Srimenanti ini unik, bahkan saya berpikir bahwa buku ini sesungguhnya tidak memiliki plot. Pembaca akan mengikuti kehidupan dua karakter secara bergantian, satunya seorang penyair, satu lagi seorang pelukis bernama Srimenanti. Apabila mengira ujungnya akan terjadi romansa antara mereka, itu salah besar. Tidak usah kecewa, toh pembaca akan mendapat sesuatu yang kocak dan menghibur dari keseharian mereka yang bergelut dengan profesi ataupun hal remeh-temeh, mengopi di warung dan melayat di kuburan misalnya. Setiap babnya pun singkat. Menganggapnya sebagai cerpen pun sah-sah saja. Pembaca juga akan diganjar hal-hal yang konyol tidak terduga dan membikin senyum-senyum, mulai dari kentut hingga asu.


“Hai, jangan cengeng dong. Hidup ini memang asu, tau?!”

“Nah, buku ini termasuk aliran apa?” meniru gaya salah seorang tokoh, saya bisa menjawab, “Buku ini mengalir saja.” Saya bertaruh Srimenanti akan membuat pembacanya dengan sukarela membolak-balik halaman hingga enggan meletakkannya, tahu-tahu sudah di penghujung. Kemudian, kita akan mengetahui bahwa secara keseluruhan buku ini menceritakan sosok-sosok seniman dan sastrawan yang dipertemukan dan terikat oleh puisi, lukisan, dan Jogja. Oleh karena itulah, dalam perjalanannya, saya merasakan kejutan yang menyenangkan ketika satu per satu bertemu tokoh-tokoh yang familiar di telinga saya, seperti Aan Mansyur, Faisal Odang, dan Yusi Avianto Pareanom. Saya jadi berpikir, “Oh, Jokpin bercerita tentang dirinya dan teman-temannya, toh” (Meskipun saya kurang yakin apakah benar mereka berteman dan apakah si penyair dalam buku ini adalah Jokpin itu sendiri, saya asal menebak saja). Sapardi Djoko Damono turut hadir. Memang Srimenanti terinspirasi dari puisi beliau yang berjudul “Pada Suatu Pagi Hari” dan memang saya merasa cerita ini adalah ekspresi kekaguman dan persembahan manis Joko Pinurbo padanya. Saya pun kena getahnya karena jadi kepengin mencicipi buku-buku puisi.


Srimenanti berunsur realisme magis, kalau saya tidak salah menafsirkan. Bentuknya berupa makhluk halus eltece (LTC, lelaki tanpa celana) korban penyiksaan Orde Baru. Saya bertanya-tanya siapa dia sebenarnya dan sempat mengira bahwa ia ayah Srimenanti. Selain itu, masih ada bagian-bagian yang tidak bisa langsung saya pahami, misalnya kehadiran dan makna burung biru. Kemudian, secuil kekurangan yang saya rasakan adalah kurang jelasnya latar tempat dan waktu serta terasa tidak kronologis sehingga menimbulkan sedikit kebingungan. Namun, bagi saya itu tidak berdampak besar karena tidak menutupi kelebihan yang telah saya sebutkan. Saya pun akan bersenang hati merekomendasikan buku ini bagi siapa saja, terutama yang sedang mencari bacaan yang tipis, singkat, lugas, lucu, indah, dan menyenangkan. Buku ini cocok disantap sambil ditemani secangkir kopi hangat dan pisang goreng pada suatu sore di halaman belakang. Sedap!


Saya pernah bilang kepada Subagus, “Jogja itu mata rindu, bukan mata pencaharian.” “Halah, sok puitis,” timpalnya.
Profile Image for Amaliya Khamdanah.
24 reviews
December 25, 2023
SRIMENANTI, novel pertama karya Joko Pinurbo. Terbit di Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2019 dengan tebal 138 halaman.

Gubahan puisi menjadi narasi panjang yang menjadikannya novel. Berawal dari puisi Pada Suatu Pagi Hari karya Sapardi Djoko Damono. Menurutku ini sangat menarik dan berkesan. Ah, keren, sial, aku tertawa terus sekaligus deg-degan. Wkwk.

Menggunakan sudut pandang 'aku' untuk dua tokoh utama dan profesi yang berbeda, tapi, saling berkesinambungan. Pertemuan keduanya sangat sepele dan tidak disadari, di tengah gerimis dan lorong gang lengang seperti penggalan lirik puisi Pada Suatu Pagi Hari. Pertemuan yang kebetulan terjadi lagi, tokoh 'aku' berpura-pura mewawancarai tokoh 'aku' yang satunya, tapi tak berhasil, di museum pun juga begitu. Namun, di rumah Hanafi dan Dinda, keduanya bertemu lagi secara resmi. Aku suka dialog perkenalan saat itu, "Kamu pasti tidak tahu, sebenarnya aku sudah tahu tentang kamu. Sudah minum puisi belum?" Ia kaget dan bengong.

