Jump to ratings and reviews
Rate this book

Membunuh Hantu-hantu Patriarki

Rate this book
Keberadaan perempuan di ruang publik tidak serta merta menjadikannya objek, yang dengan segelintir pujian bisa kamu dapatkan. Perempuan berada di ruang publik untuk menjalani kehidupan dengan aman dan nyaman.

Ini adalah buku yang berisi bunga rampai esai-esai Dea Safira. Lebih intim lagi, buku ini semacam diary yang sangat dekat dengan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh perempuan sekarang ini. Dea, menuliskan permasalahan yang ia alami, lihat, dan rasakan sebagai pengaaman pribadi untuk dibagikan kepada perempuan lain. Bunga rampai ini adalah suluh, yang ingin menyulut perempuan-perempuan lain untuk bicara dan bercerita tentang dirinya.

206 pages, Paperback

Published January 1, 2019

18 people are currently reading
217 people want to read

About the author

Dea Safira

2 books6 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
19 (16%)
4 stars
46 (40%)
3 stars
39 (34%)
2 stars
7 (6%)
1 star
3 (2%)
Displaying 1 - 21 of 21 reviews
Profile Image for yun with books.
715 reviews243 followers
February 24, 2021
"Feminisme merupakan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan di antara keragaman."


Actual rating: 3.5/5 stars

Perasaan saya ketika memulai buku ini adalah happy, excited, wow, karena saya tau saya akan mendapat informasi-informasi baru mengenai feminisme secara praktis maupun teoritis. Sebelumnya, saya ingin mengatakan kalau buku Membunuh Hantu-hantu Patriarki ini lebih "galak" dibandingkan buku-buku bertemakan feminisme yang pernah saya baca sebelumnya. Ibaratnya, buku ini "ulekan" yang pas untuk ngulek cabe super pedas dan nanti cabenya buat nyemprot orang-orang misoginis yang nyebelin.
Mbak Dea Safira tegas banget dalam meruntutkan segala fakta serta posisinya sebagai feminis garda terdepan pembela orang-orang yang diperlakukan tidak adil, terutama perempuan.

Membunuh Hantu-hantu Patriarki merupakan kumpulan esai yang terdiri atas 3 bab;
Bab 1 : Pemikiran Perempuan
Bab 2 : Membangun Cinta Setara
Bab 3 : Membunuh Hantu-Hantu Patriarki

Jujur, Bab 1 dan 2 merupakan bab favorit saya. Membaca Bab 1 terasa sekali "menggebu-gebu", penuh dengan penjabaran mengenai betapa susahnya menjadi perempuan di negara yang sistem patriarkinya masih mengakar. Namun, di balik itu semua masih ada perjuangan-perjuangan perempuan yang tidak henti-hentinya untuk memperjuangkan haknya. Bab 1 juga penuh dengan informasi-informasi mengenai perjuangan perempuan Indonesia dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini dan berhasil membuat saya hooked karena banyak banget informasi yang saya tidak tahu mengenai begitu banyaknya perjuangan dan pengorbanan perempuan Indonesia, tentunya hal tersebut dibarengi dengan keringat, darah dan air mata.

Lalu, menuju bab 2 pembaca dipersembahkan "not directly" cara agar mencari pasangan yang setara, pasangan yang mampu menghargai perempuan selayaknya menghargai hak asasi manusia pada umumnya (tidak ada dominasi antar gender). Paling suka di bab ini itu, saya kaya dapet wejangan dari teman sesama perempuan, gimana sih dapetin pacar/suami yang sesuai dengan prinsip saya.

"Membangun cinta setara tak otomatis kamu langsung bahagia. Sebab, itu berasal dari pemenuhan diri dan kebahagiaan diri sendiri terlebih dahulu, sebelum akhirnya membangun relasi dengan orang lain."




Overall, buku ini sangat amat penting untuk dibaca oleh siapapun, tanpa melihat latar belakang jenis kelamin dan/atau gender. Namun, saya melihat bahwa memang buku ini tidak terlalu mengutamakan kesetaraan gender dalam kaca mata umum. Buku ini hanya terfokus pada aspek bagaimana perempuan bisa bangkit melawan sistem patriarki dan misoginis yang selama ini merugikan eksistensi perempuan. Intinya, perempuan...perempuan...perempuan... Jadi saya akan sangat memaklumi jika buku ini membuat para laki-laki "jiper".
Pada tahap untuk memantik jiwa "memberontak" perempuan terhadap ketidak adilan yang ada di masyarakat, buku ini SUKSES, menurut saya.
Namun, pada tahap untuk bagaimana kelanjutan pembagian roles di masyarakat terhadap kesetaraan gender (agar laki-laki dan perempuan tidak overlapping) buku ini belum bisa menjelaskan secara rinci.

