Jump to ratings and reviews
Rate this book

Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar!

Rate this book
Setiap kali mendengar suara azan yang dilantunkan oleh suara sepuh
terbata-bata, melihat bangunan madrasah Islam tradisional dengan keriaan
anak-anak, atau sesederhana melihat papan nama masjid di perkampungan,
saya sering merasa bahwa Islam telah cukup.
-- Islam yang Cukup

Kalis Mardiasih merisaukan fenomena beragama yang di tangan sebagian kalangan
begitu eksklusif dan menyeramkan. Baginya, beragama seharusnya menyenangkan, dipenuhi kebaikan. Tidak sesak oleh amarah atau hasrat penaklukan.

Kebaikan-kebaikan itu ia temukan dalam praktik keberagamaan yang sederhana. Ia berbicara dengan orang-orang bersahaja, menyaksikan cara mereka mengamalkan kesalehan, dan menemukan Islam yang teduh di sana. Dalam dirinya, Islam tumbuh bersama dengan kegembiraan.

208 pages, Paperback

First published October 1, 2019

23 people are currently reading
320 people want to read

About the author

Kalis Mardiasih

7 books24 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
78 (25%)
4 stars
169 (54%)
3 stars
59 (18%)
2 stars
4 (1%)
1 star
2 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 65 reviews
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,034 reviews1,962 followers
June 10, 2020
Generasi masa kini adalah generasi jernih yang ingin bergerak ke depan dalam skema demokrasi yang sehat.


Barangkali memang terbalik dalam membaca tulisannya mbak Kalis. Pertama kali mengenal tulsiannya dari artikel yang rutin ia unggah di Mojok hingga kemudian mendapati sendiri satu buah eksemplar Muslimah yang Diperdebatkan. Kala itu, tulisan mbak Kalis dalam buku bersampul hijau berhasil membuatku terpukau dengan keberanian mbak Kalis menyuarakan opininya terhadap posisi perempuan dalam Islam--yang semakin lama semakin didikte oleh narasi ekstrimis.

Tapi bisa jadi, keterbalikan dalam membaca karyanya mbak Kalis memberikan aku penilaian bahwa mbak Kalis berangkat dari proses dan pembelajaran. Hal itu tampak ada kontrasnya aku memberikan rating terhadap Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar! ini. Bagaimana tidak? Dalam Muslimah yang Diperdeatkan, aku berani memberikan 5 bintang. Sedangkan untuk buku ini, aku hanya sanggup memberikan 3 bintang.

Dalam buku ini, mbak Kalis mendudukkan kembali narasi agama kepada keadaan kita hidup: di tengah masyarakat yang belum tentu semuanya memiliki akses terhadap jaringan komunikasi. Sedangkan di sisi lain, orang-orang seusia kita dan mbak Kalis sibuk menyuarakan mengatasnamakan umat Islam bahwa mereka mengecam tindakan ini-itu. Merasa paling religius. Mbak Kalis mengingatkan pembaca akan makna beragama dan bermasyarakat. Tidak boleh hanya melihat hasbuminallah tetapi harus ingat dengan hasbunminannas. Terutama kepada mereka yang berada secara fisik dengan kita (tetangga, rekan sejawat yang sering ditemui).

Mbak Kalis juga menggarisbawahi mereka-mereka yang menjadi religius berbekal tayangan YouTube atau unggahan Instagram. Bisa dari selebritis atau ustaz-ustaz yang seharusnya kita pertanyakan latar belakang dakwahnya. Mbak Kalis mengajak pembaca untuk tidak serta merta percaya dengan pesan berantai disebarluaskan melalui WhatsApp. Melainkan bersikap skeptis. Menelaah dengan logika (dan itu tidak berarti kita memandang rendah agama, bukan?).

Memberikan 3 bintang kepada buku ini semata-mata karena aku merasa tidak nyaman. Ada beberapa esai yang menggunakan kalimat panjang (bisa sampai 3 baris) serta diksi yang kurang familiar untuk pembaca awam. Ambil contoh menggunakan kata "transendental" hingga "Manifesto Kebudayaan" yang sekiaranya, perlu diberi catatan kaki. Bagaimana bisa memahami pesan dari esai jika masih ada kata-kata yang sulit diterima oleh pembaca luas? Perihal itu sempat membuatku agak enggan melanjutkan. Khawatir kalau semakin dibaca, kalimatnya akan semakin sulit dipahami. Untung saja tidak. Masih ada esai-esai yang menggunakan bahasa "rakyat" sebagaimana mbak Kalis menceritakan tentang para ustaz di kampung yang menggunakan bahasa Jawa agar dakwahnya menyentuh hati jemaah.

Secara keseluruhan buku ini dapat menangkap kegelisahan sekaligus keberanian mbak Kalis dalam bersuara. Ditutup dengan baik melalui cerita pribadi mbak Kalis ketika menjadi korban perisakan secara daring karena tulisannya dianggap "tidak mencerminkan muslimah." Tetapi itu juga yang menjadi pemantik tulisan peningkatan kualitas tulisan mbak Kalis yang begitu tampak dalam buku selanjutnya: Muslimah yang Diperdebatkan.

Terakhir, aku ingin mengutip satu bagian dari buku ini. Tentu saja, terkait kedudukan perempuan dalam Islam:

Identitas perempuan paling mudah dikontrol lewat cara berpakaian. Oleh karena itu, simbol-simbol yang melekat pada tubuh perempuan sesungguhnya lebih dari sekadar kain atau aksesori, ia punya dimensi politis. Mengontrol tubuh perempuan dapat berarti mengontrol kemerdekaan perempuan untuk berbicara dan bertindak, lebih-lebih jika kontral moral tersebut menggunakan tafsir tekstualitas dan tradisional dari teks agama.
Profile Image for yun with books.
714 reviews243 followers
November 20, 2022
Actual rating: 3.5 stars

"Ibadah adalah perjalanan untuk mendapatkan ketenangan batin menuju Tuhan hingga Ia bermurah hati menjadi cermin yang akan memancarkan kebaikan, memberi kita energi untuk bekerja dan berbuat kebaikan dalam keseharian."


Membaca bukunya Kalis Mardiasih itu sangat menyenangkan sekaligus menentramkan hati. Setelah jatuh cinta dengan buku Muslimah yang Diperdebatkan, aku memutuskan untuk membaca buku ini demi menyuapi otakku yang haus dengan sentilan lucu khas Mbak Kalis.

