Jump to ratings and reviews
Rate this book

A Cup Of Tea

Rate this book
Cyber bullying ini salah satu yang gue ceritakan di A Cup of Tea. Selain itu, gue menuliskan tentang perpisahan yang gue lewati, perjalanan yang mengubah diri, kehidupan setelah pernikahan, hingga kebahagiaan yang gue cari. Lewat buku ini gue berharap kita mendapat kekuatan untuk terus jalan, dan mencari untuk menemukan. "We are a fighter. Don't let other people say otherwise."

163 pages, Paperback

First published March 21, 2020

56 people are currently reading
536 people want to read

About the author

Gita Savitri Devi

2 books127 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
130 (30%)
4 stars
189 (44%)
3 stars
95 (22%)
2 stars
7 (1%)
1 star
5 (1%)
Displaying 1 - 30 of 99 reviews
Profile Image for Anin.
38 reviews2 followers
July 28, 2020
Sebagai salah satu subscriber dan follower penulis yang selama ini cuma aku liat dari layar HP, aku penasaran sama bukunya (meskipun belum baca buku pertamanya). Sebelumnya aku belum pernah baca buku karya seorang penulis yang sekaligus merangkap sebagai creator/social media influencer. Awalnya aku gak ekspektasi apa-apa sama buku ini.

Di luar ekspektasi, buku ini asik banget. Gak kerasa, tau-tau udah mau habis aja. Intinya buku ini berisi pemikiran-pemikiran dan pengalaman penulis, terutama setelah dia mengelilingi berbagai belahan dunia dan bertemu berbagai macam orang di dalamnya. Penulis juga menceritakan gimana caranya dia face her own problems sampai akhirnya bisa damai dengan diri sendiri. Buku ini terasa personal dan jujur. Hal pertama yang aku pikir setelah baca buku ini adalah orang yang kita lihat dari layar HP atau dari tampilan luarnya aja, yang keliatannya hidupnya baik-baik aja, sebenernya hanyalah seorang manusia biasa yang punya masalah hidupnya sendiri-sendiri.

Ada beberapa diksi dan tanda baca yang agak miss, tapi gak terlalu mengganggu. Juga karena buku ini banyak berisi opini, udah pasti gak semua orang bisa setuju. Tapi ya seperti kata penulis di buku ini, "prinsip hidup itu enggak one size fits all".

Untuk anak-anak muda terutama di umur 20an, buku ini cocok untuk dijadikan inspirasi untuk menemukan dan menerima diri sendiri .
Profile Image for Dhea Cynthia.
1 review
May 2, 2020
A really light but yet heavy to contain kind of book. Gita Savitri Devi keeps it real I almost forget I read a book.
Profile Image for Lulu Khodijah.
435 reviews10 followers
April 11, 2020
Gita dengan segala pemikirannya. Luv sekali. Kekurangannya cuma satu: kurang banyak halamannya. Hehe
Profile Image for Harumichi Mizuki.
2,430 reviews72 followers
June 29, 2024
So, salah satu hal yang sudah disebut Gita dari awal buku dan sering dia ulang-ulang adalah bahwa dia berasal dari kedua medioker atau kelas menengah atau keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Dan aku pun mikir, ya:

"Pas-pasan kok bisa kuliah ke Jerman?"

"Pas-pasan kok dia dan adiknya bisa les berbagai macam? Les di Jakarta lho ini, ya."

"Pas-pasan tapi bisa liburan ke Los Angeles selama sembilan hari buat nengok bapaknya yang kerja di sana, ke Singapura, dan ke Bali bersama satu keluarganya?"

Pas-pasan jenis apa ini? Pas-pasan yang pas mau ke Amerika, bisa?

I thought like this at that time: "Me the commoner, really can't relate. Jakarta memang semahal itu ya sampai bikin orang kaya enggak ngerasa kaya?"

Yah, I know sih, nggak semua orang yang bisa sekolah di luar negeri itu pasti hidup berkecukupan. Aku sendiri sampai kaget waktu baca biografinya Habibie dalam buku Rudy: Kisah Masa Muda sang Visioner. Di situ diceritakan bahwa Habibie sering kelaparan di Jerman karena uang kiriman dari ibunya telat. Untuk bisa menyekolahkan Habibie ke Jerman, di Indonesia ibunya benar-benar membanting tulang dan mengencangkan ikat pinggang. Bisnis sana-sini, tapi sangat menghemat untuk kehidupan rumah tangganya. Sampai kakak perempuannya Habibie tidak bisa kuliah di universitas. Seingatku hanya sekolah di sekolah kejuruan. Meski begitu, di mata orang yang tidak mampu menguliahkan anaknya keluar negeri, yang buat hidup sehari-hari saja masih pas-pasan, kehidupan keluarga Habibie jelas masih tergolong di atas standar rata-rata.