Novel ini juga menghadirkan sesuatu dari masa lalu, seperti kisah perginya ayah dari tokoh aku yang bernama Srimenanti. Masih menjadi misteri. Lalu apa hubungannya dengan eltece-sosok mengerikan yang menakut-nakuti beberapa tokoh. Kemunculan sosok ini berhasil membuatku bergidik ngeri.

Mas Penyair begitu yang dikatakan Srimenanti saat menyapa tokoh aku yang satunya. Ia adalah seorang penyair, dikatakan Subagus bonus dari menabrak tiang listrik karena membaca puisi Sapardi. Ah, gokil. Tak hanya itu, banyak dialog antar tokoh yang akan membuatmu tertawa, bahkan saat obrolan dengan diri sendiri atau benda-benda mati. Aku curiga, novel ini sebenarnya novel komedi berkedok sastra. Luwes sekali guyonannya.

Beberapa setting cerita ada di Jogja dan Jakarta, sekali terbang ke Makassar untuk menemui Aan Mansyur untuk mencari jawaban spesifik dari puisi itu. Lagi-lagi aku ketawa pas bagian Dobosky, jiann. Tapi, ya, benar juga, perkata dalam puisi itu ada maksudnya.

Srimenanti, seorang pelukis. Kadang, ia perlu menyepi dan meditasi untuk melukis. Permasalahan juga ada di sini, keramaian yang ada di kepalanya. "Dalam kepalamu ada seekor burung biru. Burung itu berkicau tiap malam."
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Dedul Faithful.
Author 7 books23 followers
March 22, 2020
Novel ini adalah novel perdana Joko Pinurbo (Jokpin) yang umum dikenal sebagai penyair. Puisi-puisinya yang singkat tetapi bermakna, selalu berhasil membuatku berdecak kagum. Makanya, aku memberanikan diri untuk membaca novel perdananya ini. Tipis, cuma 148 halaman saja.

Mengisahkan Srimenanti yang seorang pelukis. Juga dikisahkan tokoh 'saya' yang menurutku dia adalah Jokpin sendiri. Novel ini dikisahkan bergantian dari POV Srimenanti dan tokoh 'saya'. Menurutku novel ini cocok jadi bahan hiburan yang mampu membuat siapa saja akan berpikir.

Pasalnya konflik utama dalam novel ini hampir tidak ada. Masalah-masalah hanya menghampiri tokoh Srimenanti dan tokoh 'saya' secara masing-masing, tidak ada tubrukan konflik, tidak ada masalah yang perlu diselesaikan secara bersama.

Malah rasanya salah satu konflik di novel ini sangat absurb tapi disajikan dengan sangat kocak. Eltece, hantu itu membuat gegar warga. Awalnya hanya berdiam di rumah Srimenanti, tapi akhirnya mengunjungi juga tokoh-tokoh lain. Tapi konflik ini tidak diceritakan horror, alih-alih disajikan penuh guyonan.

Apa yang sebenarnya Jokpin ingin berikan kepada pembaca? Menurutku Jokpin berusaha memberikan kesan dan pesan bahwa ia juga bisa menggugah pembaca bukan hanya lewat puisi, tapi juga lewat karya dengan napas yang lebih panjang. Meskipun begitu, ia masih bercerita dengan gayanya, penuturannya masih sama, dan yang membuatku senang adalah humor yang ia berikan lebih jelas dalam novel ini. Pembaca tidak akan mendapatkan kata 'asu' bertaburan di novel karya pengarang lainnya, atau kata 'sakaratulmampus', bisa aja ya Jokpin.

So, novel ini direkomendasikan sekali untuk dibaca. Meksipun hadir dengan label 18+, tidak ada adegan yang membahayakan bila dibaca remaja. Mungkin cuma makna cerita yang terlampau tinggi yang patut diantisipasi, enggak kok sebenarnya enggak tinggi-tinggi banget sampe bisa bikin pusing. Malah pendekatan gaya millenial sih yang coba Jokpin terapkan dengan menulis bab-bab yang superpendek dan bahasan hal-hal remeh-temeh.

👏👏👏👏👏
Profile Image for Silvia Okta.
97 reviews
February 5, 2023
Awal mula tertarik untuk membaca Srimenanti, novel pertama karya Joko Pinurbo karena covernya yang sangat cantik. Jadi aku mau mengapresiasi siapapun dibalik cover cantik tersebut.

Novel Srimenanti ini menceritakan dari sudut pandang dua tokoh utama, yaitu si penulis/penyair dan si pelukis (Srimenanti). Sudut pandang kedua tokoh tersebut sama-sama menggunakan sudut pandang pertama (saya), yang mana sempat membuat aku bingung ketika membaca. Namun setelah mengerti pola pergantian sudut pandangnya aku mulai paham dan cukup menikmati keunikan ini. Ya menurutku cukup unik cara penyajian sudut pandang demikian. Kisah yang diangkat cukup ringan, keseharian dari kedua tokoh tersebut.