Mbak Kalis tuh apa ya.. Tulisannya kaya diceramahin temen yang super supel dan menyenangkan. Semua isi kepalanya yang dituangkan itu bikin aku sebagai pembaca sangat happy dan menilai agama Islam sebagai agama yang super menyenangkan dan membahagiakan jika dibaca melalui perspektif buku ini.

Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar! memamparkan kepada kita bahwa banyak sekali amalan kita yang sebenernya masih salah kaprah dan ngaco. Sentilan Mbak Kalis terhadap golongan-golongan sok suci dan ngambil ilmu agama cuma dari ustaz YouTube bikin ngakak sekaligus jadi pelajaran.

Islam moderat yang bersahabat dengan kemanusiaan sangat amat kental di dalam buku ini.
Pokoknya sangat adem baca buku-bukunya Mbak Kalis itu.
Mulai dari pemaparan yang fun hingga bikin memicingkan mata sesekali.
Profile Image for Sukmawati ~.
79 reviews34 followers
May 5, 2022
Judul bukunya memang agak "nyeleneh", tetapi isi (makna) dari setiap uraian ceritanya lebih dalam bahkan membenam di hati pembaca seperti saya.

Baru membaca prolognya saja, saya senyam-senyum sembari membayangkan kesederhanaan --alih-alih disebut keluguan- dari Penulis kala bercerita soal fenomena hijrah abad ini.

Bab pertama, Islam dan Kebaikan Anak-anak, dengan subbab Berislam seperti Kanak-Kanak. Di sini, kita diajak berekreasi ke masa kecil seorang Kalis Mardiasih yang menyenangkan dengan segala pemikirannya.

Masa kanak-kanak adalah masa penuh tawa. Anak-anak adalah jiwa suci yang tak memiliki rasa curiga. Anak-anak mau berteman dengan siapa saja. Anak-anak terkadang berkelahi dan marah, tetapi akan memaafkan kesalahan tanpa menyimpan dendam.

Kalau saja kita, orang dewasa, bisa beragama seperti anak-anak, membebaskan perasaan dari curiga dan sakit hati mungkin perdamaian bukan lagi hal yang mesti diperjuangkan di muka bumi.

Itu baru subbab satu. Pada subbab selanjutnya, Penulis bercerita tentang Marlina Masih Ingin Pergi. Marlina adalah sahabat Kalis sejak kecil. Ketika memasuki fase dewasa, mereka berpisah.

Kalis melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Solo sedangkan Marlina pergi merantau ke Malaysia. Sekembalinya Marlina ke Indonesia dengan segala perubahan tampilannya, Kalis mendapat hidayah secara tidak langsung. Bahwa fase hidup orang dewasa itu ialah soal tanggung jawab dan tulus berbakti kepada orang tua.

Haji Bapak. Pada subbab ini penulis Kalis Mardiasih banyak bercerita tentang segala hal yang berkaitan dengan ibadah haji sang Bapak. Dari uraian ceritanya, terselip hikmah soal berkat sowan atau silaturahmi kepada kawan lama. Bahwa rezeki bisa datang darimana saja bahkan dari arah yang tak disangka-sangka. Paling penting ialah kita sebagai hamba tetap optimis kepada Allah dan senantiasa berusaha.

Generasi Z yang Tidak Pendendam. Isinya menyoal perbedaan paham dua kubu sastrawan dan seniman serta gambaran generasi post-internet (Gen Z) yang dibilang unik dalam menerima informasi sejarah hingga politik. Dua generasi sebelum Gen Z lebih sering mengungkit-ungkit sejarah dan menjadi pemantik masalah; munculnya kubu kemudian berseteru. Sedangkan generasi Z lebih cair dalam menerima sejarah. Mereka bisa mendapatkan akses untuk hal itu darimana saja. Mereka membaca buku kiri tidak lantas menjadi kiri. Mereka membaca buku kanan tidak lantas menjadi kanan. Sebabnya, dalam genggaman mereka, terdapat banyak sumber data untuk membandingkan dan menguji kebenaran.

Waktu untuk (Tidak) Radikal. Bercerita tentang bagaimana peran keluarga terutama orang tua dalam menangani anak-anak yang kesepian. Menurut Kalis, kalau peluk hangat seorang ibu dan kebijaksanaan dari seorang bapak bisa dihadirkan dalam proses pengasuhan, niscaya tak ada lagi istilah anak kesepian apalagi sampai hilang-hilangan terbawa arus suatu golongan.

...

Sebagai penutup, berikut kutipan paragraf menarik yang saya dapatkan pada bab terakhir.

Rasulullah adalah manusia biasa yang meminta maaf dan mengaku bersalah ketika tidak kompeten dalam suatu bidang. Rasulullah mendampingi masyarakat tapi perannya adalah mendengarkan permasalahan² penting yang disampaikan lalu membentuk majelis diskusi dan mengidentifikasi masalah bersama..

Jika ditarik pada masa kini, Rasulullah mungkin menginginkan para ustaz agar tidak sekadar menjawab hukum segala macam ucapan yang diharam-haramkan, tetapi juga membantu masyarakat agar punya strategi memerangi korupsi, memikirkan terumbu karang yang rusak, gunungan sampah plastik yang kian mengerikan dan lain-lain.

Sekian.
Profile Image for Alif Syahrul Wahyudi.
126 reviews22 followers
May 29, 2020
4 bintang

Sebenarnya mau baca buku Muslimah yang Diperdebatkan duluan dibanding buku ini, tapi baru punya buku ini jadi baca ini dulu.

Tulisan menyenangkan mengenai fenomena hijrah dan kehidupan muslim sehari-hari beberapa tahun ini. Sangat bisa dirasakan bagi siapapun, cerita-cerita Kalis yang menarik di setiap babnya menyadarkan saya kalau memang fenomena ini dirasakan dan dialami oleh banyak orang. Selain itu, banyak rujukan referensi buku ataupun cerita yang diberikan untuk rekomendasi bacaan selanjutnya.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
February 14, 2021
Kumpulain esai agama yang bernas. Tulisan Kalis lekat dengan pengalaman sehari-hari: membahas dan mengkritik fenomena keberagamaan di era modern. Meski disampaikan dengan gaya ringan dengan beberepa celetukan khas Jawa Tengah, ia tetap tidak mengenyampingkan isi seriusnya.

Dalam beberapa judul memang terdengar terlalu personal. Ini mungkin yang dimaksud beberapa ulasan di Goodreads tendensius. Bisa dimaklumi karena Kalis berpendidikan pesantren, maka suasana NU terasa begitu kental di setiap babnya. Orang di luar organisasi ini mungkin merasa tak terwakili dalam beberapa hal.

