Jump to ratings and reviews
Rate this book

Pangeran dari Timur

Rate this book
Raden Saleh masih terlalu muda ketika dipisahkan dari keluarganya di Terbaya, Semarang, menjelang berakhirnya Perang Jawa. Kegeniusan dan tangan dinginnya dalam mengayunkan kuas tercium oleh para pejabat kolonial sehingga dia dikirim ribuan mil jauhnya menuju Belanda, sebuah negeri yang selama ini hanya didengarnya lewat cerita para kaum terpelajar Jawa. Terbukti dia mampu melukis bukan hanya sejarah dirinya yang gemerlap, melainkan juga wajah dan peristiwa zaman Romantis di Eropa. Bertahun hidup di tanah seberang, sang Pangeran justru merasa asing di tanah kelahirannya. Namun, tetap saja panggilan darah sebagai bangsa Jawa tidak dapat disembunyikannya di atas kanvas. Ditambah kegetiran yang menghiasi masa tua, karya dan hidup Raden Saleh berhasil menciptakan perdebatan sengit di kalangan kaum pemaham seni di masa pergerakan menuju kemerdekaan Indonesia, satu abad berikutnya.

Syamsudin, seorang arsitek awal abad ke-20, menguasai pengetahuan seni yang berkembang pada masanya. Dia berhasil menularkan minatnya terhadap lukisan Raden Saleh kepada Ratna Juwita, gadis pujaannya. Di sisi yang berbeda, Syafei, dengan gairah pemberontaknya, menempuh jalan keras menuju cita-cita sebagai bangsa merdeka. Mereka melengkapi sejarah berdirinya sebuah negeri, dengan hasrat, ambisi, dan gelora masing-masing. Dan, di tengah kekalutan panjang sosial politik sebuah bangsa yang sedang memperjuangkan nasibnya, kisah cinta selalu memberikan nyala api: hangat dan berbahaya.

593 pages, Paperback

First published February 1, 2020

30 people are currently reading
325 people want to read

About the author

Iksaka Banu

9 books84 followers
Iksaka Banu lahir di Yogyakarta, 7 Oktober 1964. Menamatkan kuliah di Jurusan Desain Grafis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Bekerja di bidang periklanan di Jakarta hingga tahun 2006, kemudian memutuskan menjadi praktisi iklan yang bekerja lepas.

Semasa kanak-kanak (1974–1976), ia beberapa kali mengirim tulisan ke rubrik Anak Harian Angkatan Bersenjata. Karyanya pernah pula dimuat di rubrik Anak Kompas dan majalah Kawanku. Namun, kegiatan menulis terhenti karena tertarik untuk mencoba melukis komik. Lewat kegiatan melukis komik ini, ketika duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia memperoleh kesempatan membuat cerita bergambar berjudul “Samba si Kelinci Perkasa” di majalah Ananda selama 1978.

Setelah dewasa, kesibukan sebagai seorang pengarah seni di beberapa biro iklan benar-benar membuatnya seolah lupa dunia tulis-menulis. Pada tahun 2000, dalam jeda cuti panjang, ia mencoba menulis cerita pendek dan ternyata dimuat di majalah Matra. Sejak itu ia kembali giat menulis. Sejumlah karyanya dimuat di majalah Femina, Horison, dan Koran Tempo. Dua buah cerpennya, “Mawar di Kanal Macan” dan “Semua untuk Hindia” berturut-turut terpilih menjadi salah satu dari 20 cerpen terbaik Indonesia versi Pena Kencana tahun 2008 dan 2009.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
52 (49%)
4 stars
38 (36%)
3 stars
12 (11%)
2 stars
3 (2%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 28 of 28 reviews
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
242 reviews36 followers
April 4, 2020
Kalau saja berhala itu mubah, patutlah buku ini disembah. :)

Pangeran dari Timur adalah karya bersama Iksaka Banu dan Kurnia Effendi yang ditulis selama 20 tahun. Novel biografi Raden saleh, sang maestro lukis dari Hindia Belanda ini ditulis dalam dua plot dengan beda waktu seabad. Plot pertama adalah kisah hidup Raden saleh itu sendiri, dan plot kedua adalah kisah cinta segi tiga (atau empat) anak-anak muda Hindia Belanda di awal zaman pergerakan. Tokoh di plot kedua adalah Ratna Juwita, Syamsudin, Syafei, dan Pit Liong yang tinggal di Bandung. Dengan zaman yang lebih modern, mereka dengan leluasa berdebat dan memaknai lukisan dan hidup Raden Saleh. Konon, plot pertama ditulis oleh Iksaka Banu dan plot kedua ditulis oleh Kurnia Effendi.

Kalaulah tidak tahu fakta penulisan di atas, pembaca tidak akan menyadari bahwa ada pembagian jatah menulis dalam satu novel. Nada kedua tulisan seirama. Benar-benar tidak ada perbedaan yang signifikan. Setiap nama, peristiwa, dan tahun bukanlah penulisan sambil lalu. Ia merupakan buah riset yang matang. Jadi, sangat sayang bagi saya kalau membacanya tanpa menelusuri lebih lanjut nama dan peristiwa yang disebutkan di tiap halamannya. Iksaka Banu sendiri pernah menulis novel biografi seorang pengusaha pribumi, Nitisemito, dengan judul Sang Raja. Tapi, percayalah novel ini jauh lebih baik dari Sang Raja.

