Andrea Hirata adalah pemenang pertama penghargaan sastra New York Book Festival 2013, untuk The Rainbow Troops, Laskar Pelangi edisi Amerika, penerbit Farrar, Straus & Giroux, New York, kategori general fiction, dan pemenang pertama Buchawards 2013, Jerman, untuk Die Regenbogen Truppe, Laskar Pelangi edisi Jerman, penerbit Hanser Berlin. Dia juga pemenang seleksi short story majalah sastra terkemuka di Amerika, Washington Square Review, New York University, edisi winter/spring 2011 untuk short story pertamanya Dry Season. Tahun 2015 dia dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa di bidang sastra oleh University of Warwick, UK dan Tahun 2017 menerima penghargaan budaya dari pemerintah Prancis untuk karyanya Les Guerriers de L'arc-en-ciel (Laskar Pelangi edisi Prancis, penerbit Mercure de France). Laskar Pelangi telah diadaptasi dalam bentuk film, musikal, lagu, serial TV dan koreografi oleh Citydance Company, Washington, DC, dilayarkan di Berlinalle dan Smithsonian. Laskar Pelangi telah menjadi international bestseller, diterjemahkan ke-40 bahasa asing. Telah terbit dalam 22 bahasa, diedarkan di lebih dari 130 negara. Melalui program beasiswa, Hirata meraih Master of Science (Msc) bidang teori ekonomi dari Sheffield Hallam University, UK. Hirata juga mendapat beasiswa pendidikan sastra di IWP (International Writing Program), University of Iowa, USA. Karya Hirata berbahasa Indonesia: Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Padang Bulan, Cinta di dalam Gelas, Sebelas Patriot, Laskar Pelangi Song Book, Ayah, Sirkus Pohon, dan Guru Aini. Karya dalam bahasa asing The Rainbow Troops, Der Träumer, Dry Season. Sejak Tahun 2010, secara mandiri Hirata mempromosikan minat baca, minat menulis dan mendirikan museum sastra pertama dan satu-satunya di Indonesia, Museum Kata Andrea Hirata di Belitong.
Under a bright sunny sky, the three-day Byron Bay Writers’ Festival welcomed Andrea Hirata who charmed audiences with his modesty and gracious behavior during two sessions.
Andrea also attended a special event where he and Tim Baker, an Australian surfing writer, spoke to a gathering of several hundred school children. During one session, Andrea was on a panel with Pulitzer Prize winning journalist from Washington, DC, Katharine Boo, which he said was a great honor.
The August event for the school children was very meaningful to Andrea, the barefooted boy from Belitung, as he made mental comparisons with the educational opportunities of these children, compared to what he experienced.
And now his own life story is about to become even more amazing, as his book Laskar Pelangi (The Rainbow Troops) is being published around the world in no less than twenty-four countries and in 12 languages. It has caught the eye of some of the world’s top publishing houses, such as Penguin, Random House, Farrar, Straus and Giroux, (New York, US) and many others. Translations are already on sale in Brazil, Taiwan, South Korea and Malaysia.
All this has come about because of the feeling of appreciation that the young Andrea felt for his teacher, Muslimah. He promised her that he’d write a book for her someday. This was because for him and his school friends, a book was the most valuable thing they could think of.
Andrea told a story that illustrated this fact. When royalties flowed in for him he decided to give his community a library. He spent a lot of money on books. He left the village headman in charge of administering the library. However, when he came back several months later, all the books were gone. People loved the books, but they had no concept of how a lending library functioned.
“Some of them could not even read, but they just loved to have a book, an object of great value and importance, in their homes. We will restock the library with books and this time it will be run by our own administration,” he laughed.
Andrea told this story as we sat in the coffee shop adjoining a Gold Coast City Library, one of 12 scattered around the city. One of the librarians, Jenneth Duque, showed him around the library, including the new state-of-the-art book sorting machine, for processing returns located in the staff area. As he saw the books being returned through pigeonholes by the borrowers and the computerized conveyor belt sorting them into the correct bin for reshelving, the sight made him laugh and prompted the telling of that story.
Andrea wrote the book for his teacher while in the employ of Telkom, but the completed manuscript was taken from his room, which was located in a Bandung student accommodation community. Whoever took the manuscript knew enough to send it to a publisher and that’s how Andrea, an unhappy postal service worker who had studied economics in Europe and the UK, became the accidental author of the biggest selling novel in Indonesia’s history.
He has since written seven more books.
Fast forward to 2011 and Andrea was in Iowa, the US, where he did a reading of his short story, The Dry Season. He was approached by an independent literary agent, Kathleen Anderson. They talked, but for six months there was no news until an email arrived telling him that one of the best publishers in the US, Farrar, Straus and Giroux, had accepted his book.
Then every week, more publishers said “yes” and now he has 24 contracts from the world’s leading publishers.
Andrea worked with Angie Kilbane of the US on the English translations of Laskar Pelangi and its sequel Sang Pemimpi (The Dreamer). Translators from several other countries have visited his home village in Belitung to do research.
“For a long time I wondered what was the key to the enormous success of my book,” Andrea said.
“I think there’s no single right answer. Perhaps people are fed up with writing focused on urban issues or esca
Selepas habis baca baru memahami mengapa diberi judul ini. Ia adalah hasil pemerhatian Ikal terhadap pengunjung warung kopi bapa saudaranya. Pelbagai teori tentang peminum kopi dan cara mereka menyisip air minuman masing-masing. Senyum sahaja membacanya. Begitu teliti sekali Ikal memerhati dan membina teorinya.