Saya malah menyoroti kutipan-kutipan yang tidak disebutkan siapa pembicaranya. Jika itu adalah pandangan penulis, mengapa memakai tanda petik sedangkan semua narasi dibangun dengan kata ganti saya dan aku? Ini terdapat dalam judul Akal Sehat dan Bahaya Umat yang Taklid Buta pada Ulama Tak Kompeten. Isu yang diangkat dalam judul ini memang sensitif karena menyoroti ulama -yang dilabeli tak kompeten pula. Dengan kutipan yang menggantung tadi, sebagai pembaca saya malah berpikir apakah ini keluputan editor, atau memang si penulis yang takut-takut.

Kalis memang mengampanyekan Islam yang moderat, Islam yang tidak meributkan simbol-simbol, alih-alih lebih pada esensi. Kiranya mirip dengan jargon Gus Dur "gitu aja kok repot". Tetapi penyederhanaan ini terkadang terlalu disederhanakan oleh penulis. Entah karena esai ini harus disajikan seringan mungkin, atau memang tidak perlu adanya penjelasan dasar teori yang panjang dan berujung menjadi buku agama. Sebagai contoh: Kata candaan "minal-minul" sebagai pengganti kata "minal aidin wal faizin" dalam pandangan Kalis tidaklah buruk karena esensinya mempererat hubungan. Namun, tak ada penjelasan batasan-batasan apa yang menggarisi antara baik dan buruk. Mungkin saya menuntut dalil (di mana ada pula bab tentang tren penuntutan dalil terhadap segala hal) atau semacam teori dasar. Ketika saya pikir ulang, bisa jadi buku ini akan terasa kering jika semua argumen dipaparkan dalil/hukum/teorinya.
Profile Image for Dea.
152 reviews4 followers
May 18, 2021
I respect this book immensely. The fact is that I almost never read books on Islam or what it means to be a muslim, and I realise now that it's because I've taken being born as one for granted. Not to mention, a lot of resources I've come across (especially those in Indonesian) seem to target our fears (the punishments and consequences) instead of the beauty of having faith. I picked up this book for a selfish reason: because I wanted reassurance that being a muslim shouldn't be as scary as what I've been made to believe. This book feels like an older sister to me, reminding me that Allah SWT is Most Merciful and Forgiving, that even Muhammad PBUH gave out less-than-good advice too (to which he apologised and said, "It's clear you know better about your subject.") I'd recommend this book to anyone looking for a light read that discusses Islam extremism and Islam in modern times. Kalis Mardiasih... I'm pleased to announce that you just gained yourself a new fan 🤩
Profile Image for Tiya Mulani.
93 reviews8 followers
November 23, 2019
Buku ini berhasil bikin saya introspeksi sama perilaku diri selama ini. Dari banyak kritik yang dituliskan penulis, setiap kritiknya membuat saya kembali mengingat apa pernah melakukan hal-hal yang disampaikan penulis ini.
Tidak bisa terelakkan, ada pendapat penulis yang sangat saya setujui namun ada pula sebagian yang tidak. Namun bukankah perbedaan yang membuat keberagaman? Saya jadikan perbedaan pendapat ini sebagai pembelajaran dan wujud toleransi dengan orang lain, karena tidak mungkin semua pihak berpendapat sama dengan kita.
Perbedaan pendapat membuat saya dapat mengetahui sudut pandang pihak-pihak yang tidak sama dengan saya.
Profile Image for Khalisha.
47 reviews
June 10, 2025
Sejak ada media sosial, beberapa kalangan membuat beragama itu menjadi hal yang eksklusif dan menyeramkan, seolah-olah semua hal dilarang agama dan bisa membawa kita ke neraka.

Dari buku ini, Mbak Kalis berhasil mengajak kita untuk sadar bahwa beragama itu menyenangkan dan sederhana. Islam tumbuh bersama kegembiraan.

Sebagai anak yang dibesarkan di desa, buku ini berhasil menyadarkan kalau hal-hal menyenangkan yang terjadi di sekitarku merupakan bentuk kebaikan dalam praktik keberagamaan yang sederhana.

Buku ini menjelaskan untuk menjadi beragama sebaiknya kita bisa memulainya dari yang paling sederhana dan sangat mudah ditemukan di sekeliling kita, daripada melihat contoh yang jauh dan rumit.

Buku ini berisi keresahan, keluhan, dan pengalaman Mbak Kalis, serta cerita sederhana dari orang-orang yang pernah beliau temui. Penulisannya pun sangat santai tapi tetap ada "inti"-nya. Buku ini dibagi menjadi 5 bab dan setiap sub bab tergolong tipis dengan cerita dan maknanya tersendiri.

Di beberapa bagian buku ini, Mbak Kalis menceritakan sebelum menjadi seperti sekarang, dulu dia juga pernah menjadi bagian dari golongan yang mudah mengafirkan orang lain. Dari cerita tersebut dapat diambil maknanya bahwa setiap orang memiliki perjalanan dan prosesnya masing-masing, jadi it's okee gapapaa kalau kita sebelumnya pernah melewati berbagai fase memalukan juga.

Profile Image for Heni Mujaa.
168 reviews22 followers
January 4, 2020
Khataman pertama di 2020. Ingin berterima kasih sama penulis karena istiqomah nulis walaupun diterpa badai bullying di sana sini. Baca buku ini banyak momen tarharu dan (hampir) nangisnya. Islam memang seharusnya sesederhana dan se-meneduh-kan ini. Menghangatkan hati. Bukan memanaskan emosi. Semoga Mbak Kalis sehat selalu dan tetap bisa menghidupkan citra Islam yang bergandengan tangan dengan intelektualitas. 🥰
Profile Image for Al Muaishim.
18 reviews
August 30, 2020
Ini adalah buku pertama Kalis Mardiasih yang saya baca. Awalnya, dari desain sampul yang penuh warna, saya kira buku ini penuh humor dan ringan. Ternyata, selepas membaca, saya merasa tidak cukup percaya diri untuk langsung menulis review. Saya lantas menamatkan satu episode akun youtube Magdalene ID berjudul Menuju Hijrah yang Sesungguhnya yang juga oleh Kalis. Barulah saya merasa cukup paham konteks untuk membuat review.