But that's alright, I like this book nonetheless
Ngebayangin kalo ketemu Mbak Dea Safira langsung rasanya mungkin kaya ketemu guru yang bakal ngajarin bagaimana jadi berani dan fierce! Mungkin bisa sambil diskusi buku dan/atau serial The Handmaid's Tale yang juga jadi favorit saya.

Akhir kata, nolite te bastardes carborundorum
Profile Image for Aya Canina.
Author 2 books44 followers
June 19, 2020
Jika kita umpamakan judul tulisan sebagai peluru, maka isi tulisan adalah penembaknya. Kita selalu tahu peluru adalah barang tajam yang dilepaskan bedil dan ia mematikan, tapi kita juga punya pengetahuan tentang penembak jitu dan penembak (katakanlah) kurang jitu. Peluru tidak mematikan jika tidak tepat sasaran. Jadi, yang mana lebih penting—peluru atau penembaknya? Ya tentu keduanya kan, sayang? Pun begitu mestinya untuk buku kumpulan esai ini. Sayangnya, tidak. Aku memang dihantam mati oleh judul utama Membunuh Hantu-Hantu Patriarki dan 39 judul esai di dalamnya, tapi ketika kujajal isinya (dengan kata lain, aku kenalan dengan penembaknya), berdarah-darahku tertunda.

Sebab ini non fiksi bentuk esai, maka kita bicara opini. Menyingkat ulasan ini, opini hanya tinggal omongan lalu jika tidak disertai data. Ini bukan berarti Dea Safira tidak menyajikan data sama sekali. Beberapa judul kulingkari, selain untuk menandai itu favoritku, hal itu berarti isinya padat, jelas, menarik, dan fokus:

- Peran Dokter Gigi dalam Upaya Memerangi Kekerasan Seksual
- Perempuan dan Menulis

Pengalaman adalah guru terbaik. Dua judul di atas adalah contohnya. Pengalaman Dea sebagai dokter gigi dan penulis, dalam hal ini, menjadi data yang mumpuni. Tapi kenapa ya, di banyak judul lainnya aku seperti sedang diajak Dea duduk bicara di satu meja kopi tentang topik-topik penting, tentang isu-isu genting, tapi simpulannya seperti mengambang? Jika ini sekadar bincang-bincang, sungguh kunikmati. Namun, kupikir tadinya buku ini akan menjadi peluru mematikan bagi para penganut patriarki—sesuai judulnya. Nyatanya, sebagian banyak Dea menampilkan tulisan yang ngedumel, misuh-misuh, cerewet, dan seperti luapan emosi sesaat.

Pada akhirnya aku tetap akan merekomendasikan—bahkan sukarela meminjamkan—buku ini kepada siapa saja yang ingin. Aku ingin tahu jika pendapatku keliru.

Dan ini. Aku tidak bisa tidak menaruh perhatian pada satu hal ini: buku ini menampilkan riwayat tulisan; kapan dan di mana mereka pertama kali diterbitkan, termasuk judul awalnya. Aku harus berterima kasih kepada editor dan/atau pihak terkait untuk dengan penuh cinta kasih mengubah judul-judul esai ini menjadi lebih peluru; jauh menembus ke rasa ingin tahuku.
Profile Image for solana.
109 reviews
June 29, 2022
keknya aku gak bakal ngelanjutin buku ini lagi. gak cocok buatku. terlalu biased. actual rating: 0,5 stars.
Profile Image for liz.
58 reviews6 followers
January 4, 2022
Ada beberapa bagian yang aku suka banget sampe pengen ku highlight semua, ada juga bagian yang biasa aja. Karena ini adalah kumpulan essay yang berisi opini, akan lebih baik kalau penulis menyertakan lebih banyak data pendukung opini nya. Bisa berupa footnote atau ya langsung tulis aja di esai nya.
Aku agak terganggu dengan banyaknya typo dan penggunaan font italic untuk kata-kata asing yang gak konsisten. Beberapa juga mengulang-ulang aja pernyataan di esai-esai sebelumnya.
TAPI buku ini bagus kok. Bikin aku berapi-api!! Aku gak cuma nyaranin buku ini dibaca perempuan, tapi laki-laki juga harus baca!!!!
Profile Image for ざらぽよ.
111 reviews24 followers
December 14, 2024
It's always interesting to read fellow feminists' thoughts, and opinion.

