Jump to ratings and reviews
Rate this book

Finn

Rate this book
Setelah “membunuh” seseorang, apakah kita masih bisa “hidup”?

Sejak kematian Arthur, kehidupan Liz dan keluarganya seolah ikut mati. Tak ada lagi kehangatan maupun kebahagiaan. Muak dengan kehidupannya, Liz merencanakan pelarian menuju kebebasan.

Liz berkenalan dengan Andika Gautama, kakak dari seorang remaja penderita autisme. Perkenalan itu membawa Liz ke Balikpapan, tempat ia menyanggupi untuk bekerja sebagai terapis Finn, adik Andika.

Bagi Andika, Liz tidak hanya memenuhi semua kriteria menjadi terapis Finn, tetapi juga mengisi ruang kosong di hatinya. Bagi Finn, Liz adalah harapan setelah dunianya hilang saat kematian ibunya. Dan, bagi Liz, Andika dan Finn adalah kunci mendapatkan uang demi kehidupan baru dan memaafkan diri sendiri atas kematian Arthur.

Masing-masing berjuang menyembuhkan diri dari luka. Namun, jika tiga tragedi ini bersatu, akankah ada keajaiban atau justru lebih banyak musibah terjadi pada mereka?

312 pages, Paperback

Published January 13, 2020

4 people are currently reading
134 people want to read

About the author

Honey Dee

25 books18 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
39 (21%)
4 stars
80 (44%)
3 stars
40 (22%)
2 stars
11 (6%)
1 star
9 (5%)
Displaying 1 - 30 of 83 reviews
Profile Image for Tomoe Hotaru.
259 reviews879 followers
January 26, 2021
This book was originally posted on Wattpad. You can read a sample here. This review will be written in Bahasa Indonesia.

Buku ini SANGAT BERBAHAYA.

Teori ttg autisme yg disajikan dlm buku ini menggunakan sumber dokter-dokter yg beneran ada dan nyata. Dokter-dokter yg dari dicabut izin prakteknya karena pelanggaran medis, dokter-dokter yang mendukung gerakan anti vaksinasi karena "menyebabkan autisme", bahkan dokter yang merekomendasikan pemberian BLEACH / CHLORINE DIOXIDE untuk "menyembuhkan" autisme.
ITULAH "ahli autisme" yg disinggung si Liz dalam buku ini. ITU yang dia ikuti alirannya dan dia rekomendasikan ke para pembaca. Maka dari itu gue sangat MARAH.

Makasih banget, lho, temen gue yg pertama kali nge-refer gue ke buku ini dan segala macam problematikanya. YA, LO BERHASIL BIKIN GUE TRIGGERED JUGA, PUAS LO.

INB4: Ini review atau disertasi mbak!? Iya, iya. Review ini bakal panjang banget karena gue akan menelaah satu-satu misinformasi dalam buku ini. Karena maximal word count tdk mencukupi, gue lanjut di kolom komentar. Tapi kalau mau lebih nyaman, kalian juga bisa baca keseluruhan review ini di website ini.

Warning! Sebelum lu mau membantah gue, pastikan lo udah baca SEMUA review ini, termasuk lanjutannya di komentar, karena kalo lo berusaha membela teori-teori penulis dgn argumen yg udah gue sangkal dalam review ini, elo bakal ikutan gue makan juga.

Sebelumnya gue mau menekankan dulu: gue percaya penulis bukan orang jahat. Gue yakin dia gak bermaksud menyebarkan hoaks dan misinformasi tentang autisme. Banyak hal tentang autisme yang dia tuliskan dalam buku ini memang benar, justru gue salut banget dengan tujuan penulis untuk memanusiakan penyandang autisme. Jadi satu bintang gue berikan karena niat penulis yang bagus .
Hanya saja, penulis adalah salah satu orang yang tertipu oleh penipu2 ulung macam Wakefield (lihat screenshot di bawah). Orang-orang seperti McCandless, yang tidak mau percaya bahwa autisme tidak dapat disembuhkan, dan akibat denialnya mencoba mencari-cari jawaban untuk "menyembuhkan" kondisi tersebut. Yang termakan oleh confirmation bias dan tutup mata terhadap beratus-ribu bukti dan riset ilmiah yang bertentangan dengan teori-teori alternatif mereka.

Semua dokter yang dikutip dalam buku ini, salah satunya Jaquelyn McCandless, punya reputasi buruk. Mereka masih bisa laris di negara-negara Asia krn kita gak tau apa-apa tentang segala macam kontroversi dan penelitian yang membantah klaim-klaim mereka.


Sumber screenshot | Bukti penipuan dalam riset Wakefield | Bukti pembelaan McCandless terhadap Wakefield

Buku ini menggunakan McCandless sbg salah satu narasumber informasi autisme, dimana retorika McCandless sendiri tidak berlandaskan penelitian ataupun konsensus ilmiah .

Sepertinya banyak pembaca juga percaya begitu aja informasi mengenai autisme yg disajikan oleh penulis melalui karakternya, Liz. Mohon kalau kalian punya kenalan atau saudara penyandang autisme, jangan sembarang memberi "pengobatan" seperti yg dilakukan Liz.

Mohon kalau cari informasi, jangan murni melalui facebook atau media sosial lainnya. Jangan telan mentah-mentah "informasi" dari "dokter-dokter" yang mengaku dapat "menyembuhkan" "penyakit" autisme. Semua orang bisa menulis dan menerbitkan buku. Ada alasannya kenapa gak ada universitas ternama dan terpercaya yang bakal menggunakan buku-buku karya bangsanya McCandless dalam silabus pelajarannya.
Just because those doctors have a degree from foreign institutions, tidak berarti bahwa mereka bisa begitu aja dipercaya. Mereka gak ada bedanya dengan orang-orang yang mengaku bisa "menyembuhkan" kanker dgn ramuan-ramuan minyak ular gajelas.

Sebelum mulai meluruskan misinformasi dalam buku ini, gue mau ngereview singkat dari segi cerita. Gue taruh dalam spoiler tag biar review gak kepanjangan, tapi gak ada spoiler penting, kok:



︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

Sekian dari segi ceritanya. Sekarang langsung aja ke misinformasi yang membuat buku ini berbahaya:

KLAIM #1: AUTISME ADL PENYAKIT
Tidak hanya salah, klaim ini SANGAT ofensif.



Gue gasuka penulis sengaja milih menggunakan kata "penderita" daripada "penyandang". Kalo buku ini diterjemahkan dalam bahasa lain, bisa mati-matian dihujat dan dicancel tu. Liat aja ni cuplikan komentar di review gue untuk buku lain (berbahasa Inggris) dimana gue sempet salah menggunakan kata "suffering" untuk menerjemahkan kata "penyandang":



Noh, apalagi terang2an pake kata "menderita".

Para "dokter" yang dikutip oleh penulis sengaja menggambarkan autisme sebagai penyakit karena dari situ mereka (1) bisa membenarkan bahwa autisme dapat disembuhkan, dan (2) bisa membenarkan teori mereka ttg apa yg "menyebabkan" autisme. Gue bahas ini di poin lainnya di bawah, karena bakal panjang.

Pandangan bahwa autisme adl sesuatu yang perlu "disembuhkan" macam penyakit kusta yg menular, atau penyakit kanker yg mematikan, itu sangaaaat ofensif bagi penyandang autisme, dan hanya berfungsi untuk memuaskan coping mechanism sanak saudara yang denial aja.
Masalahnya, gacuma ofensif doang, tapi miskonsepsi autisme=penyakit itu justru merugikan dan berbahaya bagi penyandang autisme, karena pemikiran spt inilah yg bikin banyak orang mengasingkan dan "takut" pada penyandang autis.

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

KLAIM #2: AUTISME DPT DISEMBUHKAN
This is so fucking wrong. At least, sejauh ini ya.