Dimaklumi Pak Andrea Hirata jika menulis, deskripsinya sangat teliti. Awal-awal bab saya rasa sedih sekali melihat garis kemiskinan rakyat di sana. Sungguh tak terbayang jika saya perlu melalui situasi itu. Namun keadaan yang begitu mendesak itu memaksa mereka bertahan dan kreatif bagi kelangsungan hidup. Alhasil, generasi mereka juga kuat dan teguh jiwanya.
Ikal lulusan cemerlang bukan main dari universiti namun dek krisis politik yang melanda negara menyebabkan ekonomi terjejas teruk. Maka sijilnya tidak laku untuk punya pekerjaan tika itu. Memikirkan saranan ibu, terpaksa juga Ikal pulang ke kampung dan bekerja dengan pamannya yang menjengkelkan.
Lanjutan bab seterusnya makin menarik. Kampung mereka menganjurkan pertandingan catur setiap tahun. Hebat sekali apabila bukan seorang dua mahir bertarung. Sehingga ada carta Top 7 tokoh permain catur di kawasan mereka. Lalu apa yang menjadi tarikan kali ini?
Itulah Nong Maryamah yang mahu turut serta dalam pertandingan tahun ini. Mengapa tidak? Sebenarnya hanya peserta lelaki sahaja bisa bertanding. Itu adat turun-temurun. Gempar juga dibuatnya. Namun Nong tidak mahu berganjak. Ada banyak sebab. Antaranya mahu mengalahkan bekas suaminya yang sangat pintar bermain catur. Misi peribadi yang beliau impikan.
Sekali lagi Ikal menjadi watak utama di sebalik semua ini. Ikal berkawan baik dengan seorang Grandmaster catur dari luar negara. Itulah rakan sekuliahnya semasa menuntut di universiti. Saban hari Ikal mengayuh basikal menuju kafe berinternet untuk menghantar emel dan mempelajari strategi catur lalu diajar kembali kepada Nong. Dalam hal ini saya kagum dengan semangat setiakawan Ikal dan kegigihan Nong mempelajari benda baru.
Catur tu.. Saya pun tak berapa mahir meskipun selalu dilatih ayah semasa kecil. Tapi ya, minat itu tidak diteruskan lantaran saya sendiri memilih untuk tidak mahu bermain lagi. Hanya adik-adik yang kekal bersemangat.
Berbalik kepada buku ini, ia ditamatkan dengan satu kepuasan. Bijak sekali Ikal menata aksara. Bahagia.
Seperti biasa, gaya tulisan Andrea Hirata yang santai namun sarat makna. Perantara Ikaludin sebagai tokoh utama dan Nong sebagai tokoh utama lainnya, cukup banyak pesan-pesan sederhana namun bermakna yang Andrea sampaikan. Sesederhana permainan catur beserta segala dramanya.
Ada dua kalimat rasanya yang khas dari kedua tokoh di atas. Namun aku akan bubuhkan di sini kalimat khas dari Nong, "Beri aku sesuatu paling sulit, aku akan belajar". Pertama kali membaca kalimat ini, tertohok berdarah-darah rasanya. Seorang macam Nong saja, dapat berprinsip demikian (dan kemudian dibuktikannya).
Setelah selesai membaca, tak ada lain yang ingin kusampaikan pada penulis, "Terima kasih telah menulis buku yang indah ini".
Satu kepuasan dapat menyelesaikan trilogi Laskar Pelangi dengan pengakhiran yang gegak gempita.
Pertualangan Ikaludin untuk mendapatkan gaji yang berkepuk-kepuk hasil berjaya menyelesaikan pengajian di Eropah ternyata terhenti saat kejatuhan ekonomi (disebabkan oleh sentimen politik) melanda bumi Indonesia.
Dalam tempoh itu, kepulangan semula Ikaludin ke kampungnya menzahirkan fenomena yang tidak terjangka - episod perlawanan catur luar biasa antara bekas pasangan suami isteri (Matarom dan Nong).
Matarom : Juara bertahan 2 tahun berturut - turut Nong : Baru sahaja belajar bermain catur dan mengenali metode - metode pertempuran!!
Dalam naskah ini penulis sekali lagi mengetengahkan prinsip pengharapan serta konsep percaya diri dalam kehidupan yang sukar, direndahkan, tidak punyai apa - apa untuk diandalkan dan dalam emosi yang paling rapuh sekalipun. Setiap kesulitan / cabaran apa pun yang terjadi, hidup masih tetap perlu diteruskan.
NOTA:
Asalnya telah tersilap menjangkakan naskah ini merupakan cerpen - cerpen pendek yang terkait antara naskah Laskar Pelangi serta Sang Pemimpi.
Naskah ini juga mengingatkan saya pada naskah Guru Aini dan Orang - Orang Biasa. Penulis berbaik hati menyelitkan unsur komedi sebagai bonus dalam menelusuri kehidupan getir masyarakat yang jauh dari kemodenan.
Novel ini merupakan siri ketiga dari trilogi Laskar Pelangi.
Kali ini menumpukan pada kehidupan dewasa Ikal yang baru sahaja menamat pengajian sarjana (Master) kemudian pulang dengan harapan Sijil tinggi bakal mengubah kehidupannya yang miskin. Dia tidak bernasib baik kerana pulang ke tanah air dalam keadaan dunia terutamanya negara Indonesia mengalami kegawatan ekonomi 1998.