Pada novel ini banyak disajikan beberapa penggalan puisi, mayoritas puisi Sapardi. Setelah aku baca beberapa hal tentang Joko Pinurbo, beliau memang mengagumi sosok Sapardi jadi tidak heran jika karya ini banyak terinspirasi dari puisi beliau bahkan menjadikan Sapardi salah satu tokoh pada novel ini. Secara keseluruhan aku menikmati perjalanan membaca novel ini. Cerita yang ringan, penggalan puisi yang indah, dan beberapa guyonan yang ya okelah. Namun hal yang cukup mengganggu karena tak bisa kupahami adalah keberadaan eltece, sosok hantu. Aku masih belum bisa memahami alasan keberadaan hantu tersebut di keseluruhan cerita. Apakah ia hanya bentuk kiasan yang tak bisa kupahami atau bagaimana?

Kutipan favoritku: "Malam sudah larut. Saya masih bersendiri dengan puisi. Berdua dengan hujan. Bertiga dengan kopi. Berempat dengan kantuk. Berlima dengan uwuwu. Saya ingin mengucapkan selamat istirahat kepada tokoh-tokoh yang bercungulan dalam sajak Sapardi, yang telah melahirkan kisah-kisah yang tak terbayangkan sebelumnya. Tidur tenteramlah kalian semua. Aku masih mengembara." (Srimenanti: 135)
Profile Image for Nike Andaru.
1,628 reviews111 followers
April 15, 2019
93 - 2019

Novel pertama Joko Pinurbo.
Setelah membaca banyak buku puisi Jokpin, saya pastilah tahu buku ini seperti membaca buku puisinya tapi dibalut dengan cerita seperti novel. Pembaca puisi Jokpin dengan mudah bisa menebak itu semua dari cerita antara Saya si penyair dan Saya, Srimenanti si pelukis.

Ya, ada dua tokoh yang bergantian bercerita dalam buku ini. Awalnya saya bingung, ini yang cerita siapa, Saya atau Srimenanti, penyair atau pelukis, suka kebolak balik. Tapi itu awalnya aja sih, selanjutnya lebih mudah menebak ini yang cerita siapa.

Buku ini bercerita tentang pertemuan keduanya, tentang sajak Sapardi Djoko Damono, tentang para penyair, tentang Jogja dibalut dengan gaya penceritaan puisi ala Jokpin.

Ada nama-nama terkenal seperti Aan Mansyur, Faisal Oddang, Yusi Avianto, Shinta Febriany yang muncul dalam buku ini. Kalo ini sebuah film, maka mereka muncul sebagai figuran lah gitu. Juga ada Mojok buku dan Romlah, belum lagi sedikit ngeselin, banyak ngangenin yang pastinya diubah dari lirik lagunya Payung Teduh. Jogja banget emang.

Ada lagi tokoh Laki-laki Tanpa Celana yang disebut eltece yang anehnya bisa jadi bumbu lucu dan unik dalam buku ini. Ah, novel pertama Jokpin ini ternyata tetap enak dinikmati sama seperti buku-buku puisinya.
Profile Image for Meilany.
84 reviews3 followers
October 31, 2021
Ini adalah novel perdananya Jokpin sekaligus karya pertamanya yang baru aku baca. Menyesal karena aku belum pernah baca puisi-puisinya beliau. Karena bisa dibilang aku bukan penikmat puisi. Otakku agak bekerja keras kalo baca puisi tuh. Ditambah lagi di dalam buku ini juga dimasukkin puisi-puisinya Eyang Sapardi. Jadi tambah bikin aku menyesal lagi karena belum juga baca puisi-puisinya beliau 😭

Overall aku suka banget sama kalimat-kalimat yang mampu bikin aku tersentak dalam buku ini, meskipun POV dan alurnya sedikit bikin aku bingung di awal karena tidak ada keterangan kalo ternyata ini ditulis dengan 2 sudut pandang yaitu bagian Srimenanti sendiri dan juga si Penyair yang namanya tidak disebutkan bahkan sampai akhir buku ini atau mungkin si Penyair ini adalah si Penulis alias Jokpin sendiri (Dugaanku) heuheu.

Yang aku suka juga karena ada beberapa tokoh yang memang ada dalam kehidupan nyata meskipun ini karya fiksi. Seperti Sapardi Djoko Damono, Aan Mansyur, Faisal Oddang, Romlah dan beberapa tokoh lain.

