Jump to ratings and reviews
Rate this book

Anjing Gunung

Rate this book
Anjing Gunung adalah bentuk hubungan antara tangkapan visual dan teks. Hubungan ini membuatku merasa seakan-akan ada sesuatu yang muncul di tengah kesimpangsiuran; sebuah pemahaman bahwa puisi sesungguhnya merayakan apa-apa yang hadir dari segala ruang sekaligus menampakkan detail-detail lain. Detail-detail yang cenderung klise dan bukan perkara yang diperhitungkan. Tapi puisi memunculkannya sehingga kebermaknaannya memiliki peluang yang lebih luas.


Puisi bagiku adalah keberartian non praktis, seperti kerlip bintang atau warna ungu pada bunga putri malu.
(Irma Agryanti)

88 pages, Paperback

First published January 1, 2018

5 people are currently reading
53 people want to read

About the author

Irma Agryanti

7 books1 follower

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
13 (14%)
4 stars
26 (28%)
3 stars
45 (49%)
2 stars
7 (7%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 16 of 16 reviews
Profile Image for sekar banjaran aji.
165 reviews15 followers
January 2, 2022
Begini, aku bisa paham mengapa Irma menang Kusala Sastra sebab tulisannya memang bagus. Bahasanya sastra banget, dia wajar sering dimuat di kompas, tempo, dan surat kabar lain. Dia menggunakan bahasa Indonesia yg baku bahkan dengan simbolisme Jawa yg kokoh. Irma menyadarkan aku bahwa dunia sastra adiluhung itu begitu Jawa bahkan membuat dia menceritakan Mataram dengan anekdot Jawa demi dibaca penyair Indonesia. Konyol sekali, sejujurnya ini membuatku sebagai orang Jawa merasa seperti penjajah.

Berikutnya buku puisi ini bisa jadi sastra hijau juga. Bedanya dengan tulisan Nina Mingya Powels yg aku review kemarin, sastra hijau bisa jadi sangat dekat atau dalam konteks Irma sangat jauh sebab WHO LIVES IN FOREST AND READ KOMPAS POEMS? NO ONE, jadi kita berhak merasa tidak relate. Aku sepakat sama review sepupuku soal buku ini, ‘bagus sih, tapi nggak berkesan.’
Profile Image for Aya Canina.
Author 2 books44 followers
October 31, 2019
Bagus-tidak bagus dan suka-tidak suka tentulah dua konstruk berbeda. Saya rasa keduanya sah saja dimuat dalam sebuah ulasan, tapi saya tidak yakin dengan kualitas ulasan saya sendiri, apakah lebih menitikberatkan pada bagus-tidaknya atau satu yang lainnya.

Kumpulan puisi ini berkualitas, tentu saja. Ia pemenang sayembara Kusala Sastra Khatulistiwa 2019 dan karenanya tidak bisa dengan gamblang kita bilang tidak bagus. Ada enam puluh lebih puisi di dalamnya. Sebagian besar termasuk puisi singkat--tidak lebih dari satu halaman, beberapa, seperti "Tambak", "Kebun Kopi Tambora", dan "Hikayat Orang Gunung" menghabiskan dua-tiga halaman. Membaca puisi-puisi di dalamnya seperti sungai jernih yang mengalir; tidak ada sampah menyangkut. Kalaupun ada hambatan, paling hanya batu tempat gadis desa mencuci baju atau duduk saja merenung. Saya membayangkan Irma menulis puisi ini ketika sedang istirahat dalam suatu pendakian, penyelaman, penjajakan suatu wilayah. Ia meneguk air dan mengunyah cemilannya, lantas menulis

700 meter dari permukaan laut
aku sentuh
biji kopi yang dikeringkan
tumbuh, ke dalam dongeng
tanah arabika
menyimpan bau sejarah


(dalam puisi "Kebun Kopi Tambora")

Diajaknya kita membaui aroma semesta yang tanpa sekat, tanpa sudut, tanpa batas. Irma--kali ini saya mulai membayangkannya perempuan dengan anjing seperti pada sampul bukunya--membuat gema yang lapang pada tiap puisinya. Jelas ini semua perihal imaji visual. Tidak ada debar yang mencekam atau seruan yang tercekat ketika membaca puisi-puisi ini. Yang ada, kita betul-betul bertamasya dan menjadi penjelajah dari pantai hingga gunung, dari tempat gaduh hingga kuburan, dari sebuah pertunjukan hingga tempat penggilingan, dari kebun kopi hingga baristanya, dari penyeberangan hingga penyelaman.