Membaca Gita selalu mengatakan dirinya dari keluarga medioker dan pas-pasan, tanpa mengecilkan segala hal yang pernah dia alami selama masa hidupnya, aku sampe pingin bilang gini ke dia: "Git, try my life. Then you'll understand that what you've had are luxuries."

I was laughing hilariously due to her statements soal kebokekan dan kekereannya dia. Kupikir, tawadhunya orang Jakarta ini kok ngeselin banget ya, apalagi buat kalangan proletar yang termarginalisasikan. Hahahah.

Menjelang akhir buku, baru Gita bilang bahwa kerja ayahnya di Amerika bukanlah jenis pekerjaan yang fancy. Kepo, aku pun Googling dan lihat videonya yang berjudul "Kenapa Harus Malu?" untuk mencari tahu. Rupanya, di Amerika ayahnya bekerja sebagai seorang pelayan restoran. Sepertinya karena jenis pekerjaan ayahnya inilah Gita menganggap dirinya berasal dari keluarga medioker. Tapi nggak disebut ayahnya bekerja di restoran sekelas apa. Yang dilalui keluarga Gita jelas nggak mudah karena ayahnya harus bekerja selama 17 tahun di Amerika sejak masa krisis moneter tahun 1998 agar kondisi perekonomian keluarganya bisa diamankan. Bisa jadi karena itulah Gita dulu selalu merasa ada yang kurang dari keluarganya. Atau mungkin dia membandingkan diri dengan teman-temannya yang lain, yang kondisi perekonomiannya di atas dia tanpa harus memiliki keluarga yang tinggal berjauhan karena masalah pekerjaan. Finally, I got her point of view.

Yang jelas tujuan Gita mengatakan dirinya berasal dari keluarga medioker adalah untuk menekankan bahwa dirinya bisa meraih impian meskipun bukan berasal dari keluarga yang kaya raya. Mimpinya adalah untuk bisa keliling dunia. Padahal, ia mengaku bahwa awalnya dirinya merasa tak punya passion dan keahlian khusus. Hanya impian untuk keliling dunia itulah yang terus ia genggam.

Buku ini terbit pertama kali tahun 2020. Dalam buku ini Gita mengatakan bahwa ia ingin bisa bepergian ke 30 negara sebelum usia 30 tahun, dan ia sudah berhasil menapakkan kaki di 25 negara. Kuliah di Jerman membuat ia berkesempatan untuk menjelajahi negara-negara Eropa lain karena bebas visa. Sedangkan untuk negara-negara lainnya ia hanya mengatakan bisa menjelajahinya secara gratis. Entah karena program pertukaran pelajar, atau karena pekerjaannya sebagai influencer? Tidak terlalu dijelaskan. Mungkin seharusnya Gita nulis buku tersendiri soal pengalaman travelingnya.

*

Tampaknya isi buku ini adalah sebagian dari isi blognya? Ada banyak tema yang ia bahas di sini.

Ada tentang bagaimana ia menyesal karena terlalu banyak belajar sehingga minim pengalaman organisasi dan bersosialisasi saat kuliahan di Jerman. Karena itulah dia mengikuti program pertukaran pelajar Erasmus. Katanya salah satu kenikmatan jadi mahasiswa di Eropa adalah banyaknya program dari pemerintah bagi mereka. Ia menganjurkan pembaca untuk menjaga keseimbangan antara kegiatan belajar dengan kegiatan bersosialisasi.

Ada juga curahan hatinya soal perpisahan dengan orang-orang terkasih yang dimulai dengan kisah ketika kakek yang sangat mengasihinya meninggal ketika ia masih kecil. Bagaimana ia mendampingi kekasihnya, Paul, yang berduka setelah ayahnya meninggal. Bagaimana seorang Gita Savitri selama ini berusaha membangun dinding tinggi di sekelilingnya agar ia tak terombang-ambing oleh emosi karena sulit baginya menerima kehilangan orang-orang tertentu yang dianggapnya berarti.

Dia lalu bercerita tentang pertemuannya dengan anak perempuan berusia 12 tahun ketika ia berkunjung ke Thessaloniki, Yunani. Anak itu berasal dari Mosul, Irak. Kotanya luluh-lantak akibat invasi ISIS. Keluarganya adalah orang penting di Mosul sehingga dijadikan target oleh ISIS. Untungnya ia dan keluarganya berhasil kabur. Sayangnya, pamannya terbunuh.

Keluarganya harus membayar sekian ribu euro untuk menyeberang dari Turki ke Yunani hanya dengan kapal karet. Kuduga ini ulah sindikat yang mengambil keuntungan dari para pengungsi yang kepepet ini. Kejam. Kapal karetnya pernah mati di jalan sehingga mereka harus kembali lagi ke daratan. Pernah juga mereka ditembaki oleh penjaga perbatasan Turki. Salah satu penumpang tertembak dan darahnya mengundang hiu. Astaga.... Betapa horornya pengalaman gadis itu. Sungguh luar biasa karena Gita menggambarkan gadis itu bisa tetap ceria setelah mengalami hal-hal semengerikan itu.

