Semua manusia punya kalimat-kalimat yang bergaung silih berganti di kepala mereka sendiri. Yang tidak begitu saja bisa dibungkam oleh manusia lainnya. Kalimat apa pun yang tertulis di kepala, akan selalu menjadi hak individu dan menjadi rahasia selama si pemilik kepala tidak membocorkan lewat lisan atau tulisannya. Begitu juga Shandya. Seorang staf engineer di salah satu kantor konsultan infrastruktur di Jakarta, yang juga punya berbagai macam kalimat yang berkelebat di kepalanya. Tentang job desc dan jam lembur nerakanya. Juga tentang luka permanen di hatinya yang membuat Shandya selalu gagal untuk merasa.
Isi kepalanya semakin riuh ketika kantornya menerima seorang intern bernama Daniel yang hanya berumur tiga tahun lebih muda darinya, tetapi sikapnya tak jauh berbeda dengan bocah kekanakan yang bahkan belum lulus TK. Shandya terusik dengan kehadirannya. Jengah dengan sikap riang dan hangat yang begitu mudah Daniel lakukan pada Shandya. Namun, tentu saja seperti segala hal klise di dunia, kebasnya hati Shandya mulai tereduksi dengan sesuatu yang telah terlalu lama tidak ia percaya, cinta. Akan tetapi, cinta seperti apakah yang Daniel wujudkan untuknya?
Shandya adalah mbak-mbak dengan latar belakang keluarga yang nggak begitu baik, bermasalah dengan ayah, kehilangan kakak, dan merasa kesal dengan ibu, yaa... kalau kulihat sih gitu. Nah, Mbak Shan ini bekerja di kantor yang nerima anak intern, salah satunya Daniel. Si Daniel ini tiga tahun di bawah Shand, agak kekanak-kanakan dan menyebalkan di mata Shandya. Ceritanya kira-kira yaaa... sebal jadi suka Shandya vs Daniel yang dibumbui masalah-masalah keluarga, menyelesaikan masalah dengan sendiri sendiri, semacam itu. Aku menikmatinya karena tulisan kakanya mengalir meskipun sebenarnya alurnya pelan-pelan, tapi nggak kerasa waktu ditandaskan sambil gegoleran di kasur. Ah, ya kutak menyangka ternyata si novel ini 21+. Itu sajalah, sukses untuk penulis! 78-2019
Kisah cinta dengan trauma dan masa lalu selalu menjadi formula yang menghipnotis. Bagi pecinta novel romance kisah seperti ini akan menarik jika dibangun dengan fondasi yang kuat. Shandya's Sententia cukup berhasil memberikan itu semua. Trauma dan masa lalu yang dialami oleh tokoh utamanya menjadi premis cerita yang menjanjikan. Tak cuma itu sampul novelnya pun menghadirkan nuansa tenang sekaligus tanda tanya. Apa sebenarnya yang dialami oleh Shandya? Kehadiran gambar seorang gadis yang terpejam dengan latar biru, memperlihatkan tokoh Shandya yang sering memikirkan berbagai macam hal. Latar biru yang seperti gelombang air dan dasar kolam juga mewakilkan isi kepala Shandya yang selalu sibuk. Warna putih yang digunakan semakin menambah nuansa menenangkan dan memunculkan estetika yang enak dipandang panca indera. Perpaduan sampul yang menarik, sederhana dan menyedot atensi.
Shandya's Sententia memiliki tema cerita tentang kisah cinta dengan masa lalu dan trauma yang diakibatkannya dengan latar kehidupan masyarakat perkotaan. Di sini kita akan melihat tokoh Shandya yang berjuang untuk menyembuhkan traumanya dengan kehadiran tokoh Daniel dalam hidupnya. Shandya yang lebih tua dari Daniel tiga tahun pada awalnya menganggap Daniel sebagai sosok yang suka mempermainkan hati wanita. Namun, pada kenyataannya Daniel adalah sosok anak muda yang kekanak-kanakan. Bekerja satu kantor bahkan satu ruangan dengan Daniel, mau tidak mau Shandya harus terbiasa dengan kehadirannya. Berawal dari benci Shandya akhirnya merasa nyaman dan aman jika bersama Daniel. Satu hal yang saya suka dari ceritanya adalah dengan disisipkannya trauma yang diderita oleh Shandya. Menurut saya reaksi Shandya setelah melihat sesuatu hal yang buruk sangatlah wajar. Apalagi yang menyebabkan trauma itu sendiri adalah orang terdekatnya. Dari segi kisah cintanya sendiri terlalu jalan di tempat dan terkesan berputar-putar. Mungkin saya akan lebih menikmati ceritanya jika penulis lebih banyak membahas sisi trauma dari seorang Shandya.