Dari segi cerita, buku ini sangat sederhana sekali bahkan aku kira tidak ada konflik yang muncul, tapi aku benar-benar menikmati saat baca buku ini. Mungkin dari sini aku akan mulai coba untuk baca-baca buku puisi hehe
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Kadek.
21 reviews1 follower
March 8, 2025
Buku ini menceritakan seorang srimenanti, sosok yang handal melukis. Dia sempat bertemu dengan seorang penyair yang tergila-gila dengan puisi, sampai dia menabrak tiang listrik pada saat membaca buku puisi.

Dan mereka berdua pernah bertemu dengan hantu lelaki tanpa celana atau eltece, menurut srimenanti jika ada eltece datang kau harus membungkuk dan mengucapkan "Yang fana adalah waktu, kita abadi". Dan setelah srimenanti melakukan hal tersebut, eltece berterimakasih dan menghilang dari hadapannya.

Buku ini menggunakan pov nya selang-seling, cirinya adalah di tandai dengan pergantian bab.

Di buku ini banyak mengutip puisi-puisi karya sapardi dan jokpin sendiri. Kayaknya aku pengen baca karya-karya jokpin yang lain, soalnya ini baru kenalan sama karya nya udah bagus.
Buku ini konfliknya ringan, dan yang kurang adalah penyelesaian masalahnya. Sampai sekarang misteri eltece itu belum terpecahkan, mungkin memang sengaja di buat seperti itu hanya untuk menghidupkan cerita dari buku ini.
Profile Image for Afy Zia.
Author 1 book116 followers
May 5, 2019
3,3 bintang.

Cukup suka dengan novelnya perdananya Jokpin. Meski harus diakui, saya bingung dengan POV atau sudut pandangnya. Ternyata ini diambil dari 2 sudut pandang. Makanya saya mengernyit ketika buka bab baru dan kerasa ada yang "janggal", soalnya nggak ada pemberitahuan sama sekali kalo ganti sudut padang atau POV.

Konfliknya nggak yang "wow" gitu. Malahan sederhana banget IMO (saking sederhananya, saya sampai merasa buku ini kayak nggak ada konflik 😂).

Buku ini juga dikait-kaitkan dengan puisinya Eyang Sapardi (too bad, saya belum pernah baca puisi-puisinya beliau). Ada juga penggalan puisi milik Jokpin sendiri (too bad juga, saya belum pernah baca puisi-puisi beliau. Tapi mau nyoba baca sih ini).

Gaya penulisannya kadang-kadang bikin saya ngakak. Dan yang bikin buku ini kerasa nyata adalah karena beberapa orang yang disebutin di buku ini MEMANG nyata. Sapardi, Aan Mansyur, Faisal Oddang, Romlah.

Kovernya cakep banget, betewe.
Profile Image for arida.
25 reviews
December 16, 2021
Berkat buku ini, saya tahu banyak judul puisi lain
"Tubuhku kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri" juga "Semua sudah dimaafkan sebab kita pernah bahagia"

Meskipun bahasa yang digunakan penuh banget sama unsur sastra, asli gilaa indahnya.
Saya bisa sebut buku ini bukan termasuk buku yang tidak habis sekali aca, karena banyak ambiguitas di dalamnya, kalau tidak jeli saya yakin akan kehilangan arah cerita dan penceritaan.
Awalnya saya kira novel ini hanya menampilkan sudut pandang tokoh aku adalah satu orang, ternyata sudut pandang 'aku' adalah milik dua orang yang saling berhubungan. So fun!!
Saya selalu suka puisi karya Pak Joko Pinurbo, karena terasa renyah meskipun pada beberapa puisi saya merasa geli, rasanya seperti saya adalah remaja yang sedang digombali lawan jenis. Sama rasanya ketika saya membaca novel ini. But, that's fun, actually.
45 reviews1 follower
January 8, 2023
Saya suka banget sama penulisannya. Penyematan puisi-puisi di setiap dialog juga membuat ceritanya lucu dan menarik untuk diikuti. Karena saya juga mengikuti puisi-puisi Sapardi, saya jadi cukup nyambung dan ngeh dengan sejumlah jokes yang ditulis dalam buku ini. Buku ini juga sekaligus mengenalkan saya beberapa sastrawan/sastrawati di Indonesia yang lain, meski jelas dinyatakan bahwa cerita dalam buku ini adalah fiksi.

Hal yang paling saya suka dari dunia sastra, khususnya pas baca buku ini, adalah bahwa tokohnya bisa melakukan hal-hal yang nggak bisa kita jumpai di realita, misalnya berdialog dengan benda mati. Kapan lagi kita bisa menemukan cerita seorang tokoh berdialog dengan kursi, bercengkerama dengan hujan, bahkan masuk ke dalam lukisan?

Pokoknya buku ini sukses membuat saya ingin masuk ke dalam 'dunia sastra' yang diciptakan oleh penulis.
Displaying 1 - 30 of 113 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.