Buku ini terdiri dari lima bab, dengan bab pertama berjudul "Islam dan Kebaikan Anak-Anak." Membacanya, saya teringat memori masa kecil saat belajar agama di masjid dan pesantren. Betul kata Kalis, saat itu pelajaran fikih terutama syariat Islam datang dengan luwes dalam etika sosial. Bab ini ditutup dengan tulisan berjudul "Kapan Tepatnya Kita Kehilangan Naluri Kanak-Kanak?" yang mempertanyakan mengapa banyak orang bertumbuh dan beragama secara radikal.

Bab kedua berjudul "Islam dan Kemanusiaan." Kalis menulis tentang bagaimana awalnya agama masuk ke Nusantara, yang tidak melulu soal unsur yang bersifat surgawi melainkan menjadi agama manusia. Kalis membandingkan dengan fenomena beragama saat ini, terutama pada kaum middle class urban yang sedikit-sedikit minta dalil. Apakah kegiatan ini halal atau haram, surga atau neraka.

Pada bab ketiga yang berjudul "Islam dan Akal Sehat", Kalis mengajak pembaca untuk beragama tanpa mematikan nalar. Ada banyak sekali sumber belajar agama di media sosial, tapi jangan telan mentah-mentah isinya. Tetap kritis dan ingat bahwa media sosial itu memang media untuk berekspresi, namun bukan berarti mereka yang paling sering muncul adalah yang paling ahli. Ada beberapa peristiwa politis berdarah di Indonesia yang terjadi akibat eksklusivisme dalam beragama, yang mungkin asing bagi milenial. Peristiwa tersebut hendaknya jadi pelajaran agar kita tidak menjadi radikal, dan mengulang sejarah kelam dalam beragama.

Pada bab "Islam dan Contoh Baik", Kalis banyak menyebut tokoh Islam di Nusantara. Pengalaman empiris Kalis dalam belajar Islam melalui teladan sederhana ini lalu ia bandingkan dengan bagaimana agama digunakan untuk kampanye dan dan kepentingan politis lainnya.

Terakhir, bab lima dengan judul "Islam dan Modernitas", mengulik tentang budaya populer dalam menggunakan simbol agama untuk menunjukkan tingkat kesalehan. Munculnya ustaz dan ustazah yang tidak jelas sertifikasi kepakarannya, yang celakanya videonya banyak disebar melalui media sosial dan diamini banyak orang. Hoax merajalela, dan bagaimana kapitalisme bekerja dalam komodifikasi atribut keagamaan.

Buku ini akan lebih mudah dipahami jika pembaca terlebih dahulu terbiasa membaca tulisan Kalis. Kalis banyak menulis tentang Islam sehari-hari dan keperempuanan di akun media sosialnya. Tokoh yang ia sebut dalam buku ini kebanyakan adalah tokoh muslim NU, walaupun juga banyak ustaz dari luar Indonesia yang ia kutip. Sebagai pembaca yang Islam di KTP tapi jauh dari salihah, saya merasa buku ini cukup untuk belajar Islam. Ia mengajak kembali ke akar, jangan jauh-jauh belajar langsung ke dalil yang berat. Saya yang awalnya merasa malu mengakui ingin belajar agama dari awal, jadi tertarik untuk belajar lebih dalam setelah tuntas membaca buku ini.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nanny SA.
343 reviews41 followers
December 11, 2019
Setelah membaca bukunya yang pertama "Muslimah yang diperdebatkan" ini adalah buku Kalis Mardiasih yang kedua yang saya baca. Saya suka pemikiran dan gaya bahasanya, sehingga waktu tau ada buku barunya dengan judul yang menggelitik, saya langsung tertarik, ternyata isinya memang menarik.

Seperti yang pertama, buku ini berisi pengalaman, pembelajaran, dan pandangannya baik dari segi agama atau pendapatnya pribadi, dengan tema Islam membahas tentang kehidupan sehàri-hari dan kekinian yang dia lihat dan alami yang mungkin banyak dari kita pernah mengalaminya juga.


"Salat mengajarkan manusia untuk merasa kecil di hadapan Sang Mahasegalanya. Jemaah mengajarkan kita untuk salung peduli, zakat mengajarkan kita....................., dan seluruh nilai Islam yang tenang dan tidak berisik" -hal 94



Tinggalkan takbir di sudut ruang sunyi ibadahmu saja jika di luar kau menjualnya dengan murah hanya untuk menyakiti sesama" - hal.104

Di tangan para pedagang agama, orang-orang bodoh ini malah dibikin pekok. Bukan diajarkan menjadi manusia baik dan fokus meraba diri sendiri, malah diminta merusuhi kehidupan mengawasi cacat orang lain, menghitung timbalan amal dan dosa orang lain, sampai mengavling neraka orang lain

".,........bahwa agama harus menjadi sesuatu yg progresif dan mengerti zaman, bahwa Alquran adalah nilai yang tak lekang zaman, tetapi Muslim harus senantiasa memperbaharui pola pikir dan kiprahnya sesuai zaman." Hal.153

Peserta bertanya: bagaimana cara komkrit untuk melawan hoax?
saya menjawab, "Mulai sekarang jangan takut dengan ancaman neraka, hanya karena kita tidak menebarkan pesan brodcast tertentu yang yang berbumbua agama, ya Bapak dan Ibu. Rasulullah diutus Allah agar berhasil menyempurnakan akhlak kita, bukan untuk memastikan kita mem foreward pesan whatsApp."

Para peseta pun ngakak berjamaah. (hal. 185 )




Tulisan yang ringan dengan tema Islam keseharian dan masalah kekinian.
Disampaikan dengan bahasa sederhana tapi mengena.
Enak dibaca dan lucu.😊
Profile Image for Husni Magz.
212 reviews1 follower
August 27, 2020
Saya pikir ini adalah buku terburuk yang pernah saya baca dalam hidup saya, sehingga dengan berat hati saya hanya bisa menyumbangkan satu bintang di rating. Maaf jika saya frontal dalam menulis review.
Kenapa saya bisa berani mengatakan seperti itu?
Pertama, buku ini sangat tendensius untuk menyerang orang-orang yang tidak satu pemahaman dengan sang penulis. Misal, banyak sekali saya temukan kalimat yang mendiskreditkan orang-orang tertentu di buku ini. Seakan-akan semua wanita bercadar itu istri yang ekstrimis. Seakan-akan semua lelaki yang berjenggot itu gampang kufar-kafir, dan berbagai macam tuduhan tendensius tidak langsung. Ini sebenarnya tidak adil karena betapa banyak wanita bercadar yang baik hati dibanding secuil wanita bercadar yang tidak baik. Sama halnya ada banyak wanita tak berjilbab yang jahat disamping banyak juga wanita tak berjilbab yang hatinya suci. Penulis kadung menggenalisir hanya karena menemukan satu kasus, kemudian menulis opini seakan-akan semuanya berwajah seperti itu.