Sebagai tokoh utama Alishandya atau yang dipanggil Shandya memiliki sifat yang jutek, pemarah, dan sering memendam perasaannya. Di balik sikapnya yang defensif, Shandya memiliki hobi memasak yang menjadi pelipur laranya. Akibat kejadian di masa lalu yang membuatnya trauma, Shandya menjadi pribadi yang sulit untuk menerima dan merasakan cinta. Pekerjaannya sebagai staf engineer di perusahaan infrastruktur mempertemukannya dengan sosok Daniel yang bisa membuatnya menerima dan berdamai dengan diri sendiri. Tokoh Daniel merupakan pegawai intern yang baru saja direkrut. Daniel yang notabene lebih muda tiga tahun dari Shandya memiliki karakter yang kekanakan, charming, dan humoris. Sesuai dengan bentuk tubuhnya yang bongsor, Daniel memiliki hobi makan. Selain dua tokoh tersebut terdapat juga tokoh-tokoh pendamping yang sangat banyak, seperti Abil, Iman, Kevira, Aya, Adam, Sarah, Kaisar, dan masih banyak lagi. Beberapa tokoh pendamping memiliki karakter yang cukup kuat. Namun sayangnya, menurut saya tokoh pendampingnya ini terlalu banyak sehingga terkesan memusingkan. Karakter Shandya berhasil menarik empati saya untuk ikut merasakan dan memahami apa yang dirasakannya. Sementara untuk karakter Daniel entah kenapa kurang bisa saya sukai. Tingkahnya yang seperti bocah di umur dua puluh empat tahun malah terlihat memggelikan sekaligus menjengkelkan. Tidak jarang saya suka kesal dan gemas sendiri melihat kelakuan Daniel. Interaksi dan chemistry antara Shandya dan Daniel tergolong kuat dan terbangun dengan cukup intens.
Menggunakan sudut pandang orang pertama lewat tokoh Shandya, penulis seperti ingin menunjukkan rasa trauma dan sakit yang ada dalam hati Shandya. Menurut saya reaksi yang Shandya tunjukkan tidaklah berlebihan. Apalagi trauma itu dipicu oleh orang yang seharusnya bisa melindungi dan mencintai Shandya. Alur ceritanya berjalan lambat dan terkesan berputar-putar. Terlalu banyak adegan-adegan antara Shandya dan Daniel yang sebenarnya bisa dipotong dan tidak akan memengaruhi jalan ceritanya. Gaya bahasa dan bercerita penulis sangat mengalir dan renyah. Obrolan-obrolan pedas dan nyeleneh antara teman satu kantor bisa tergambarkan dengan luwes. Detail pekerjaan Shandya sebagai staf engineer terlihat hidup dan nyata sehingga tidak terkesan seperti tempelan belaka. Terakhir setting tempat kota Jakarta yang dipakai masih kurang terasa. Mungkin karena kebanyakan jalan cerita terjadi di kantor dan rumah sehingga nuansa kota Jakarta kurang terasa.
Konflik yang bisa saya tangkap dalam Shandya's Sententia adalah bagaimana Shandya sulit dan belum bisa berdamai dengan trauma dan masa lalunya. Akibatnya Shandya jadi sulit untuk merasakan arti sebuah cinta. Saat dirinya masih terus berkutat dengan traumanya, muncul sosok Daniel yang bisa membuat Shandya nyaman. Namun, rasa cinta yang berhasil Daniel tumbuhkan kembali dalam diri Shandya, menjadi sebuah ketakutan tersendiri. Shandya takut jika cinta yang ia rasakan ini hanya bersifat sementara dan akan berubah seiring berjalannya waktu. Konflik batin yang dialami Shandya menarik untuk diikuti. Saya suka dengan rasa trauma dan takut Shandya terhadap perasaan cinta. Apalagi rasa takut dan trauma itu diciptakan oleh orang terdekatnya. Walaupun konfliknya cenderung jalan di tempat dan muter-muter, tapi gejolak dalam pikiran serta perasaan Shandya bisa saya rasakan melalui sebab dan akibat yang terjadi.