Bermula kisah baharu Ikal meneruskan kelansungan hidup dengan bekerja di kedai kopi Pamannya L. Berkenalan dengan Nong, selamot dan bersama kawan-kawannya Midah, Bron, dan Nur. Ikal juga kembali bertemu dengan cinta pertamanya Aling.
Andrea Hirata mengalihkan sedikit tema berbanding 2 novel awal. Kali ini memasukkan tema feminisme. Keperitan wanita miskin Nong yang kehilangan bapa dalam keadaan keluarga yang miskin. Dia memikul tugas bapa selaku anak pertama. Terpaksa mengorbankan pelajaran dan mengerah keringat demi kelangsungan hidup keluarganya dan pelajaran adik-adiknya. Sanggup melakukan kerja berat. Sehingga dia menjadi wanita pertama di kampungnya yang melombong timah. Menjadikan Nong wanita yang kuat dan menginspirasi wanita di kampungnya. Ini termasuklah tekadnya untuk memasuki pertandingan catur yang sebelum ini hanya sukan lelaki. Langkahnya itu juga mengubah sikap ibu Ikal yang bersungguh menyuruh Ikal bekerja di Jakarta namun alasan membantu Nong memenangi catur direlakan sendiri oleh ibunya.
Impian Ikal untuk menjadi seorang penulis diteruskan walaupun sebagai pekerja warung kopi. Dia menulis tentang persekitarannya di warung. Bahkan menulis tafsiran sikap manusia melalui tingkah pelanggan di warung kopi termasuklah jenis minuman yang diminum. Inilah yang dicatatkan di dalam catatannya digelar sebagai Buku Besar Peminum Kopi.
Kisah permainan Catur. Pada awalnya nampak seperti bosan seperti penggunaan istilah permainan itu. Mungkin peminatnya sahaja yang faham. Namun Andrea Hirata berjaya membawa pembaca merasakan permainan Catur seperti permaian aksi yang menakjubkan. Merangkumi sedikit suspen, teruja, dan tegang. Ikal mengambil peranan selaku perantara Nong dan Grandmaster. Memandu dan mengajarkan Nong seperti yang diarahkan Grandmaster. Grandmaster merupakan teman sekuliah Ikal di Universiti, juga pemain catur antarabangsa dari Georgia.
Kemudian dimasukkan Falsafah permainan Catur. Catur sebagai refleksi kehidupan akan mendapatkan contoh yang terbaik tentang pengorbanan,keberanian, keadilan, dan kesimbangan dari papan catur. Karektor manusia juga dapat dikenali dan dianalisa melalui langkah dalam permainan catur.
"Catur adalah mental. Pengalamanku menunjukkan, dalam catur, nasib selalu memihak pemberani."
Sepengatahuan saya, inilah pengakhiran bagi dunia Laskar Pelangi. Watak utamanya Ikal. Laskar Pelangi (zaman kanak-kanak), Sang Pemimpi (zaman remaja), dan Buku besar peminum kopi (zaman dewasa). Saya akhiri dengan kata-kata akhir novel trilogi ini.
"Ah, kawan, kalau kita terlalu banyak menuntut dalam hidup ini, kadang kala kita tak menyedari bahawa sesungguhnya kita telah membuat satu kemajuan yang fenomenal."
Judul buku mengenai kopi belum tentu bercerita tentang kopi. Mungkin itu tanggaoan selepas tiba pada helaian terakhir. Tetapi bila difikir dan dibelek semula dari halaman pertama, kopi menjadi teras yang menggerakkan cerita. Sedangkan, bagi yang belum membacanya, lebih separuh cerita dalam buku ini adalah tentang catur.
Ya catur. Kerana itulah buku ini diwar-war sebagai prekuel kepada Maryamah Karpov. Maryamah tumbuh membesar dalam buku ini.
Menjadi peminum kopi bukanlah sekadar mencicip secawan kopi. Karakter dan sikap peminum ditelaah, dikaji, dianalisis hingga dapat menyimpulkan sikap tersembunyi seseorang. Dengan hanya memerhati cara seseorang meminum kopi, Maryamah menjadi juara catur pada pertandingan yang ulung di kampungnya.
Lama sudah kusimpan buku ini yang kubeli terus dari seller di Indonesia. Tidak gembira kerana kualiti cetakan / copy teruk betul. Namun, membaca buku ini, aku gembira. Bukan sahaja kerana pengakhiran buku mengembirakan, tetapi kerana ia dapat melunaskan rindu pada kisah menenangkan Laskar Pelangi.
Hero cerita ini adalah Nong Maryamah. Ketika perlawanan catur dengan pecatur pria pelbagai rupa dan gengsi, Nong kebanyakan masa tenang dalam tenang. Mungkin fikirannya celaru, kerana seorang manusia ada emosi. Namun, Nong berjaya mengawal rasa. Apabila Si Matarom memekik "CEKAK" untuk mematahkan semangat Nong di papan catur, aku kira dia maksudkan "makan". Rupa-rupanya, cekak bermakna 'check'. Paling nyaman tentunya, ketika Nong ucapkan dengan jelas sambil berdiri menatap mata si Matarom, "cekak mati!". Nahh. Ambil kau laki-laki haprak.