Klik gambar untuk memperbesar | CDC (lembaga kesehatan masyarakat USA) | NHS (lembaga kesehatan masyarakat Inggris) | HC (lembaga kesehatan masyarakat Kanada) | AIHW (lembaga kesehatan masyarakat Australia) | MoH (lembaga kesehatan masyarakat Singapur)

Konsensus medis sudah menyatakan bahwa autisme tidak dapat disembuhkan. Sumber di atas itu cuma seuprit doang, lho, dan gue ambil dari lembaga kepemerintahan semua. Jangan bingung mereka nyebut2 ASD. ASD itu kepanjangannya adl Autism Spectrum Disorder. Berulang-kali mereka nyebut ASD adl lifelong disorder atau persistent. Kalo lo belajar Psikologi, gausah magister--sarjana aja--lo bakal tau maksudnya lifelong atau persistent condition tu adl kondisi yg berlangsung seumur hidup! Gabisa diubah, diganti, di"sembuh"kan!

Oke? Jadi gausah ngeyel lagi. Dokter yg ngaku bisa nyembuhin autisme tu sama tarafnya dgn "ilmuwan2" yg bersikeras bahwa bumi tu datar! Atau bahwa pemanasan global itu hoax! Yaitu, mereka melawan konsensus ilmiah dengan membawa segala macam teori yang mudah dibantah.

Gue gatau apa definisi "sembuh" yang dimaksud Liz, karena gak pernah dibahas segitunya. Gue assume sih sembuh tu artinya cured, seperti kisah Yesus menyembuhkan pengidap kusta, maka kulitnya jadi bening, halus, seperti kulit orang2 lain yang gak punya kusta. That's never going to happen with autism.

Penyandang autisme tu punya cara pikir, cara menerima, menginterpretasi, dan merespon sensasi-sensasi visual, auditori, dll. yg beda dari orang pada umumnya. Tergantung pada kondisi tiap anak: tahap perkembangannya, spektrum autismenya, kesehatan fisiknya, komorbiditas lainnya, dan berbagai perpaduan faktor yang saling berpengaruh, kita bisa melalui terapi intensif melatih dan mendidik mereka agar dapat berinteraksi dan berperan dalam masyarakat.
Tentu ada anak yang lebih susah dilatih. Tentu beda pula sejauh mana tiap anak dapat dilatih. Gue udah liat berbagai ragam warna-warni anak penyandang autisme. Udah pernah mengobservasi anak dari yang non-verbal hingga setelah bertaun-taun intervensi bisa masuk SMA unggulan! Tapi ini bukan "sembuh" namanya. Anak-anak ini enggak sakit!!! Mereka hanya memiliki cara pandang yang unik, dan akan selalu memiliki cara berpikir yang unik.
Mereka akan selalu lebih suka ngomong dan nulis pake bahasa baku. Akan selalu melakukan hal-hal secara terstruktur, mengikuti logika otaknya, mungkin kesulitan menangkap sinyal-sinyal sosial seperti nada bicara, ekspresi wajah, dll.
Dan kita yang harus bisa memahami itu! Apalagi sebagai keluarga dekat. Bukan malah berkutaaaat mulu ngikutin ramuan ini-itu yang justru bisa nyengsarain anak. Fokus lah pada cara kita memberi lingkungan terbaik dan kondusif bagi intervensi mereka, menerima mereka apa adanya, bukan maksa ngerubah cara otak mereka berfungsi.

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

KLAIM #3: KASUS ANAK YG SEMBUH DARI AUTISME

Buku ini nyinggung kasus-kasus anak penyandang autisme yang autisnya ilang pas dewasa, dan menggunakan ini sebagai salah satu bukti bahwa autisme bisa disembuhkan.

Masalahnya awam banget. Kalo lo emang gak belajar ilmu psikologi, statistika, dan metodologi2 riset, ya gue gak heran ataupun nyalahin kalo lo bikin kesimpulan ini.

Tapi gini lho. Kita harus berhati-hati membuat kesimpulan bahwa autisme tersebut "sembuh" atau "hilang".

Dalam banyak kasus seperti ini, bisa jadi bukan kondisi autisnya yang hilang, tapi gejalanya aja. Yaitu mereka bisa meredam perilaku-perilaku seperti stimming, tantrum, dll karena sudah belajar dan terbiasa menghadapi stimulus-stimulus yg tidak mengenakan dengan cara yang socially acceptable.


Sumber

Kedua, ilmu psikologi juga gak kayak matematika yang memiliki rumus tertentu. Banyak orang juga bisa misdiagnosis. Misalnya kesulitan verbal di usia dini terdiagnosis sebagai autisme, walaupun ternyata belum tentu. Hingga bisa jadi orang-orang tersebut memang dari dulu gapernah menyandang autisme.

Ketiga, sejauh ini riset menunjukkan bahwa anak-anak yang "meninggalkan" diagnosis autisme saat dewasa, adalah mereka yang masuk dalam kategori "kelompok optimal": tidak mengalami masalah sosial dan verbal saat kecil, memiliki IQ yg lebih tinggi, dll.
Intinya sih, fenomena ini masih banyak diteliti, namun sejauh ini menunjukkan bahwa banyak faktor dan pertanyaan lain yg bisa menjelaskan "diagnosis yg hilang" ini. Intinya: tidak membuktikan bahwa autisme dapat "disembuhkan" sama sekali .

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

Karena sudah melewati batas maksimal karakter, gue teruskan di kolom komentar.

Quick links:

- KLAIM #4: PENYANDANG AUTISME PUNYA MASALAH PENCERNAAN
- KLAIM #5: AUTISME DISEBABKAN OLEH INFEKSI KARENA PATOGEN DAN LOGAM BERAT
- SUMBER INFORMASI PENULIS #1: DR AMY YASKO
- SUMBER INFORMASI PENULIS #2: DR DIETRICH KLINGHARDT
- SUMBER INFORMASI PENULIS #3: DR JAQUELYN MCCANDLESS DAN DEFEAT AUTISM NOW
- PENUTUP
Profile Image for Riz.
1,262 reviews139 followers
February 26, 2021
Ada 3 respons gua selama baca ini..

"WHAT THE HELL THIS BOOK IS TALKING ABOUT?! "

"ARE YOU F*CKIN' KIDDING ME?!"

"EDAN INI BUKU NGACONYA!"

Kesimpulan soal buku ini : Misleading. Misinformasi. Sesat.

Gua nggak jelasin panjang lebar karena udah ada review yang ngejelasin dengan jauh lebih apik dan detail mengenai berbahayanya isi buku ini.

Melihat banyaknya pembaca yang ngasih rating tinggi itu bikin gua miris sebenarnya. Berarti ada banyak pembaca yang masih nggak sadar bahwa isi buku ini berisi misinformasi yang sangat besar. Mereka "menelan" isi buku ini mentah-mentah dengan segala misinformasi yang menyesatkan dan berbahaya.
Pembaca yang belum sadar ini bisa jadi karena akses informasi untuk memahami autisme di Indonesia masih tergolong rendah.
Ditambah... Sekaliber GPU bisa ngelolosin buku ini tuh.. I was like 🤯🤯

P.S : I rarely do this but... I need to say it.
Seriously, guys, kalau mau baca novel romance remaja yang tokohnya autistik, well-written pula, bisa baca Win Some Lose Some by Shay Savage.
Profile Image for Autmn Reader.
881 reviews91 followers
February 24, 2021
Baca di GD

Review ini sangat offensive. Take your own risk.

Aku nggak bisa nikmatin buku ini sama sekali. Waktu buka halaman pertama, ada kata2 soal autisme itu penyakit dan bisa sembuh. Aku bukan ahli, aku nggak akan komen banyak soal ini karena takut salah. Aku cuman tahu itu bukan penyakit. Buat penjelasan lengkap, silakan baca review-nya Kak Tomoe Haru di sini udah jelas banget di sana.

Jadi, mari review ke ceritanya.

•Pros•

Aku di sini cuman suka sama Finn-nya aja. Kasian banget ya ampun dia. Harus dapet ayah yang kejam kek lebih2 kejam dari apa pun, dapet Kakak yang lembek parah, dapet 'love interest' yang sotoy parah. Sad lah pokoknya.

