Jump to ratings and reviews
Rate this book

Semasa

Rate this book
Sepasang sepupu, Coro dan Sachi, tidak pernah mengira mereka akan dihadapkan pada hari ketika Rumah Pandanwangi, rumah masa kecil mereka, harus dilepaskan. Di sana mereka tumbuh besar, dan di sanalah kedua orang tua mereka pernah menganggap kehidupan akan tertambat selamanya.

Tapi dalam hidup mereka, seperti hidup orang-orang lain, pada akhirnya kata 'selamanya' bukan pilihan.

Mereka harus melangkah.

---

Maesy dan Teddy lewat Semasa adalah duet penulis yang hadir dengan kisah keluarga yang sederhana saja. Dengan kekuatan narasi mereka, kisah-kisah sederhana itu menjadi bukan cerita biasa. Pilihan hidup para tokohnya menjadi teramat nyata dengan suara-suara yang punya daya dan gema. Sekali lagi, hadir sebuah novel yang membuktikan adagium bahwa keluarga yang bahagia sama satu dengan lainnya, dan keluarga yang murung hadir dengan kemurungannya sendiri-sendiri.

149 pages, Paperback

First published February 16, 2018

28 people are currently reading
575 people want to read

About the author

Teddy W. Kusuma

5 books39 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
337 (45%)
4 stars
315 (42%)
3 stars
86 (11%)
2 stars
6 (<1%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 230 reviews
Profile Image for Dewi Michellia.
Author 12 books106 followers
April 12, 2021
Bertemu dengan Maesy dan Teddy kali pertama di Kedai Tjikini di sela-sela acara ASEAN Literary Festival 2014 lalu. Menyenangkan sekali. Mereka membuat saya yang canggung ini banyak tertawa di pertemuan pertama. Pertemuan selanjutnya hanya terjadi dengan Maesy yang sedang menjalani tugas kantor di Yogya. Saya dengan spontan menawarkan agar kami pagi-pagi benar mandi ke sungai yang airnya masih jernih di wilayah Kaliurang, pulangnya kami berkunjung ke Lir Shop karena Maesy penasaran dengan betapa cantiknya ruang kreatif di Yogya satu itu. Dan kami juga mampir ke Trotoar Icebar bertemu Pak Pedro, di sana seorang penyanyi jalanan menyanyikan satu lagu The Beatles yang menjadi lagu di hari pernikahan Maesy. Ada acara jalan-jalan ke Klinik Kopi juga dan berjumpa Mas Pepeng, di sana Maesy berkabar buku pertama mereka Kisah Kawan di Ujung Sana akan terbit, saya berteriak gemas dan bilang kalau ingin sekali menjadi pembaca pertama. Senangnya, mereka menunggu tanggapan hasil bacaan itu dan mencantumkannya di sampul Kisah Kawan di Ujung Sana. :)

Berikutnya adalah, kembali, pertemuan di rumah Paman Yusi untuk menghadiri hari khitan sang putra bungsu, kami mengobrol panjang di KRL saat pulang dari acara itu, dan mereka mengantarkan saya ke Gambir, sebelumnya kami menikmati kopi di tempat favorit Maesy dan Teddy di Sabang 16, sembari memperdengarkan lagu-lagu Kings of Convenience. Pertemuan terakhir di Yogya tampaknya terjadi ketika mereka mampir kembali ke Yogya agaknya, dan kami berjumpa di Lir Shop, di sana kami banyak membual dan saya dengan jahil meramal garis tangan banyak orang. Mereka percaya betul isi ramalan saya. Hingga suatu hari, Maesy mengirimkan surel amat panjang menceritakan tentang betapa gembiranya dia, Teddy, dan Steven yang berencana mendirikan POST. Panjang sekali jeda untuk saya yang jadi kuli kantor harian di Yogya bisa berkunjung ke POST, dan melihat ruangan yang masih kecil mungil itu, hingga tiba kesempatan tinggal lama di ibukota dan berkunjung pada acara-acara menyenangkan di hari Sabtu. Tiga tahun hidup satu kota dengan mereka, ternyata tetap saja, pertemuan-pertemuan kami menjadi pertemuan-pertemuan yang masih berkesan dan membekas lama, karena pertemuan-pertemuan itu terjadi jarang-jarang juga.