Mula2 baca buku ni, tak faham apa kaitan Tajik buku dgn cerita dalam buku ni. Di penghujung tu baru faham apa kaitannya. Buku Pak Hirata banyak memberi pengajaran tentang hidup. Apabila Kita sudah tekad, maka teruskan walaupun banyak ujian Yang mendatang pada masa Akan datang Dan jangan pernah putus asa.
Ada dua pendapat untuk membaca lanjutan Laskar Pelangi secara tertib. Pertama, trilogi—Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dan Buku Besar Peminum Kopi (seperti yang dinyatakan pada bahagian akhir buku ini). Kedua, tetralogi—Laksar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov.
Saya sendiri tidak pasti pendapat manakah yang lebih tepat. Tapi, satu hal yang pasti, apa jua novel yang dibaca sesudah Laskar Pelangi, walau tidak dibaca secara tertib, tidak akan merencatkan pembacaan. Setiap novel ini seolah-olah mampu berdiri sendiri. Walau bagaimanapun, tidak dinafikan bahawa pembaca barangkali akan merasakan ketidaksempurnaan kerana ada beberapa babak penting yang dilangkau.
Saya membaca novel ini sesudah membaca Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Maka, sedikit sebanyak, masih banyak jalan cerita yang saya ingat. Bahkan, watak-watak seperti Nong, Paman L, A Ling, M. Nur, Midah dan Selamot masih tersemat kukuh dalam ingatan saya. Namun, agak sedikit ‘kurang lengkap’ kerana Buku Besar Peminum Kopi hanya serpihan daripada Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas. Justeru, kala membaca novel ini, saya sekadar membaca cerita yang berulang.
Cuma, satu hal yang menarik adalah apabila Andrea Hirata menceritakan bagaimana Ikal terdampar semula ke Belitong dan pertemuannya dengan Nong, perempuan penambang timah yang pertama di desanya di dalam novel ini. Dalam Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, kedua-dua novel ini tidak menghidangkan babak tersebut, sebaliknya melangkau terus kepada babak yang utama: kopi dan catur.
Novel ini mengajar juga saya, bahawa nasib untung-rugi itu hanya milik Tuhan Yang Maha Berkuasa. Kita sebagai manusia sekadar berencana, dan selebihnya, biarlah Tuhan yang menguruskannya. Siapa yang menyangka, Ikal, seorang graduan yang menggulung ijazah dari luar negara, dengan dua surat sokongan To Whom It May Concern, sekadar menjadi pembancuh kopi di desanya. Tapi, hari-hari yang dihabiskan dengan bekerja di kedai kopi pamannya, mengajarnya banyak hal. Erti perjuangan, kemiskinan, pendirian peribadi, cinta dan kegigihan. Begitulah manfaat buat mereka yang sentiasa memerhati apa yang terjadi di sekelilingnya. Membaca alam—juga bererti kita membaca manusia di dalamnya.
Penutupnya, walaupun novel ini ialah cerita yang berulang, saya masih menikmatinya. Andrea Hirata; novelis yang tidak akan pernah saya kecewa dengan karya-karyanya.
Selalu suka dengan gaya tulisan Andrea! Ceritanya seru sekali, bikin betah membaca dalam sekali duduk. Karena gaya tulisannya yang khas itu, buku ini rasanya sulit untuk ditinggalkan—selalu ingin lanjut, tak bisa didiamkan begitu saja untuk dibaca nanti.
Buku ini menarik sekali. Tokoh “aku” dalam cerita adalah Ikal. Namun, justru yang paling banyak dikisahkan dalam buku ini adalah sosok Nong Maryamah. Walau ada selipan cerita tentang Ikal, Selamot, M. Nur, dan warga kampung Ketumbi lainnya, fokus utama tetap pada Nong.
Buku Besar Peminum Kopi ditulis Ikal karena ia gemar mengamati para peminum kopi di kedai kopi Paman L. Uniknya, buku itu justru kelak membantu Ikal menganalisis gaya bermain catur lawan Nong. Seperti kata Grandmaster Nochka, “Catur adalah psikologi. Kepribadian seorang pecatur tercermin dari bagaimana dia menyerang dan bagaimana dia bertahan. Permainan catur adalah kisah hidupnya.”
Nong yang awalnya bermain sembrono itu sedang merayakan kebebasannya! Membaca kisah ini membuatku merasa sangat dekat dengan Nong Maryamah. Hebat sekali dia! Konon, Maryamah adalah sosok yang pandai dan sangat mencintai proses belajar.
“Beri aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar!” katanya. Meski banyak hambatan, dia tetap gigih. Dibilang perempuan tak cocok menambang timah, dia tetap maju, mendulang dari pagi hingga sore tanpa lelah. Dibilang catur hanya untuk lelaki dan orang pintar—sedangkan dia perempuan dan bahkan tidak tamat SMP—dia tetap bersikeras: “Serius, kalaupun nanti aku ditertawakan, dipermalukan, tak apa-apa. Yang penting aku sudah maju menantang mereka.”
Betapa indah dan kuat semangat Nong Maryamah! Pantas saja aku sampai ter-trigger membaca kisahnya. Keren betul orang ini! Setidaknya si Ikal juga setuju dengan pendapatku
Saya selalu suka gaya bertutur ala @hirataandrea . Selepas membaca Tetralogi Laskar Pelangi dan Dwilogi 'Padang Bulan' beberapa tahun silam, saya dipertemukan kembali dengan salah satu karyanya. 'Buku Besar Peminum Kopi. Tak sengaja menemukan buku ini di rak fiksi @perpusbogor dan langsung meminjamnya karena sudah kadung tertarik sedari awal.