I would have loved it more if it has way more resources though.
Profile Image for melmarian.
400 reviews134 followers
August 31, 2019
Esai-esai dalam buku ini jujur, aktual, dan menyentuh banyak aspek dalam studi gender yang tidak saya ketahui sebelumnya. Tapi sayangnya masih banyak salah ejaan ("berkerja" dan "perkerjaan" yang terus berulang sampai akhir), dan beberapa kalimat yang kurang enak dibaca.
Profile Image for Raden.
27 reviews
July 18, 2025
"Membangun cinta setara butuh proses dan memang tidak selamanya indah dalam mendefinisikan cinta setara dan sehat, namun bagi saya proses inilah yang membuat segala upaya memperjuangkan dan membangun cinta setara lebih bermakna."

Buku ini merupakan kumpulan esai dan blog post yang ditulis oleh Dea. Bagi laki (non-binari), Dea menyampaikan poin yang sangat penting dan jarang dipahamkan oleh laki-laki lain -- bahwa sistem patriarki juga menyakiti kita. Terpaksa untuk sesuaikan ide maskulin dalam imasinasi masyarakat.

Dea juga suarakan isu cukup besar di gerakan progresif yaitu perempuan tetap diharapkan untuk mengikuti laki dalam segala hal. Masalahnya, laki2 sering kurang paham bagaimana isu2 struktural terutama menyakiti perempuan. Misalnya, kekurangan uang dari pemerintah untuk pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi merupakan salah satu kekerasan seksual yang dicatat oleh Komnas Perempuan. Jika kita ingin membangun gerakan yang inklusif dan setara, kita harus prioritaskan suara perempuan karena mereka adalah korban yang paling terdampak oleh kapitalisme, patriarki dan kolonialisme-imperialisme.

Jika ada yang ingin baca lebih dalam tentang bagaimana feminisme bukan hanya untuk perempuan, tapi juga untuk laki-laki, aku sarankan untuk baca karyanya bell hooks, terutama "Feminism is For Everyone: Passionate Politics" dan "The Will to Change: Men, Masculinity and Love". Lalu, bagi yang ingin paham bagaimana kapitalisme-imperialisme harus juga dilawan untuk pembebasan perempuan dari kekejaman dan kekerasan, baca "A Decolonial Feminism" oleh Francoise Verges dan "Women, Race and Class" oleh Angela Y. Davis.

(p.s. maaf kalau bahasaku kurang bet ini pertama kali ak nulis review formal pake bindo :ppp terbiasa nulis pake binggris soalnya :'((( )
Profile Image for Rhea.
150 reviews6 followers
August 8, 2021
"Membunuh Hantu-Hantu Patriarki" by Dea Safira. I'd translate this as "Killing the Ghosts of Patriarchy". It is a collection of essays on feminism in Indonesia.

I wanted to read a feminist text that is closer to home. There must be other books as well but for a first time reader, this book captures the general 'feel' of feminist movement in Indonesia in a series of essays.

The first part of the book discusses feminism along with the Indonesian identity. There are those who say that feminist ideals do not go along with the "Eastern"-ness of Indonesia. Some also said feminism does not go along with Indonesia's national ideology of Indonesia. The first part of the book covers this and more. The next section deals more on sexuality and courtship. While the last section talks more about fragile masculinity and its attempt to impose dominance over marginalized bodies.