Perlu kita sadari bahwa orang baik dan buruk itu dimana-mana selalu eksis dan ada, tak peduli apa ideologinya, bagaimana pakaiannya dan apa latar belakangnya. Di buku ini penulis kadung menghadirkan contoh-contoh ekstrimisme dari 'islam garis keras'. Lalu kenapa penulis juga tidak menulis tentang ekstrimisme dari orang-orang kiri, misalnya. Kenapa penulis tidak menyoroti ekstrimisme dari orang-orang Nadhiyin yang dalam beberapa kasus pernah membubarkan kajian ustadz yang tidak sepemahaman dengan mereka, misalnya.

Kedua, penulis melontarkan kritik terhadap orang-orang yang penulis anggap tidak toleran. Tapi di satu sisi penulis sendiri tidak bisa toleran terhadap muslim yang penulis 'nyinyirin' di buku ini.

Sekali lagi, saya katakan ini buku terburuk yang pernah saya baca dalam hidup saya.
Profile Image for Noni Sitinjak.
13 reviews
March 16, 2020
Tadinya saya juga berpikir, buku ini mungkin akan jadi panduan singkat tentang proses Hijrah (karena nggak sempet cek review) padahal ternyata nggak melulu bahas Ke(Tuhan)an dalam konsep Islam. Lebih dari itu, mbak Kalis justru sedang membawa saya untuk mendengarkan berbagai macam fenomena keberagaman, khususnya isu eksklusivisme Agama (Islam) yang terjadi beberapa tahun belakangan. Hingga bagaimana Ia tetap menulis meski pernah dibully abis.

Setelah membaca ini, saya mendadak ingat, seorang teman SEIMAN yang belakangan menyebalkan karena selalu berusaha jadi hakim untuk menghitung dosa-dosa orang. Ternyata apapun Agamanya memang selalu ada saja makhluk yang bersikap paling benar sedunia. Padahal serupa dengan narasi mbak Kalis di buku ini, saya pikir selain memikirkan hubungan dengan Tuhan, kita juga perlu jadi manusia yang menyenangkan bagi sesama makhluk ciptaan. Karwna beragama harusnya bisa sederhana, menyenangkan dan penuh kebaikan. .

Jadi jangan terlalu tegang, karena kamu bukan celana dalam.
Profile Image for Rei.
366 reviews40 followers
January 7, 2021
“Betapa saya rindu pada masa kanak-kanak yang penuh tawa. Anak-anak adalah jiwa suci yang tak
memiliki rasa curiga. Anak-anak mau berteman dengan siapa saja. Anak-anak terkadang berkelahi dan marah, tetapi akan memaafkan kesalahan tanpa menyimpan dendam. Andai saja orang dewasa bisa
beragama seperti anak-anak, membebaskan perasaan dari curiga dan sakit hati.”

Agama Islam identik dengan hubungan dengan Tuhan dan tak kalah pentingnya, hubungan dengan
sesama manusia. “Salat mengajarkan manusia untuk merasa kecil di hadapan Sang Mahasegalanya.
Jemaah mengajarkan kita untuk saling peduli, zakat mengajarkan kita untuk mengingat bahwa ada hak-
hak orang lain dalam rezeki-rezeki yang kita dapatkan. Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan
diri, haji mengajarkan kita untuk hidup berdampingan dengan manusia lain serta perjalanan menuju hari
akhir.” – hal. 94. Namun kini orang-orang mendengar Islam dan langsung membayangkan berbagai
aturan yang menyesakkan, pertikaian antar golongan, politikus-politikus menjijikkan yang menjadikan
masjid sebagai mimbar orasi politik, dan terorisme. Bahkan masjid-masjid tak lagi menjadi tempat
persinggahan orang-orang yang bekerja di jalanan, karena begitu megah dan gemerlapnya masjid-masjid itu sehingga penjual balon keliling yang tubuhnya kotor oleh keringat dan debu merasa minder untuk
masuk.

Buku Hijrah Jangan Jauh-jauh terasa seperti ajakan bagiku untuk pulang. Ya, pulang, ke esensi
kemanusiaan, kembali kepada hubungan antar manusia yang murni seperti masa kanak-kanak dulu,
yang memperlakukan teman-teman dengan setara, bermain bersama dan berbagi jajanan tanpa
mempedulikan agama, asal-usul, ras, apalagi pandangan politik (!) mereka. Buku ini mengingatkanku akan esensi Islam yang sesungguhnya; yang hanya mengajarkan kebaikan, kesederhanaan, pengendalian hawa nafsu, kerendahan hati dan diri di hadapan Sang Pencipta. Buku ini juga mengingatkan bahwa sebagai manusia, tugas kita di bumi ini hanyalah hidup berdampingan dengan rukun dan “mengupayakan kebaikan-kebaikan untuk generasi berikutnya” (hal 94).

“Islam semestinya datang hanya untuk memberi kita semangat serta etos kerja yang baik, juga menjadi
panduan yang paling indah ketika kemanusiaan diguncang.” – hal 129.

“…agama harus menjadi sesuatu yang bersifat progresif dan mengerti zaman, bahwa Alquran adalah nilai yang tak lekang zaman, tetapi Muslin harus senantiasa memperbaharui pola pikir dan kiprahnya
sesuai zaman.” – hal 153.

“Rasulullah hadir untuk menyelesaikan persoalan rumit pada zamannya. Orang-orang jahiliah ketika itu menistakan perempuan, saling bunuh antar sukuk arena system ekonomi yang penuh kerakusan,
pimpinan kabilah yang zalim menindas para budak. Jika ditarik pada masa kini, Rasulullah mungkin
menginginkan para ustaz agar tidak sekadar menjawab hukum segala mcam ucapan yang diharam-haramkan, tetapi juga membantu masyarakat agar punya strategi memerangi korupsi, memikirkan terumbu karang yang rusak, gunungan sampah plastik yang kian mengerikan, sumber mata air bersih yang dijarah limbah industru, dan hutan-hutan lindung yang dibabat pemodal.” – hal 191.
Profile Image for Lyliez Cholieshoh.
18 reviews
December 7, 2022
Bro, Sis, Ikhwah, makan penyetan pakai lalapan kobis goreng dalilnya apa?