Sebelum novel "Semasa" ini lahir, Maesy dan Teddy sudah banyak cerita tentang rencana-rencana fiksi yang ingin diselesaikan. Tentang Jakarta ataupun tentang kisah-kisah semibiografis keluarga Teddy di Bali. "Semasa" entah mengapa menjadi kejutan karena sama sekali berbeda dari yang selama ini diceritakan. Di sebuah acara makan-makan di rumah Paman Yusi yang dilangsungkan tahunan, mereka menyunting saya untuk menjadi penyunting fiksi "Semasa". Naskah dikirimkan ketika saya sedang berjalan-jalan di sebuah toko buku yang berjarak 18 jam penerbangan pesawat. Bagus sekali, pikir saya, ketika membaca separuh buku, dan menuntaskannya saat pulang ke rumah. "Semasa" menyuguhkan cerita yang hangat sekali, tentang keluarga, tentang pilihan-pilihan hidup, tentang kecemburuan-kecemburuan antara saudara, tentang hal-hal yang tidak lagi sama, tentang perubahan yang tak terelakkan, dan tentang rumah. Bagaimanapun melenakannya membacanya berulang kali, mereka harus menutup naskah buku itu untuk kemudian diterbitkan, dan saya bisa katakan, pengalaman membaca Semasa sama berkesannya seperti pertemuan-pertemuan saya dengan Maesy dan Teddy selama ini. Selamat ya, untuk kalian berdua.
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,034 reviews1,961 followers
March 26, 2020
"Terkadang hal-hal kecil di depanmu, hal-hal yang tak signifikan sebetulnya, mengingatkanmu pada rentetan kejadian masa lalu yang -- dengan cara kerap berbelit-belit -- seolah menjelaskan keadaanmu saat ini."


Semasa membuka kisahnya dengan kalimat awal yang begitu membuatku tertarik. Pemantik yang akhirnya menjadi sebuah keputusan yang tidak aku sesali: membaca Semasa. Buku ini sudah ada di rak To-Be-Read Goodreadsku sejak tahun 2018. Waktu itu masih dengan desain sampul yang sebelumnya. Nama Teddy dan Maesy sudah aku kenal sebagai pendiri dan pengelola POST Santa -- yang kemudian menjadi toko buku independen favoritku di Jakarta. Aku beruntung, bisa mengenal mereka kemudian.

Semasa berkisah antarsepupu bernama Sachi dan Coro. Keduanya kembali ke rumah peristirahatan keluarga di Pandanwangi untuk terakhir kalinya sebelum rumah itu dijual dan berganti pemilik. Sepanjang perjalanan hingga ketika mereka berada di dalam rumah, dialog-dialog antartokoh terbangun dengan hangat dan tanpa kita sadari, melempar pembaca ke ruang-ruang waktu. Ada kalanya Coro teringat masa-masa kecilnya dengan Sachi. Tentang aksi-aksi yang dianggap heroik. Ada pula tentang kekesalan Sachi karena Coro yang selalu menganggap dirinya masih anak-anak.

"Kapan kita mesti menarik garis untuk segala sesuatunya? Bahwa sesuatu menjadi urusan kita, atau tidak lagi menjadi urusan kita? Bahwa yang kita lakukan sudah cukup, atau kita masih harus meneruskannya sedikit lagi?"


Teddy dan Maesy bisa merangkai masa lalu kedua bocah itu melalui kisah dalam perjalanan, dalam perenungan di malam hari di tepi sungai, dalam percakapan lewat seteguk kopi. Semuanya terasa berjalan begitu saja. Plotnya mengalir dan tidak ada paksaan sama sekali. Masalah muncul secara berurutan sampai akhirnya Sachi dan Coro dipaksa untuk memilih: Bibi Sari atau Bapak.

Bintang 5 aku sematkan karena memang aku tidak menyangka bahwa Semasa benar bisa ku selesaikan dalam sekali duduk. Halaman demi halaman berbalik begitu saja sampai akhirnya aku mencapai ujung kisah Sachi dan Coro. Kenangan dan masalah yang dihadapi oleh para tokoh adalah hal yang kerap kita jumpai di keluarga. Berselisih pendapat bagaimana menghabiskan akhir hayat.

Hal lain yang aku juga suka adalah bagaimana penulis menyisipkan nama legendaris beserta karya dari pengarang dunia. Bahkan ada tokoh minor yang menggunakan nama tokoh dalam karya sastra. Tidak itu juga, ada beberapa paragraf yang berisi sindirian halus terhadap kejadian yang sedang terjadi ketika buku ini dikerjakan--namun tetap saja untukku, it's spot on!.

Aku rasa Semasa adalah sebuah bacaan cocok untuk mereka yang menginginkan adanya tulisan bertema keluarga yang hangat (bukan mengharukan lo ya). Tentang menyirami kenangan indah di pojok ingatan sembari membentuk yang baru.