Setelah mendengar itulah Gita jadi teringat pada satu ayat Qur'an: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (Q.S. Al-Baqarah ayat 286)

Ia lalu menyimpulkan bahwa cobaan adalah bentuk kasih sayang Allah kepada hambaNya, supaya hambaNya tumbuh jadi lebih kuat dan bijaksana. Tentu saja tantangan bagi setiap orang beriman adalah bagaimana agar dirinya bisa selalu berbaik sangka kepadaNya, seperti apa pun cobaan dariNya.

*

Aku suka tulisan-tulisan Gita karena menuangkan pengalamannya yang cukup kaya setelah bertemu dengan berbagai orang yang memiliki kisah hidup unik dari berbagai negara. Ada saja cerita uniknya ketika bertemu dengan para strangers. Ia pernah satu taksi dengan seorang mahasiswi jurusan Sejarah di Trinity College di Dublin, Irlandia. Saat ia itu sedang mengejar penerbangan ke Berlin yang akan berangkat dari Bandara Heathrow. Karena tak bisa segera mendapat taksi, ia nekat minta izin agar bisa satu taksi dengan sang mahasiswi karena mereka mengejar penerbangan yang sama. Dan perempuan itu mengizinkan loh. Selama perjalanan di taksi, mereka terus mengobrol akrab. Perempuan itu bahkan mau menanggung seluruh biaya taksi sebesar 139 pounds. Bukan jumlah yang kecil. Selama ini kita sering mendengar kabar soal individualisme orang-orang kulit putih di negaranya. Namun, ternyata mereka yang memutuskan untuk membuka hati pun bisa melakukan kebaikan seperti ini.

Ada juga pengalaman Gita bertemu dengan dua orang lelaki di San Francisco ketika ia ingin ke Los Angeles. Saat itu penerbangannya ternyata akan ditunda hingga tengah malam. Petugas bandara menawarkan alternatif bagi Gita untuk terbang ke LA dengan penerbangan dari Oakland. Ada dua bapak-bapak lain yang saat itu juga disarankan mengambil penerbangan yang sama dengan Gita. Maka berangkatlah Gita bersama dua orang itu dengan naik Uber.

Sama seperti ketika Gita setaksi dengan mahasiswi di London, Gita pun mengobrol nyaris non-stop dengan dua bapak ini. Ternyata salah satu lelaki itu, Joe, pernah menjadi duta besar PBB di zaman Bill Clinton. Sedangkan yang satunya lagi, Frank, adalah pebisnis yang berinvestasi di beberapa perusahaan seperti Snapchat dan E-scooter Bolt. Menurut Gita, ketika bepergian ke luar negeri, penting untuk mengetahui berita soal situasi politik dunia agar bisa nyambung ketika dihadapkan pada situasi harus mengobrol dengan orang asing seperti ini. Pada saat itu, isu yang paling hot dan menurut Gita pasti bagus untuk dijadikan ice breaker dalam percakapan adalah soal Donald Trump.

Tampaknya memang kelebihan dari orang yang bisa traveling adalah pertemuan-pertemuan yang memperkaya pengalaman seperti ini. Hmm.... Kapan bisa gitu, ya? Haha.

*

Kemudian dalam buku ini sekali lagi Gita membahas hubungannya dengan Paul, terutama pandangannya soal pernikahan. Ia sendiri tak menyangka bahwa dirinya sebenarnya adalah orang yang tidak nyaman dengan konsep komitmen. Buatnya, memiliki keterikatan yang dalam dengan orang lain itu melelahkan. Bahwa dirinya bisa bertemu dengan Paul yang karakternya sungguh cocok dengannya, itu benar-benar di luar dugaannya. Tadinya ia berpikir bahwa rumah tangga itu idealnya seperti yang ada dalam serial Keluarga Cemara. Namun, kemudian ia pun bingung karena menemui ada saja pasangan suami-istri yang tak memiliki kehangatan meskipun sudah lama bersama.

Ia berpendapat bahwa tidak seharusnya pasangan suami-istri yang seperti ini mengorbankan kesehatan mental dan kebahagiaan pribadi mereka dengan memaksakan diri untuk tetap bersama demi anak. Karena anak yang hidup dalam suasana rumah yang seperti itu pasti tidak mengalami kesejahteraan secara batin.