Satu hal yang membuat saya banyak berhenti barangkali banyak temuan istilah/diksi baru (bagi saya). Ini menarik, sebab berarti dalam proses pengembaraan puisinya, Irma tidak hanya menggunakan unsur pengalaman, tapi juga pengetahuan.

Mari kita usaikan ulasan singkat ini dengan lima puisi favorit saya beserta bait/baris/kalimat favorit di dalamnya:

1. Planetarium (Hal. 43)
setelah bintang murung
setelah kesedihan tumpah
hanya ada lubang hitam
paling gelap, paling dalam

kau tak melihatku,
tapi aku melihatmu


2. Dari Atas Jembatan (Hal. 44)
tubuhku, tubuh kota tua. sementara kapal-kapal tak lagi sampai. pukul hampir dini, seorang tionghoa melepas ingatannya.

3. Sehabis Berenang (Hal. 51)
tak ada penghangat di depan tungku
melainkan harum sup
sukacita
yang dicelupkan ke dalamnya


4. Malam Penyelam (Hal. 53)
ia menyebrang
untuk sampai pada sunyi
dimana laut adalah gelisah
asin yang membulan


5. Hikayat Orang Gunung (Hal. 61)
barangkali di sori sumba
abdul gafur yang mengejar maut
menyulap nasib jadi takdir

hidup hanya menunggu ajal
juga kekalahan
Profile Image for audy ♡.
137 reviews
April 29, 2022
Tidak pernah bisa aku sukses membaca karya puisi. Kesekian kalinya kuberi kesempatan (diriku) untuk menikmati indah dan melankolinya sebuah puisi namun tak pernah bisa kuapresiasi. Sadar diri, Dy, baca saja yang setara dengan kemampuan, itu bukan masalah.
Profile Image for Ayu.
343 reviews22 followers
January 27, 2022
Puisi ini tentang perjalanan dan pengamatan penulis mengenai suatu tempat. Selain menangkap dan mendeskripsikan detail tempat dan suasana, kadang-kadang penulis juga menyisipkan sejarah, hikayat, dan dongeng mengenai tempat tersebut. Bahasanya sungguh puitis, tapi aku udah lupa cara memahami puisi jadi kata-katanya berlalu begitu saja
Profile Image for Ilham Rabbani.
20 reviews4 followers
January 10, 2022
Akhir tahun 2018, Basabasi menerbitkan buku puisi Irma berjudul Anjing Gunung (2018). Dalam pengantarnya, penyair kelahiran Mataram, 28 Agustus 1986 ini menjelaskan bahwa puisi-puisi yang ia tuliskan adalah hasil pemindahan tangkapan visualnya ke dalam imajinasi bahasa puisi, yang pada mulanya berangkat dari situasi keterpesonaan (hebat) terhadap hal-hal yang ia jumpai. Proses–dari menangkap momentum, sampai kemudian menuliskannya–yang dilalui Irma setidak-tidaknya menegaskan esensi puisi sebagai karya yang lahir dari dorongan jiwa, sebagai hasil pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya.
Tiap-tiap individu, tidak terkecuali seorang pengarang, pasti memiliki keterikatan sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi kelumrahan ketika mereka senantiasa merespons fenomena-fenomena yang terus bergerak di sekelilingnya. Dalam hal ini, menurut Maman S. Mahayana, peran sosial seorang pengarang akan terejawantah tatkala mereka membangun dan menciptakan sebuah dunia imajinatif: diwujudkan lewat kata-kata, lewat bahasa yang menjadi mediumnya. Irma, sebagai penyair yang menjalani kehidupan di Lombok, pun merespons berbagai hal yang terjadi di “Tanah Mirah” tersebut, sehingga pada beberapa puisi dalam buku Anjing Gunung kian kentara nuansa ke-Lombok-annya.
Irma membangun nuansa ke-Lombok-an itu dengan cara mengangkat cerita rakyat, mitologi, dan hal-hal lain yang memiliki pertalian dengan “semesta” suku Sasak, baik lewat penghadiran nama-nama tokoh, latar tempat, atau peristiwa semisal Anjani, Mandalika, Cilinaya, Jayengrana dan Sekardiu-nya, Cupak Gurantang, Ampenan, Mataram, Cakranegara, dan lain-lain. Apa yang telah dilakukan Irma tersebut, yakni merespons dan mengangkat khazanah kampung halaman ke dalam teks sastra, menurut Iman Budhi Santosa (telah) dipengaruhi oleh hal-hal yang melingkupi sang penyair: kepercayaan spiritual, alam dan lingkungan hidup, juga subsistem nilai-nilai yang membentuk kepribadian.
Profile Image for Siraa.
259 reviews3 followers
January 31, 2022
Putih tangan lelaki
Bagai uap di ujung lidah
Sukacita, dukacita
Cuma segenggam kata