"Sesudah beberapa botol anggur, Giofridis mulai bergaya seperti filsuf. Ia pikir ia lebih bijak dari Socrates atau lebih cakep dari Apollo. Aku juga begitu, sih. Aku mulai melantur soal kehidupan sesudah mati, proses terbentuknya semesta, dan entah apa lagi."
Profile Image for melmarian.
400 reviews134 followers
June 12, 2019
Baguuuus :')

"Aduh, aku akan kedengaran seperti orang tua filosofis, Coro, maaf ya. Tapi hidup ini memang seperti itu. Kamu melepas sesuatu, lalu memulai sesuatu. Rumah ini, bagaimanapun, ya, benda mati. Yang hidup itu kenangan di dalamnya, juga alasan-alasannya berdiri. Semua kedekatan emosional yang muncul darinya, juga terhadapnya, itu tidak akan lepas, tidak akan hilang. Aku akan memegangnya terus-menerus, memeluknya erat-erat di hatiku, sampai kapan pun."
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
April 20, 2018
Pada akhirnya, hidup bukan tentang seberapa banyak barang yang kita miliki tetapi seberapa banyak kenangan indah yang kita syukuri. Juga, bukan berapa banyak buku yang yang kamu punya tetapi seberapa banyak buku yang kau baca dengan segala kenangan apa pun tentangnya. Terima kasih telah mengingatkan saya untuk lebih banyak lagi menghabiskan waktu di rumah.
Profile Image for dina.
258 reviews87 followers
March 14, 2025
memory is a brutal thing, its thread connects you with moments in life you would rather keep inside your chest, be it made of wooden planks or ribs, and bridge the gap you no longer crossed, until you're forced to as the memory floods back in. throughout my short trip reading this book in one sitting, my eyes welled up with tears.

it's fascinating how humans cling onto the remainders of anything close to their loved ones that are now either gone or away; recycling ways to exist in the wilderness of the world we have to re-map now that we're without them. to go on with our days despite the grief, despite the loss.
Profile Image for ucha (enthalpybooks) .
201 reviews3 followers
November 12, 2018
Karya yang hangat dan menyenangkan dari Teddy dan Maesy. Saya suka hampir semua dialog-dialog sepanjang cerita. Saya tidak tahu darimana inspirasi nama Coro, tapi untuk nama tokoh Sachi kemungkinan dari nama gadis kecil yang melakukan "internship" di toko buku POST Santa milik mereka tahun lalu. ?
Semoga ada penerbit lain yang ambil alih dari terbitan Oak ini, agar kisah dua sepupu Coro dan Sachi ini terus berlanjut menemui bakal pembacanya.
Profile Image for h.
374 reviews149 followers
July 3, 2023
Thanks for making me cry at 12 am.
Profile Image for owlshell.
63 reviews10 followers
November 24, 2021
“𝙺𝚒𝚝𝚊 𝚒𝚗𝚒 𝚍𝚞𝚊 𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚍𝚎𝚠𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚋𝚎𝚍𝚊. 𝙰𝚙𝚊, 𝚜𝚒𝚑, 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚝𝚞𝚕-𝚋𝚎𝚝𝚞𝚕 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚔𝚒𝚝𝚊 𝚋𝚒𝚌𝚊𝚛𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚗𝚘𝚜𝚝𝚊𝚕𝚐𝚒𝚊?.“ -𝙷𝚊𝚕 𝟷𝟸𝟼.

Semasa menyajikan cerita melankolis dengan diksi yang cantik, sederhana dan tidak berlebihan.

penulis berhasil menggambarkan perasaan setiap tokoh terhadap rumah pandanwangi dan kenangan-kenangan diantaranya dengan jujur.

bagaimana Coro dan Sachi, juga Bapak dan Bibi Sari, yang sebetulnya sama-sama ‘menginginkan’ jalan keluar sesuai dengan tujuan mereka, namun masih bimbang memikirkan satu sama lain.
apakah merasa masih perlu ditinggali atau setuju saja jika sudah waktu nya berpindah pemilik.

pada akhirnya kesedihan dan kesepian tetap jadi masalah utama dari seluruh isi buku ini. 🥲

ᴇᴅɪᴛ : sebetulnya aku lebih suka cover lama yang warna abu. tapi katanya Penerbit Oak sudah tutup dan bukunya jadi susah didapat.
Profile Image for Sunny..
54 reviews4 followers
May 26, 2020
Sepanjang tahun 2020 ini, saya bisa bilang kalau Semasa adalah salah satu buku yang memang ditakdirkan untuk saya baca. Mendapatkannya di waktu yang pasti akan selalu saya kenang, pun membawanya pulang langsung setelah pertukaran beberapa patah kata ramah dengan penulisnya sendiri. Saya sangat beruntung dan saya sangat bersyukur.

Bahkan sebelum saya membukanya, saya tahu bahwa ini adalah buku yang bagus. Tapi saya tidak menyangka bahwa isinya bisa begitu mengena dengan saya, dan saya mencintai seluruh kalimat yang ditulis di sana.

