Esai-esai dalam buku ini—yang semuanya ditulis atas permintaan berbagai pihak—lebih merupakan testimoni subjektif saya dalam rangka belajar, memetik inspirasi, dan “mencuri ide” dari karya penulis lain, baik karya yang berhasil maupun yang belum berhasil
Bukan hanya belajar tentang bagaimana memikirkan dan mengerjakan kata-kata, melainkan pula tentang bagaimana mengilah berbagai problematik hidup. Selamat menunaikan ibadah puisi.
Joko Pinurbo (jokpin) lahir 11 Mei 1962. Lulus dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Sanata Dharma Yogyakarta (1987). Kemudian mengajar di alma maternya. Sejak 1992 bekerja di Kelompok Gramedia. Gemar mengarang puisi sejak di Sekolah Menengah Atas. Buku kumpulan puisi pertamanya, Celana (1999), memperoleh Hadiah Sastra Lontar 2001; buku puisi ini kemudian terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Trouser Doll (2002). Ia juga menerima Sih Award 2001 untuk puisi Celana 1-Celana 2-Celana 3. Buku puisinya Di Bawah Kibaran Sarung (2001) mendapat Penghargaan Sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional 2002. Sebelumnya ia dinyatakan sebagai Tokoh Sastra Pilihan Tempo 2001. Tahun 2005 ia menerima Khatulistiwa Literary Award untuk antologi puisi Kekasihku (2004). Buku puisinya yang lain: Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003), Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), dan Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007). Selain ke bahasa Inggris, sejumlah sajaknya diterjemahkan ke bahasa Jerman. Sering diundang baca puisi di berbagai forum sastra, antara lain Festival Sastra Winternachten di Belanda (2002). Oleh pianis dan komponis Ananda Sukarlan sejumlah sajaknya digubah menjadi komposisi musik.
Banyak di antara kita yang mungkin bisa menikmati puisi, lebih sedikit yang bisa menikmati sekaligus memahaminya, lebih sedikit lagi yang bisa menikmati, memahami, dan kemudian menuliskan ulasannya. Jokpin adalah ketiganya--eh keempatnya ding karena beliau juga seorang penyair. Di buku ini, kita seperti bisa melihat Jokpin yang lain sekaligus Jokpin yang biasanya. Jika biasanya beliau berpuisi, kali ini Jokpin menanggapi puisi. Dan tanggapannya atas puisi-puisi karya beberapa penyair Indonesia membuktikan kedalaman Jokpin sebagai seorang penyair yang tidak saja pandai membikin syair tetapi juga memahami keagungannya.
Dari buku ini, dan juga buku "Bermain Kata Beribadah Puisi", kita belajar bahwa puisi yang baik tidak dihasilkan semata oleh imajinasi, improvisasi, dan spontanitas belaka. Puisi yang agung merupakan hasil refleksi atas aneka pengetahuan serta pengalaman yang lalu lalang dalam kehidupan sang penyair. Imaji dan kreativitas memang pembentuk utama, tetapi badan puisi dikokohkan juga dengan pengetahuan serta pemahaman. Mumet ini saya nulis apa ya wkwkw.