'Kenapa judulnya 'Buku Besar Peminum Kopi?' Karena memang si tokoh utama--Ikal--pintar membuat téori (atau mengada-ada😁) tentang macam-macam karakter orang dari bagaimana mereka meminum kopi dan mengaduk kopi di kedai kopi pamannya.
Sebenarnya tokoh utama di buku ini bukan hanya Ikal, tapi juga berkisah tentang kehidupan Maryamah yang lebih dikenal dengan sebutan Nong. Pantas saja saya merasa familiar dengan Nong, karena kalau tidak salah kisah hidupnya juga bisa disimak di novel 'Maryamah Karpov.' Bahkan, senarai kisah Nong jauh lebih seru dibandingkan kisah Ikal.
Nong adalah pendulang timah perempuan pertama di kampungnya setelah ayahnya meninggal. Dia juga yang menjadi pencatur wanita pertama yang mengikuti lomba catur. Motivasinya sederhana, dia ingin mengalahkan mantan suaminya yang jahat, Matarom.
Hanya saja, saya banyak skip narasi tentang pertandingan catur antara Nong dan lusinan lelaki di pertandingan catur 17 agustus. Saya yang tak paham soal catur tentu saja dibuat suntuk dengan teori dan detail main catur ala si grandmaster--sahabat Ikal-- yang diajarkan kepada Nong lewat diagram2 via internet. Saya langsung lompat ke pertandingan antara Nong dan mantan suaminya, Maratom.
Watak utama kali ini bukan Ikal berseorangan, tetapi Nong Maryamah yang diceritakan kesusahannya sejak kecil sehingga menjadi Ratu Catur ibarat the Queen's Gambit. Manteranya satu: "Beri aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar." Ternyata, belajar catur bukan sesuatu yang mudah, tetapi Nong berjaya mengalahkan sang juara termasuklah mantan suaminya. Kejuaraan Nong menyebabkan beliau dijulang sebagai Maryamah Karpov yang juga menjadi tajuk novel AH.
Catur digambarkan sebagai sumber gengsi dan taruhan harga diri. Ia adalah permainan kaum lelaki di warung kopi. Kata Grandmaster: "Keperibadian seorang pecatur tercermin dari bagaimana dia menyerang dan bagaimana dia bertahan." Seterusnya, "kemenangan seorang pecatur sangat tergantung sejauh mana dia memahami dirinya sendiri, dan memahami lawannya." Nasihatnya lagi: "Tak ada pecatur yang sempurna. Kelebihan seorang pecatur justru bisa menjadi kelemahannya."
Manakala kopi pula "bukanlah sekadar air gula berwarna hitam, tapi 12 teguk kisah hidup." Ada harapan, kekecewaan, dan rahsia hidup di sebalik secawan kopi. Identiti seseorang juga terlihat melalui pemilihan kopi dan sukatannya seperti yang dicatat Ikal dalam 'Buku Besar Peminum Kopi'. Kisah cinta Ikal dan A Ling juga tiada penamat yang pasti. Cuma Ikal percaya pada pepatah: "Hati-hati akan apa yang kau harapkan karena bisa saja harapan itu terkabul."
Dalam hidup, mengharap lah pada perkara yang-baik dan usah berhenti berharap tetapi berhati-hati dalam mengharap. Jumpa lagi, Ikal.
Buku ini dibuka dengan memperlihatkan kemiskinan dari orang-orang yang tinggal di pulau kecil Sumatra. Diawali dengan peristiwa mundurnya Pemerintahan Orde Baru dan dimulainya era Reformasi. Dimulai juga berbagai krisis yang mau tak mau berdampak pada kehidupan Ikal. Mengantongi kepercayaan diri, buah dari belajar dan kuliah di luar negeri, Ikal menolak untuk menyerah pada krisis. Dia dengan gigih melamar pekerjaan walaupun tau presentasi diterima kecil. Lama di Jakarta tak kunjung dapat kerja, Ikal menimbun mimpinya dan mau tak mau kembali ke kampungnya, jauh dipedalaman Ketumbi.
Memasuki tengah cerita, mulai ada konflik-konflik yang datang. Walaupun konfliknya ringan, tapi tetep menarik mengikuti setiap sepak terjang Ikal dan kawan-kawannya. Aku pikir tema utama bukunya tuh tentang kopi, ternyata kopi dan karakter manusia-manusia peminumnya adalah selingan/sampingan. Justru, catur yang menjadi lebih dominan. Pertandingan catur yang diikuti oleh Nong, yang menjadikan aku enjoy banget baca ini. Gaya bahasa khas Belitung kembali ngingetin sama Laskar Pelangi. Diselilingi dengan kelucuan yang memang sudah jadi jiwanya Ikal. Kelucuan yang lugu, bukan komedi.
Overall, Buku Besar Peminum Kopi cocok sekali dibaca ketika sedang mumet-mumetnya. Karena ceritanya lumayan ringan, atau buat yang kangen sama si Ikal dan Laskar Pelangi.