Beberapa bab saya sayangkan karena bertempo terlalu cepat atau terlalu lambat. Penyebabnya adalah cerita dalam bab tersebut merangkum berbagai peristiwa dalam beberapa tahun. Ini saya rasakan ketika membaca bab “Orang-orang dari Negeri Matahari Terbit” dan “Pulang”. Sedangkan, bab yang saya rasa terlalu bertele-tele adalah “Sepasang Cawan Anggur”. Namun, kedua hal tersebut tidaklah mengurangi kenikmatan membaca hingga tuntas.

Sebuah novel pastilah direspon berbeda-beda oleh pembacanya. Bagi saya, novel ini menunjukkan sikap patriotisme anak bangsa yang beragam. Raden Saleh dengan lukisannya berjuang melawan penindasan Belanda, meskipun dia menjadi besar dibawah asuhan musuh negeri ini. Syafei, seorang pejuang kemerdekaan yang tak sabar menunggu lahirnya republik baru. Syamsudin, seorang arsitek terpelajar yang berpendapat bahwa kemerdekaan tidaklah harus diraih melalui perang. Diplomasi adalah jalan tengah untuk menghindari jatuhnya korban. Pit Liong, seorang keturunan tionghoa yang meskipun tidak berada di lini depan perjuangan bangsa, tetapi dia turut serta membantu organisasi pergerakan dengan berbagai fasilitas yang dia punya. Terakhir, Ratna Juwita, keturunan Jawa yang diasuh oleh Belanda. Karena dididik oleh lingkungan keluarga Jawa-belanda, ia memiliki pandangan tentang kemerdekaan yang lebih luas dari kedua sisi.

Fakta yang menarik, ada suatu adegan Raden Saleh diundang direktur utama museum di 's Gravenhage untuk melihat keris Pangeran Diponegoro yang disita Belanda. Raden Saleh meminta agar keris tersebut dikembalikan ke pemiliknya. Saat itu adalah tahun 1831. Bersamaan dengan peluncuran novel ini di bulan Maret tahun 2020, raja dan ratu Belanda berkunjung ke Indonesia dan mengembalikan keris Pangeran Diponegoro tersebut. Sungguh suatu kebetulan yang indah, meskipun ada kontroversi pendapat bahwa dhapur keris yang dibawa raja bukanlah dhapur keris Kiai Naga Siluman yang melegenda.

Tuan Syamsudin, aku sedang bicara tentang sebuah masa depan. Negara yang lepas seratus persen dari penjajahan. Negara mandiri yang dikelola kaum bumiputra dan diperoleh bukan dari belas kasihan. Yakinlah, kemerdekaan hasil pemberian tentunya akan penuh dengan syarat yang menguntungkan para kolonialis. Beda dengan kemerdekaan yang diupayakan sendiri. Direbut, kalau perlu. Hal. 302
Profile Image for Ivan Lanin.
Author 3 books143 followers
February 22, 2024
Akhirnya, novel ini tuntas dibaca dalam waktu sebulan dengan menyelip-nyelipkan waktu antara pekerjaan. Ada dua cerita terpisah dalam novel ini: perjalanan hidup Raden Saleh (1820–1878) dan cinta segitiga Ratna Juwita, Syafei, dan Syamsudin (1924–1953). Penyatu kedua cerita itu adalah kesukaan Syamsudin kepada Raden Saleh.

Awalnya, saya membaca dengan tertib tiap bab sesuai dengan urutan. Akibatnya, saya pusing membaca dua alur cerita yang berseling-seling. Kemajuan membaca pun lambat. Pada pertengahan novel, saya memutuskan untuk membaca semua bab tentang Ratna Juwita c.s. Cara ini ampuh. Kecepatan membaca saya meningkat pesat.

Ulasan lebih lengkap dapat dibaca di sini: https://ivanlanin.medium.com/pangeran...
Profile Image for Rei.
366 reviews40 followers
June 16, 2020
"Begitulah seharusnya sikap seseorang yang dipilih oleh nasib memperoleh tampat dan pendidikan tinggi. Dia harus menjadi berkah bagi rakyat kecil di lingkungannya, bukan untuk dirinya sendiri." -hal. 213⁣⁣
⁣⁣
"Bandung tercinta, tanah kelahiran mereka, tempat semua hal indah tercipta, pagi hari itu benar-benar telah luluh lantak bersama para syuhada yang ikhlas kehilangan nyawa untuk memastikan setiap batang dinamit tidak gagal meledak. Mereka menjadi tumbal revolusi fisik yang semakin bergolak di seluruh wilayah Indonesia." -hal 552.⁣⁣