Pov dari Finn juga ngena banget. Berasalah kayak ngobrol gitu tah. Beneran kayak masuk ke dunianya Finn.

•Cons•

Dari awal aku udah aneh sama tabiat si Dika. Dia ini kenapa sih? Nih ya, dia itu udah jelas-jelas dapetin "terapis" yang nggak mumpuni, terus dia malah nyari terapis random di Facebook? Are you kidding me??? Emang di Balikpapan nggak ada terapis, ya? (Nanya serius). Sekalipun di Balikpapan enggak ada, cik atuh lah, Indonesia itu pasti punya terapis yang mobile, bisa di hire, jadi kenapa nggak nanya rekomendasi terapis yang kredibel aja di facebook?? Plis atuhlah, nggak belajar dari kesalahan apa gimana, sih?

Terus Liz. Ih dia annoying parah. Sotoy banget. Dia mau jadi terapis karena pengalaman adeknya aja? Are you insane?? Terus dia nggak nanya kondisi anak yang mau di tetapis? Cik atuh, itu basic. Masa Anda tahu soal jurnal2 (yg katanya enggak kredibel) tapi enggak tahu basic kayak gitu??? Katanya ANDA PINTAR SEKALE SAMPE BEGO2IN ORANG LAIN, KOK ANDA SENDIRI NGGAK MENGGUNAKAN KEMAMPUAN ANDA DENGAN BENAR. ANDA JANGAN BERCANDA GITU, DONG!!

Terus dia ada marah sma Finn sampe gebrak meja. HEY ANDA DARI AWAL UDAH SOTOY SOAL TEORI2 DAN ANDA TAHU FINN SUKA DIBENTAK ORANG-ORANG DAN ANDA JUGA BENTAK DIA SMBIL MUKUL MEJA?? WAH ANDA INI SELAIN SOTOY, SOK JUGA, YA!!

Terus dia ini maksa2 gtu lho, si Liz. Apa sih? Dia bilang ke Dika kalau Dika emang pengen pergi terus maksa2 kalau omongannya tuh benar. HEY, ANDA PIKIR SEMUA ORANG ITU KAYAK ANDA??

TERUS KENAPA HARUS CINTA SEGITIGA??????? Iya aku tahu pengen memanusiakan autisme. Tapi tuh kek nggak penting banget gitu. Cinta yang lebih deep itu siblinghood (ada nggam sih istilah gini? Ya pokoknya persaudaraan, lah). Ya emang anak autistic (atau autisme?) juga manusia yang bisa merasakan cinta, cuman ini kesannya kek kepingin bikin Liz istimewa karena disukain sama bejibun cowok. Kayak bilang "Hey liat, aku nih spesial bangeeet, dari orang 'yang palinga sehat' sampe 'yang paling sakit' bisa jatuh cinta sama aku" kek? Why gitu why? Receh banget asli. Terus e dingnya tuh katanya:


Receh bangeeeeet!! Apa, sih? Apa, sih? Maksa banget dibikin spesial. Kesel.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Fahri Rasihan.
478 reviews123 followers
January 5, 2020
Senang sekali rasanya bisa menjadi bagian dari proses terbentuknya karya Honey Dee yang terbaru ini. Jujur saja sejak membaca bab-bab awal sebagai beta reader saya sudah yakin jika novel Finn ini memiliki daya tarik yang memikat. Kisah tentang seorang anak yang mengidap penyakit autisme memang masih sangat sedikit dilirik oleh penulis. Di sini Honey Dee sangat berhasil memperlihatkan jika isu seperti autisme memang layak untuk dibagikan kepada pembaca. Sampul bukunya sendiri sangat menarik dengan ilustrasi yang cantik. Nampak sepasang pria dan wanita yang saling membelakangi menggambarkan sosok Liz dan Finn. Aksen sayap kupu-kupu dan bunga seperti melambangkan keindahan masing-masing tokohnya di balik kekurangan mereka. Warna coklat sebagai latar semakin menambah keindahan sampul bukunya. Perpaduan ilustrasi dan warna yang tak hanya sekadar cantik, namun juga penuh makna.

Walaupun novel ini masuk ke dalam lini Metropop, tapi ceritanya tidak terlalu nge-pop. Dan itu menurut saya bagus karena penulis lebih menekankan pada tema cerita tentang anak dengan sindrom autisme daripada kehidupan kaum urban beserta romansanya. Apa itu autisme, bagaimana jalan pikiran penderitanya, bagaimana cara menanganinya, dan pandangan orang lain terhadap penderita diceritakan secara lengkap. Seperti Finn yang harus hidup dengan penyakit autis dan bagaimana keluarganya memperlakukannya secara kasar. Untungnya sang kakak, Andika, masih berinisiatif mencari perawat untuk Finn. Sosok Liz pun hadir untuk merawat dan mendidik Finn di tengah drama serta polemik keluarga tersebut. Ketiga tokoh ini, Andika, Finn, dan Liz memiliki rahasia serta masa lalu yang buruk. Bagi saya pribadi Finn merupakan novel yang segar dan baru. Di mana di sini penulis berhasil mengeksekusi permasalahan tentang autis dengan mengedukasi pembaca. Bagaimana anak-anak berkebutuhan khusus ini sesungguhnya memiliki bakat yang luar biasa bila mereka bisa dimengerti dan diberi perhatian. Penulis tidak sekadar bercerita, tapi juga membuka mata pembacanya tentang penyakit autis.

Ada dua tokoh sentral yang mendominasi jalan ceritanya, yaitu Liz dan Finn. Tokoh Liz digambarkan sebagai seorang wanita muda yang mencoba lari dari masalahnya. Liz memiliki karakter yang keras, perhatian, dan berani di saat yang bersamaan. Semua karakternya terbentuk akibat akumulasi dari tragedi yang menimpa dirinya di masa lalu. Kemudian ada tokoh Finn yang merupakan seorang pria muda bertampang bule yang memiliki mata biru dan kulit putih. Finn sendiri merupakan seorang penderita autis sehingga karakternya seperti anak-anak. Bagi saya penulis berhasil memperlihatkan sosok Finn sebagai penderita autis dengan sangat baik. Saya suka dengan narasi dan isi pikiran Finn yang digambarkan secara polos dan apa adanya. Bagaimana Finn selalu merasa sakit dengan dengungan di kepalanya, namun tak bisa menyampaikannya secara lisan. Maka tak heran jika penderita autis seringkali tantrum untuk menunjukkan rasa tidak nyaman mereka terhadap rasa sakit tersebut. Selain kedua tokoh tersebut, ada dua tokoh lainnya yang menurut saya sukses memantik emosi dan amarah, yaitu Andika dan Pak Agus. Bagi saya tokoh Andika ini bisa dibilang kurang tegas dan tidak bisa mengambil keputusan. Sedangkan tokoh Pak Agus ini bikin emosi banget, pokoknya kalian baca sendiri bagaimana perilakunya yang bikin panas hati. Saya salut dengan kelihaian penulis dalam mengembangkan karakter para tokohnya. Setiap tokoh terasa hidup dan nyata sehingga menarik empati, khususnya tokoh Finn.

Finn mempunyai alur cerita yang berjalan cepat. Tidak perlu berlama-lama untuk kenal dan terhanyut dalam arus ceritanya. Penulis bisa merangkai kata dengan baik untuk membangun sebuah kerangka cerita yang kuat. Gaya bahasa yang ringan dengan penjelasan yang jelas dan terkadang lewat catatan kaki semakin membuat saya tidak berhenti untuk membacanya. Sudut pandang orang pertama yang digunakan melalui toko Liz dan Finn menarik perhatian saya untuk ikut merasakan setiap emosi mereka. Apalagi pengguna kata 'AKU' dan 'SAYA' menjadi pembeda antara sudut pandang Liz dan Finn. Satu hal yang saya kagumi adalah cara penulis menuliskan narasi tentang Finn yang memicu empati sekaligus emosi melihat bagaimana penderita autis memandang kehidupan. Latar tempat yang dipakai adalah kota Jakarta dan Balikpapan. Meskipun latar tempatnya kurang begitu digali, tapi bagi saya penggunaan bahasa daerah sudah cukup menghidupkan atmosfer kota Balikpapan.