Filosofi catur yang menakjubkan. Itu pemikiran yang muncul begitu selesai membaca buku ini. Bagaimana Andrea Hirata menjabarkan karakter dan perjalanan hidup pecatur yang tergambarkan melalui strategi dan keputusan yang diambil saat bermain catur. Bagaimana diagram catur juga merupakan diagram hidup seseorang. Di luar itu, aksen dan gaya bahasa Melayu kental sekali di penulisan buku ini. Sebagai pembaca, aku merasa benar-benar terseret ke dalam background dan ambience dari kampung khas Melayu.
Bagian favoritku dan yang menarik justru dimulai dari pertemuan Nong dengan Ikal. Di mana perjuangan Nong dalam menambang timah sampai belajar catur bareng Ikal, menjadi ilustrasi dari kemerdekaan Indonesia juga. Perspektif Ikal sebagai pemeran utama juga menarik, karena dia sebenarnya diambil untuk menceritakan observasi dan keterlibatannya terhadap perjuangan Nong.
Bagian awal buku cukup sarat akan politik. Krismon 1998 menjadi dasar problem negara juga menjadi problem Ikal sebagai rakyat Indo yang baru pulang kampung setelah lulus dari kuliah di luar negeri. Agak membosankan, namun bisa membantu pembaca yang tidak mengenal situasi tahun 1998 lampau.
Humor kampung yang sederhana di mana sering terdengar dalam percakapan harian warga kampung juga menarik untuk jadi bumbu. Ditambah bahasa puitis yang filosofis di sana sini, tepat bumbu.
"Berikan aku sesuatu yang paling sulit,aku akan belajar." -Nong.
Buku ni tentang Nong,perempuan pendulang timah pertama di kampungnya. Ayah Nong,meninggal dunia dan sebagai anak sulung, Nong korbankan zaman kanak²,remaja dan dewasanya demi menjaga ibu dan 3 orang adik perempuan. Nong berkahwin dengan Matarom namun tak lama,mereka bercerai.
Menjadi acara tahunan setiap ulangtahun kemerdekaan,kampung Ketumbi menganjurkan pertandingan catur dan dari situlah,Nong bercita-cita untuk masuk bertanding,meski dia langsung tak pernah pegang papan catur apatah lagi menang. Impian Nong hanya satu,untuk mengalahkan mantan suaminya,juara bertahan catur! From zero to hero! I loved Nong's character! Walau ramai yang meremehkannya,tapi Nong tetap tekad belajar main catur. Dan,Nong lah satu²nya pecatur perempuan pertama yang berani menentang pecatur² pria yang lain!
Buku Besar Peminum Kopi,ditulis oleh Ikaludin yang dalamnya banyak watak peminum² kopi yang bertanding catur di warung Paman L. Si kembar Tromidun-Tromidin,Djemalam,Adilun dll.
"Aku Sekak,Aku Menang,Aku Datang!"
Dan semestinya elemen humor,nasihat dan latar belakang masyarakat Melayu digarap sangat baik oleh Pak Andrea Hirata. Bukan tulisan Andrea Hirata kalau tak gelak memanjang😄
Kagum dengan sifat Nong Maryamah. Sangup berkorban demi keluarga dan bertanggungjawab. Memainkan peranaan berat di dalam keluarga sebagai ketua keluarga pada usia 12 tahun. Cuma persoalannya, kenapa perlu anak diharuskan bekerja. Kenapa tidak ibu Nong sendiri yang berkerja? Sekiranya ibunya berkerja pasti nasib Nong sebaliknya.
Nong, sebernanya orangnya bijak. Terlihat dia seorang yang otaknya cergas dan mempunyai prinsip tidak mudah putus asa. " Beri aku sesuatu yang paling sulit,aku akan belajar"
Karakter Nong sangat terkesan di hati kerana aku juga anak sulung.
Tersentuh hati pada latar belakang kejadian iaitu pada zaman krisi ekonomi Indonesia. Ramai yang telah kehilagan perkerjaan dan kebanyakan orang yang ada pendidikan tinggi terpaksa berkerja apa saja untuk hidup..
Selaian itu, penulis ada mengambarkan bagaimana perjalanan Ikal dari Jakarta ke kampung ketumbi..Perjalanan yang mengambil masa beberapa hari.Perjalanan hampir 20 jam dari naik kapal besi ke naik perahu,pastu naik bus,pastu naik truk yg 100km ke kampung Ketumbi. Perjalanan yang sangat memenatkan.. Nak pergi cybercafe dari kampung pun perjalanan 20km. Menunjukan kesusahan rakyat dan terhadnya teknologi di kampung.
Keseluruhannya, Andrea Hirata tidak penah mengecewakan pembaca.
Lagi dan lagi, melalui buku ini kita diajak mengarungi cerita kehidupan ikal dan tak lupa orang-orang yang juga menjadi bagian cerita kehidupan ikal. Selain ikal, tokoh yang begitu aku kagumi adalah Nong Maryamah, seorang perempuan yang kuat dan begitu hebat. Saat membaca buku ini, aku merasa begitu dekat dengan cerita kehidupan ikal ini. Ya, sama-sama manusia yang sedang berada di fase yang bisa dibilang kritis. Sibuk memikirkan masa depan, bagaimana cerita esok kelak. Melalui buku ini, aku mendapat suntikan semangat untuk terus menjalani hidup. Sisi lain yang menarik dari buku ini adalah bercerita tentang catur. Aku bukan pecinta catur, jadilah aku tidak terlalu memahaminya, tetapi aku menjadi tau ternyata bermain catur bukanlah permainan tanpa strategi.