Bagi saya, mengulas buku puisi memang yang paling susah. Puisi bukan seperti novel yang kadang ceritanya sudah jadi dan tinggal dihamparkan kepada pembaca. Puisi bagi setiap orang bisa berbeda-beda maknanya--bahkan bisa jadi apa yang kita tangkap bukanlah yang hendak dimaksudkan oleh penyairnya. Tetapi, dalam puisi, hal seperti ini tidak mengapa. Puisi memang sengaja dibuat sebagai salah satu misteri dalam jagat ini. Sebagaimana ditulis Jokpin di buku ini: "Sebagaimana cinta, puisi tetap saja meninggalkan misteri walaupun sudah berulang kali diselami. Biarlah masing-masing pembaca bergulat dengan misterinya sendiri." (hlm. 177)
"Benarlah bahwa seorang penyair sesungguhnya tidak menulis di atas kertas kosong. Tidak jarang ia menulis puisi di atas puisi lain yang pernah atau sedang dibacanya." (hlm 184)
"Sesungguhnya puisi merupakan dolanan--dolanan bahasa--yg menyuburkan dan menyegarkan kembali imajinasi; yang membebaskan kata-kata dari penjara kerutinan ... Puisi adalah sebentuk rekreasi dan relaksasi bahasa yang anehnya sering dilakukan dengan cara yang tidak "waras". (hlm. 190)
Sebuah pengantar untuk mendekatkan diri kepada puisi. Melihat puisi bukan saja sebagai permainan kata tetapi lebih jauh kepada makna-maknda yang terkandung di dalamnya. Hanya saja, buku ini tidak bisa digunakan untuk belajar mengkritik suatu puisi dan Jokpin sudah mengklaim hal itu di catatan pengantar.
Buku ini berisi kumpulan 22 tulisan Joko Pinurbo (Jokpin) terhadap penyair lain yang sebagian besar merupakan ulasan atau pengantar untuk antologi puisi penyair itu. Jokpin selalu berusaha mencari benang merah dari tiap kumpulan puisi. Beliau juga menguraikan pandangannya terhadap benang merah itu.
Membaca buku ini seperti membaca panduan menjelajahi dunia penyair dan mengenal gaya penulisan sajaknya melalui kacamata Pak Joko Pinurbo. Saya sangat menikmati waktu saat membacanya sambil mencari buku penyair yang sedang dibahas Pak Jokpin jadinya saya membaca banyak sekali buku puisi selagi membaca buku ini.
some highlighted point: "Masyarakat seakan-akan sudah membuat pagar imajiner yang mentukan ruang gerak perempuan." - Perempuan-Perempuan Rieke
"Hidup manusia sesungguhnya penuh dengan momen puitik; kita tinggal membuka dan menadahkan hati untuk menampungnya." -Mencintai Puisi, Mengolah Sepi
Pak Jokpin mengutip puisi Toto Sudarto Bachtiar yang berjudul "Keterangan" dalam catatan tulisannya mengenai sajak-sajak Astrajingga "Tanpa merasa tahu tentang apa Dia menyeret langkahnya Sampai di mana dia akan tiba Tapi dengan jari kakinya ditulisnya sebuah sajak"
"Kesuntukan dan kegilaann bekerja yang berlebihan menjadikan manusia hidup dalam tekanan mental yang besar karena setiap saat ia ditanya dan ditagih oleh angka."
Akhirnya ada mood baik untuk menyelesaikan buku ini, ya diantara 4 & 3. Bintang 4, karena dengan adanya buku ini memperluas pengetahuan saya tentang penyair-penyair di Indonesia. Serta bagaimana Jokpin menjelaskan sajak-sajak yang masih absurd bagi saya untuk bisa dimengerti dari segi kacamata beliau. Bintang 3, karena tidak semua orang mengerti siapa itu Sitor Situmorang, Rieke Diah Pitaloka (Politisi, Artis dan Penyair), atau Mochtar Pambotti, W.S Rendra misal. Sehingga, jika orang yang benar-benar awam dan membeli buku ini secara acak hanya untuk sekedar ingin tau? Ya, agak sulit juga ya sepertinya untuk memahaminya. Tetapi saya suka karena penjelasan yang Jokpin berikan pada pembaca, mudah dibaca, bukan sesuatu yang harus saya baca dalam keadaan sunyi dan senyap, gitu lho. Di kafe juga bisa sambil ngeteh dan nongkrong cantik.
Judul yang sesuai dengan isinya karena Jokpin mengajak pembaca untuk belajar dari puisi-puisi para penyair masa kini. Agar puisi berhasil menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan tujuan manusia di muka bumi: beribadah kepadaNya