Gita rupanya seseorang yang suka overthinking. Dia mengaku bahwa dirinya suka membayangkan skenario buruk yang membuat dirinya dan Paul berpisah. This thing strangely amused me a bit. Aku jadi enggak merasa sendirian karena aku pun sering suka memikirkan kemungkinan buruk yang belum tentu terjadi. That's why I shut my freakish inner voice by reading books as many as I can. Membaca seorang publik figur seperti Gita juga mengalami hal ini membuatku tidak merasa sendirian.

Gita lalu menceritakan tentang pasangan yang menjadi role model-nya. Mereka adalah Naim Elghandour dan Anna Stamou, aktivis muslim di Athena yang gencar memperjuangkan hak-hak muslim di Yunani. Gita menulis bahwa saat itu tidak ada masjid resmi di Athena. Hanya ada masjid-masjid kecil. Sejak tahun 2006, pemerintah setempat berjanji akan menyediakan tempat beribadah yang layak tapi itu semua hanya bualan. Gita bercerita bahwa salah satu masjid yang ia datangi juga berfungsi sebagai tempat pemandian jenazah. Gita mengagumi pasangan itu karena meskipun mereka sudah berusia lanjut, berkecukupan, dan punya anak-anak yang sehat, mereka tetap mau berkontribusi bagi komunitas mereka.

*

Esai yang menjadi tujuanku membaca buku ini berjudul Words Cut Deeper Than Knives. Ya, esai ini membicarakan masalah cyberbullying dan aku tertarik membaca buku ini karena adanya pembahasan soal itu tersebut. Sebelum membaca buku-buku Gita, aku hanya tahu dirinya dari berbagai berita kontroversi soalnya. Ia jelas tahu pasti bagaimana rasanya kena cyberbullying dan aku ingin tahu bagaimana ia melalui itu semua.

Esai ini diawali dengan kisah soal betapa sedihnya ia saat Sulli, anggota girlband F(x) dari Korea yang bunuh diri tahun 2019 lalu. Dia bahkan benar-benar menangis deras saat membaca berita maupun komentar para netizen di Instagram Sulli. Peristiwa Sulli mengingatkan Gita pada momen ketika ia menjadi sasaran kebencian para netizen di Indonesia. Gita tak menjelaskan terlalu lengkap kronologi masalahnya karena bagi dia kejadian itu adalah trauma yang belum bisa hilang bahkan setelah dia ke psikolog, curhat ke temannya, self-healing dan mencoba berbagai macam cara.

Singkat cerita, kicauan lama Gita di akun Twitter-nya digali-gali oleh netizen. Gita mengakui bahwa dulu dirinya punya masalah personal sehingga membuat dirinya jadi temperamen dan doyan bersumpah serapah di Twitter. Sisi itulah yang dibongkar dan diungkit-ungkit oleh netizen. Alhasil, tiba-tiba saja banyak orang asing yang menghujatnya. Mengatainya sakit jiwa dan busuk. Tampaknya sumpah serapah Gita itu berasal dari 9 tahun yang lalu.

Dengan segera Gita merasa usahanya untuk berusaha jadi pribadi yang lebih baik sia-sia. Dia bahkan mengakui bahwa sisi dirinya yang suicidal kembali gara-gara hujatan itu. Dia pun kecewa karena hanya sedikit teman dunia maya maupun dunia nyatanya yang bertanya apakah dirinya baik-baik saja ketika insiden itu terjadi. Ia pun kecewa karena dirinya sudah kecewa pada mereka semua karena ia sadar benar bahwa dunia tidak hanya berputar di sekelilingnya.

Karena itulah, Gita merasa begitu bersyukur ketika teman dari seorang temannya yang bernama Rafi menghubunginya, mencoba menenangkan dirinya, mendukungnya, bahkan mengatakan bahwa dirinya sedang tak bereaksi berlebihan atau terlalu sensitif karena memang hal yang sudah terjadi itu jelas sangat menyakitkan. Meskipun hanya berupa pesan singkat, rupanya pesan itu sungguh berarti bagi Gita. Dia menulis:

Selain itu, gue juga berharap orang-orang bisa sadar bahwa seseorang yang terkenal nggak berutang apa pun kepada kita. Nggak ada apa pun di dunia ini yang bisa menjustifikasi sumpah-serapah yang didapatkan si selebriti. Ketenarannya juga nggak bisa dijadikan alasan untuk kita menuntut kesempurnaan pada dirinya.

Pada akhirnya, penyanyi yang kita idolakan hanyalah manusia biasa, bukan mannequin yang hadir di tengah-tengah masyarakat untuk mengabdi dan menghibur dengan suara merdu mereka. Aktor yang kita idolakan berhak memperlihatkan sisi manusiawinya dan ketidaksempurnaannya, keluar dari peran dan karakter yang dia mainkan di film favorit kita.