Bukan hanya sekedar kisah romansa belaka yang ingin diperlihatkan dalam Shandya's Sententia, tapi juga bagaimana gejolak dan emosi yang terkadang terjadi dalam kehidupan ini. Sosok yang mungkin harusnya kita banggakan dan puja, malah menjadi sosok yang menghancurkan kita untuk merasa dan percaya. Shandya adalah contoh dari sebuah trauma yang bisa membuat hidup kita hancur dan tak bahagia. Saya lebih menikmati gejolak batin dan pikiran yang dialami Shandya ketimbang kisah cintanya. Meskipun sosok Daniel ini menjadi penawar bagi Shandya untuk bangkit, tapi entah kenapa saya tidak terlalu menyukai sikapnya yang kekanakan. Apalagi Daniel ini diibaratkan seperti anak anjing yang terlalu geli untuk saya bayangkan. Sikapnya yang sok imut itu malah membuat saya kurang simpati terhadap Daniel. Di sini justru saya hanya bersimpati pada Shandya yang memang relate dengan kehidupan di masyarakat. Secara keseluruhan Shandya's Sententia merupakan sebuah kisah romansa yang tak hanya sekedar cinta, tapi juga ada luka dan trauma di dalamnya.
"Orang baik itu, org yang mau berusaha memperbaiki dirinya sendiri sebelum perbaiki diri orang lain."
Sebenarnya untuk sekelas novel metropop, terus judul novelnya itu adalah nama tokoh itu sendiri berasa gimana ya. Dalam pikiran orang pertama kali, pasti isinya membosankan. Terlalu kaku, dan lain sebagainya. Dan itu yang kali pertama saya rasakan ketika iseng-iseng cari buku bacaan ringan. Pas balik di back covernya, ada peringatan 21+. Tambah jadi deh pemikiran kalai ceritanya pasti gitu dong, cerita dewasa hehe
Baca bab pertama itu kurang sreg, apalagi hubungan Shandya - Adam bisa pisah apalagi alasannya klasik, karena udah nggak ngerasain apa-apa. Tapi si Shandya enteng banget terima keputusan itu. Terus makin baca tiap halamannya, ternyata memang benar, segala sesuatu yang membuat hati perempuan sulit untuk jatuh cinta, tidak lain pasti punya perkara yang sangat bikin dia trauma, termasuk soal perselingkuhan.
Trauma Shandya atas kenyataan yang dihadapi di dalam keluarganya, membuat ia sulit untuk benar-benar jatuh cinta pada sosok laki-laki. Apalagi kalau bukan akibat trauma yang disimpan sendiri tanpa berusaha mencoba melawan, dan malah selalu menyalahkan diri sendiri. Kalau saya jadi Shandya, mungkin sudah gila kali ya.
Tapi meskipun sikap skeptisnya ke orang-orang, Shandya menemukan satu sosok yang umurnya berapa tapi lagaknya seperti anak TK 😆 Lucu sih, karena kehadiran Daniel bisa menjadi pengimban dalam cerita, jadi tidak hanya dapat emosi sedihnya tapi juga dapat lucunya. Apalagi kalauu... Ah nggak mau spoiler. Takut dosa 😝😜
Ceritanya benar-benar ringan loh, kamu nggak mau kah masukin dia dalam reading list? Tenang, nggak banyak cerita dewasa, cuma sedikiiiit aja sih hehe 😁
Suka banget sama Daniel meskipun dia bocah tapiiii dia bisa dewasa saat dibutuhkan 😍😍😍. Setelah baca novel ini aku baru tau kalau ada yg bisa seterluka itu bahkan terluka cukup parah sampai membutuhkan pertolongan.
“Gue mau semua yang lo lakukan nanti karena lo yakin sama diri lo sendiri. Kalau lo pantas mendapatkan itu, dan lo juga punya hak untuk ngasih ke siapa aja,”— “So it doesn’t have to be me.” (Hal 348).