Andera Hirata menjadi salah satu penulis favoritku. Setiap novel yang dibawakannya begitu dekat dengan cerita kehidupan sesungguhnya, seolah kita benar-benar ada di sana melihat semua reka kejadian.
"Hidup berarti membenturkan diri pada kenyataan, sepahit apa pun kenyataan itu. Karena orang yang tak menerima kenyataan adalah orang yang menipu dirinya sendiri", Ikaluddin. "Beri aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar", Nong.
Sebagaimana karya Andrea Hirata sebelumnya, 'Buku Besar Peminum Kopi' juga merupakan karya sastra yang ciamik. Berdebar membacanya. Alur yang sederhana, namun diracik dengan lihai melalui pembawaan humor dan karakter yang eksentrik. Buku ini membuat saya 'sekak' dalam penghiburan diri sembari menunggu jam-jam berlalu dengan membosankan dirumah sakit.
Setiap karakter dalam novel ini mempunyai ciri khasnya tersendiri. Orisinil. Dan bolehlah dikatakan, sukses menggambarkan karakter warga Kampung Ketumbi yang realistis, dramatis, namun jenaka.
Namun bila boleh berkata jujur, saya lebih menyukai 'Edensor' dan 'Maryamah Karpov' yang merupakan pendahulu sebelum 'Laskar Pelangi' beralih menjadi sebuah trilogi. Kedua novel itu sukses membuat saya 'sekak mati' dalam daya tarik magisnya. Kedua novel itu mengandung kadar sihir yang jauh lebih tinggi dibanding 'Buku Besar Peminum Kopi' yang cenderung berlalu begitu saja. Pembangunan plot dan karakter yang lebih detail, belum lagi dibumbui dengan ramuan analogi yang humoris dan sungguh simbolis membuat cerita menjadi lebih menghibur dan menghipnotis hati.
Ini adalah buku PakCik yang pertama kali saya baca. Awalnya ragu, apakah akan nyambung, karena ini adalah buku ketiga dari Trilogi Laskar Pelangi. Ah, tapi nekat sajalah, karena memang tidak ada lagi bacaan novel lain dan saya butuh hiburan.
Ternyata, berkali-kali saya tertawa, bahkan sampai terbahak-bahak saat bagian M. Nur menjadi korban Happy High! Hahahaha.. Sampai-sampai anak sulung saya kepo dan ketika diceritakan, ia juga ikut tertawa. Dan saya tertawa sampai menangis! Sungguh momen yang jarang terjadi.
Bukan hanya komedi, buku ini juga memberikan banyak pelajaran hidup tentang karakter manusia, yang uniknya, bersumber dari permainan catur! Saya yang benar-benar awam tentang catur merasa sangat terkesan karena ternyata catur memiliki filosofi yang begitu dalam tentang manusia.
Saya juga suka sekali dengan penggambaran karakter, lokasi, dan suasana yang terjadi di setiap adegan. Rasanya bisa merasakan mabuk laut saat Ikal terombang-ambing di lautan, deg-degannya saat pertandingan catur, atau capeknya ketika Ikal bersepeda 6 jam demi melihat Zinar. Wahaha..
Jadi nggak sabar membaca karya-karya Andrea Hirata yang lain!
Buku ketiga di dalam trilogi Laskar Pelangi ini mungkin merupakan buku yang sedikit serius kalau hendak dibandingkan dengan dua buku dalam trilogi tersebut tetapi ianya tetap mempunyai keistimewaan yang tersendiri.
Kisah Ikal yang kembali bersama Ijazah Sarjana Ekonomi Telekomunikasi ke tanah air di saat Indonesia dilanda kemelesetan ekonomi yang memaksa Ikal bekerja di Warung Kopi Anak Tiri Republik milik Paman Neraka.
Den tidak pasti kenapa tetapi ada banyak perenggan di dalam kisah pertandingan catur yang berlangsung di kedai kopi milik ini yang bisa membuatkan den sakit perut tergelak-gelak (mungkin diri ini mudah terhibur barangkali).
Buku ini sebagaimana buku Andrea Hirata yang lain memperlihatkan sisi peribadi tinggi orang Indonesia yang tidak mudah patah semangat, sentiasa mahu belajar, cepat menangkap apa yang diajar, sanggup membuat apa sahaja demi survival hidup, dsb.
Saya benar-benar menamatkan buku ini dalam satu rute perjalanan menemukan pulang ke rumah ayah dan ibu. Di atas kereta yang melaju, saya menuntaskan perjalanan Nong dan Ikal dalam satu frame.
Seperti biasa, Andrea lihai memainkan kata-katanya untuk berkisah hidup di sekitarnya. Saya suka setiap bagian ia menceritakan kisah orang-orang di garis kemiskinan, tapi dengan cara yang jenaka. Namun, di sisi lain, ada beberapa hal lain, yang semakin ke sini, saya menganggapnya terlalu di-dramatisir. Mungkin, memang gaya bahasanya Andrea seperti itu. Saya mengingatnya begitu.
Akan tetapi, saya selalu menyukai buku-buku Andrea Hirata untuk selingan dan hiburan. Setidaknya, selalu ada bagian yang bisa membuat tertawa. Sekali waktu tersenyum lebar. Di waktu lain hanya bisa tersenyum getir.