⁣⁣⁣
Setelah membaca tiga buku Iksaka Banu sebelumnya, terus terang aku agak kecewa dengan buku ini. Tak bisa dimungkiri, aspek sejarah dan pengetahuan seni terutama seni lukis dalam buku ini menunjukkan pengetahuan mendalam dan riset yang tak main-main. Walau demikian, gaya berceritanya terasa agak lain; monoton, sangat lambat, dan lebih terasa sebagai buku pelajaran sejarah dibanding novel fiksi. ⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Jadi, pada masa kolonial dahulu, tidak semua rakyat Hindia menderita. Di antaranya ada kaum bangsawan kaya raya yang menjadi kesayangan Belanda. Raden Saleh, keponakan seorang bupati, mengecap kehidupan yang sangat nyaman dan bergelimang kemewahan di Eropa dengan dibiayai oleh Negeri Belanda. Selang satu abad, kalangan ningrat yang diistimewakan terutama dari kalangan intelektual; wartawan, arsitek, kurator, dan profesi sejenis yang kiprahnya bisa dimanfaatkan oleh bangsa Belanda. ⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Sebagai seorang anggota PKI, Syafei tentunya sangat membenci kalangan tersebut, dengan alasan yang bagus. Demi kenyamanan hidup, mereka menjadi anjing piaraan Belanda dan tidak memiliki loyalitas pada rakyat yang hidupnya menderita. Walau digambarkan bahwa nurani mereka memberontak, namun hal itu tenggelam oleh keinginan hidup nyaman. Sayangnya, di beberapa wilayah, pemberontakan terjadi tanpa perencanaan yang matang. Syafei pun diciduk dan menjadi bagian dari kelompok pertama tahanan politik yang dibuang ke Boven Digul.⁣⁣⁣
⁣⁣⁣
Seandainya buku ini bukan menonjolkan riwayat hidup Raden Saleh, seorang Jawa yang diangkat menjadi Pelukis Raja dengan berbagai kehormatan berkat kepiawaiannya dalam melukis aliran Romantik, aku ingin sekali membaca lebih lanjut tentang Boven Digul atau Ho Pit Liong, seorang Tionghoa miskin yang kisah hidupnya terlalu singkat diceritakan. Atau tentang Keris Naga Siluman. Atau tentang Ki Basah Kolot dan kenapa ia begitu mirip dengan Raden Saleh. Bagiku Raden Saleh memang pantas mendapat julukan si pesolek manja. Walau di awal ketidaksukaannya pada Belanda karena ia mendendam demi paman dan kakak-kakaknya, dan Pangeran Dipanegara, belakangan ia menjadi antipati pada bangsa Belanda di Hindia karena dianggap merendahkannya dan menyetarakannya dengan pribumi jelata. Memang ia membuat lukisan-lukisan yang menyindir pemerintah Belanda, namun selebihnya ia sibuk dengan pesta-pesta dan pameran untuk kalangan bangsawan dan berpesiar ke Eropa (diongkosi Kerajaan Belanda, mind you). Kekhawatiran Belanda bahwa ia akan menjadi pribumi yang berbahaya karena terlalu pandai sama sekali tidak beralasan.

Sementara Syamsudin dan Ratna, di masa pendudukan Jepang dan Agresi Militer Belanda, tampaknya tak sedikit pun memikirkan rakyat jelata di sekitar mereka, yang penting mereka masih bisa hidup nyaman.

Semua ini agaknya membuktikan bahwa kehidupan seseorang yang sulit dan tragis lebih menarik minatku dibanding hidup nyaman seorang bangsawan, kendati berlatar masa kolonial.⁣⁣⁣

Beberapa kalimat juga terasa janggal bagiku, seperti 'menarik kedua bahunya ke atas', 'mengangkat kedua alis matanya', 'mengembuskan napas lewat bibir'. Begitu pula dengan inkonsistensi catatan kaki, ada istilah bahasa asing yang diterjemahkan ada juga yang tidak.
⁣⁣⁣
Profile Image for Sri.
897 reviews38 followers
April 23, 2020
Buku ini disusun mulai tahun 1999!

Dua puluh tahun yang tidak sia-sia. Buku ini sungguh matang, rapi (hanya nemu 1 saltik), dan menentramkan. Membaca buku ini seperti halnya mengamati kehidupan. Ada keberuntungan ada kesialan. Ada suka ada duka ada cinta. Ada gairah ada berserah. Bahkan tokoh kita yang paling urakan dan pembangkang akhirnya harus berserah juga pada nasibnya.

Kisah Raden Saleh dijalin dengan kisah cinta Ratna Juwita. Andai masing-masing cerita berdiri sendiri, kubayangkan masing-masing akan jadi cerita yang cukup menjemukan. Tapi ketika keduanya disatukan, hati ingin terus membaca dan membaca.

Boleh aku katakan aku ada di team Ratna Juwita :D. Kagum amat sampai mbahas terus-menerus tentang Raden Saleh ya enggak juga. Mencaci pun tidak. Raden Saleh manusia. Memiliki keinginan pribadi. Apakah kebaikan seseorang hanya dinilai dari satu sisi saja, misalnya pernah minum wine?

Wkwkwk jadi ikutan mbahas Diponegoro kan. Tapi memang di buku ini pun tak lepas dibicarakan juga mengenai Diponegoro dan keris Naga Silumannya. Soal Naga Siluman aku manut sama pak Peter Carey, bahwa keris itu bukan keris utama Diponegoro. Maka aku ga terlalu baper sama pembahasan pemisahan keris ini dari empunya, beribu kilometer jauhnya. Toh keris itu sudah dikasihin ke Cleerens oleh Diponegoro. Jadi ya sudahlah.
Profile Image for Dessy Farhany.
137 reviews2 followers
June 29, 2022
Pengar bahagia. one of the easiest 5 stars.
Baca aja lah pokoknya bagus banget banget.
Profile Image for Fikriah Azhari.
349 reviews137 followers
August 26, 2025
❝Bayangkan, sudah berapa lama Pemerintah Belanda tinggal di Hindia? Dan masih saja tak ada letupan yang sanggup meruntuhkan mereka.❞

actual rating : 4.5/5

Tidak diragukan lagi, Raden Saleh memang maestro seni lukis Indonesia dengan karya mendunia. Namun di samping itu, identitas apakah yang melekat dalam dirinya? Seorang nasionalis? Atau sekadar oportunis?

Buku ini terdiri dari dua plot dengan jarak seratus tahun yang memisahkan. Plot pertama berlangsung di tahun 1800-an, mengajak kita menyusuri perjalanan hidup Raden Saleh sejak bakatnya menarik perhatian pemerintah kolonial Belanda dan dikirim ke Eropa untuk belajar, tumbuh di tengah budaya Barat, kembali ke Indonesia, hingga ajal menjemputnya.