Puisi pemenang Kusala Sastra memang punya kualitas tapi rasanya kelebihan itu tidak untuk semua orang. Tulisan Irma terdiri atas lariknyang terkadang nikmat, kadang ambigu dan banyak menimbulkan rasa pusing. Dalam pembacaan saya, beberapa puisi terasa padat walaupun hanya terdiri atas beberapa kata. Ada juga yang bermakna sederhana tapi untaian kalimatnya mengular kemana-mana. Either you like it or leave it. It was not an easy reading.
Profile Image for disaaneh.
24 reviews1 follower
February 2, 2022
puisinya masuk dalam pilihan Makassar International Writers Festival. tidak heran karena puisinya yang ini pun bagus, menurutku banyak menghabiskan kisah-kisah yang cukup sastra. bookmark saya di halaman pertama ada pada judul
Pemburu

aku akan melumpuhkanmu
dengan pepat kedipan,
lewat cahaya yang dimainkan
dalam sebuah sepi


selebihnya, seperti aku melihat hutan dalam puisi, hikayat orang gunung dan penyair seperti membaca sastra jawa juga, bagus sekali dan indah
Profile Image for Andria Septy.
249 reviews14 followers
December 27, 2020
berisi 63 puisi dan sudah sepantasnya menang Kusala Awards. saya menikmati sekali membaca puisi-puisi di buku ini karena setidaknya saya mendapat gambaran bagaimana panorama Mataram / Lombok itu sebenarnya lewat goresan pena Irma Agryanti dan bagi diri seorang Irma Agryanti puisi @ keberartian non praktis, seperti kerlip bintang atau warna ungu pada bunga putri malu. buku kumpulan puisi ini wajib dimiliki oleh penikmat sastra. Demikian. :)
Profile Image for Khurin W. F..
192 reviews6 followers
January 15, 2022
Saya selalu menemukan ketertarikan pada semua antologi puisi, tidak terkecuali buku ini. Meskipun banyak istilah yang tidak saya kenal, diksi yang dipakai oleh penulis membuat saya bisa berimajinasi berbagai lanskap yang coba ia gambarkan. Hanya saja, untuk saya pribadi, puisi-puisi alam seperti ini bukan jenis puisi yang saya gandrungi.
Profile Image for Freyja.
261 reviews10 followers
December 26, 2022
aku tidak mau terbakar
seperti kayu rumah panggung
seperti topi jerami muma
aku hanya mau dipotret
dengan bingkai tanpa kenangan


my favorite way of reading poems is taking them at face value and trying to twist the meaning to fit the idea i have of fictional character(s) i'm currently obsessed with. this book is perfect for that<3
Profile Image for Qonita .
306 reviews100 followers
December 6, 2020
Cantik, tapi asa kurang bersubstansi. Deskripsi aja daripada cerita. Memang dijelaskan kalau puisi-puisi di sini niatnya merekam kesan indera penulis terhadap tempat-tempat yang ia kunjungi. Mayhaps it's just not to my taste. Ga inget apa-apa dari buku ini.
Profile Image for shain.
24 reviews
February 17, 2020
Cantik. Membacanya seperti menonton sesuatu. Sayangnya habis terlalu cepat.
Profile Image for M Adi.
174 reviews18 followers
April 16, 2021
Kalau saat di sekolah diberikan tugas untuk membuat puisi tentang alam, buku ini menunaikan tugasnya dengan nilai terbaik.
Displaying 1 - 16 of 16 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.