Konflik yang dihadirkan dalam buku ini sederhana, tapi lebih dari cukup untuk mengoyak emosi; perasaan takut kehilangan, perasaan menerima kesendirian, hingga perasaan ketika terpaksa harus berdamai dengan perubahan.

Anehnya, buku ini tetap menghadirkan kesan manis yang membuat hati menghangat. Semasa bukan sekadar cerita menjadi dewasa. Semasa adalah buku yang menyadarkan bahwa kadang-kadang, perpisahan adalah jawaban. Dan seberapa pun itu menyakitkan, kita harus tetap melangkah ke depan.

Ngomong-ngomong, buku ini ditulis oleh dua orang: Mas Teddy dan Mbak Maesy. Tapi rasanya saya membaca tulisan dari seorang saja. Saking serasinya mereka, tulisan mereka pun seakan sudah menjadi satu. Indah sekali.
Profile Image for Pepe.
117 reviews25 followers
September 13, 2018
Ceritanya tenang, dan menenangkan, dengan masalah yang sebenarnya luar biasa dalam konteks keluarga Indonesia; jual-jual properti, properti yang punya memori pula. Saya menggemari cerita-cerita yang sederhana dan tanpa dramatisasi berlebihan. Bagaimana keluarga Coro dan Sachi berusaha mengurai memori mereka untuk memutuskan maju membuat kenangan baru atau bertahan adalah keseharian hidup yang memang patutnya disingkapi dengan lempeng saja. Tetapi yang menarik dari novel Semasa, kelempengan tidak berarti hidup jadi membosankan dan tak punya cerita manis/pahit/apapun rasanya untuk disampaikan. Saya bersimpati pada Coro; seorang penulis belum sukses, medioker, dan sinis. Merasa mirip dengan sebuah karakter menambah rasa hangat yang saya baca di novel ini. Dan hanya karena ini dinarasikan dari salah seorang “regular joe” di luar sana, ia tetap mengagitasi. Kesinisan Coro, kesenduan Bapak, emosionalnya Sachi, dan kejenggoan Bibi Sari membuat saya mengernyit-ngernyit dan tertawa (acap kali pahit).
Profile Image for Utha.
824 reviews398 followers
August 25, 2019
Backbone cerita ini sungguh sederhana: saat rumah penuh kenangan hendak dijual. Tapi akhirnya gue pun sadar kenapa judulnya "Semasa".

Membaca novel ini, bukan cuma membayangkan Rumah Pandanwangi, gue jadi ikut membayangkan rumah gue sekarang--tapi pada masa-masa lampau. Membaca novel ini, terasa seperti membangkitkan area melankoli tentang kenangan-kenangan kecil dulu. Membaca novel ini, entah kenapa membuat hati jadi hangat.

Paling suka dengan ucapan Bibi Sari: "Aduh, aku akan kedengaran seperti orang tua filosofis, Coro, maaf ya. Tapi hidup ini memang seperti itu. Kamu melepas sesuatu, lalu memulai sesuatu. Rumah ini, bagaimanapun, ya, benda mati. Yang hidup itu kenangan di dalamnya, juga alasan-alasannya berdiri. Semua kedekatan emosional yang muncul darinya, juga terhadapnya, itu tidak akan lepas, tidak akan hilang. Aku akan memegangnya terus-menerus, memeluknya erat-erat di hatiku, sampai kapan pun."

Suka. :)

Gue suka juga sama kovernya yang lama (yang gue punya ini).
Profile Image for Wahyu Novian.
333 reviews46 followers
November 29, 2021
Sejak mengobrol dengan Teddy dan Maesy tentang rencana mereka menerbitkan sebuah novella, tidak sabar saya untuk membacanya. Walau pun telat seminggu sejak peluncurannya baru saya dapat bukunya, akhirnya bisa juga membacanya.

Novella yang tidak terlalu tebal ini bercerita tentang kisah keluarga yang sederhana saja. Begitu katanya. Dan saya kira bisa menyelesaikannya dalam sekali duduk. Tapi ternyata terlalu banyak rasa di dalamnya. Dan tidak sesederhana itu. Membuat kangen keluarga saya saja.

“Betapa hal-hal, perasaan-perasaan, bahkan rasa tempe potong, kerap dipengaruhi semata-mata oleh suasana hatimu. Terkadang kau merasakan rindu akan hal-hal yang kau tahu tidak betul-betul kau rindukan.” (Hal. 33)

Pintar sekali Teddy dan Maesy bermain dengan kata dan rasa. Selalu suka dengan cara mereka bercerita. Sederhana. Tapi tidak sesederhana itu juga.
Profile Image for Adriana Anjani.
22 reviews
August 25, 2021
Saya suka bagaimana buku ini menceritakan kenangan dengan begitu sederhana, namun indah dan dekat. Tidak ada plot yang meledak-ledak dalam buku ini, namun ceritanya begitu mengalir dan membuat pembaca merasa nyaman. Narasinya jujur, tidak hanya menampilkan kesempurnaan, tapi juga memperlihatkan kegagalan, kehilangan, kecanggungan, dan lain sebagainya.