Satu abad setelah kematiannya, berlatar 1900-an, kita diajak menyaksikan kisah cinta segitiga Ratna, Syamsudin, Syafei di tengah aksi pergerakan. Mereka memperbincangkan dan mengadili Raden Saleh; Syamsudin mengaguminya, sedangkan Syafei justru menghakiminya. Perbedaan kontras ini mewakili pandangan yang terbelah terhadap sosok maestro ini sebab bangsanya tidak sepenuhnya dapat menerima kedekatannya dengan orang Eropa—aku rasa Ratna dan Syamsudin juga menjadi cerminan sebagai kelompok yang dapat hidup berdampingan dengan Belanda karena merupakan kelas atas yang hidup penuh kemewahan. Berbeda dengan Syafei yang merasa hidup terbelenggu.

Bahkan hingga akhir, menurutku potret Raden Saleh sebenarnya sepenuhnya diserahkan kembali untuk dinilai masing-masing pembaca. Nasionalis, kah? Atau memang oportunis?

Raden Saleh MEMANG kerap menyuarakan perlawanan dalam lukisannya. Sebut saja Penangkapan Pangeran Diponegoro, dirinya menggambar Pangeran Diponegoro dengan ekspresi tegas penuh amarah, sebagai balasan dari lukisan Nicolaas Pieneman yang menampilkan wajah pasrah Sang Pangeran. Atau lewat lukisan Antara Hidup dan Mati, Raden Saleh melukis Banteng melawan dua ekor singa. Banteng sebagai wujud bumiputera yang memberontak terhadap singa sebagai simbol Negeri Belanda. Namun, semua itu tidak menutupi kedekatan Raden Saleh dengan orang-orang Eropa khususnya pemerintah Belanda. Belum lagi dengan berbagai beasiswa dan tunjangan yang didapatkannya dari pihak yang menjajah bangsanya sendiri.

Riset Iksaka Banu dan Kurnia Effendi selama 20 tahun benar-benar direkam dalam karya setebal 780 halaman ini. Aku yang sebelumnya hanya mengenal Raden Saleh lewat lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro akhirnya mulai mempertanyakan sosoknya dari sudut pandang yang lebih luas.

Sepanjang baca buku ini berasa seperti menggali kembali memoriku terhadap sejarah yang pernah diajarkan semasa sekolah. Namun tentunya lebih banyak lagi aku mendapatkan pengetahuan baru. Jujur ini pertama kalinya aku tahu wilayah bernama Boven Digoel sebagai tempat pengasingan, pertama kali membayangkan guncangan yang dirasakan bangsa saat peristiwa Bandung Lautan Api, pertama kali pula mendengar Pameran Kolonial yang diadakan di Bois de Vincennes, Paris, 1930-an.

Pangeran dari Timur bukan hanya memikat dalam perjalanan hidup Raden Saleh yang diriset selama 20 tahun lamanya lalu mendorong pembaca ikut mengadilinya, tetapi juga terutama karena berhasil menularkan kegetiran bumiputera terhadap kedudukan Belanda sebelum kemerdekaan. Membuat yang membacanya seolah-olah menempatkan diri dalam kemelut kekangan masa tersebut dan ikut mempertanyakan, apakah kemerdekaan yang selama ini didambakan benar-benar ada di depan mata?
Profile Image for Muhammad Ihsan Tahir.
1 review
May 22, 2020
Salah satu buku terbaik, kawan yang pas untuk menemani masa "isolasi" diri di masa pandemi.

Novel yang tebalnya 594 hlm ini menyuguhkan kisah hidup Raden Saleh di Eropa serta perjalanan studi lukisnya hingga kembali ke tanah Jawa, Banu-Effendi benar-benar piawai "menghidupkan" kembali Sang Pangeran dari tidurnya yg berabad silam.

Novel anyar dan panjang ini mengambil dua latar zaman, masa 1820an dan 1920an dengan dua kisah yang mengagumkan, Raden Saleh di masa bergulirnya Perang Jawa Diponegoro dan Kisah para pejuang pergerakan di masa polemik pemberontakan PKI dan Sarekat Islam di Jawa, Banten pada 1920an terhadap Kolonial Belanda.

Dua kisah mengagumkan disuguhkan dalam satu novel sejarah "Pangeran Dari Timur". (karya Iksaka Banu-Kurnia Effendi yang diterbitkan Bentang, 2020).
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Nike Andaru.
1,616 reviews111 followers
August 10, 2024
69 - 2024

Setelah teronggok hampir 3 tahun di rak buku, akhirnya dibaca dan kelar juga.

Dari buku-bukunya Iksaka Banu yg lain, kurasa ini yang lama banget kuselesaikan. Mungkin karena ini ada 2 penulis yang digabungkan ceritanya. Aku sendiri lebih menyukai cerita Syafei-Syamsudin-Ratna daripada Raden Salehnya sendiri, walopun cerita keduanya menarik.
Profile Image for Kepo Buku.
60 reviews45 followers
December 28, 2020
Roman epik yang menghanyutkan.

Direkomendasikan teruntuk penggemar fiksi sejarah, roman sejarah, dan penikmat karya Raden Saleh.
Profile Image for Sandy.
308 reviews12 followers
September 7, 2020
Berangkat dari rasa penasaran, karena proses penggarapan buku ini menghabiskan waktu dua dekade, akhirnya saya memutuskan untuk membeli buku ini. Padahal, belum pernah sebelumnya membaca karya Iksaka Banu maupun Kurnia Effendi.