Cara penceritaan pakcik sangat indah dalam cerita tentang wanita hebat ini. Tidak hanya penggambaran karakter utama, yaitu Nong, yang sempurnah, seluruh karakter dalam buku ini pun digambarkan dengan lengkap sehingga mudah untuk memahami cerita. Perjuangan Nong bukan hanya memperjuangkan hidup yang keras serta pembalasan terhadap mantan suaminya, tetapi juga suatu pergerakan hak atas kesetaraan terhadap wanita. "Karena tak ada yang lebih bahagia dari seseorang yang punya mimpi-mimpi." "Ah, Kawan, kalau kita terlalu banyak menuntut dalam hidup ini, kadang kala kita tidak menyadari bahwa sesungguhnya kita telah membuat suatu kemajuan yang fenomenal!"
Sebelum membaca buku ini aku mengira isinya akan membahas tentang dunia perkopian, tapi aku salah besar. Ternyata isinya membahas tentang tokoh utama yang bermain catur di kedai kopi. Di buku ini ada dua tokoh utama yaitu Ikal dan Nong.
Seperti biasa ciri khas Andrea Hirata yang menggambarkan tokohnya dengan sangat baik, baik itu dari penamaan tokoh yang lucu, kisah hidup setiap tokoh yang menginspirasi, sifat tokoh yang dapat menghidupkan cerita, serta latar tempat yang mengambil lokasi salah satu daerah di Indonesia.
Salah satu kutipan favoritku dari buku ini yaitu dari Nong Maryamah yang berkata, "Beri aku sesuatu yang sulit, aku akan belajar"
Buku terakhir dari Trilogi Laskar Pelangi adalah novel yang berjudul “Buku Besar Peminum Kopi”. Perlu waktu 2 hari untuk menyelesaikannya.
Secara garis besar, buku ini menceritakan kehidupan Ikal usai menyelesaikan kuliahnya di Eropa, lalu kembali ke kampungnya di Ketumbi.
Separuh lebih dari buku, yang banyak dipaparkan bukanlah tentang Ikal, melainkan tentang kisah Nong Maryamah.
Melalui permainan catur yang berusaha ditaklukkan Nong untuk mengalahkan mantan suaminya, Matarom. Kita bisa melihat bahwa teknik bermain catur seseorang bisa menggambarkan sifat dan kehidupan orang tersebut.
Awal aku membeli buku ini, aku tak tahu sama sekali bahwa ini semacam gabungan dari novel sebelumnya : Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas, dan mungkin Maryamah Karpov. Tapi tak apalah, yang penting baca :)
Jadi.. bagi yang sudah baca buku-buku yang aku tulis di atas, ya sangat tahu lah ya kalo buku ini gabungan dan saat kubaca ulang, memang betul, namun ada beberapa perubahan yang ditulis oleh Pakcik ke dalam buku ini. Mungkin karena memang gabungan dan dipersingkat, jadi wajar ada modifikasi.
Kalo mau tahu review aku, boleh kawan-kawan baca review sebelumnya pada novel Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, ya :)
"Hidup berarti membenturkan diri pada kenyataan, sepahit apa pun kenyataan itu. Karena orang yang tak menerima kenyataan adalah orang yang menipu dirinya sendiri."
"Mereka yang bersedia melihat catur sebagai refleksi kehidupan akan mendapat contoh terbaik tentang pengorbanan, keberanian, keadilan, dan keseimbangan dari papan catur."
"Ah, Kawan, kalau kita terlalu banyak menuntut dalam hidup ini, kadang kala kita tak menyadari bahwa sesungguhnya kita telah membuat satu kemajan yang fenomenal!"
Meskipun Trilogi Laskar Pelangi ini dari sudut pandang Ikal, ternyata tokoh utama dari setiap bukunya yaitu: Lintang, Arai, dan Nong.
As usual, Andrea Hirata's books deserve ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️. A combination of sad and happy stories blended into a delicious 'coffee', bitter but sweet. Presented ironic conditions of Nong and Ikal. While Nong has no high educational certificate, Ikal has the highest educational level in his village, but both stranded in similar situation, hard to find a proper job. About Nong, I learn about eigerness for learning then be consistent in carrying out the learning process. I didn't know 17 August 1998 somewhere in Belitong, the legend has been written. A must read.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Buku penutup untuk tokoh perempuan paling gigih, pantang menyerah, ikhlas, dan rela berkorban dari semua tokoh perempuan karya Andrea Hirata. Nong Maryamah. Maryamah Karpov.
Tak terperi rasa sedih yang bercampur dengan kagum dan takjub untuk pribadi intan dari Nong Maryamah. Saya yakin pribadi ini adalah pribadi nyata, yang hidup dan berbahagia dengan pengorbanan dan kesederhanaan hidup mereka. Tinggal di kampung pelosok, desa terpencil, atau mungkin kota-kota kecil.
Buku ini sangat kena dengan jiwa. Gaya penulisan Andrea Hirata membuatkan saya hanyut dalam jalan ceritanya. Sudah lama saya tidak rasa ‘fun’ apabila membaca. Perasaan saya bercampur-campur; sedih dan kelakar semua ada dalam buku ini.
“Jika sesuatu ingin jatuh ke tempatnya, tidak ada yang dapat menghalangnya.” - Ikal
Buku yang menyenangkan. Seperti sedang menonton film pendekar kungfu! Pendekar malang nasibnya namun dengan semangat tinggi dan dibantu teman-temannya mampu mengalahkan raja yang jahat. Ada perasaan puas setelah menutup halaman terakhir.