Buku ini sebaiknya dibaca oleh orang-orang yang sedang ragu akan masa depannya, yang sedang rindu akan 'rumah' di manapun berada, serta orang yang masih terbayang dengan kenangan masa lalu bersama orang yang dicintainya.
Profile Image for Nike Andaru.
1,628 reviews111 followers
May 1, 2019
103 - 2019

Sebenarnya cerita kembali ke Pandanwangi Coro dan Sachi ini biasa saja, tapi narasinya sungguh terasa bagus sekali.

Semasa di mana mereka harus kembali bernostalgia tentang rumah masa kecil di mana Coro dan Sachi biasa bermain dan tumbuh besar bersama. Kedua sepupu itu juga orangtua mereka yang kakak adik mengingat kembali kenangan akan rumah tersebut. Rasanya sangat terasa kedekatan antara Bibi Sari dan Bapak dalam buku ini.

Kita diajak untuk mengingat kembali banyak hal, tentang waktu kecil, tentang apa itu kenangan dan tentang apa itu hidup bersama keluarga.
Profile Image for Ardhi Setiawan.
16 reviews
May 13, 2018
"Kita ini dua orang dewasa yang berbeda. Apa, sih, yang betul-betul bisa kita bicarakan selain nostalgia?"
-----------------
Setelah sekian lama, Coro dan Sachi, sepasang sepupu, kembali ke rumah perstirahatan sekaligus rumah masa kecil mereka. Rumah Pandanwangi. Rumah ini selesai dibangun Bapak (ayah Coro) dan Bibi Sari (ibu Sachi) setahun setelah ayah mereka meninggal di tanah warisan Kakek. Mereka berharap rumah ini dapat menjadi pengikat ketika bakalan tiba pada waktunya, masing-masing akan mengambil jalan sendiri.

Di rumah itu, Coro dan Sachi tumbuh. Bermain di sungai, berkeliling rumah, menggambar lukisan 'eksotis' di dinding, maupun pengalaman sedih ketika mereka tidak sengaja menggencet kucing dengan lemari.

Coro dan Sachi tumbuh dengan membaca Hemingway, Orwell, dan Harper Lee. Mereka juga melahap Kafka dan Kerouac, saya kira Sachi dan Coro tumbuh dengan bacaan yang bergizi. Tapi ketika Sachi menjadi kandidat doktor di Belanda, mengapa Coro bisa berakhir dengan novel yang sedemikian blangsaknya? Wqwq.

Mereka berlima pulang untuk mengunjungi rumah yang akan dijual ke seorang pensiunan pegawai bank. Awalnya, kepulangan ini dimaksudkan sebagai pertemuan untuk memasukkan ingatan sebanyak mungkin sebelum rumah itu dijual. Namun, si pensiunan pegawai bank mendadak mati. Bapak tidak ingin menjual ke calon pembeli satunya, tapi Bibi Sari membutuhkan uang untuk melunasi rumahnya yang ada di Yunani.
----------------
Tidak ada konflik yang meledak-ledak dalam buku ini. Tidak pula ada penggunaan diksi yang terkesan dipaksakan. Saya sangat menyukai cara thedustysneakers menulis: halus, mengalir, sejuk, dan gema yang menyenangkan ketika berpindah antar bab. Meski dengan penceritaan yang sederhana, buku ini memiliki syarat sebuah karya yang sangat bagus, ia memiliki gema menyenangkan yang membuat pembacanya memandang kosong ketika selesai membacanya, memikirkan bagaimana si penulis bisa membuat karya sebagus ini. Buku yang sangat bagus untuk dibaca dan tentunya dimiliki.

Tentu saja ini penilaian saya pribadi atas dasar sok tahu dan kesenangan belaka.
Profile Image for Agoes.
510 reviews36 followers
August 19, 2023
A heartwarming short story with a straightforward plot: the narrative follows two cousins and their family as they bid farewell to their childhood home along with the nostalgic memories it holds. Reading this feels akin to immersing oneself in a slice-of-life manga or a light novel, uniquely set within an Indonesian context.

The characters possess the potential for deeper exploration. The conflict, particularly the internal struggles, could have been extended as well. However, it's apparent that the author's primary intent was to deliver a lighter tale. The story resolves the central conflict of the plot pretty swiftly. The characters, for the most part, continue along their established paths without significant transformation. The exception is the father, perhaps.