Novel ini dipecah menjadi dua plot cerita yang disusun secara bergantian, yaitu plot dengan latar belakang waktu dimulai dari tahun 1820 ditulis oleh Iksaka Banu, dan plot kedua dimulai dari tahun 1925 ditulis oleh Kurnia Effendi.

18xx
Menceritakan sepak terjang seorang Raden Saleh, dari perjalanan ilmu dan karyanya di beberapa negara di Eropa sampai kembali pulang ke Hindia, juga mengupas kehidupan pribadi sang ‘Pangeran dari Timur’.

19xx
Persoalan tentang eksistensi Raden Saleh menjadi perdebatan pada satu abad berikutnya, di masa pergerakan, yang mempertemukan dan menjadi asal mula kisah asmara dan polemik antara Syamsudin, Ratna dan Syafei. Di masa ini, terdapat gambaran bagimana setiap karakter dari berbagai kasta sosial ikut andil dalam proses menuju kemerdekaan.

Buku fiksi sejarah ini mengajak kita untuk melihat sosok Raden Saleh dan pergerakan nasional dari dua sudut pandang yang berbeda, yaitu pro dan kontra terhadap keterlibatan dan ‘keakraban’ Raden Saleh dengan kolonial, yang kemudian berkaitan dengan patriotisme dan nasionalisme.

Yang menyenangkan dari novel ini adalah saya jadi tahu bagaimana perjalanan aliran-aliran seni lukis berkembang, khususnya aliran romantik yang dikuasai oleh Raden Saleh. Selain itu, buku ini dilengkapi dengan beberapa ilustrasi lukisan Raden Saleh yang sangat membantu, karena banyak sekali penjelasan bagaimana setiap karakter memaknai lukisan-lukisan tersebut. Memang, adaptasi saya terjadap gaya penulisan dalam buku ini cukup lamban, karena setiap deskripsinya sangat merinci, tapi itu tidak mengurangi rasa ketertarikan.

Dua abad dengan hasil yang sangat apik. Salut!
Setelah selesai membaca buku ini, saya jadi merasa benar-benar buta sejarah. 😄🙈
Profile Image for tia.
239 reviews7 followers
January 11, 2021
Pangeran Dari Timur—kalau pertama melihat judul dan sampul, saya kira, saya tidak akan menikmati buku dari Kurnia Effendi dan Iksaka Banu ini.

Terima kasih kepada Kurnia Effendi, saya mengira bagian romansa yang dibawakan (saya kira) akan menye-menye tapi ternyata tidak. Saya puas, dan saya merasa dinamika antara tiga muda-mudi yang akhirnya salah satunya justru 'terpaksa' harus mengalah, memberikan kesan mendalam bagi saya—lebih tepatnya, nyesek, ehe.

Cerita utama masih terkait dengan kehidupan Raden Saleh yang dibawakan begitu apik oleh Iksaka Banu (sesuai perkiraan saya) meskipun di beberapa bagian begitu datar dan membosankan, pesan dan isi sejarah yang disajikan begitu padat. Bagaimana pembahasan mengenai 'apa itu aliran Romantik?' bagaimana keadaan Eropa pada masa tersebut, sungguh-sungguh dibawakan dengan baik.

Akhir kata, saya sangat menyukai buku ini meski sempat tertatih-tatih, saya puas.
Profile Image for Maya Murti.
205 reviews7 followers
May 26, 2021
Aaaah! Bagus banget!

Ini bukan novel yang bercerita tentang tokoh utama menjadi pahlawan. Tentu ada gagasan tentang ketidakadilan dan nasionalisme. Namun porsi utamanya adalah bagaimana tokoh-tokoh ini, betapa istimewanya ia, hanyalah noktah-noktah dalam kecamuk peristiwa yang lebih besar daripada diri mereka sendiri.

Buku ini menceritakan 2 masa secara paralel, yaitu masa Raden Saleh di abad ke-19 (ditulis oleh Iksaka Banu) dan Hindia Timur di paruh pertama abad ke-20 (digarap oleh Kurnia Effendi). Disajikan dengan cara demikian agar sosok Raden Saleh bisa ditempatkan dalam dua perspektif yang berseberangan: apakah ia seorang bumiputera yang patut dibanggakan oleh sesamanya, ataukah ia hanyalah loyalis Belanda yang mengutamakan impian dan keselamatannya sendiri.

Gaya bahasanya agak puitis, dengan menghindari kosakata ilmiah ataupun kekinian untuk mempertahankan suasana jadul. Mulanya saya merasa penuturan Effendi terkesan lebih pretensius dibandingkan dengan penuturan Banu. Tapi lama-kelamaan saya terima saja sambil membayangkan sedang nonton film Indonesia lawas yang gaya bahasanya khas itu. Saya juga jadi mempelajarai beberapa kosakata baru seperti bromfiets yang berarti sepeda motor (brongfit kalau dalam istilah Suroboyoan).

Karakterisasi Raden Saleh dibentuk dengan cukup bagus di sini. Ia seorang bumiputera yang berbakat dan berdedikasi pada seni lukis, juga eksentrik dan pandai bergaul dengan kalangan atas Eropa. Kombinasi itu menempatkannya sebagai seorang Asia yang dihormati dan diperkenankan dalam naungan beberapa tokoh kerajaan di sana. Namun ketika ia kembali ke Hindia, penghormatan itu tidak lagi ia peroleh. Kecewa dengan hal itu, ia kembali melawat ke Eropa. Sayangnya, Eropa telah berubah seiring perputaran peristiwa dan usia yang bertambah tua. Tidak ada lagi tempat bagi gaya lukisannya yang sudah ketinggalan zaman. Sahabat-sahabat Eropanya pun banyak yang telah berpulang.