Novel ini tentang Shandya yang punya trauma keluarga, yang bikin dia semacam mati rasa. Bagian awal dibuka dengan putusnya Shandya dengan Adam, dan masuknya beberapa karyawan baru. Salah satunya Raditya Daniel.
Bukunya page turner, tapi alurnya gak rapi, banyak loncat-loncat ganti topik. Tokohnya banyak dan rame banget. Mengambil setting di Jakarta, dengan obrolan receh tapi dalem. Banyak scene gak penting-penting banget sih. Jadinya kayak muter gak abis-abis. Apalagi sepanjang novel pake Pov 1 Shandya.
Perkembangan hubungan Shandya dengan Daniel lambat tapi pasti. Tema keluarga gini sukses bikin air mata meleleh. Beruntung Shandya punya supporting system dan mau berusaha memaafkan.
Sayang banget Aussienya gak dibahas. Overall buku ini cocok dibaca sekali duduk. Rating 21+ dedek gemes dilarang mampir 😆😆😆
Lagi-lagi saya suka sama bukunya penulis. Gaya penulisannya asik dan ngalir jadinya bikin buku ini page turner dan ngga berasa udah tamat aja. Sama kayak di buku pertama, konflik di dalam ceritanya itu lebih ke konflik batin, entah itu tentang konflik dengan keluarga atau konflik percintaannya. Profesi Shandya sama Daniel juga dijelasin secara detail karna emang sebagian besar latarnya itu di kantor.
Saya suka karakter-karakternya disini yang punya masalah mereka masing-masing. Penyelesaian konfliknya juga ngga buru-buru dan chemistry Shandya-Daniel kerasa. Walaupun saya ngarepnya si Shandya bakalan ketemu mamanya Daniel ini, dan side-story percintaan Kev sama Iman dijelasin lebih lanjut. Semangat terus buat penulisnya dan ditunggu karya selanjutnya!
Rasanya baru kemarin aku membaca karya debut Khalinta melalui Intersection. Kali ini aku kembali disuguhkan untaian kisah melalui sosok Shandya.
Kisah Shandya ini agak berbeda dengan nuansa yang ada dalam Intersection. Jika Intersection lebih ke romcom, kisah Shandya lebih daripada itu. Tidak melulu bicara romansa, tapi lebih ke bagaimana sebuah trauma masa lalu mengubah sosok dan arah hidup Shandya
Shandya disini digambarkan sebagai pribadi yang rumit, ketus dan tertutup. Shandya ini sulit percaya terhadap cinta bahkan keluarganya sendiri. Shandya seakan membangun benteng pertahanan yang kokoh agar dia tidak terluka kembali. Benteng yang perlahan-lahan mulai terkuak dengan kehadiran sosok Daniel.
Kehadiran Daniel, sang brondong sekaligus rekan kerja Shandya yang lebih muda dan punya karakter yang kekanak-kanakan dan cenderung manja, menjadikan hidup Shandya jadi lebih berwarna. Walau jujur aku kurang suka dengan sifat manja dan suka merajuk Daniel. Aku lebih suka jika sisi lain dirinya yang perhatian yang lebih ditonjolkan 😁
Diceritakan dari sudut pandang Shandya, aku diajak menyelami kisahnya. Bagaimana hidupnya selama ini, pekerjaannya, keluarganya, sahabat-sahabatnya hingga bagaimana dia mengatasi masa lalunya, yang tentu menjadi hal tersulit baginya.
Aku bisa memahami pilihan-pilihan yang dipilih Shandya. Salut juga dengan proses dia mengobati masa lalunya, tidak instan tapi secara perlahan.
Namun, karena diceritakan dari sisi Shandya, jadi aku tidak bisa mengintip isi hati dan pikiran tokoh lain, semua melalui kacamata Shandya
Secara keseluruhan, kamu suka baca kisah romansa berbalut isu mental illness, kamu bisa mencoba membaca kisah Shandya ya
Sebenarnya aku agak sebal sama si Mbak Alafyu ini wkwk tapi aku bisa relate. Sangat amat relate. Yang aku sayangkan apa ya? Kurang drama? *eh* padahal gela sekaleh konfliknya ini. Berpotensi bikin tisu habis kalau eksekusinya nggak begini. Terus aku suka sama recehnya Danyilll. Bapak Meong yang super manja, minta dikasih whiskas *loh loh* suka juga sama teman-teman kantor mereka yang ajib, bikin nyengir huehehe. Seandainya aja lebih dipadatkan lagi isinya, mungkin ratingku akan bulat ke 4. Tapi untuk konflik seberat ini dengan eksekusi seadanya itu, aku sempat kesal karena ketebalan novel jatuhnya jadi sia-sia. Untunglah ending-nya nggak maksa.