This book has been an insightful read for me. Obviously, we still have a long way to go. That's why it is important to keep the conversation going and join the movement.. Ending this musing with a quote from Michelle Obama, "No country can ever truly flourish if it stifles the potential of its women and deprives itself of the contributions of half its citizens.”
96 reviews1 follower
Read
October 4, 2023
[I don't rate nonfiction books]

Membaca buku ini di usia 20 - an, tentu beda vibes-nya saat aku baca di usia belasan. Pertamakali kenal Kak Dea lewat Indonesia Feminis, aku sangat mengidolakan dia dan teman-teman aktivis gerakan lainnya. Maklum, anak kampung yang baru nyemplung di dunia perkuliahan. Lewat Kak Dea dan teman-teman IF, aku jadi kenal banyak sekali cabang isu feminisme, yang belakangan kupahami sebagai interseksionalitas.

Buku ini, kurasa seperti buku pengantar buat yang mau belajar isu-isu kemanusiaan di sekitar. Tiga tema yang dipakai pun sebenarnya cukup general, mudah buat dipahami orang awam. Gaya menulisnya tipikal esai, dan agak sedikit 'kurang mantep' waktu dibukukan karena sumber-sumber yang jadi referensinya sudah agak lama dan kurang relevan (meski isu-isu yang dibahas masih tetap ada hingga sekarang). Beberapa bahasan di dalamnya, memang cenderung singkat, tapi terkesan dangkal. Aku merasa buku ini punya potensial untuk dikulik lebih dalam dibanding sekadar esai-esai terpisah.

Overall, buku ini okay kok. Salah satu light reading yg lumayan vokal menurutku, bisa selesai sekali duduk.
1 review
April 8, 2021
Bagus untuk yang baru ingin mengenal feminisme, penasaran dengan implementasi pemikiran feminisme itu seperti apa sih. Dalam buku ini Dea Safira menuliskan opininya yg berbasis pada ideologi feminisme untuk menggambarkan fenomena sosial yg dia alami, yg ada di sekitarnya serta suatu topik isu yg sedang populer pada rentang waktu tertentu.

Saya beri rating 3 karena bagi saya bacaan ini kurang cocok untuk saya. Saya suka tulisan dengan analisa yg mendalam, validitas teori atau data cukup krusial bagi saya dalam sebuah tulisan. Tapi disini tulisan Dea Safira adalah model tulisan opini singkat yang ringan dan bisa dibaca di waktu santai atau senggang. Sehingga wajar saja teori, data dan analisa mendalam sebenarnya tidak begitu dibutuhkan.

Meski begitu buku ini tetap saya rekomendasikan untuk yg ingin mengenal isu-isu feminisme. Very insghtful !
Profile Image for Joie.
8 reviews
August 30, 2021
Buku ini wajib dibaca bukan hanya oleh perempuan, namun juga laki-laki. Karena banyak essay yang memang khusus ditujukan untuk menghardik dan mendidik laki-laki.

Besar di keluarga yang konservatif dengan jiwa yang perlahan tumbuh untuk keluar dari lingkaran “perempuan itu ujung ujungnya ya lingkungan domestik!! kamu harus melayani laki-laki!” saya manggut-manggut sepanjang buku. Apalagi dengan narasi berani yang mengangkat soal larangan ke tempat ibadah untuk perempuan yang sedang datang bulan.