(halaman 90-91)


What a strong message. Aku sendiri juga geram dengan orang yang dengan enaknya meremehkan hujatan yang diterima seorang pesohor dengan kata-kata seperti: "Dia kan figur publik. Udah risikonya dong menghadapi hujatan orang." Orang-orang baru tersadar begitu tragedi seperti Sulli terjadi. Itu pun sadarnya tak lama. Setelah trend berita berlalu, cyberbullying pun terus berlanjut pada orang-orang yang berbeda. Masih banyak yang begitu buta dan tak peduli. Dunia akan terus berisi orang-orang tengik seperti itu. Yang bisa kita lakukan paling tidak adalah tidak menjadi seperti mereka.
1 review
May 14, 2020
Tag-line buku ini "mencari untuk menemukan" pas bgt buat diriku yg sedang mencari tapi entah kapan akan menemukan wkwkk

Dari covernya sendiri udah bikin gemes, warna2 nude yg memanjakan mata bukan cuma ada di covernya aja tapi di setiap part pasti selalu muncul. Kita disuguhkan foto2 pemandangan waktu dia traveling, berasa ikut keliling dunia wkwk

Penyampaian dan gaya tulisan gitasav yg khas banget jadi nilai plus buku ini, soalnya kita gak perlu waktu yang lama buat memahami alur tulisannya, kurang dari sehari bisa khatam!

Berbeda dari "Rentang Kisah", buku ini bahasannya lebih luas lagi! Dia menceritakan orang2 yang ditemuinya waktu traveling, bagaimana latar belakang mereka dan apa yang bisa kita ambil pelajaran dari mereka, bertemu Elias Escribano orang yang gak ada bosennya sampe2 ikut pertukaran pelajar 27x. Gimana ceritanya? seru! bertemu Naim dan Anna di Athena dan masih banyak lagi!

Buku ini dibagi ke beberapa part dan part yg aku suka bgt yaitu part "mendengarkan" & "pursuit of happiness". Part ini bagus karena emang itu yg relate sama kehidupan aku yg suka minder sama orang2 wkwk. Nih kalo kata gitasav: "Gue lebih tertarik dgn 12 peraturan dalam hidup ala Jordan Peterson, terutama peraturan nomor 4: compare yourself with who you were yesterday, not with someone else today"
Profile Image for Lyana Rahma.
2 reviews
June 27, 2020
Buku ini menjadi buku pertama kali yang gue beli secara PO.

Membaca buku ini tuh kaya diceritain sama kak gita, luv bgt pokoknya :)
Profile Image for Grace.
12 reviews
March 29, 2021
Awalnya agak kurang sreg sama bukunya, karena menceritakan pengalaman hidup saja.
Tapi setelah baca semuanya baru dapet poin2 yang bisa diambil dari kehidupan gita.
Makasih atas bukunya, sedikit kurang menyadarkan banyak hal tentang kehidupan ini.
Profile Image for Vio Reads.
146 reviews
April 26, 2020
Buku ini berisikan perjalanan Gita ke berbagai tempat yang mengubah sudut pandang beliau terhadap banyak hal. Ada juga pendapat Gita tentang beberapa topik di buku ini, yang seperti biasanya, berbeda dari pendapat kebanyakan orang. That's why i like her

Dari membaca buku ini aku benar-benar bisa melihat the beuaty of travelling. Gimana kita bisa mendapat informasi dari siapa saja dan kapan saja. Bertemu dengan orang baru yang bahkan ga kenal, cerita² dari mereka yang menginspirasi dan menambah pengetahuan.

Seperti pertemuan Gita dengan miracle yg membuatnya bertanya ada ga sih kejadian ajaib yg terjadi dalam hidupnya, atau pertemuan dengan anak 12 tahun di pengungsian, yang membuat Gita percaya bahwa cobaan adalah bentuk kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya

Dari buku ini aku belajar banyak hal, tentang bagaimana kebahagiaan itu di buat, bukan dicari, tentang bagaimana manusia terkadang hanya butuh pengakuan, bukan hanya dinasehati.

Aku sangat menikmati buku ini, bahasanya 'gita' banget, seakan beliau sedang membacakan buku ini untukku (mungkin keseringan nonton videonya Gita 🤣). Selingan gambar di beberapa halaman juga menambah kesan estetik di buku ini ❣

Sesuai dengan tagline buku ini "mencari untuk menemukan", aku menemukan insight baru lewat buku ini. 5/5
Profile Image for h.
374 reviews148 followers
January 15, 2021
4.5🌟

Buku keduanya kak Gita menurutku lebih padet isinya ketimbang buku yang pertama. Yah walaupun beda konten, tapi tetap aja menurutku buku kedua ini pesan yang pengen disampein itu ngena.
Profile Image for Sheira Sharma.
132 reviews4 followers
May 2, 2025
"hidup di lingkungan sosial yang cukup erat memang sering kali merenggut kebebasan diri dalam mengambil keputusan. yang tadinya mau santai, jadi ikutan lari sprint biar nggak di anggap ketinggalan."