Kalau karakter di buku sebelumnya yang kubaca kocak (re: Moli), di sini Shandya lebih kompleks. Enggak bisa dibilang suram karena memang banyak faktor yang bikin dia kayak begitu dan kelihatan complicated. Masa lalunya masih sangat menghantui dia dan bakal ke-trigger abis kalo ketemu sama penyebabnya.
Buku ini lebih menjelaskan perasaan Shandya secara detail. Lukanya belum sepenuhnya sembuh, bahkan kayaknya memang nggak pernah nutup itu luka karena kelihatan banget belum diobati kalo sampai ke-trigger begitu. Nah, penawarnya ada Daniel. Cowok yang cuma beda tiga tahun dari Shandya, tapi kelakuannya manja banget banget.
Shandya yang lebih suka menyendiri dan fokus distrak diri sendiri biar nggak keingat lukanya terus ini jelas terganggu waktu Daniel mulai masuk ke kehidupannya. Alasan lainnya karena Daniel tuh berisik. Banget! Kontradiksi ini yang akhirnya mau nggak mau bikin Shandya membuka lagi lukanya dan menelaah harus diapakan dulu, langsung dibersihkan dengan alkohol atau ditutup pakai perban bersih gitu aja.
Jujur nggak mudah menyelesaikan buku ini karena yang kubilang sebelumnya, perasaan Shandya tuh kompleks banget. Meskipun ada Daniel yang jadi "penyegar" tetap aja rasa capeknya masih kerasa sampai akhir. Apalagi waktu akhirnya Shandya akhirnya ketemu dengan penyebab trigger-nya, di situ rasanya masih belum selesai. Jauh dari selesai. Malah yang kutangkap, mereka ini "nodong" Shandya, padahal klaimnya mau minta maaf. Yang salah siapa, yang suruh minta maaf siapa, hmmm. Sebel banget sama salah satu orang ini karena maksa banget buat Shandya balik dan minta maaf. MINTA MAAF. Too delusional kataku karena anggapan dia aja semua bakal balik normal kalo Shandya bisa menerima.
"Nothing will stay the same. And forcing them to stay the same only ruined their naturality even more."
Semua karakter utamanya kompleks, sih. Bedanya cuma, Daniel punya support system dan dia bisa bangkit cepat karena pendukungnya ini. Sedangkan Shandya, memang punya pendukung juga, tapi dia masih takut buat melangkah. Menurutku, dalam alam bawah sadarnya, dia cuma mau penyebab lukanya minta maaf dan mengakui semuanya, sih, makanya agak susah mau maju kalo ketakutan terus.
Huh, padahal cuma nulis reviu doang, tapi cape hati sendiri kalo inget. Well, ini buku bagus menurutku. Memang kekompleksitasan karakternya agak berat buat langsung dipahami dan bakal bikin kesal beberapa kali karena nggak sabar, tapi tulisannya tipikal yang mudah dicerna. Bisa dibaca pas pikiran nggak lagi suntuk, capek, atau mood bacanya anjlok.
udah lama ga baca novel full romance kayak gini. akhirnya ngerasain lagi perasaan greget gara-gara cowok fiksi dan kali ini penyebabnya karena brondong. 😅
tokoh daniel si brondong tengil ini beneran bikin ngakak dan gemesin karena tingkah dan kata-kata absurd-nya. belum lagi kalau dia udah menye-menye, padahal umurnya udah hampir seperempat abad. efek jadi anak cowok satu-satunya ibunya yang udah ngerawat dia sendiri dari kecil.