Namun, menurut saya, buku ini termasuk hanya menyentuh
di permukaan sedikit menjorok kedalam dalam pembahasan feminisme. Kebanyakan memang yang sudah kita ketahui. Lebih banyak sinisme dan hardikan. Ada juga beberapa bagian yang tidak nyambung, namun terlepas dari kekurangannya, saya tetap merekomendasikan buku ini.
Profile Image for Avif Aulia.
60 reviews5 followers
July 1, 2020
Saya tidak terlalu menikmati esai-esai di bab I (Pemikiran Perempuan) dan bab II (Membangun Cinta Setara). Tapi begitu masuk ke bab III (Membunuh Hantu-Hantu Patriarki), ah.. ternyata bab inilah yang menonjol dan menjadi nyawa buku ini. Esai-esai yang dihadirkan sangat padat (2-4 halaman). Beberapa esai menyoroti latar belakang penulis yang kebetulan seorang dokter gigi, dan menarik, saya mendapat perspektif baru karena hal itu.
Profile Image for n a b ! l a.
251 reviews12 followers
April 9, 2023
Kalau mencari buku "teori" ini bukan bukunnya. Buku ini lebih ke sekumpulan essay pemikiran tentang banyak hal-hal di luaran sana yang masih misogonis dan patriakis. Bacaan yang memungkinkan banyak perempuan yang akan relate dan merasa tidak sendirian.
Profile Image for ella.
1 review
July 6, 2024
such a waste to see how premises could potentially turn out so beautifully thought-provoking IF it had better writing. felt like reading blog post or tweets that didn't age well, and not once did i see any "membunuh" unless yapping is the ultimate weapon
Profile Image for lavienrouge.
23 reviews4 followers
October 5, 2021
menurut aku ini buku yg blak-blakan bgt. tapi yg di bahas juga ada benernya dan emg relate juga.. apalagi banyak di tulis dari bbrp pengalaman mbak Dea. worth to read!
Profile Image for Gita.
15 reviews2 followers
February 22, 2022
Ini adalah buku feminis pertama yang aku baca dan wow!!
Profile Image for Aisya Putri.
2 reviews
April 1, 2022
Buku ini berisi kumpulan essay penulisnya tentang feminisme. Opini penulisnya disajikan dengan tegas menggunakan bahasa sehari-hari.
1 review
January 14, 2024
Bagus
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Jefferson Hope.
34 reviews
June 24, 2022
Ekspektasi saya membaca buku ini ialah menemukan dialog-dialog intelektual terkait bagaimana kemudian posisi feminisme dalam tatanan masyarakat modern, saat ini, untuk seluruh golongan: baik itu laki-laki maupun perempuan. Berhubung memang topik-topik terkait dengan 'membunuh patriaki' lumayan kencang diserukan dalam buku ini. Akan tetapi, saya cukup kecewa bahwa secara keseluruhan, saya kurang mendapat apa yang saya ekspektasikan.

Beberapa kali di sini penulis mengkotak-kotakkan antara kelompok perempuan dan laki-laki dalam menyampaikan gagasan feminisme. Laki-laki dianggap jahat dan memicu peperangan, sementara perempuan menjadi inisiator yang harus menciptakan perdamaian karena terdampak oleh perang yang dibuat laki-laki. Saya berpikir, baik perempuan dan laki=laki sesungguhnya sama-sama bisa mengilhami feminisme tanpa kemudian mengkotak-kotakkan dalam label jenis kelamin. Inilah yang kemudian saya pikir agak bertentangan dengan buku yang saya baca sebelumnya milik Adichie (A Feminist Manifesto)

Kelebihan dari buku ini terletak pada bagaimana penulis dapat menyelipkan sejarah dan tinjauan ahli terkait dengan feminisme di zaman dulu. Seperti sejarah pemikiran ratu Gayatri Rajatpati yang menginisiasi slogan bhinneka tunggal ika maupun bagaimana track record perempuan menjadi pengelana dan tidak melulu di rumah saja (akibat sistem patriakis dan pemikiran misoginis yang terbangun). Penulis juga melakukan interpretasi pada nilai-nilai budaya maupun pancasila. Namun masih sekedar menariknya dari perpektif feminis, dan kurang mengulik lebih jauh dari proses terbentuknya pancasila itu sendiri. Saya rasa, apabila penulis melakukan hal itu, hasilnya akan lebih menarik lagi.

Banyak kritik yang disampaikan penulis secara lantang dalam buku 'membunuh hantu-hantu patriarki' ini yang dekat dengan keseharian perempuan. Hal ini tentunya membuka perspektif terkait dengan apa yang dirasakan perempuan saat ini. Namun, penggunaan 'kita' dalam buku ini yang merujuk pada golongan perempuan membuat buku ini semakin eksklusif rasa-rasanya. Selain itu, dialog-dialog intelektual yang saya harapkan menjadi inti sari buku ini menjadi tertutupi oleh keluh kesah dari pengalaman hidup tadi. Sehingga porsinya agak berat sebelah.

Overall, betul, buku ini cukup 'galak' seperti kata beberapa review yang telah disampaikan sebelumnya. Dan jatuhnya menjadi terlalu eksklusif pada golongan perempuan saja, dan akan kurang relate bagi golongan laki-laki. Tapi sesungguhnya pemikiran dalam buku ini menarik bila ditempatkan pada porsi yang pas.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Intan.
3 reviews
December 29, 2019
Baca buku ini sambil angguk-angguk, berkata dalam hati "iya, benar sekali, yes, betul" seolah apa yang saya alami dan yang apa saya pikirkan tertuang semua dalam buku ini
Displaying 1 - 21 of 21 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.