Nonetheless, considering that the story's principal allure is its nostalgic essence, such narrative choices might not prove bothersome. On the whole, if you seek touches of melancholy and heartwarming moments, this book presents itself as an excellent option.
Profile Image for Jingga.
56 reviews15 followers
August 7, 2021
Cerita yang disuguhkan sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari hal yang manis tentang keluarga, masa kecil yang sederhana, rumah di kampung halaman yang asri, lalu timbulnya kerenggangan antar saudara setelah beranjak dewasa, pilihan-pilihan sulit dalam hidup yang harus dihadapi, kehilangan orang yang dicintai, perpisahan yang mau tak mau harus terjadi juga karena memang sudah waktunya. Relate sekali. :")

Mataku berkaca-kaca sendiri sesaat setelah menyelesaikannya.
Profile Image for Arif Abdurahman.
Author 1 book71 followers
May 17, 2018
Karena enggak nengok sampul belakang dulu, saya pikir ini catatan perjalanan seperti buku sebelumnya. Premisnya sederhana: rumah yang kudu dijual. Masalahnya: rumahnya penuh kenangan. Hidup emang semenjana, yg hebat-hebat emang dramatisasinya. Dengan tokoh satu keluarga, Coro, adik perempuannya Sachi, Ayah, Bibi Sari dan Paman Giofridis, mereka harus bergulat antara kenangan dan persoalan kiwari mereka.
Profile Image for Rulfhi Alimudin Pratama.
79 reviews
May 4, 2018
Rumah tak hanya sekedar tempat pulang. Lebih dari itu rumah menjadi tempat berkumpulnya kenangan. Dalam novel fiksi semesta karya Teddy & Maesy mengangkat rumah sebagai topik utama. Cukup mudah untuk larut dalam novel ini. Sebab semua orang punya keterkaitan emosional dengan rumah.
Profile Image for Gina.
55 reviews1 follower
December 5, 2021
Heartwarming, satu kata untuk novel ini.
Tak perlu konflik yang kalut, tokoh yang jahat, atau latar yang kuat.
Cuma satu kurangnya, kurang panjang.
Profile Image for Rido Arbain.
Author 6 books98 followers
May 7, 2019
Pernahkah suatu hari kamu berpikir bahwa dalam kehidupan keluarga yang terlihat biasa-biasa saja, permasalahan sekecil apa pun akan selalu tampak rumit? Lewat Semasa, Teddy W. Kusuma dan Maesy Ang—duet penulis yang menjadi motor di balik toko buku independen POST Santa—membawa kita kembali dalam nostalgia tanpa pretensi perihal (masalah) keluarga.

Novel ini berkisah tentang sepasang sepupu yang tumbuh besar bersama, Coro dan Sachi. Saat kecil mereka dekat sekali sebab sama-sama tinggal di Rumah Pandanwangi, meski menjelang dewasa mereka harus berpisah karena telah memiliki kehidupan masing-masing. Suatu hari mereka bertemu kembali, tepat pada situasi: Rumah Pandanwangi akan dijual.

Kendati mengangkat kisah realisme keluarga, cerita dalam novel ini sama sekali bukan kisah dramatis. Cuma sekadar cerita ringan dan sederhana tentang perbedaan idealisme dan pilihan hidup antar anggota keluarga, yang berujung pada pertentangan paling prinsipiel. Hanya saja, yang membuat Semasa terasa istimewa karena ditulis dengan narasi yang bagus dan indah. Biar kuulangi. Sangat bagus dan sangat indah!

“Masa lalu, kupikir, sering tidak seperti yang dipikirkan diri kita yang dewasa... Kenangan tidak melulu merupakan sesuatu yang nyata di masa lalu, kerap ia hanya tentang bagaimana kita memilih untuk mengingatnya.”
Profile Image for Marina.
2,035 reviews359 followers
April 5, 2020
** Books 40 - 2020 **

Buku ini untuk menyelesaikan Tsundoku Books Challenge 2020

4,3 dari 5 bintang!


"Kapan kita mesti menarik garis untuk segala sesuatunya? Bahwa sesuatu menjadi urusan kita, atau tidak lagi menjadi urusan kita? Bahwa yang kita lakukan sudah cukup, atau masih harud meneruskannya sedikit lagi?"

