Di era digital seperti saat ini kaum milenial menjadi pelaku utama dalam mendorong perubahan. Di mana berbagai macam hal, seperti produk, layanan, industri, dan perilaku berubah berdasarkan selera, nilai, dan minat milenial. Mau tidak mau para pemiliki brand dan marketer harus jeli dan pintar melihat perubahan ini. Karena jika para pemilik brand dan marketer masih tidak mau merubah produk mereka bisa dipastikan milenial akan "membunuh" produk tersebut. Kaum milenial merupakan generasi yang menginginkan kemudahan, kepraktisan, dan yang pasti murah. Contohnya seperti sekarang di mana banyak sekali milenial yang lebih memilih naik transportasi online daripada memiliki kendaraan sendiri. Menurut pandangan milenial dengan naik kendaraan online mobilitas mereka bisa jauh lebih cepat, praktis, dan murah. Bandingkan dengan memiliki kendaraan sendiri yang harus mengurus SIM dan STNK, mengisi bensin setiap minggunya, hingga belum lagi repotnya saat terkena tilang polisi. Di mana itu semua memerlukan tenaga, uang, dan waktu yang tidak sedikit. Masih banyak lagi berbagai hal yang milenial "bunuh" yang akan dibahas dalam Millennials Kill Everything.
Terdapat lima puluh hal yang milenial "bunuh" dalam buku ini. Salah satunya adalah soal pekerjaan di mana milenial sudah tidak menganut waktu bekerja 9-to-5 seperti generasi Baby Boomers dan Gen-X. Milenial menginginkan waktu kerja yang fleksibel dan bebas. Orientasi milenial dalam bekerja bukan lagi soal materi, tapi lebih ke passion dan happiness. Milenial tidak ingin tertekan saat bekerja dan mereka memilih pekerjaan yang sesuai dengan passion dan minat mereka. Selain waktu bekerja milenial juga membutuhkan kantor atau tempat bekerja yang lebih segar, praktis, dan nyaman. Kebanyakan milenial lebih memilih bekerja di rumah agar tidak perlu terjebak kemacetan jika harus bekerja di kantor. Selain itu dengan bekerja di rumah milenial bisa lebih bebas dalam mengerjakan pekerjaan mereka. Ini merupakan sinyal yang harus di tangkap oleh setiap perusahaan agar bisa membuat gedung kantor tempat karyawan mereka bekerja bisa lebih menyenangkan, tidak kaku dan monoton agar bisa menjangkau kaum milenial.
Selain soal pekerjaan selera milenial terhadap sebuah brand juga sudah berubah. Milenial merupakan generasi yang knowledgeable di mana semua informasi yang mereka butuhkan akan sebuah brand ada dalam genggaman mereka. Melalui ponsel dan internet kaum milenial bisa memilih dan mencari brand yang sesuai dengan keinginan mereka, yaitu brand yang jujur akan produknya. Jika dulu sebuah brand mempromosikan produknya secara satu arah lewat media cetak dan elektronik, kini sebuah brand harus mempromosikan produknya melalui influencer di media sosial yang bisa lebih dipercaya oleh milenial. Karena dengen ulasan yang jujur dari seorang influencer di media sosial, milenial jadi bisa lebih menerima produk yang sebuah brand tawarkan. Maka pemilik brand haruslah tanggap dan merubah cara promosi mereka agar bisa menarik minat kaum milenial. Maka tidak heran jika kini banyak sekali brand yang lebih memilih mempromosikan produk mereka di media sosial melalui influencer dibandingkan iklan tradisional di media cetak dan elektronik. Ini mengindikasikan jika milenial telah "membunuh" iklan tradisional secara perlahan-lahan.
Karena tidak mungkin lima puluh hal yang ada dalam buku ini bisa saya bahas semua, maka terakhir saya akan membahas soal gaya hidup milenial. Kaum milenial lebih memilih gaya hidup minimalis dibandingkan generasi Baby Boomers dan Gen-X yang lebih hedon. Milenial lebih memilih membeli pengalaman ketimbang barang. Contohnya seperti travelling, menonton konser musik, atau nongkrong di kafe. Berbanding terbalik dengan kaum milenial, kaum Baby Boomers dan Gen-X lebih memilih membeli barang-barang, seperti rumah, mobil, hingga berlian. Seperti dikatakan sebelumnya milenial merupakan generasi yang praktis, sehingga dengan hidup minimalis mereka bisa terbebas dari kerepotan mengurus banyak barang. Dengan memilih hidup minimal secara tidak langsung milenial juga telah "membunuh" beberapa industri, seperti berlian dan moge. Selain hidup minimalis milenial juga sadar akan kesehatan dan lingkungan. Maka tidak heran jika industri seperti rokok kretek dan perminyakan mengalami disruption. Isu pengguna sedotan plastik pun sempat viral akibat kau milenial yang lebih peduli lingkungan daripada generasi Baby Boomers dan Gen-X.
Secara keseluruhan Millennials Kill Everything merupakan sebuah buku pedoman dan petunjuk bagi pemilik brand dan marketer agar bisa tetap bertahan dan berkembang dengan mengikuti selera dan kebiasaan milenial. Tidak bisa dipungkiri jika generasi milenial akan mendominasi dunia dengan kebiasaan dan selera mereka. Maka ini menjadi lampu kuning bagi pemilik brand dan marketer untuk meremajakan produk mereka agar bisa diterima oleh milenial. Selain berisi lima puluh hal yang milenial "bunuh" akibat pergeseran generasi, buku ini juga dikemas secara unik dan menarik. Di mana di setiap pembahasan selalu disertakan gambar, tabel, dan pembelajaran yang bisa kita ambil dari pembahasan tersebut. Gaya bahasanya pun ringan dan mudah dimengerti. Setiap pembahasan dibahas secara ringkas, ringan, dan menyenangkan. Hampir semua hal yang dibahas tentang milenial memang terjadi di sekitar kita. Sehingga buku ini terkesan dekat dan relate dengan pembacanya, khususnya kaum milenial. Tidak hanya memberikan informasi tentang tingkah laku, selera, dan kebiasaan-kebiasaan milenial, buku ini juga memberikan peringatan, khususnya pada para pemilik brand dan marketer, untuk bisa berubah dan beradaptasi menghadapi Digital Disruption dan Millennial Disruption agar tidak menjadi korban selanjutnya.