Permasalahan atau konflik yang terjadi dalam novel Finn adalah saat Liz berusaha untuk kabur dari masa lalunya dan menemukan masalah baru dengan nasib Finn yang mengenaskan. Liz di satu sisi ingin membantu Finn untuk bisa sembuh dan hidup dengan bahagia. Namun, di sisi lain Liz tidak bisa berbuat banyak mengingat statusnya yang hanya sebagai perawat. Saya menikmati konfliknya yang terbangun dengan cukup intens. Konfliknya tergolong ringan, tapi tetap padat dan menguras emosi. Amarah, kesal, dan sedih menyatu mengaduk-aduk hati dan pikiran. Kehadiran tokoh Pak Agus meskipun mengesalkan, tapi entah bagaimana berhasil menghidupkan konflik ceritanya. Di mana tingkah laku dan karakternya berhasil bikin hati panas dan kesal. Tokoh Andika yang kurang pendirian dan bingung juga semakin menambah rasa emosi saya terhadap konfliknya. Penulis memberikan konflik yang sederhana dengan eksekusi yang menguras emosi.

Finn adalah sebuah cerita yang tidak hanya mengandalkan emosi di dalamnya, tapi juga penuh dengan nilai edukasi, khususnya tentang sindrom autis. Riset yang dilakukan oleh Honey Dee untuk menulis cerita Finn sangat matang dan serius. Bagaimana biasanya tidak jarang kita secara tidak sadar sering menggunakan kata autis untuk panggilan ejekan. Dan lewat buku ini kita seperti ditampar bahwa penyakit autis bukanlah sesuatu yang layak menjadi sebuah bahan candaan. Sebagai pembaca isi pikiran saya tercerahkan tentang penyakit autis dan bagaimana seharusnya kita memandang penderita sebagai anak yang spesial dan berbakat. Jalinan ceritanya kuat serta emosi dan pesan yang ingin disampaikan pun tersalurkan dengan baik. Satu hal yang saya suka adalah penulis tidak terlalu memaksa memasukkan unsur romansa yang berlebihan. Cukup hanya menjadi pemanis saja. Sedangkan untuk pembahasan sindrom autisnya sendiri tersampaikan dengan baik dan mudah dicerna sehingga akan banyak pembaca yang mulai peduli dan mengerti tentang penyakit ini. Secara keseluruhan Finn adalah sebuah kisah yang sesungguhnya dekat dengan kehidupan kita, namun tak jarang kita memandangnya dengan sebelah mata. Semoga semakin banyak penulis yang tertarik untuk mengangkat masalah-masalah seperti ini agar pembaca Indonesia bisa mendapatkan bacaan yang bervariasi.
Profile Image for Pauline Destinugrainy.
Author 1 book265 followers
January 18, 2020
Liz sudah memutuskan untuk pergi dari rumah tanpa memberitahu kedua orangtuanya. Dia menerima pekerjaan sebagai terapis bagi anak autis di Balikpapan. Ini adalah langkah pertama dari rencana Liz agar tidak lagi tinggal di rumah orang tuanya. Rumah itu seperti kuburan. Yah...mungkin memang semua penghuninya sudah ikut dikubur bersama dengan Arthur, adik Liz yang meninggal karena kecelakaan.

Arthur juga seorang penderita autisme. Setidaknya pengalaman merawat Arthur dan hasil belajarnya bersama komunitas pemerhati autisme di grup facebook membuatnya memberanikan diri menerima pekerjaan dari Dika. Tapi setibanya di Balikpapan, Liz tidak menyangka jika yang akan dirawatnya adalah seorang pemuda berusia 21 tahun.

Finn menderita autisme sejak lahir. Sebenarnya Finn sudah menunjukkan banyak kemajuan berkat asuhan dan kesabaran ibunya, Ibu Montik. Namun kematian Ibu Montik memberikan kesedihan mendalam bagi Finn. Hidupnya yang teratur menjadi kacau karena tidak adanya Ibu Montik di sisinya. Sementara ayahnya tidak menyukai Finn. Dia selalu memukul Finn jika Finn tantrum. Bahkan seringkali mengikat Finn di dalam kamar. Untungnya masih ada Dika, kakak Finn, yang menjaganya setiap kali ayahnya melampiaskan amarah.

Dua kali dalam sebulan ini saya membaca novel tentang penderita autisme. Yang menarik di buku ini karena diceritakan dari dua sudut pandang, Liz dan Finn. Sudut pandang Liz lebih banyak berkisah tentang perjalanannya ke Balikpapan, metodenya dalam melakukan terapi, permasalahan yang membuatnya meninggalkan rumah, juga tentang keluarga Finn terutama Dika, kakaknya Finn. Sementara dari sudut pandang Finn, tentu saja bercerita tentang perasaaan Finn. Dengan cara bercerita yang membuat pembaca seperti tenggelam dalam pikiran penuh suara di dalam kepala Finn.

Ada beberapa hal yang diangkat dalam novel ini. Yang pertama adalah bagaimana memahami bahwa autisme itu adalah penyakit yang bisa disembuhkan. Sedikit banyak ada informasi terkait metode terapi penderita autisme. Masih banyak orang yang menganggap autisme sama dengan gila, idiot, atau penyakit menular. Novel ini mencoba memberikan fakta yang dapat mengubah paradigma tersebut. Penderita autisme membutuhkan dukungan penuh keluarga untuk bisa sembuh.

Yang kedua adalah tentang hidup tanpa harapan. Inilah yang dijalani oleh Liz. Kematian adiknya membawa perubahan besar di dalam keluarganya. Nyaris tidak ada komunikasi antara Lz dengan kedua orangtuanya. Dianggap tidak ada bagi Liz sangat menyakitkan. Terlebih lagi karena peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa adiknya terjadi atas campur tangan Liz. Liz mencoba mencari harapan yang hilang itu pada Finn.

Yang ketiga adalah tentang orang-orang yang harus menjadi "korban" ketika salah satu anggota keluarga terlahir dengan kebutuhan khusus seperti Finn. Liz dan Dika mengalami hal ini. Hidup Liz saat Arthur masih hidup berputar di sekitar Arthur dan autisme yang dideritanya. Demikian juga Dika dengan keberadaan Finn selama 21 tahun. Seringkali orang-orang seperti Liz dan Dika harus "terpaksa" memaklumi dan menjalani hidup yang bukan hidup mereka sendiri. Dan tentu saja itu butuh pengorbanan.

Novel metropop yang satu ini bisa dibilang berbeda dengan metropop kebanyakan. Saya menangis saat membaca novel ini. Saya berterima kasih kepada penulis yang mengizinkan saya "mengintip" isi kepala Finn. Saya jadi memahami mengapa Finn (dan beberapa penderita autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya) seringkali memukul atau membenturkan kepala untuk menghilangkan kegaduhan dan sakit di kepala mereka. Saya jadi memahami mengapa mereka tidak mau disentuh atau dipeluk. Atau mengapa mereka hanya menyukai orang tertentu saja. Saya berharap novel ini untuk dibaca oleh banyak orang, agar kepedulian kita terhadap penderita autis meningkat.
Profile Image for Jeon Dani.
132 reviews64 followers
January 25, 2020
TERDAPAT OPINI PRIBADI

Aslinya mau kasih bintang lima, tapi karena kecewa dan gak suka sama endingnya, jadi gue kasih 4. (Oke itu sebenarnya gak penting juga.)

Gue pengen peluk Finn, gue pengen puk-puk Finn, gue cuma mau Finn!!!