Membaca buku ini perasaanku menjadi sentimentil dimana aku teringat dengan rumah yang pernah aku diami waktu balita, SD, SMP hingga Kuliah. iya benar karena ibuku selalu bekerja berpindah-pindah sehingga aku pernah merasakan pindah keempat buah rumah. sekarang menetap di rumah kelima yang semoga menjadi tempat terakhir untuk kembali dengan keluh kesah maka aku bisa merasakan dengan jelas apa yang dirasakan oleh Coro dan Sachi. Banyak memori dan kenangan yang terdapat didalam rumah yang sudah lama kita huni dan berat sekali rasanya untuk melepaskan itu semua

Namun apa boleh buat selayaknya kehidupan yang harus tetap berlalu kita harus juga bisa melangkah maju memilih kenangan atau kenyataan yang ada di depan mata kita :'(

Salah satu buku terbaik di tahun ini yang berhasil membuat hati saya menjadi hangat sekaligus menjadi sesak ketika membacanya :'(

Terimakasih Post Santa!
Profile Image for Annas Jiwa Pratama.
126 reviews7 followers
Read
May 8, 2021
Semasa terasa nyaman dan intim. Drama keluarga yang biasa-biasa saja memang sepertinya genre kesukaan saya, baik di dalam buku maupun film, jadi tidak butuh proses yang panjang bagi saya untuk terlarut. Rasanya seperti mengintip dan menjadi kerasan dengan keluarga lain.

Ketika membaca buku ini, saya jadi teringat dengan rumah keluarga Papah saya di Jalan Asem II di Cipete, yang masih ditinggali oleh Pakde dan Tante. Halamannya lumayan besar dan rumahnya sudah sangat tua, sepertinya sejak pertengahan Orba tidak berubah wujudnya. Rumah itu jadi tempat Papah dan kakak adiknya berkumpul, dan saya bertemu para sepupu, walau tidak pernah benar-benar dekat. Ketika Eyang Kakung dan Eyang Putri masih ada, rumah itu selalu jadi persinggahan ketika Idul Fitri, dan tempat semua keluarga besar berkunjung. Setelahnya pun, kami selalu menginap di sana, saya, Papah dan Mamah. Beberapa tahun lalu Papah dan saudara-saudarinya memutuskan untuk menjual rumah tersebut, karena sudah terlalu sulit untuk diurus, dan Pakde ingin pindah ke Solo karena sudah tidak nyaman tinggal di Jakarta. Namun, sampai sekarang rumah itu tidak laku-laku (sepertinya sulit menjual tanah dan rumah tua di Cipete).

Walau saya tidak punya sepupu yang dekat seperti Sachi dan Coro, tapi rumah itu mungkin adalah Rumah Pandanwangi saya. Semakin jauh saya membaca Semasa, hati saya terasa semakin berat, karena nostalgia yang direnungkan oleh Coro dan Sachi, berbalik menjadi ingatan saya akan Idul Fitri yang malas-malasan, selat solo Eyang Putri, dan senyum Eyang Kakung yang pendiam, yang selalu mengajak saya ngobrol tentang sepak bola walau selalu saya ingatkan kalau saya sama sekali tidak pernah nonton.

Tapi memang benar kata Bibi Sari: “Tapi hidup ini memang seperti itu. Kamu melepas sesuatu, lalu memulai sesuatu. Rumah ini, bagaimanapun, ya, benda mati.”

Catatan lainnya
• Entah, tapi sepertinya menyenangkan membaca cerita ini dalam format komik.

• Anjing pincang dan burung. Dua hal yang pas masuk ke catatan Sei Shonagon dalam The Pillow Book.
Profile Image for Rei.
366 reviews40 followers
February 6, 2021
Coro dan Sachi, dua bersaudara sepupu yang sudah enam tahun tak jumpa, kini dalam perjalanan menuju ke Desa Pandanwangi, tempat rumah berlibur mereka sejak kecil. Rumah itu dibangun dan dirawat dengan penuh kasih oleh Bapak, ayah Coro, dan Bibi Sari, ibu Sachi. Namun karena desakan berbagai kebutuhan, rumah itu kini harus dijual.

Ditulis dengan apik dan jujur, Semasa berkisah tentang dua bersaudara sepupu yang tadinya begitu akrab namun seiring dengan berjalannya waktu perlahan menjauh, sibuk dengan kehidupannya masing-masing. Kembali ke Pandanwangi, kenangan seketika membanjiri keduanya, mengingatkan mereka akan masa-masa indah maupun pahit, sementara segala ganjalan yang selama ini tak terungkapkan pun tertumpahkan.

Membaca Semasa seakan membawaku menapaki jalan kenangan kehidupanku sendiri. Membuatku teringat pada rumah Nenek, tempatku berkumpul dengan saudara-saudara sepupuku. Ada kesedihan yang hampa saat rumah penuh kenangan masa kecil itu harus dijual. Namun kehidupan berjalan terus, hari esok akan selalu datang dan tak bisa kita terus berpegang pada masa lalu dan kenangan. Namun pada akhirnya, kenangan adalah salah satu hal yang membentuk seorang manusia dalam menyikapi hari esoknya.