buku ini mengobati rasa rindu gue terhadap kak gita dan pemikirannya, karena gue adalah salah satu penonton setia beliau, terutama dalam segmen beropini (gue juga suka #videonyagita dan #pagipagi yang sekarang nggak pernah muncul lagi, karena mungkin kak paul udah sibuk nyanyi #streamingpaulpartohap) tapi intinya, gue suka banget sama kak gita, buku pertama beliau udah gue baca pas jaman sma dan kayaknya mau gue baca ulang.

a cup of tea ini isinya kumpulan cerita tentang perjalanan kak gita, dari perjalanan beliau travelling ke berbagai negara sampai perjalanan hidup dia yang ada aja gebrakannya. tapi namanya juga hidup ya, sebagai manusia dengan segala kompleksitasnya pula, dan kalau ngomongin soal kompleksitas manusia ada satu hal yang gue sadari dari buku ini, ternyata mau sekuat apapun keliatannya, manusia tetap akan erat sama yang emosionalitas.

jadi ada satu bab yang membahas tentang cyber bullying dan di bab itu beliau bercerita bagaimana perasaannya ketika menjadi bahan "gorengan" di media sosial, lebih tepatnya "gorengan besar" pertamanya kali ya, karena setelah itu terjadi lagi beberapa kali dan terlihat peningkatan beliau dalam mengelola emosi. nah, selama ini gue pikir kak gita selalu sekuat dan setenang itu menghadapi segala cacian dari orang-orang, gue lupa kalau beliau juga manusia, ternyata untuk menjadi "tenang" juga butuh proses yang lumayan panjang dan penuh penderitaan. gue jadi ikutan sedih pas baca, jadi makin aware juga sama dampak "ketikan" buat seseorang. karena di era digital kayak sekarang, pembunuhan nggak cuma bisa di lakukan sama pisau doang, ketikan di media sosial juga bisa jadi alat yang mematikan.

masih banyak lagi sih perjalanan kak gita yang nambah wawasan dan jadi bahan renungan, tentang pernikahan, perpisahan, perbedaan, dan masih banyak lagi. oh iya, buku ini itu di tulis sebelum beliau memutuskan untuk childfree dan gue berharap beliau bikin buku baru lagi yang membahas tentang perkembangan atau hal-hal baru apa yang terjadi di hidupnya (pleasee, kalau bikin beropini di rasa terlalu beresiko karena sadar kalau pemikiran lo ga bisa di terima sama semua orang indonesia, mungkin buku emang solusinya. karena kalau buku kan gue bisa bilang, 80% orang yang beli dan baca pasti orang yang udah kenal atau minimal tau lo orangnya kayak gimana) karena pemikiran seorang gitasav itu menurut gue menarik banget, segala hal yang dia bagi di beropini juga sangat, sangat, sangat menginspirasi, gue dulu tau lebih dalam soal isu kesetaraan karena beliau, gue jadi berandai-andai kalau pas sma dulu gue nggak nonton video beropininya kak gita, mungkin gue sekarang akan jadi orang yang beda. karena dari sana lah, gue akhirnya belajar tentang isu perempuan dengan lebih dalam. jadi gue mau berterimakasih yang sebesar-besarnya buat kak gita, kalau sampai sekarang lo masih nanya tujuan hidup lo lahir ke dunia itu apa, mungkin salah satunya adalah untuk menginspirasi orang lain, terutama perempuan indonesia untuk lebih kenal dengan dirinya dan sadar akan hak-haknya. surga buat lo kak git, sukses dan bahagia terus! di tunggu karya selanjutnya, entah dalam media apa, tapi gue percaya karya lo akan bagus dalam berbagai media.
Profile Image for Nadaa Yahya.
7 reviews
July 11, 2021
Menurut gue buku ka Gita yang kedua ini lebih menunjukkan sisi ka Gita seutuhnya dari bukunya yang pertama, jujur gue baru bisa kesampean baca bukunya padahal udah jadi wishlist gue dari tahun lalu. And, yeah hari ini gue nyelesain buku yang selama ini buat gue penasaran.

Dari awal buku ini gue baca, bener-bener buat gue terkesima dengan banyaknya perjalanan yang selama ini ka Gita lakukan, dan juga disini gue baru menemukan istilah baru yaitu "medioker". Seperti yang gue bilang tadi bahwa gue berasa ikut jalan-jalan keliling dunia walaupun hanya dengan membaca buku. Ka Gita menceritakan kisah perjalanannya dia bertemu seorang nenek dari Prancis di Amsterdam, kenalan dengan bapak dan anak perempuannya saat desak-desakkan di perahu motor di Bangkok menuju Wat Arun, bertemu sopir uber dari Armenia dan menceritakan tentang negaranya pada saat menuju Airport di Paris, liburan dadakan selama 4 hari ke Kopenhagen, Denmark yang menurut World Happiness Report dari PBB menjadikan negara paling bahagia kedua di dunia, dan juga menjelajah Swiss dan bertandang ke berbagai kota disana yaitu Zürich, Geneva, Interlaken, Montreux, Saint Moritz, dan ada satu kota yang paling berkesan bagi ka Gita yaitu Zermatt. Dan masihhhh banyak lagi kota dan negara jelajahannya yang lain.