Awalnya skeptis baca buku ini. Waktu dinikmati, eh ternyata kok menggelitik ya. Beneran menggambarkan milenial banget! Sekarang malah penasaran apa yang bakal terjadi di masa depan, dengan generasi milienial yg mendominasi.
Dari Twitternya, penulis menampilkan slide 50 hal yang dibunuh anak milenial. Hal tersebutlah yang langsung membuat saya tertarik untuk membeli. Covernya seperti buku horor dengan kata “kill” berwarna kuning.
Dalam setiap babnya selalu ada marketing lesson-learn nya jadi bagus banget buat yang berbisnis dalam membaca prilaku milenial ini. Milenial, seperti yang kita tahu merupakan generasi setelah generasi Silent, Baby Boomer, Gen X kemudian Generasi Millenials. Hidup di jaman serba praktis tanpa perlu capek keluar, tinggal pake aplikasi langsung beres masalah. Yup! Aplikasi pesan antar makanan. Kita lagi ada di zaman digital yang serba teknologi dan nyaman dengan itu.
Bahasan pertamanya yang dibunuh milenial adalah waktu kerja 9 jam yang jadi fleksibel dan kerjaan bisa dikerjain di rumah (Working From Home). Millenials lebih menuntut kerja sebagai tempat bermain, mencari makna hidup, suka tantangan untuk selalu berkembang. Mereka juga gak suka yang namanya pakaian kerja formal kayak di kantoran. Mereka lebih suka menghabiskan uangnya untuk jalan-jalan. Lebih mengedepankan kekayaan pengalaman dibandingkan materi, makannya mereka suka tantangan di tempat kerja dan jalan-jalan.
Zaman ini, ketika semua hal bisa diakses hanya dengan satu benda yaitu smartphone, center of life nya millenial. Mudah sekali mendapat informasi dalam genggaman sehingga mereka sangat berwawasan dan update dengan kejadian yang ada di sekitar mereka. Dengan mudahnya akses informasi ini membuat generasi ini mempunyai kepercayaan diri yang tinggi. Upload foto, bikin caption sudah seperti artis selebriti. Semua bisa ditiru dan diikuti dengan mudah oleh milenial ini. Kunci untuk berbisnis di era ini adalah stay relevant, stay fresh, stay cool. Makannya, Instagram bukan hal aneh dan difavoritkan di zaman ini.
Penjelasan per topiknya diantar dengan lengkap dan jelas oleh Yuswohady yang meringkas prilaku-prilaku milenial sekarang. Saya lebih mengenal lagi prilaku milenial dan sadar juga atas prilaku milenial saya selama ini :p
Banyak yg gw setuju sama isi dr buku i i tgg habitnya millennials, tp ada juga yg gw ga setuju.., contohnya di mana dibilang klo kaum Millennials tuh lbh educated dan well informed.., jd lebih aware sama kesehatan.., tp menurut gw ngga sih.., knapa? Krn bnyk juga makanan kekinian yg disukai kaum Millennials yg klo diliat dr segi kesehatan, ga sehat bgt... sama satu hal sih, pembagian periode Millennials semacam ga sinkron antara yg ada d isi buku sama yg di bagian keterangan.., misal ditulis di keterangan based on (duh lupa) pokonya penelitian org, generasi Millennials tuh adalah yg lahir di tahun 1981 sd 1995 tp klo di dlm bukunya tampak ga gtu, Millennials adalah org2 yang lahir setelah tahun 1985.., cmiiw
Buku yang ringan dan renyah. Bacaan yang bisa digunakan saat menunggu menjemput pasangan / anak, mengantri belanja, menunggu download-an aplikasi, dan sebagainya. Anda dapat menyelesaikan buku ini dalam semalam sekaligus tanpa perlu khawatir kehilangan poin-poin pentingya karena penjelasannya bersifat periferal (permukaan). Worth to buy? Sebelum membeli anda bisa membaca blog penulis karena mostly isinya diambil dari blog tersebut.
Lebih mudah memahami “item2” yang mengalami pergeseran “shifting” baik produk, nilai2 dan perilaku. Kekurangannya pd tampilan data penunjang tdk dlm data asli hanya semacam grafik dan tabel2 yg dicopy ulang dgn merubah font .. Dan terlalu byk pengulangan kata dan info di catatan “marketing learned”.. 😁 Bs dijadikan buku pemanasan sblm membaca the great shiftingnya pak RK 😁
Uppss maaf ya kalau kami membunuh segala sesuatu dan merubahnya...😄....tapi di IG saya pernah bahas bahwa kalau saya...walau millenial...tapi masih suka pergi ke toko dan belanja langsung serta berbincang dengan penjualnya. Jadi, memang sebagian besar hal di buku ini saya sebagai millenial melakukannya. Namun, masih ada kebiasaan generasi baby boomers yang saya ikuti. 😘
Millenials adalah generasi 'pembunuh' terkejam dalam sejarah peradaban manusia, mereka membunuh hampir segalanya. Sebagai pembaca koran saya benar-benar merasakan dampaknya. Selamat datang era digital.