daniel yang masih intern di kantornya ini terbilang cukup berani ngadepin shandya, seniornya yang umurnya tiga tahun lebih tua di atasnya. baru masuk udah berani godain shandya yang cuek dan galak banget apalagi sama anak baru. shandya nih awalnya kesal sama daniel, tapi lama-lama luluh juga sama sikap gemesinnya. daniel juga gampang banget attached sama shandya karena sifat shandya yang cewek mandiri banget ini bisa mengimbangi sisi manjanya daniel.
cocok banget mereka, yang satu cewek dewasa yang telaten ngurus ini itu sendiri, sementara yang satunya lagi cowok bocil manja yang kesel dikit langsung manyun dan merengek.
tingkah daniel dan tokoh-tokoh lain di sini nih emang super menghibur. walaupun ada beberapa bagian yang bahas soal trauma yang dihadapi shandya sampe bikin dia susah terbuka sama orang lain. tapi ngga begitu dark karena puas banget rasanya pas ngikutin alur di mana shandya bisa pelan-pelan sembuh dari traumanya.
aku juga suka sama endingnya yang ga klise. emang belum ada kepastian di hubungan shandya dan daniel waktu mereka dipertemukan lagi. tapi dengan kondisi shandya yang jauh lebih baik lagi aku bisa berasumsi sendiri kalau they're gonna be alright.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Awalnya emang lagi cari novel ringan aja buat selingan bacaan. Tapi di tengah-tengah konfliknya ternyata sangat relate. Bagian paruh awal sedikit meringis geli sama kelakuannya Daniel. Aku tau sih penggambarannya emang sebagaimana brondong, tapi menurutku kadang too much aja sampe beberapa kali mikir, "beneran ga sih ada orang begini?" Begitu masuk bagian pembedahan karakter which is keliatan deh tuh aslinya dan voila ternyata ada sisi dewasanya. And I love it how Daniel balances Shandya's tough and serious side.
Bagian konflik Shandya sama Ayahnya hit me really hard. Sepertinya karena jenis konflik ini sangat relate sama kenyataanku, pas baca rasanya langsung terbawa sama alur cerita. Aku nangis, banjir banget. Jujur aku kurang puas sama penyelesaian konfliknya, tapi mungkin memang harusnya cukup sampai di situ. Buat nulis cerita dengan konflik jenis ini sebenernya gak mudah, dan menurutku dengan jadi tulisan yang enak banget dibaca, Khalinta udah berhasil membawa pembacanya untuk menikmati alur cerita. Aku yakin perlu research banyak untuk bisa jadi novel Shandya's Sententia ini.
Dulu sebetulnya pernah baca sedikit di Wattpad. Aku cukup ngikutin Khalinta waktu nulis di sana. Aku pun sempet mengfavoritkan novel sebelumnya, "Intersection". It was my favorit Citylite on 2018-2019 back then. Personally, I love how Khalinta pour her mind into words. Her works, they're neatly written. Ringan, rapi, dan menghibur. Thank you for this beautiful writing. I'm looking forward to your other works in the future.
Shandya baru saja putus dengan Adam. Mereka berdua sudah sampai pada titik jenuh hingga merasa harus mengakhiri hubungan mereka. Tidak lama berselang, tempat kerja Shandya kedatangan para intern junior, salah satu diantaranya adalah Daniel.
Daniel cukup unik, karena sejak awal dia senang bermanja-manja ke Shandya. Sepertinya Daniel memang sengaja mendekati Shandya. Shandya sendiri seperti terjebak dalam tingkah laku menggemaskan ala bocah dari Daniel. Mereka berdua semakin dekat, tapi Shandya urung memberi peluang lebih jauh pada Daniel.
Shandya memiliki trust issue. Masa lalu ayahnya membuatnya tidak bisa memepercayai cinta. Dia bahkan meragukan kemampuannya untuk mencintai.
Saya tertarik membaca novel ini karena judulnya yang unik. Sententia atau the way of thinking memang judul yang pas, karena pembaca diajak menyelami cara berpikir Shandya yang jatuh dalam trauma masa lalu. Yang menarik adalah peran orang-orang di sekitar Shandya, mulai dari Daniel, Kevira sampai ke teman-teman kantornya. Mereka semua berusaha membuka pikiran Shandya. Tapi memang seharusnya diawali dari Shandya sendiri.