Buku ini tuh keren banget, gue gak bisa deskripsiin lagi gimana kerennya buku ini. Apa lagi tema yang diangkat tuh superantimainstream. Gue suka kalo ada yang ngebahas hal-hal kayak gini, karena gue punya temen yang abangnya kena Autis dan gue pun juga punya sepupu yang kena Keterbelakangan Mental. Yah walaupun keterbelakangan Mental dan Autis itu agak berbeda. Tapi pada dasarnya kayaknya mereka sama. Karena saudara gue juga kadang enggak bisa untuk berkomunikasi, kadang suka ngiler dan diem sambil nunduk, kadang marah kalo dimarahin atau lagi kesel, kadang suka nangis kalo gak nyaman.

Bacanya buku ini juga enak banget, gak butuh waktu berhari-hari atau berjam-jam, ngalir gitu aja. Gue selalu baper dan hampir nangis kalo udah di PoV-nya Finn, gue kesel sama Pak Agus.

Nyeritain tentang Liz yang pengen ngejauh dari keluarganya karena masalah yang berlarut-larut, ngebuat si Liz ini memutuskan untuk ke Kalimantan, ke Balikpapan lebih tepatnya buat jadi trapis anak autisme. Yang mana Liz punya pengalaman akan hal itu karena adiknya—yang udah mrninggal—juga Autis.

Nah dia dapet kerjaan dari facebook, dari grup tentang autis yang mana disitu Andika—kakak Finn—lagi nyari orang buat jadi terapisnya Finn. Seketika Liz langsung tergiur apalagi bayarannya gede.

Nah disini ada banyak banget masalah, mulai dari keluarga Dika yang agaknya sinting semua, Pak agus—alias bapaknya Finn dan Dika yang gak waras, gue kesel sama dia, gue setuju wakyu Liz doain biar Pak Agus mati. Terus Dika yang juga punya sedikit masalah sama mentalnya, dan Finn yang ternyata suka sama Liz.

Terkadang gue gak suka sama karakter Liz, tapi terkadang gue suka banget sama dia, begitupun dengan Dika, kadang dia annoying banget, tapi kadang juga B aja.

Novel ini mungkin akan mengubah presepsi hidup orang-orang yang menyepelekan sebuah autisme, yang kadang jadi bahan ejekan dan bercandaan, yang kadang orang dengan penyakit tersebut selalu dikucilkan, padahal mereka butuh pertolongan, mereka butuh bantuan, mereka butuh perhatian dan kasih sayang. Novel ini barangkali bisa membuka mata dan hati setiap orang yang menyepelekan dan menganggap remeh sebuah Autisme, yang mungkin menyamakan Autisme dengan gila. Padahal jelas kalo gila dan Autisme adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang sama sekali enggak sama.

Gue gak suka sama endingnya, sama sekali gue gak suka Liz sama 'dia'. Seperti yang gue bilang tadi, sebenernya gak penting karena toh romance disini tuh cuma buat tambalan aja menurut gue, biar manis, karena buku ini nyeritain tentang Autisme, tentang kisah Finn.

Kenapa sih gue selalu aja kena Second Land Syndrom? Setiap ada yang namanya cita segitiga. Gak itu di novel atau bahkan di drakor. Gue selalu aja suka sama pemeran sampingannya. Syal!!!

Au ah gelap! Kesel w.
Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
February 8, 2020
"Laki-laki itu egois, Liz. Meluapkan kemarahan lebih mudah daripada mengakui merasa bersalah"
"Tapi kamu nggak."
"Makanya aku nggak waras"
Profile Image for Nike Andaru.
1,634 reviews111 followers
April 12, 2020
61 - 2020

Karena rating buku ini gede, saya lantas penasaran pengen baca, akhirnya baru kemarin mulai baca setelah sejak muncul di GD downloadnya.

Tentang Liz, Elizabeth yang merasakah kehilangan adiknya, Arthur. Sejak saat itu keluarganya seperti orang asing, yang tak lagi saling menyapa selama 2 tahun. Liz akhirnya mencari cara menjauh dari keluarganya, hingga menerima pekerjaan dari Andika sebagai terapis adiknya di Balikpapan. Di sana lah Liz bertemu Finn dan menjadi gurunya.

Antara Liz dan Andika punya kesamaan, sama-sama anak yang menjadi korban para orangtua. Perlakuan Pak Agus, Ayahnya Andika begitu mengerikan, tapi saya rasa itu nyata, banyak ortu yang begitu terhadap anaknya, apalagi anaknya menderita autisme, tak mudah untuk bisa menerima hal ini.

Cerita tentang autisme ini tahun lalu pernah saya dapati dalam buku Metropop juga karya Ossy Firstan yang berjudul Ikan Kecil. Kalo di sana dari sisi orangtua yang bercerita ketika mendapati anaknya autisme, buku dari Honey Dee ini justru menilik dari sisi saudara si penderita autisme.

Buku ini punya cerita tentang autisme yang komplit menurut saya. Diceritakan dari sisi Liz dan Finn sendiri membuat pembaca ikut mengetahui bagaimana isi pikiran anak autisme. Saya jadi banyak tahu tentang autisme dari novel ini, karena Honey Dee memang memahami dunia autisme ini dengan baik.

Isu penyiksaan pada anak, serta trauma pada anak juga dikemas dengan baik dan terasa nyata sekali. Rasanya gak ada yang berlebihan. Ini kali pertama saya membaca karya Honey Dee dan saya suka mengawalinya dengan membaca Finn.

Saya agak bingung juga sebenarnya kenapa ini masuk label Metropop, karena gak bercerita kayak novel Metropop biasanya, termasuk juga Ikan Kecil yang walau tidak dilabeli Metropop tapi masuk kategori ini.
Profile Image for Sha.
182 reviews6 followers
March 24, 2021
Liz, ingin 'kabur' dari kehidupannya di Jakarta. Dengan modal nekat, dia terbang ke Balikpapan untuk menjadi terapis bagi seorang penyandang autisme yang bernama Finn. Walaupun Liz tidak memilili background sebagai seorang terapis, tapi dia berpengalaman merawat anak dengan autisme. Dari sini lah cerita Liz, Finn, dan Andika, kakaknya Finn bermula.

Novel ini punya dua POV, dari sisi Liz dan Finn. Dari kedua sisi tersebut, diceritakan dengan sangat baik. Terutama dari sudut pandang Finn, aku bisa lebih memahami apa yang ada di pikiran Finn sebagai penyandang autisme. Banyak sekali informasi yang aku dapatkan dari novel ini tentang autisme. Fokus masalah di novel ini yaitu tentang penyembuhan Finn agar dia bisa menjadi 'normal' dan bisa bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu ada kisah pemanis juga di dalam cerita, yaitu hubungan antara Liz dan Andika yang semakin dekat. Berawal dari mereka yang memiliki kesamaan nasib, sama-sama memiliki masalah dengan orang tua mereka. Kisah romansa mereka punya porsi yang pas, ga berlebihan dan ga merubah fokus masalah utama.

Sekarang aku mau ngomongin tentang karakter-karakter di novel ini. Andika, punya karakter yang menyebalkan menurutku. Wkwk. Walaupun udah baca kisahnya Andika, tapi tetep ajaaa greget sama sifatnya. Perkembangan karakter dia juga bisa dibilang lambat. Kalau Liz, dia punya karakter yang cenderung stagnan dari awal, tapi ada juga perubahan dari Liz. Aku paling seneng sama perkembangan Finn semenjak kedatangan Liz. Tapi tentu aja yang paling paling paling ngeselin, ya karakter Pak Agus. Bener-bener ga ada bagus-bagusnya dari awal sampe akhir 😕 Pokoknya novel ini bisa bikin emosi campur aduk.
Profile Image for ijul (yuliyono).
811 reviews970 followers
April 8, 2020
First line:
Mereka bilang tragedi identik dengan kematian.
---hlm.11, Bab 1-Liz

Jujur, saya agak skeptis pada Finn sejak mula tersiar kabar akan diterbitkan dan banyak yang nge-tag di Instagram @fiksimetropop ataupun di Twitter @fiksimetropop. Saya pikir, "Ah, palingan novel ini 'karya Wattpad' kesekian yang coba di-booming-kan di industri perbukuan mainstream." Segala promosi gencar yang membuka PO, blog tour, dan segala perniknya itu makin menguatkan anggapan saya, sehingga meskipun telah tersedia di Gramedia Digital, saya tak lantas terburu mengunduh dan membacanya. Bahkan, waktu baca gila-gilaan bulan Maret 2020 kemarin, Finn merupakan #novelMetropop terakhir yang saya baca. Dan... WOW, saya benar-benar telah salah menilai sejak mula. Begitu saya mulai membaca, saya langsung jatuh hati dan begitu saja... terlarut dalam kisahnya yang heart-warming yet heart-wrenching at the same time.