Pertanyaan itu cukup menggelitik tapi beneran ada di dunia nyata. Memang buku ini tidak menyediakan dalil untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun, di buku ini, Anda akan menemukan logika yang pas ala mbak Kalis dalam memahami pertanyaan tersebut.

Persis seperti judulnya, buku ini cukup unik. Buku Non Fiksi ini seperti perpaduan antara teks akademik dan teks fiksi. Isinya kaya dengan kutipan-kutipan yang memberi link pada sumber lain, lengkap dengan tahun terbitnya. Persis seperti jurnal akademik. Namun, ketika dibaca, isinya seperti karya fiksi yang penuh dengan cerita pengalaman mbak Kalis sehari-hari.

Jika biasanya buku tentang agama selalu kaku, penuh dengan dalil, buku ini sangat ringan dibaca karena mengangkat isu keagamaan terkini yang mungkin kita alami sehari-hari. Ringan tapi bisa membuat orang berpikir. Membaca buku ini, kadang aku tersenyum sendiri karena sentilan-sentilan lucu mbak Kalis. Kadang juga tiba-tiba menangis haru seperti ketika membaca sub-bab Haji Bapak. Kadang juga bingung karena banyak menggunakan kata-kata akademik yang mungkin akan sulit dimengerti oleh pembaca awam seperti misalnya profan, transendental, manifesto kebudayaan, dll. Tak jarang juga aku berpikir wah keren ini mbak Kalis cukup berani menulis isu-isu keagamaan yang akhir-akhir ini memang lagi sensitif di Indonesia.

Tulisan mbak Kalis cukup mengobati kerinduanku akan kampung halaman ketika aku dan teman-teman ngrumati mushola. Dulu, tiap malam minggu, anak laki-laki tidur musholla karena esok harinya libur sekolah. Pada hari Minggu paginya, kami yang rata-rata masih usia SD berkumpul di mushola untuk mengepel musholla lalu makan getuk bersama. Kegiatan anak-anak nginep d musholla itu mengajarkan mereka kemandirian, belajar mondok. Mereka yang rata-rata orang kampung agak susah kalau diajak mondok. Nah, dengan adanya nginep di musholla ini, mereka diajarkan tidur tepat waktu, bangun subuh untuk sholat berjamaah, lalu ro’an atau kerja bakti bersih-bersih. Sekarang banyak masjid bertuliskan “dilarang tidur”. Padahal masjid / musholla kadang menjadi tempat persinggahan bagi musafir, atau pedagang yang kelelahan setelah seharian menawarkan dagangan. Tapi kembali ke fungsi masjid itu sendiri karena setiap masjid atau musholla pasti memiliki aturannya sendiri. Pengalaman saya ini mungkin relate dengan bab “Masjid yang menjamu tamu seperti rumah”.

Overall, kesan saya setelah membaca: Keren!!!
Rate : 🌟🌟🌟🌟 4,9/5
Profile Image for Gita Swasti.
322 reviews40 followers
September 4, 2020
Teman yang hijrah masih memiliki dua kemungkinan. Pertama, jatuh pada bentuk ekstremitas yang justru mengasingkan diri lalu mengharam-haramkan musik dan aktivitas seniman lainnya. Kedua, menyempal dari agama.


Melalui Ketika Temanmu Menjadi Pendukung ISIS, Kalis membeberkan keluguan temannya yang masih menggunakan jins belel mendadak berubah drastis ketika menikah. Ia mempertanyakan laki-laki yang menikahinya, apakah perempuan lugu dijadikan target untuk menjadi martir pengantin bom? Ketika Indonesia menjelma menjadi negara yang semakin religius, suara ustaz yang merendahkan akal sehat pun tetap bisa diterima sebagai suara Tuhan. Akal sehat yang terus menerus dipaksa menerima hal yang bertentangan dengan nalar kita, kira-kira begitulah intisari Akal Sehat dan Bahaya Umat yang Taklid Buta pada Ulama Tak Kompeten. Di dalam buku ini, Kalis juga menyinggung cerpen Etgar Keret yang berjudul My Lamented Sister tentang bagaimana menjadi religius secara manusiawi.

Buku kedua Kalis yang saya baca (sebelumnya Muslimah yang Diperdebatkan terbagi menjadi lima bagian, (1) Islam dan Kebaikan Anak-Anak, (2) Islam dan Kemanusiaan, (3) Islam dan Akal Sehat, (4) Islam dan Contoh Baik, dan (5) Islam dan Modernitas. Memang kalau dilihat dari judul "Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar!" hal paling mendasar kita ingin berhijrah adalah menilik masa lalu kita ketika masih anak-anak. Bab terakhirnya bercerita tentang modernitas, artinya keberadaan islam di jaman yang sudah berkembang jauh dibandingkan masa hidup Rasulullah SAW.

Buku ini menarik sekali dibaca oleh kamu yang masih bingung ingin menempatkan keislamanmu di mana. Menjadi agak kurang menarik jika sudut pandang keislamanmu sudah teguh, tidak bisa diubah-ubah oleh penafsiran lain. Secara garis besar, nuansa NU juga kental sekali, sejalan dengan citra Kalis yang selama ini ia tampilkan di media sosialnya.
Profile Image for Mutiara.
47 reviews13 followers
November 10, 2021
banyak buku mba Kalis yang nyeritain soal fenomena sosial yg terjadi di sekitar kita. tapi dengan baca-baca pengalaman mba Kalis mengobservasi itu, kita jadi paham bahwa banyak dari kita atau orang2 di sekitar kita yg kadang termakan hoaks yg beredar di Internet, WA dll. dan terancam indoktrinasi jihad jalur kekerasan atas nama Tuhan. Apa-apa yang mesti ada hukumnya, halal-haramnya, kaya cerita mba Kalis ttg seseorang yg nanya soal hukum “nraktir teman” sebenarnya bisa jadi mengejek kecerdasan dan kehormatan anak SD yang biasa bagi cilok dan es teh di sekolah 😂 aku hampir ketawa baca ini.

banyak banget di buku ini juga jelasin ttg kejadian2 masa lampau. Seperti soal perdebatan pendapat Gus Dur dan Gus Sholah mengenai relasi Islam, Pancasila dan negara yg dimuat di koran tahun 1998. Gus Dur percaya bahwa Wahid Hasyim, ayahnya memiliki pandangan politik sekuler, karena memperbolehkan wanita mendaftar sekolah guru hakim agama negeri, yang dalam syariat dilarang. Gus Sholah, di sisi lain percaya bahwa negara tidak boleh sekuler, ia harus berlandaskan pada tauhid. Artinya memasukkan syariat islam kedalam jiwa Pancasila.