Sedangkan kisah lain yang diceritakan secara paralel adalah tentang bibit-bibit gagasan kemerdekaan dalam Hindia Timur. Ada Syafe'i yang anggota PKI dan memegang teguh cita-cita merdeka. Ada Syamsudin, seorang priyayi yang memilih bermain aman dengan bekerja sama pada Belanda. Lalu ada Ratna Juwita, seorang gadis bumiputera dengan privilese Eropa yang berada di antara kedua pemuda itu. Cerita tentang ketiganya bergulir dari tahun 1926 hingga 1953, melibatkan Boven Digul dan peristiwa Bandung lautan api dengan beberapa kali menyinggung soal lukisan Raden Saleh.

Sedikit komplain dari saya adalah ukuran hurufnya yang kecil dengan spasi antar paragraf yang cukup lebar. Kesannya kurang efektif karena buku tidak bisa dibaca dalam jarak agak jauh dari mata dan boros ruang kosong. Tokoh perempuan bumiputera yang tampil berani di buku ini juga bisa dibilang tidak ada. Entah karena perempuan pada zaman itu cukup patuh dalam peran gendernya atau memang tidak ada tokoh perempuan proaktif dalam setting itu.
Profile Image for N.  Jay.
237 reviews8 followers
November 3, 2025
Sebagai sebuah karya dari proyek kolaborasi yang ambisius selama sepuluh tahun dan sempat mati suri, saya apresiasi untuk niat baik dua penulis ini dalam keinginan mengenalkan Raden Saleh dan sekaligus menampilkan benturan debat pendapat mengenai di mana nasionalisme beliau.

Saya cukup terkesan bagaimana dua penulis ini berbagi peran dalam menuliskan rentang waktu yang sangat panjang dari waktu sang pelukis hidup hingga pasca beliau wafat dan masuk ke era pergerakan yang kebetulan tokohnya penggemar karya beliau.

Hanya saja, memang agak sulit mengenali bagian mana yang fakta dan mana yang bukan pada bab-bab yang membahas Raden Saleh (meski saya maklumi juga bahwa memang dalam penulisannya ada pengembangan secara dramatis, layaknya sebuah film biopik maupun yang mengangkat suatu kejadian nyata).

Terutama pada bagian narasi cerita yang terlampau panjang berlarut-larut dan mempengaruhi proses membaca sehingga saya bahkan perlu jeda sejenak lumayan lama sembari mengumpulkan niat menuntaskan bacanya karena sudah melewati setengah bagian buku.

Meski ini dibuat dengan penelitian juga, tampaknya, bagian kehidupan muda sang pelukisnya serasa sebuah cuplikan, terutama bagaimana beliau bisa mengenal beberapa tokoh seniman terkemuka maupun penulis di masanya selepas dari Belanda. (memang apa boleh buat, karena rekam jejaknya mungkin hanya terlihat singkat dari laporan maupun surat menyurat kepada pemberi dana melancongnya).
Profile Image for Alfin Rizal.
Author 10 books50 followers
March 4, 2023
Novel dengan plot dua abad dan ditulis dalam rentang dua dekade oleh dua penulis ahli. Satunya seniman dan ahli sejarah, satunya lagi sastrawan dan ahli bertutur.

Karena ditulis oleh dua orang, format cerita dalam buku ini pun punya dua plot dan sudut pandang: tahun 1820-an dan 1920-an. Uniknya, kedua era itu ditulis jalin-kelindan dengan bahasa dan irama yang sama.

Pada titimangsa 1820-an, yang konon ditulis Iksaka Banu, mengisahkan perjalanan hidup Raden Saleh, fakta-fakta kekaryaan, dedikasi jiwanya, juga keilmuannya di beberapa negara di Eropa hingga pulang ke Hindia. Pada bagian ini, perkembangan seni rupa di Indonesia bisa dilacak.

Pada titimangsa 1920-an, yang ditulis Kurnia Effendi, lebih fokus sebagai penyegaran sejarah dengan membincangkan eksistensi Raden Saleh lewat tokoh bernama Syamsudin, Ratna dan Syafei. Ada kisah cinta juga di antara mereka. Pada bagian ini, perjuangan menuju kemerdekaan tergambar dengan terang dan apik.

Setelah selesai baca semua bab, lanjutkan baca "Setelah Pena Diletakkan" dan kita harus berterimakasih untuk dedikasi Iksaka Banu-Kurnia Effendi dalam menghadirkan bacaan bergizi seperti "Pangeran dari Timur" ini.
Profile Image for Anton.
157 reviews8 followers
October 8, 2022
Sebenarnya selesai baca buku ini sudah sekitar 2-3 tahun lalu, tetapi baru sempat memberikan ulasan hari ini. Terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebab, novel ini salah satu karya sastra modern Indonesia terbaik yang pernah saya baca.

Pangeran dari Timur menceritakan tentang Raden Saleh, pelukis ternama Indonesia yang sosoknya penuh kontroversi. Di satu sisi dia dianggap sebagai pelukis priyayi dan prokolonialisme, tetapi di sisi lain dia juga turut membangun sejarah seni rupa di Indonesia.