Berkisah tentang Shandya, seorang karyawan konstruksi yang memiliki junior baru dikantor bernama Daniel. Daniel lebih muda dan childish dibanding dengan dirinya. Namun, Shandya merasa Daniel mengerti dirinya dibanding siapapun dan paham akan luka yang dia bawa terhadap orangtuanya. Singkat kata, Daniel ingin serius dengan Shandya tapi Shandya selalu menolak Daniel dan hanya berhubungan sebatas FWB dengan Daniel. Menurut aku, novel ini mengangkat kondisi mental seseorang ketika dihadapi dengan trauma dan luka yang ada dalam dirinya. Tokoh Daniel sangat membantu Shandya dalam pemulihan mental nya.
Kebayang gemesnya Daniel dan somehow posisi shandya bisa dipahami. Suka penjabaran kondisi shandya di mana kondisi kayak gitu rada tricky untuk dituliskan penggambarannya biar readers bisa nyaman dan dapet feel-nya. Kudos untuk penulisan yang apik sehingga cerita ini bener-bener bisa nyampe ke hati banget
Lucu banget dah karakter Danyil, apalagi pas manggil alafyu ke Shandya. Terus hubungan mereka tuh kayak ngalir aja gitu. Walaupun si Danyil petrus mulu sihh.
Entahlah aku merasa kisah mereka ini masih belum selesai.
Apalagi masalah traumanya itu kayak cuman selewat aja. Keselnya sih Shandya selalu menghindari masalah kan gemes 😬. Ya karena menurutku, konfliknya itu rumit apalagi masalag keluarga.
Danyil, meski emang kadang bocah tapi emang kadang ada sisi dewasanya kok. Kayaknya caper dia sama Shandya makanya sok imut 😂😂😂
Akhirnya bisa selesai baca novelnya kak Khal setelah nangkring lama di cr. di bawah ini hanya kesan pesan saya membaca cerita ini. sifatnya saaaangat objektif sekali. Bagi yang tertarik untuk membaca kisah Shandya tentu saja bisa langsung membaca novelnya.
"Terlalu egoiskah aku jika aku tidak ingin dia sepenuhnya menjadi tempat hatiku memungut kembali serpihannya?"
Ini adalah kisah Shandya dan isi kepalanya. Soal trauma dan bagaimana kedatangan orang lain bisa mengubah bagaimana ia menghadapinya.
Membaca ini, sejujurnya, buat saya sedikit bingung. Di belakang tulisannya romance novel 21+ tapi rasa-rasa masih ringan sedikit teenlit. Atau mungkin memang saya saja yang bingung soal menempatkan rating.
Adegan-adegan pertemuan Shandya dengan Daniel di sini buat saya sedikit 'unik' since i came from introvert side of view yang mana membayangkan intern yang baru trus ujug-ujung langsung pdkt agak unnatural meskipun saya mengakui itu bisa aja terjadi. Atau mungkin bagi saya karena timeframe tidak terlalu jelas jadi terasa sekali awkward plot ya. Bagaimana Daniel dekat sejenak aja bisa membuka scar yang ia punya (selain alasan so-called 'kenyamanan' kurasa waktu juga jadi sesuatu yang patut dipertimbangkan).
Entah saya saja yang merasa begini atau kalau baca karya Khalinta memang memiliki satu fokus utama dan puzzles tersusun tidak melebar dari hal itu. Ada bagusnya ada sedikit terasa kurangnya. Bagi saya bagusnya cerita ini tidak kemana-mana, seperti hanya shandya dan pikirannya ditengah kedekatannya dengan Daniel. Adegan-adegan jadi nggak hilang fokus. Kurangnya menurut saya ini menjadi sedikit monoton. Ada sih bumbu-bumbu seperti kegiatan kantor tetapi sekilas saja ujung-ujungnya ya Daniel-Shandya lagi. Memang terasa dunia dihuni berdua (cie). Dan menurut saya lagi, meskipun tema trauma yang dibawakan Shandya menjadi masalah (if i called, the big reasoning of her perspective) di pikirannya, itu justru terasa menepi dan sekilas saja karena lebih banyak bobot pada cerita pdkt dengan Daniel.
After all, ada banyak perasaan campur aduk yang dihadirkan pada cerita (mendekati akhir) yang menurut saya cukup. Penulisannya juga cukup bagus dan menarik dihadirkan dari penulis muda.