Gus Dur kekeuh menulis tulisan balasan untuk mendukung pendapatnya mengenai pemisahan Islam dan Pancasila dgn memberi contoh relasi antara Islam dengan Aceh.

Tapi aku setuju, urusan negara harus dipisah dengan agama. Ngga bisa Pancasila hanya berlandaskan syariat Islam, lah temanmu yg Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, atheist mau dikemanain? ngadi-ngadi..

pantas aja sih mba Kalis dibully sih, tapi orang2 dgn pemikiran Islam yg progresif dan berani sangat dibutuhkan dan harus diperjuangkan, supaya anak-anak muda seperti kita dan yg lain ga terjebak di dalil-dalil sesat bin ajaib ustad-ustadzah Youtube masa kini.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Kiky ☆.
140 reviews5 followers
February 3, 2023
4,0/5

Butuh beberapa bulan sampai aku bener-bener namatin buku ini, karena harus dibaca dengan seksama dan didalami pemikiran Mbak Kalis.

Aku sudah follow IG dan Twitter Mbak Kalis udah lama, thas why aku pengen baca buku beliau, kebetulan temen kerja aku punya bukunya jadi pinjem deh ke dia wkwk.

Oke disini mungkin ada banyak hal yang bisa diambil, baik dari fenomena yang dijelaskan atau pendapat Mbak Kalis sendiri ya. Mulai dari gimana Islam seharusnya, fenomena Islam dan Meng-Islamkan di masa kini sampai isu-isu agam yang terjadi dari lama hingga baru-baru ini. Jujur ternyata aku banyak ketinggalan berita-berita tersebut, jadi ya baca buku ini jadi tau beberapa isu tersebut dan sering ku cari referensinya juga di internet.

Menurutku memang pandangan Mbak Kalis yang dituangkan di buku ini ada beberapa yang masuk akal, tapi ada juga yang aku kurang setuju. Tapi salut dengan beliau, yang tidak melabeli dirinya sendiri sebagai seorang Ustadzah atau pegiat islam lainnya, padahal saya follow akun beliau dulu karena speak up beliau tentang isu-isu agama. Sedangkan, diluar sana banyak orang-orang yang mengklaim dirinya dan 'memerintah' orang agar memanggil dia sebagai julukan Ustadz/Ustadzah wkwk.

Ada banyak juga kutipan dari beberapa tokoh agama yang aku sukai disini, yang bahkan sebelumnya juga aku belum mendengar, belum tau dan bahkan belum mendengar.

So far, buku ini memang enak dibaca untuk memandang arah hijrah seperti apa yang kita inginkan dan gimana pandangan kita soal itu di masa kini. Tapi, ngga semua hal yang ada di buku ini disetujui atau dijadikan sebagai guru dan pedoman bagiku.

Profile Image for Winta Arsitowati.
15 reviews25 followers
June 8, 2020
Bukan, buku ini bukan bermaksud melarang kita untuk melakukan hijrah secara totalitas. Hijrah Jangan Jauh-Jauh, Nanti Nyasar! merupakan sekumpulan esai yang ditulis Kalis Mardiasih mengenai fenomena-fenomena yang membahas mengenai Islam dan hijrah. Esai-esai tersebut ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap bernas.

Tak dipungkiri, masyarakat mengenal kata hijrah begitu lekat dengan isu agama. Ketika seseorang tampak lebih relijius dari sebelumnya, maka dia akan disebut 'sudah hijrah'. Memang, hal itu tidak salah. Namun jika kita sedang hijrah dan tidak setuju dengan suatu hal, apakah pantas bagi kita berkoar-koar di media sosial bahwa hal itu salah dan kita benar, tanpa lebih dulu menyelami isi dari hal tersebut? Lalu jika kita memaksakan orang lain untuk menerima nilai yang kita anut melakukan penggiringan opini begitu saja, apakan itu dapat dibenarkan?

Buku ini memaparkan bahwa tidak masalah jika kita hendak mempelajari agama secara lebih dalam atau menganut nilai-nilai tertentu yang berbeda dari orang lain. Namun, bukan berarti itu dapat membuat kita merasa lebih benar dan melakukan judgement terhadap orang lain yang berbeda pandangan dengan kita. Hal itu justru akan memberi kesan yang menyeramkan dan tidak ramah terhadap Islam. Setiap orang memiliki proses belajar yang berbeda dalam hidup, sehingga pandangan hidup yang dimiliki akan berbeda pula. Bukankah kita harus menghargai apa pun pandangan yang orang lain miliki, sekalipun itu berbeda dengan nilai yang kita anut?

Jangan lupa bahwa kita hidup dalam masyarakat yang menganut keberagaman, sehingga kita pun harus bisa tetap bertoleransi dan membuka diri terhadap setiap hal yang ada di sekitar kita.
1 review
April 5, 2023
Awalnya saya menyangka bahwa buku ini hanya bercerita tentang kisah-kisah sederhana kehidupan beragama di Indonesia dari sudut pandang seorang Muslim, namun siapa sangka bahwa bahasan dalam buku ini ternyata cukup mendalam. Berawal dari cerita sehari-hari di sekitar kehidupan penulis yang menggelitik, hingga menyoroti fenomena sosial dengan penuh kritik. Semua disajikan dalam gaya penceritaan yang jenaka namun sarat makna.

Yang membuat saya semakin kagum tentu saja, wawasan penulis yang cukup luas mengenai sejarah pergerakan Islam beserta para tokoh aktivis di dalamnya membuat para pembaca yang awam sekalipun dapat memahami konteks sejarah dari setiap kisah yang dituliskan.

Bagi saya ini bukan sekedar buku bacaan ringan yang dinikmati sambil sekilas lalu atau sekedar dibaca sambil makan cemilan di sore hari. Buku ini layak disandingkan dengan buku para pemikir progressive Islam dan wajib diwariskan ke anak-cucu kita demi terwujudnya kehidupan beragama yang harmonis & penuh toleransi di masa depan.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Siti Nur  Badriyah.
37 reviews2 followers
May 17, 2021
Buku ini berisi kumpulan essay (?), prosa (?) dari mbak Kalis tentang pandangan dan sikapnya dalam melihat fenomena hijrah di Indonesia, terutama di lingkungan sekitarnya.