Novel ini menggabungkan fakta-fakta sejarah melalui riset kuat di Belanda dan fiksi melalui tokoh-tokoh lebih muda yang melawan kolonialisme dengan setting tempat di Bandung. Dua zaman dan dua latar berbeda, tetapi mengalir dalam satu jalinan cerita yang saling melengkapi.

Selain gaya bercerita yang menghanyutkan, novel ini menghadirkan diksi-diksi baru. Ini yang paling saya suka. Banyak kata dan diksi baru yang saya temukan pertama kali, meskipun kemudian saya sudah lupa apa saja itu. Hehehe..

Untuk penikmat novel sejarah, novel ini wajib dibaca. Kerennya pake banget.
Profile Image for Andris Sambung.
39 reviews3 followers
July 7, 2020
Awal semula nama Raden Saleh begitu asing dan tidak banyak yang saya ketahui tentangnya selain nama jalan di daerah Cikini. Buku ini begitu lengkap menceritakan perjalan hidup Raden Saleh, seorang tokoh penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Meresapi dan membaca buku ini saya terasa berada di jaman abad 18, jaman di mana kolonialisme masih begitu kuat dan sedang puncaknya. Raden saleh sebagai seorang maestro patut kita ketahui bagaimana dia hidup serta menghasilkan karya-karya yang monumental pada jamannya. Raden Saleh babat alas untuk belajar dan menjadikannya layak untuk disebut maestro. Gambaran perlakuan penjajah kepada bangsa pra kemerdekaan juga sangat visual. Ada kepuasan sendiri membaca buku dengan narasi kuat dan penuh riset ini. Buku ini sangat layak untuk menambah khazanah pengetahuan dalam memahami keadaan masa-masa kolonial, sebagai bahan pelajaran jaman sekarang untuk melihat kebelakang agar tidak tersesat dimasa yang akan datang.
Profile Image for Ares Reva.
63 reviews2 followers
January 10, 2021
Buku kedua yang saya baca di tahun 2021. Dalam dua hari saya terbalur drama antara Syamsudin, Syafei, Ratna, Pit Liong, dan tentu Raden Saleh.
Saking bagusnya, saya nggak merasa novel sejarah ini membosankan walaupun saya tahu buku ini punya tebal lebih dari 500halaman. Dari lima tokoh utama itu saya diajak pergi ke sebelum Indonesia merdeka. Bertemu dengan tokoh-tokoh penting yang sering saya baca di buku sejarah.

Sumpaaahhh!!! Kalau bisa kasih rating 10/5 saya lakuin beneran untuk buku ini. Sempurna sekali buku ini mengawali tahun 2021 saya!!!
Author 2 books1 follower
August 24, 2020
Buku ini terdiri dari 2 cerita, kisah hidup Raden Saleh, dan kisah pergerakan kemerdekaan karangan dari author.

Saya sendiri suka buku ini secara keseluruhan. Tapi ketika bercerita tentang raden saleh, menurut saya over narasi deh. Seakan dipaksakan untuk dipanjang-panjangkan.

3 dari 5 bintang.
Profile Image for Farid.
9 reviews2 followers
January 4, 2022
Novel fiksi dua plot berlatar biografi Raden Saleh yang lengkap. Menariknya kedua plot yang berada di waktu yang berbeda punya daya tarik sendiri-sendiri. Buat kita orang Indonesia, menjadi lebih mengenal lebih dalam tentang seorang maestro lukis dunia, Raden Saleh.
Profile Image for Steven S.
692 reviews68 followers
September 12, 2020
Pangeran dari Timur mengesankan.

Direkomendasikan buat penggemar cerita roman dan sejarah.
Profile Image for Kimi.
400 reviews30 followers
January 7, 2024
Buku ini memiliki dua kisah. Pertama tentang Raden Saleh itu sendiri. Kedua tentang kisah cinta segitiga antara Syamsudin, Ratna Juwita, dan Syafei di awal abad ke-20. Ceritanya jadi terlalu lebar dan tidak fokus ke Raden Saleh. Jadinya, malah bertele-tele. Tapi, secara keseluruhan masih oke sih.
1 review
August 30, 2020
Pangeran dari Timur
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Ratna Ayu Budhiarti.
57 reviews3 followers
September 15, 2020
Buku tebal yang lama saya tamatkan baca. Terasa agak pelan dan membosankan awalnya karena ada istilah-istilah dalam seni rupa yang asing. Tapi kedua penulis ini pandai menjahit peristiwa antara dua kisah yang berbeda abad menjadi satu jalinan novel yang indah. Jika tak ada kisah tentang Ratna Juwita dan ketiga pria yang mencintainya sekaligus menceritakan perjuangan mereka di masa menjelang kemerdekaan Indonesia, rasanya novel tentang Raden Saleh ini tidak akan setebal itu. Tapi dua cerita tersebut bersinergi dengan adanya benang merah soal nasionalisme Raden Saleh yang dipertanyakan para pembaca (dan semua orang?)

Novel yang layak dibaca sebagai tambahan pengetahuan sejarah.
Profile Image for Dyana Fam.
44 reviews
May 13, 2023
Buku ini terbagi atas dua arus cerita, yaitu pada abad ke-19 yang mengikuti kisah Raden Saleh dan pada abad ke-20 yang berkisah tentang sekelompok muda mudi Indonesia. Bersama dengan Pangeran Saleh dan pemuda-pemudi Bandung tempo dulu, kita diajak berkenalan dengan tata krama feodal, hura-hura pemuda Eropa, perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan horor kecamuk perang pada abad ke-19 dan 20. Serius, sebagai pecinta antropologi garis keras, buku Pangeran dari Timur benar-benar bikin terpukau dan ter-segala macam perasaan menyenangkan di dunia. Dengan kata lain, buku ini sangat disarankan untuk kalian yang tertarik pada gambaran cermat kehidupan masyarakat pada zaman penjajahan Nusantara.