Yang paling pertama membuat saya betah membaca Finn adalah gaya menulis Honey Dee yang sekilas mengingatkan saya pada Ken Terate. Well, tidak sama persis sih. Cuman, beberapa gayanya yang cenderung mengarah disfemisme, sinisme, sarkasme, dan hiperbola, hampir mirip gaya menulis Ken Terate (setidaknya, menurut saya). Penggunaan kalimatnya pun serbaguna dengan diksi yang apik, menjadikan halaman demi halamannya demikian mudah saya susuri.

Contoh kalimat-kalimat yang saya suka:
"Romi cowok manis. Walau terkadang aku pengin menamparnya karena sok kaya dan sok ganteng, Romi cowok yang sopan." --halaman 16
"Tuhan memang Mahabesar, Rom. Bisa banget bikin kamu hidup sampai selama ini walau tanpa otak. Kamu keajaiban penciptaan." --halaman 35
"...naik pesawat jauh lebih nyaman daripada naik mobil. Paling nggak, selama di angkasa pesawat nggak akan menabrak apa pun, kan?" --halaman 46
"Yang salah itu kalau kamu ditanya tapi malah diam saja. Aku merasa seperti ngobrol sama kursi." --halaman 49

Finn ditulis menggunakan kata ganti orang pertama oleh dua tokoh utamanya yaitu Elizabeth "Liz" Bachtiar, si tokoh utama perempuan, dan Finn, salah satu dari dua tokoh utama laki-lakinya. Saya begitu tergelitik dan excited mendapati Finn "Finn" Andreas, adik Andika "Dika" Gautama (tokoh utama laki-laki yang satunya lagi), penderita Autisme, menjadi PoV kedua di novel ini. Meskipun saya belum pernah kontak langsung dengan penderita Autisme, saya mendapati Honey Dee berhasil menggambarkan suasana kebatinan Finn dengan bagus pada bab-bab yang menjadi bagian Finn bercerita sebagai "saya". Tak heran memang, karena pada halaman "Menjura dalam Cinta" di bagian belakang bukunya, Honey Dee menjelaskan bagaimana dia bisa sebegitu fasihnya membicarakan tentang Autisme. *menjura*

Plot: Liz, 19 tahun, kuliah semester dua, nekat menerima tawaran bekerja yang diperolehnya dari Facebook sebagai pengasuh sekaligus terapis Autisme pada seorang laki-laki bernama Andika Gautama di Balikpapan. Berbekal pengalaman mengasuh adiknya dulu yang juga penderita Autisme, Liz memanfaatkan kesempatan hengkang dari rumah yang sudah dianggapnya seperti neraka. Tidak memedulikan fakta bahwa dia tidak tahu Balikpapan itu di mana, apakah Andika Gautama tidak bermaksud jahat, atau bahwa Finn yang akan diasuhnya bukan lagi anak kecil berusia sepuluh tahun seperti halnya Arthur, adiknya.

Hal kedua yang membuat saya betah memelototi gawai saya demi membacanya di Gramedia Digital adalah karakter-karakter unik dan kuat yang dihidupkan oleh Honey Dee. Selain tiga tokoh utama, ada Romi, Pak Agus, Julak dan Acil Komodo, serta beberapa tokoh sampingan lain yang benar-benar memiliki peran, bukan sekadar tempelan. Bahkan, cameo beberapa tetangga kepo dan usil di lingkungan tempat tinggal Liz pun cukup hidup (dan meriah). Kerennya lagi, karakter-karakter itu tetap memorable hingga akhir halaman.

Ketika disebutkan bahwa tema utama Finn adalah tentang Autisme, saya hanya berpikir bahwa konflik ya seputar kesulitan mengasuh Finn. Namun, ternyata saya (lagi-lagi) salah menduga. Honey Dee menyiapkan serangkan subplot yang kaya agar topik Autisme tak semata-mata tentang si penderitanya saja. Keluarga dan masyarakat luas (terutama tetangga) adalah subjek yang juga berperan besar dalam menyumbang konflik yang serbaruwet. Plot twist tentang masa lalu Liz dan kondisi Dika adalah salah dua yang membuat saya tercengang. Bravo!

Hal ketiga yang membuat saya demikian relate sama novel ini adalah karena saya sempat tinggal dan menetap (meskipun tak lama) di Balikpapan. Jadi, ketika setting masuk area Kota Minyak itu, tak pelak sederet kenangan masa lalu segera memenuhi otak, membuat saya kepingin banget bisa berkunjung lagi ke sana, untuk sekadar napak tilas. Entah, apakah Honey Dee memang orang Balikpapan atau pernah tinggal di sana, dia berhasil menyelipkan sedikit nuansa kedaerahan yang khas: bahasa Banjar (yang memang menjadi bahasa keseharian mayoritas warga Balikpapan) dan penyebutan istilah Julak dan Acil untuk Paman dan Bibi (bahasa Banjar).

Overall, for me, Finn adalah novel metropop debutan yang FENOMENAL, menjadi buku pertama yang saya rating 5 bintang penuh. Saya menyukai segala-galanya dari buku ini: tema, plot, setting, karakter, hingga eksekusi yang dipilih. Meskipun ada sisi minor tentang drama keluarga yang agak berlebihan, menurut saya masih bisa ditoleransi untuk membentuk karakter yang memang begitu dengan eksekusi akhir yang seperti itu. Well done, Honey Dee. Suka banget!

Topik bahasan:
1. Trauma masa lalu
2. Drama keluarga
3. Isu kesehatan mental: Autisme
4. Profesi: analis perminyakan dan pengasuh/terapis khusus Autisme otodidak
5. Setting: Balikpapan dan Jakarta

Selamat membaca, kamu.

End line:
Liza tersenyum pada lukisan saya. Liza berkata, "Bagus ya, Finn?".
---hlm.302, Bab 34-Finn

http://www.fiksimetropop.com/2020/04/...
Profile Image for Nining Sriningsih.
361 reviews38 followers
April 14, 2020
*baca di Gramedia Digital
=)

" Hidup memang diciptakan begini, nggak sempurna, penuh kekecewaan dan kesedihan. Akan selalu ada masalah tak terduga. Bahkan pada orang yg kukira punya hidup sempurna, masalah akan selalu ada. " hal 296

wuaaaah..
baca novel ini, jadi terbuka pikiran'y tentang Autisme..
suka dengan pemikiran Elizabeth yg blg, kalau Autisme itu penyakit n bisa disembuhkan..
Autisme butuh makanan yg bergizi krn gangguan pencernaan pada usus mereka..
dan q baru tahu semua dari novel ini..
:D
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews73 followers
Read
July 24, 2024
Menurut buku ini, autisme disebabkan oleh gangguan pencernaan akut dan bisa disembuhkan dengan obat-obatan.

Sepanjang cerita ini aku beneran dibuat emosi oleh perilaku si Agus yang kayak kemasukan setan dalam memperlakukan Liz, Finn, dan Dika. Kurang ajar tokoh yang satu ini. Harusnya dia yang dimasukkan ke RSJ. Aku senang banget ketika Liz beneran menyuarakan kejengkelanku meski akhirnya dia dihadiahi tamparan. Kalau jadi Liz, sudah kulaporkan polisi itu si Agus.

Dulu aku pernah baca Malaikat Juga Tahu-nya Dee Lestari di Rectoverso. Tokoh Abang dalam cerita itu adalah orang autis yang tak tertangani hingga dewasa. Membaca Finn mengingatkanku pada novel yang adaptasi filmnya dibintangi Lukman Sardi itu.