Gak cuma mendeskripsikan keindahan kota-kota tersebut, tapi penulis juga menyisipkan foto yang dia abadikan ketika disana dan pelajaran-pelajaran berharga yang bisa kita ambil.

Semakin dalam larut dalam keindahan kota, masuk ke bab berikutnya yang membuat gue jadi lebih serius membacanya. Secara garis besar penulis menceritakan pengalaman hidupnya yang lebih personal mengenai diri sendiri, trauma, dan komentar orang lain terhadap dirinya.

Ada banyak yang gue highlight dari buku ini, karena gatau kenapa menurut gue ka Gita itu selalu bisa menyuarakan apapun yang ada dipikiran gue melalui kata2, yang gue sendiri pun masih harus memilah-milih kata yang pas buat isi kepala atau hati gue wkwk.

Terakhir ada satu kutipan yang menjadi favorit gue dari buku ini yaitu "Manusia juga nggak selamanya baik. Yang jahat banyak. Tapi, gue tetep mau hidup sampai sekarang. Kadang suka nggak mau, sih. Tapi paling nggak disaat keinginan untuk bertahan itu berkurang, gue selalu menemukan alasan untuk bangkit. Walaupun nggak langsung berdiri tegak, kadang rebahan, kadang sambil jongkok, sambil duduk. Paling nggak, mata gue tetap terbuka dan gue maju pelan-pelan".
Profile Image for Thtddttrd.
35 reviews
February 8, 2024
Setelah sekian lama antri buku ini di ipusnas akhirnya bisa baca langsung dan tamat dalam sehari. BACOT ini adalah buku kedua Gita yg aku baca. Rentang Kisah yg pertama.
Buku kedua ini lbh berfokus pada pengalaman Gita menghadapi cyber bullying dan how she handle the effect.
Penggunaan bahasa yg santai jadi salah satu alasanku nyaman baca buku ini, meskipun banyak kisah yg gak relate tapi masih bisa diikuti dg baik. Hmmm mgkn karena aku udah tau konten Gita kali ya? Hehe.

3.8⭐


I'm just a normal person who's trying to survive this mediocore life
-p.33

Cuma gue tetap percaya bahwa pernikahan itu bukan untuk semua orang. Gue juga masih percaya bahwa pernikahan nggak melulu harus dijadikan life goal. Nggak semua orang ingin berkeluarga. Nggak semua orang nyaman hidup bareng dengan orang lain. Ada orang yang nyaman hidup sendiri. dan nggak merasa hidupnya baru terasa komplet jika sudah menemukan teman sehidup-sematinya.
-p.60

WORDS CUT DEEPER THAN KNIVES

She was just being herself and people are not ready for it. Karena pada kenyataannya, banyak orang yang nggak suka ketika melihat perempuan nyaman untuk menjadi dirinya sendiri dan berani menyuarakan pendapatnya.
-p.81

Hidup di lingkaran sosial yang cukup erat memang seringkali merenggut kebebasan diri dalam mengambil keputusan. Yang tadinya mau santai, jadi harus ikutan lari sprint biar nggak dianggap ketinggalan.
-p. 101

Gue merasa akar dari kebahagiaan adalah rasa syukur dan jujur terhadap diri sendiri. Menerima diri dan keadaan yang kita punya sangat berperan penting untuk menumbuhkan ke- tentraman hati kita.
Menerima diri sendiri itu semacam memahami teori Kimia advance, padahal kita anak Ekonomi. Bukan berarti nggak mungkin untuk dilakukan, tapi butuh usaha lebih. Karena pada kenyataannya merasa cukup akan diri kita itu susah banget.
-p.103

Selama gue tinggal dengan orangtua, masih muda dan butuh bimbingan mengarungi hidup, nggak ada yang pernah memberi tahu gue bahwa gue harus berkenalan dengan diri sendiri. Baru setelah tumbuh dewasa gue tersadar, harusnya gue berkenalan dari jauh-jauh hari.
-p. 145

"Teruntuk kalian yang juga berhasil bertahan hingga sekarang, gue harap kalian terus menemukan kekuatan untuk terus jalan di dalam diri kalian. Gue harap kalian nggak bosan dilempar kotoran, tersandung batu, didera badai dan hujan. You are a fighter. You are awesome. You are 100% that bitch. Don't let other people say otherwise."
-p.163
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Irmaningsih.
11 reviews
June 8, 2020
Setelah menerbitkan "Rentang Kisah" 3 tahun yang lalu, saya ngga nyangka bahwa saya akan membaca tulisan Gita dalam sebuah buku lagi. Bisa dibilang saya rindu tak rindu dengan tulisannya, karena selama ini saya juga masih membaca tulisan Gita di blognya, "a Cup of Tea", persis seperti judul buku ini.