Dari segi penulisan, karya ini adalah prosa tinggi, derai untaian katanya indah dan mendayu, namun sama sekali tidak picisan. Banu dan Effendi memiliki bakat untuk memikat pembaca, hingga-hingga hampir 600 halaman pun selesai tanpa terasa. Akhir cerita novel ini juga memuaskan, terutama ketika penulis menghubungkan kedua lajur kisah lintas abad ke-19 dan 20 tersebut menjadi satu arus tematis. Belum lagi resolusi konflik di penghujung cerita, super mega pahit manis.

Satu lagi amanat cerita ini bagi saya pribadi adalah melalui penggambaran Raden Saleh sebagai tokoh dengan karakter moral abu-abu, kita disadarkan untuk menanggalkan ilusi bahwa pahlawan nasional dapat dikotakkan dalam dikotomi hitam dan putih, baik dan buruk, pahlawan dan musuh. Tanpa mengurangi rasa hormat atau mengecilkan pencapaian mereka, seringkali kisah tokoh pahlawan sudah dipoles sedemikian rupa untuk mendukung narasi patriotisme. Ambil contoh Raden Saleh yang pro-penjajahan dan flamboyan. Atau R.A Kartini yang menjadi kendaraan politik tokenisme pribumi kolonial. Atau Soekarno yang sukarela menjadi penyambung lidah penjajah dan turut memperbudak kaum proletariat Indonesia dalam Romusha.

Tokoh-tokoh ini memiliki kesamaan, yaitu sebagai kalangan berprivilase penikmat keuntungan melalui permufakatan dengan penjajah, bahkan turut andil dalam menjajah rakyat kecil. Demikian bukan hal baru, tengok saja sejarah keterlibatan kepala suku Afrika dalam perbudakan orang kulit hitam (walau tentu tokoh pahlawan kita lebih baik dibandingkan bajingan semacam ini). Dalam rangka mempertahankan kekuasaan, seringkali kaum elit pribumi rela menjadi perantara penjajahan atau bahkan masa bodo selama tidak mengusik mereka.

Kesadaran mengenai keabu-abuan penokohan sejarah ini penting agar kita tidak terlena narasi indoktrinasi nasionalis, yang seringkali menjadi lereng licin pada pemujaan buta, chauvinisme, dan ketidakberpikiran. Sikap ini terutama berbahaya dengan menjadikan kita mudah disetir demagog-demagog berlidah licin yang sebenar-benarnya hanya melayani kepentingan mereka pribadi.

Semoga terpantik.
Profile Image for Juinita Senduk.
118 reviews3 followers
September 7, 2023
Novel sejarah Pangeran dari Timur, ditulis oleh Iksaka Banu dan Kurnia Effendi setelah melalui riset yang mendalam tentang Raden Saleh.

Penulisan yang memakan waktu lebih dari 3 tahun, melahirkan novel setebal 585 hal, bercerita tentang Raden Saleh dan kisah cinta Ratna Juwita - Syafei dan Syamsudin di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kisah Ratna Juwita - Syafei dan Syamsudin berkelindan dengan Raden Saleh. Sebuah tafsir tentang Raden Saleh yang memancing perdebatan sengit di antara Syafei dan Syamsudin, 1 abad kemudian.

Sungguh, membaca novel ini memberikan pemahaman tentang siapa sosok sesungguhnya maestro pelukis Raden Saleh.

Seorang pelukis Indonesia, mendunia di masanya, berteman dengan para pujangga dan pelukis yang namanya tercatat dalam sejarah.

Melalui novel ini pula pemahaman saya bertambah tentang makna di balik lukisan Raden Saleh yang terkenal, Pertarungan Singa dan Kuda, serta peristiwa Penangkapan Pangeran Diponegoro.

Memperjuangkan kemerdekaan suatu bangsa bisa melalui berbagai cara, yang paling ekstrim tentu saja dengan merebutnya. Memperjuangkan keindahan dan kemegahan bangsa lewat kepiawaian sapuan kuas pun tetap berharga.

Membaca novel ini tidak semudah membaca novel-novel Iksaka Banu yang lain. Diperlukan waktu dan daya tahan serta konsentrasi penuh untuk menghabiskannya.

#iksakabanu
#kurniaeffendi
#pangerandaritimur
#radensaleh #klubukuindonesia #bookstragram #booksbooksbooks #bookfortoday #bookrecommendations #bookstagramindonesiachallenge #bookreview
1 review
December 19, 2020
Bukan buku yang mudah dibaca untuk saya. Buktinya, saya butuh waktu cukup lama untuk membacanya. Itu hal pertama yang saya sampaikan jika ditanya tentang buku ini. Namun, buku ini menambahkan banyak hal dalam diri saya. Saya merasa 'kenyang' karena pengetahuan tetang seni, budaya, sejarah yang banyak di paparkan di buku ini. Meski tetap ada unsur cinta segitiga di plot Ratna Juwita (Plot Pergerakan), saya melihat bahwa Ratna Juwita-Syafei-Syamsuddin berhasil menyampaikan pandangannya tentang Raden Saleh. Sedangkan plot Raden Saleh sukses memberikan pengetahuan pada saya tentang sosok pelukis tersebut. Buku yang sangat bagus, hasil manis dari perjuangan menulis selama dua puluh tahun.
Displaying 1 - 28 of 28 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.