Namun, aku baru dapat info kalau ada misinformasi besar-besaran dalam buku ini karena para dokter yang penelitiannya disebut dalam buku ini sudah dicabut izin praktiknya. Lengkapnya bisa dibaca di reviewnya Hotaru Tomoe. Poinnya banyak banget. Aku belum sempat ngecek dengan Googling nama-nama para dokter kontroversial itu. So, sampai poin-poin itu kupelajari lebih detail nanti, buku ini belum kurating dulu.
Profile Image for Lia.
515 reviews12 followers
July 17, 2020
Novel pertama kak Dee Honey yg aku baca dan tertarik karena mengulas tentang Autisme. Karena aku juga dekat dengan anak autis dan berkebutuhan khusus.
Aku menyukai semua yang dijelaskan dan ceritakan, dari POV Liz maupun Finn. Sampai pada di pertengahan cerita saat semua luka dan permasalahan akhirnya diceritakan dalam keluarga Andika dan Pak Agus. Aku kurang suka bagaimana saat semua karakter dalam buku ini dikembangkan dan seperti ada hal-hal yang dipaksa harus ada, seperti kehadiran orang tua Liz, Pak Agus yang minim dieksplore dan hubungan Dika-Liz.

Jika dibiarkan buku ini fokus ke autisme dan Finn mungkin akan lebih baik. Serta tidak semua karakter dibuat complicated.. dengan luka mereka.

Bagaimana sakit secara psikologis bisa menjadi hal yang paling berat dan menyakitkan daripada luka fisik.

Overall, aku masih menyukai buku ini, banyak informasi tentang Autis dan pentingnya membina hubungan dalam keluarga.
Profile Image for Dety  Mutiara.
132 reviews6 followers
January 26, 2021
Nanti deh tulis review lengkapnya, intinya saya suka sama ceritanya :') bener-bener emosional dan baguss.
Profile Image for Indri Octa Safitry.
Author 1 book18 followers
January 27, 2021
4.3 🌟

Baca ini nyesek banget. Sampe nggak kuat aku berhenti mulu di selingi baca yang lain. Bukunya bagus. Banyak mengajarkan tentang kehidupan, tentang anak autis, tentang trauma. Pokoknya banyak hikmah dari cerita ini yg bisa di petik. Bukunya beneran mengandung bawang banget 😭😭😭
Profile Image for ami.
209 reviews26 followers
did-not-finish
February 7, 2020
Paruh pertama yang sangat smooth, dan ringan dibaca. Sayang kemunculan bibit romance-nya bikin aku langsung kehilangan selera buat lanjut. Udah gitu kena second-lead syndrome lagi, gimana bisa semangat pengen lanjut :(

But this is just me, ya. Aku emang orang yang gampang nge-drop buku kalo mood udah hilang sih. Me dropping this book is entirely subjective, all in all. Tapi menurutku, Finn adalah buku yang tetap worth-recommending, untuk yang pengen bacaan metropop yang sedikit 'berbeda', yang mengulik tentang autisme karakter utamanya. Tulisan Honey Dee juga mengalir banget, semacam page-turner juga. Dan bagian favoritku ada pada setiap bab yang menggunakan sudut pandang Finn. Bahasanya kaku gitu dan kerasa banget sama kepolosan dan persepsi dia tentang semuanya. Jelas banget karakter favoritku juga dia (sumpah yang bikin worth-reading tuh cuma dia!!!), hehe. Agak sayang sih harus berhenti tapi kalo mood-ku udah hilang, mau digimanain lagi :(
Profile Image for Afy Zia.
Author 1 book116 followers
January 12, 2020
4 bintang.

[BERISI PENDAPAT PRIBADI!]

❝Beberapa orang harus jatuh-bangun dulu untuk bisa mencapai titik yang diinginkannya.❞ ―Finn, Honey Dee

Finn nyeritain tentang Liz yang harus jadi pengasuh Finn―penderita autisme―demi ngehindarin masa lalu. Finn ini adiknya Andika. Ketiga orang tsb nantinya bakal jadi tokoh utama dalam cerita.

Waktu liat label metropop, sejujurnya saya agak kaget. Saya kira buku ini bakal berlabel young adult. Apalagi pas tau karakter utama ceweknya masih kuliah. Tapi mungkin karena cerita ini lebih fokus ke pekerjaan ketimbang kuliah kali yaa makanya dilabelin metropop(?).

Ilustrasi kovernya cakep banget dong! 😭 Saya kurang suka font judulnya yang terkesan terlalu biasa dan kurang "menonjol", tapi ya udahlah. Saya bukan ilustrator wkwk. Tetep kece kok kovernya.

Ceritanya juga cukup bikin emosional dan ngasih saya pandangan baru mengenai autisme. Saya belajar banyak tentang autisme dari Finn. Penulis pun ngejabarin penyakit ini dengan detail.

Finn pake POV orang pertama dari dua tokoh: Liz dan Finn. Liz ini cewek yang karakternya blak-blakan, meledak-ledak, keras kepala, dan mulutnya tajem. Tapi kadang jadi agak ngeselin. Sedangkan Finn adalah cowok dewasa penderita autisme yang pemikirannya sangat polos. Paling suka kalo udah masuk POV Finn. Kepolosannya terasa banget. Kalo Andika standar aja (menurut saya).

Finn punya unsur romance juga, tapi saya agak mixed feeling sama hal ini. Soalnya saya kena second lead syndrome. 😂 Mau ngomong tapi takut spoiler, jadi mending kalian baca sendiri yaa. Oiya, kisah cintanya nggak begitu mendominasi kok. Ini lebih fokus ke autismenya Finn.

Eksekusi konflik keluarga Finn (terutama sama ayahnya) agak ngambang. Tapi biarin deh berhubung saya gedek kuadrat sama ayahnya Finn wkwk. Males banget kalo udah baca bagian dia, soalnya kerjaannya marah-marah mulu. Saya jadi ikutan emosi kan bacanya.

Secara keseluruhan, saya suka buku ini! Saya baca Finn tanpa ekspektasi apa pun, tapi ternyata ceritanya bagus. Ide tentang autisme itu unik dan masih jarang saya temuin. Finn adalah buku penutup tahun 2019 yang berkesan. Recommended!
.
.
.
.
Kelar dibaca: 29 Desember 2019
Update review: 12 Januari 2020
Profile Image for Gabrielle.
156 reviews12 followers
February 18, 2020
Bisa dibilang aku tertarik baca ini dari covernya, terus baca blurbnya--oke. Habis itu baca halaman awalnya--cocok. Lanjut baca sampai siang ini dan lumayan memuaskan hehe.

Awalnya bener-bener lancar, apalagi dibagian kata-kata pedes Elizabeth yang lucu sekaligus jahat, Andika yang kesannya kayak cowok biasa untuk seumurannya dan Finn yang bener-bener kayak anak kecil. Kalau gak ada kalimat mengenai umur dan perawakannya Finn mungkin aku masih ngira dia masih lima belasan 😹

Buat penyelesaian masalahnya juga lumayan kok walaupun perubahan mood Elizabet yang cepat itu lumayan bikin ngeganjel. Romance-nya juga ... errr hahaha. Tapi pembahasan tentang autismenya bagus sih, poin plus banget. Penulisannya juga, pov Liz sama Finn kerasa bedanya dan ngalir banget.

Kalau suka tema autisme dan tokoh utama yang suka ngesarkas, novel ini cocok buat dibaca 😆
Profile Image for Afifah.
409 reviews17 followers
June 1, 2022
Suka banget dengan karakter dan jalan cerita yg ada di buku ini. Secara emosi juga naik turun terus, mulai dari lucu, sedih, marah, macem2 deh.