Hal-hal yang dia alami dan lihat sangat dekat dengan keseharian banyak orang, dan dari tulisan2 ini juga bisa disimpulkan bahwa untuk hijrah, menjadi muslim yang lebih baik, kita gak perlu melakukan perubahan yang sangat ekstrim. Berlaku baik kepada sesama manusia dan menjalankam tanggung jawab saja sudah cukup. Semuanya bisa berproses, dan proses setiap orang dalam hijrahnya sendiri berbeda-beda.

At some point this book can be a starting point for someone who want to learn more about Islam, or want to "hijrah". Some references are mentioned by the author: holy books and ustadz, digging up some names won't cost that much for beginners.

Recommended reading 👍
Profile Image for Rizky Arya.
126 reviews2 followers
March 2, 2021
Kalis Mardiasih merisaukan fenomena 'hijrah' yang sebagian begitu eksklusif, 'grusa-grusu' dan tak jarang juga menyeramkan khususnya di Indonesia. 'Hijrah' yang seharusnya membuat seorang muslim menjadi lebih menyenangkan, ramah, teduh dan tenang, namun justru sebaliknya, diliputi 'sumpek', amarah, provokasi dan lainnya. Ini yang coba di kritisi oleh penulis.

Menurut penulis, beragama seharusnya menyenangkan, dipenuhi kebaikan, tidak mudah tersulut emosi, apalagi kita hidup di negeri demokrasi harusnya mengutamakan dialog, diplomasi dan musyawarah dalam mengatasi persoalan umat. Bukankah dalam indahnya ayat suci Al-Qur'an juga dianjurkan demikian ???

Lanjutannya disini : https://kepinganarya.blogspot.com/202...
Profile Image for Amel.
205 reviews4 followers
April 1, 2023
Buku ini kurasa sangat relate dibaca pada zaman-zaman sekarang ini. Aku pribadi sanagt meniikmati semua pembahasan-pembahasannya.

Di dalamnya pembahasan dibagi menjadi 5 bagian:
🌿 membahas bagaimana sebenarnya Islam dalam pandangan yang sederhana, di sini diibaratkan dengan Islam dari sudut pandang anak-anak.
🌿 membahas Islam dalam konteks masa kini, yang dihubungkan dengan kemanusiaan.
🌿 membahas tentang rasionalisasi dalam Islam.
🌿 membahas bagaimana Islam ini sesungguhnya penuh berisi soal kebaikan yang telah diwariskan turun-menurun.
🌿 membahas polemik tentang Islam yang semakin beragam di era modern.

Menarik sekali kan? Ditambah dengan gaya penulisan yang cepals-ceplos, jadi terasa sangat seru dan segar.
4.5/5 untuk buku ini.
34 reviews4 followers
November 14, 2019
Selesai juga, buku yang enak untuk dibaca ringan, bernas, tapi tak hilang substansinya. Cocok sebagi selingan di kesibukan sehari-hari untuk sekali-dua kali duduk. Tulisan-tulisan Kalis di beberapa media ini membicarakan Islam dalam dimensi yang sebenarnya pada sendi-sendi kehidupan sehari-hari yaitu Islam yang berbudaya, ramah, rasional, menerima kemodernan, beretika dengan berprinsip Islam sebagai rahamatan lil 'alamin & shalih li kulli zaman wa makan. Suatu kritik terkait potret keagamaan saat ini yang menampilkan Islam yang sebaliknya. Tentunya disampaikan dengan kritis, tapi tetap asyik, lucu, sarkastik, dan banal.
Profile Image for Nathalie Indry.
53 reviews8 followers
January 5, 2021
Kumpulan esainya moderat dan memberi angin segar bagi kaum muslim seperti saya yang teringat akan praktek beragama masa kecil: Santun & santai. Tidak perlu menganggap agama kita yang paling benar dan sempurna dibanding agama lain, karena agama merupakan sebuah jalan, untuk mencapai tujuan sama: Menjalin kedekatan secara batin denganNya.

Kalis membawa kita ke masa - masa itu, masa dimana kita semua sejak kecil berlari - larian sambil bercanda menuju masjid untuk sholat berjamaah, tapi sebelumnya bermain - main dulu dengan teman yang beragama lain. Esai menarik, tapi tetap harus mencari tahu beberapa istilah yang terbaca politis atau kental Islami.
Profile Image for Okky.
19 reviews1 follower
February 27, 2022
Awalnya saya kira buku ini akan berisi kritik seperti tulisan Kalis pada IG atau Mojok.co. Memang benar buku ini berisi kritik namun pendekatan yang Kalis lakukan sedikit berbeda. Cara Kalis mengritik melalui kisah membuat pesan yang ia sampaikan lebih relateable. Ada banyak kisah dalam buku buku ini yang membuat saya termenung, terkadang menangis, tidak sedikit yang membuat saya harus menarik nafas panjang setelah berakhirnya paragraf.

Dalam perjalanan saya memahami Islam saya telah melewati beberapa fase. Dan ketika membaca buku ini, saya seperti masuk ke lorong waktu. Bagi saya buku ini menjadi refleksi akan bagaimana selama ini kita berislam.
Profile Image for Ariel Seraphino.
Author 1 book52 followers
January 7, 2020
Pada suatu waktu tulisan Kalis terang benderang dan penuh dengan perenungan tapi di waktu lainnya saya menemukan konstruksi yang patah-patah dari narasi awal yang hendak dibangun. Meski secara keseluruhan ini adalah buku yang sarat nilai, pencerahan dan sejumlah pretensi yang jujur dalam dinamika dunia Islam kita saat ini. Membaca buku ini saya menemukan bahwa Kalis ini pintar sekali, ragam bacaannya membuatnya mampu menjangkau sebuah persoalan dari berbagai referensi. Sebuah buku yang perlu dibaca bagi mereka yang katanya lagi belajar hijrah.
Profile Image for killua.
17 reviews2 followers
January 9, 2020
Buku pertama yang selesai di 2020. Dan Mbak Kalis, seperti biasa, menulis kisah autentik beragama dalam keseharian yang menarik. Sepakat sama isi buku ini, beragama seharusnya sederhana, menyenangkan, dipenuhi kebaikan. Bukan seperti fenomena beragama masa kini yang eksklusif apalagi menyeramkan.

Tulisan yang berkesan secara personal buatku itu judulnya "Bertemu Abah Maulana Habib Luthfi bin Yahya". Aku langsung inget ustadzah Ijah, ustadzah Aminah, dan guru-guru ngajiku lainnya. Lihat mukanya aja meneduhkan, apalagi tutur kata dan perilakunya.
Displaying 1 - 30 of 65 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.