"Tapi hidup ini memang seperti itu. Kamu melepas sesuatu, lalu memulai sesuatu. Rumah ini, bagaimana pun, ya benda mati. Yang hidup itu kenangan di dalamnya, juga alasan-alasannya berdiri. Semua kedekatan emosional yang muncul darinya, juga terhadapnya, itu tidak akan lepas, tidak akan hilang. Aku akan memegangnya terus-menerus, memeluknya erat-erat di hatiku, sampai kapan pun." -hal 104.
Profile Image for Ainay.
418 reviews78 followers
October 13, 2020
4.5🌟
Nyesek. Bukan karena sedih, tapi ... gimana menjelaskannya, ya? Sesak karena novela ini mengingatkan pada rumah, setidaknya rumah yang dulu kukenal--sekarang rumah itu sudah hilang diganti bangunan baru. Juga membuatku kangen keluarga, yang sedikit tidak masuk akal karena aku tinggal bersama keluarga.

Coro-Sachi juga membuatku membobol memori lama tentang diriku dan sepupuku, Cak Endrik. Dulu kami selalu berdua dan melakukan kenakalan-kenakalan bersama karena dari semua sepupu cuma Cak Endrik yang mau berteman denganku yang kerempeng, gampang jatuh, dan pemimpi (minus Animal Farm dan To Kill a Mockingbird karena anak desa miskin tak kenal buku).

Dan kutipan ini, "Kita ini dua orang dewasa yang berbeda. Apa, sih, yang betul-betul bisa kita bicarakan selain nostalgia?" di halaman 126 sukses bikin aku nangis tidak karuan. Aku dan Cak Endrik pisah saat lulus SD, baru "berjumpa" lagi saat ia menikah di usia 17 tahun. Kini kami seperti orang asing yang tidak bicara apalagi bernostalgia.

Vibe bukunya ... entah kenapa rasanya cocok dibaca tengah malam sendirian sambil nyeruput kopi.
Profile Image for Mido Ringo.
60 reviews8 followers
January 28, 2025
The best book I've read per May 30, 2018.

Awalnya, sedikitpun tidak ada niat untuk membeli buku ini. Bahkan, tau saja tidak buku ini ada. Then, I stumbled upon this book on an online bookshoop, read the synopsis and fall in love.

Sudah lama rasanya belum membaca buku karangan penulis indonesia yang benar benar bagus, terakhir itu supernova series. Tapi dengan mudahnya buku ini bisa membuat saya jatuh cinta dari lembar pertama membaca. Cara penulisan yang bagus tapi tidak kaku, jalan cerita yang sederhana, tokoh-tokoh yang terasa nyata, dan juga cara menghadapi perpisahan yang berbeda-beda. Alur ceritanya luar biasa bagus dan menarik, tidak berlebihan. This book left a heartwarming aftertaste when I finished it.

Pokoknya buku ini super recomended for every booklovers out there. Please read this book. Happy reading.
Profile Image for Lia.
255 reviews1 follower
December 3, 2023
Update 04/12/2023 :
Kedua kalinya membaca buku ini dan aku akan tetap memberi bintang 5 untuknya!! This time aku merasa lebih sedih, mellow sampai hampir menangis :'( perasaan nostalgia itu lucu ya? Hangat, tapi juga menyedihkan di saat yang bersamaan.
Membaca buku ini membuatku membayangkan, jika suatu hari nanti berada di posisi mereka, akan jadi seperti siapakah aku? Nampaknya sih, aku akan jadi seperti Bapak, seorang sentimentil yang akan selalu merawat kenangannya :')



Past review 17/05/2021 :
Cerita yang mengajak kita kembali merasakan apa itu nostalgia dan bagaimana rasa kehilangan akan masa lalu itu begitu berat. Tipe cerita yang menghangatkan juga mengharukan. Hatiku rasanya campur aduk begitu selesai membaca buku ini dan aku menikmatinya.
Profile Image for Nisa.
327 reviews18 followers
March 30, 2020
Sejujurnya, gue masih speechless selesai baca ini.

Antara perasaan gue yang related sama kehidupan Coro serta kegagalan-kegagalannya, mupeng sama kebahagiaan pasangan Paman Giofridis dan Bibi Sari, dan kasihan sama Bapak.

Ada beberapa hal yang mendadak kepikiran setelah baca ini. Sebel. Sekarang gue bingung harus ngapain dengan hal-hal yang gue pikirkan itu *curhat* ha ha ha
Profile Image for Sadam Faisal.
125 reviews19 followers
March 16, 2018
Kenangan-kenangan yang menyertai perjalanan hidup dan pertanyaan akan masa depan dengan bumbu humor di beberapa bagian. Terbaik
Displaying 1 - 30 of 230 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.