Aku pribadi cukup awam dengan dunia autisme, dan ada beberapa informasi terkait autisme yg menurutku menarik banget di buku ini karena beda dari yg aku tahu selama ini. Meskipun sejujurnya aku kurang tau seberapa validnya ya (buku ini diterbitkan bbrp tahun lalu). Dan salah satu yg aku sukai.. buku ini tuh kayak melengkapi buku Ikan Kecil yg aku baca beberapa waktu lalu. Cuma bedanya buku itu mengeksplorasi proses penerimaan sepasang orangtua, sedangkan di buku ini lebih dari sisi medis dan juga keseharian seorang dewasa yg menderita autisme.

So 4.5 out of 5 stars.
Profile Image for Lila Cyclist.
852 reviews71 followers
May 12, 2020
Elizabeth, atau Liz merasa dirinya ikut mati ketika sang adik, Arthur, meninggal dalam sebuah kecelakaan. Tidak hanya Liz, namun seluruh anggota keluarganya. Liz yang merasa menjadi sumber kematian sang adik, merasa ditinggalkan olah mama papanya. Kuliahnya hanya ia lalui demi rutinitas saja. Yang dia inginkan hanya segera pergi meninggalkan rumahnya. Maka, ketika datang tawaran pekerjaan yang harus membuatnya meninggalkan rumahnya, terbang menuju Balikpapan, meninggalkan Jakarta, ini adalah saat yang tepat bagi dirinya untuk pergi.

Review lengkap ada Finn
Profile Image for Aulia  Rofiani.
326 reviews4 followers
April 6, 2020
Iya sebagus itu
Penulisannya enak dibaca banget gak bertele-tele
Aku dapet pencerahan juga ttg autisme
Bumbu romance nya juga pas lah
Penggunaan pov nya juga bikin aku feel relate banget sama Liz :'''
Suka banget deh pokoknya sama novel ini, again, it's really worth my time
Profile Image for Dinur A..
258 reviews98 followers
September 8, 2021
Syukurlah karena gue ga lantas kapok baca karya Honey Dee setelah "Rooftop Buddies" yg sangat gak memuaskan gw; karena ternyata karyanya yg ini bagus bgt, perkembangannya bisa dibilang sgt pesat dari apa yg gue temui di Rooftop Buddies. Eksekusinya sama sekali ga kaki lima, walaupun gaya menulisnya masih sama; bukti bahwa utk mencapai perkembangan ga berarti harus ngelepas ciri khas (jiahaha sotoy).

Sejujurnya, tone suara Rie (Rooftop Buddies) dan Liz (Finn) itu mirip bgt, kalo bukan persis. Tapi entah knp gue bisa mentolerir Liz, sedangkan pas baca Rooftop Buddies gue sama sekali ga tahan sama Rie. Karakterisasi Liz yg demikian lebih bisa dipahami karena didukung dgn jalan cerita dan latar belakang yg dibangun dgn ciamik. Sementara klo di Rooftop Buddies, kita kekurangan faktor why-nya. Berasa bgt ketika seorang penulis mendalami 'lapangan' yg dia kuasai betul, atau at least passionate. Mungkin pas di Rooftop Buddies, beliau masih kurang riset, sementara melalui Finn ini, penulis spt menceritakan pengalamannya sendiri berhadapan dgn anak-anak autis berikut segala konstruksi sosialnya. Plusnya lagi, gue juga jadi bisa bersimpati ke semua tokoh dlm buku ini, termasuk Pak Agus (malahan, karakter beliau yg paling menyentuh sih bagi gue).

Overall, buku ini recommended dari segi ceritanya 🥺 nggak tahu kalau soal ilmu-ilmu tentang autisme-nya ya, take it with a grain of salt aja. .
Profile Image for Hasita Visakha.
147 reviews
Read
July 19, 2021
Update 2021

I've read that. But found a comment that went into more detail about the problem in the book. Tbh I like it and I've given it to the star 5 but if what the writer wrote about autism is wrong, I'd rather not give the star because I'm not an expert either. And the comments that have the corrected the book are also reasonable.
87 reviews3 followers
March 10, 2022
This book portrays autism in a stereotypical way, and ughhhhh the wording to describe that autistic kid, so offensive? I mean they're already minority group, and I expect a book that portrays them in a lighter more positive note.
Profile Image for Furadantin.
18 reviews
February 9, 2020
Judul: Finn
Penulis: Honey Dee
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2019, versi ebook

Saya sempat membaca beberapa part versi Wattpad novel ini. Memang tidak sampai tamat, karena itu saya penasaran dan akhirnya membeli ebooknya. Ini novel kedua Honey Dee yang saya baca. Yang pertama adalah Rooftop Buddies. Saya sebenarnya tidak punya ekspektasi apa-apa terhadap novel ini setelah membaca Rooftop Buddies, tapi ternyata saya salah. Novel ini sukses membuat saya duduk membaca sepanjang akhir pekan sampai tamat satu hari. Hmmm ... dengan beberapa bagian di-skip karena sudah pernah saya baca di Wattpad.

Covernya, walau cantik, cukup menyesatkan, karena seolah mengambarkan hubungan yang khusus antara dua orang. Ya memang khusus hubungan Finn dan Liz, tapi bukan itu yang tersirat di kepala saya saat melihat cover. Di sini saya agak kecewa. Maaf, yang ini subyektif, ya.

Kisah ini tentang tiga orang yang mempunyai masalah masing-masing yang dipertemukan untuk sama-sama menjalani hidup. Finn yang autis, Liz yang kabur dari rumah, dan Andika yang tak berdaya di bawah tekanan sang ayah.

Cara bertutur Honey Dee di sini sungguh memukau. Lugas, mengalir, mudah dipahami. Perasaan-perasaan kedua tokoh utama tersampaikan dengan baik, terutama tokoh Finn. Sejujurnya, daya tarik utama kisah ini justru di Finn ini, dan memang itu poros cerita kini, bukan? Saya sempat tersesat sejenak di part-part awal, karena justru dimulai dengan kisah Liz-Romi lalu Liz-Andika. Tokoh Romi ini untuk apa? Hanya untuk menampilkan sedemikian frustrasi atau egoisnya Liz? Sampai akhir, tak ada kelanjutannya. Andai dimulai dengan Finn ... mmm akan lebih berkesan.

Ketika Finn muncul, segalanya menjadi menarik. Luar biasa pasti, riset yang dilakukan penulis untuk membuat POV Finn sedemikian hidup dan meresap dengan mudah di benak saya. Cara penyampaian yang berganti-ganti dengan POV Liz juga unik dan sangat pas.

Satu hal mengganjal yang membuat saya mengurangi bintang adalah penyebutan autisme sebagai penyakit, dan berkali-kali dikatakan akan sembuh. Benarkah? Ini agak menyesatkan. Segala masalah makanan, kuman, dan gangguan pencernaan memang benar adanya, namun, autisme bukan penyakit dan bukan ‘bisa sembuh’.

Liz digambarkan sebagai sosok yang pemberani, kadang egois, namun penuh perhatian. Perkembangan karakternya juga bagus. Interaksi Finn dengan Liz sukses membuat pengetahuan saya tentang autis meingkat tajam. Ada sedikit baper juga. Begitu pula dengan Andika. Tokoh ini agak nanggung menurut saya, dan penyelesaian kasusnya kurang jelas. Seorang dewasa yang bersembunyi di lemari dan diselesaikan dengan apa? Tokoh yang sukses membuat saya mengurangi bintang adalah Ayah Agus. Masa ya sejahat itu sepanjang cerita, monster maksimal begitu? Memang bagian ini yang paling berpotemsi membuat baper. Tapi, apakah perlu? Andai sedikit dibuat manusiawi, ada sisi baiknya, saya akan lebih respek. Ada pembaca yang baper karena kasihan, ada yang baper karena pencerahan. Saya tergolong yang kedua sehingga tidak terkesan dengan interaksi Agus-Finn ini kecuali sebagai bumbu saja.

Kisah ini diakhiri dengan sedikit romansa dan hal-hal manis. Secara keseluruhan sangat menyentuh dan meningkatkan pengetahuan.
Displaying 1 - 30 of 83 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.