Gita, sebagai tipikal seorang observer, selalu berhasil membuat saya kagum dengan pemikiran yang disampaikannya; baik melalui video maupun tulisan.

Dalam a Cup of Tea, saya menemukan Gita, perjalanan dan misi-misinya.

Setiap BAB yang saya baca membuat saya merasakan pengalaman baru, lebih tepatnya seperti sedang mendengarkan seorang sahabat bercerita tentang "slice of life"-nya.

Gita membawa saya pada masa remajanya, ketika pertama kali pergi ke Amerika untuk mengunjungi Ayahnya yang bekerja di sana, juga bercerita ketika ia, Ibu dan adiknya menginap di apartemen Chinatown, saat di Singapore karena lebih murah.

Saat menjalani masa kuliah, ia menceritakan tentang Elias Escribano, seorang teman yang ia kenal saat mengikuti Erasmus+ di Stradonice, yang sudah 27 kali ikut pertukaran dan sedang melakukan proyek pribadi bersepeda dari Spanyol ke New Zealand.

Beberapa kali, Gita juga bercerita tentang perkenalannya dengan strangers saat traveling, ditebengin Uber gratis di L.A dan London hingga bertemu dengan seorang roommate yang bernama Kim ketika menginap di hostel Swiss; seorang perempuan dari Hong Kong yang punya 3 paspor.

Salah satu BAB yang berkesan juga buat saya adalah cerita tentang cyber bullying yang dialami Gita beberapa tahun lalu. Saya masih ingat karena saat itu saya mengikuti kejadiannya: ketika hampir semua orang muncul untuk menyerang Gita.

Gita juga bercerita mengapa ia memutuskan untuk tidak begitu bergantung pada orang lain dan akhirnya melepaskan diri dari ekspektasi orang lain.

Sebenarnya, ada banyak hal-hal baik untuk dibaca di dalam buku Gita yang ngga saya tulis di sini.
Apakah buku ini patut untuk dibaca? Menurut saya, ya! :)
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Fadila setsuji hirazawa.
350 reviews4 followers
April 22, 2021
"...bahwa kita nggak punya pengalaman yang sama untuk bisa menempatkan dirinya di posisi gue. Dia membuktikan bahwa kita nggak perlu harus memiliki pengalaman personal untuk bisa berempati dengan orang lain. Bahkan, dia juga membuktikan bahwa kita nggak perlu kenal dengan seseorang untuk bisa menunjukkan kepedulian itu dan memvalidasi apa yang orang ini rasakan. Kita cuma butuh memanusiakan manusia. (hal.90)
*
Kita nggak butuh pisau untuk membunuh seseorang...
Gita Savitri Devi menceritakan tentang cyber bullying dalam karya A Cup of Tea. Juga perpisahan, perjalanan yang mengubah diri, bagaimana kehidupan setelah pernikahan juga dituliskan mba Gita dalam karyanya ini...
.
.
.
🍵 Kisah yang dituliskan mba @gitasav dalam buku ini terasa begitu terhubung dengan apa yang saya pikirkan juga rasakan baik kejadian yang mungkin saya alami atau pandangan mba Gita terkait sesuatu yang bisa saya pelajari lewat membaca buku ini.

🍵 Desain kover untuk buku ini rasanya keren. Salut dengan penggagas desainnya.

🍵 Bahasa yang digunakan mba Gita untuk karyanya ini terasa santai dan bagi saya pribadi seolah tengah mendengarkan seorang teman lama menceritakan suka duka dalam hidupnya.

🍵 Saya menemukan salah satu kalimat dalam buku ini yang mungkin bagi kalian menarik dan atau bisa bermanfaat "hidup di lingkaran sosial yang cukup erat memang seringkali merenggut kebebasan diri dalam mengambil keputusan. Yang tadinya mau santai, jadi harus ikutan lari sprint biar nggak dianggap ketinggalan"

🍵 Halaman yang cukup tipis justru membuat saya merasa bisa merasa lebih santai untuk menyelesaikan kegiatan membaca buku A Cup of Tea,karena gaya bertutur mbak GitSav yang mudah dicerna juga agak kekinian xD

🍵 Pesan yang disampaikan bukan hanya menyentuh, tetapi juga menyentil saya terkait empati kita dengan kondisi orang lain. Bacaan yang cocok untuk kalian penyuka nonfiksi dengan gaya tulisan yang santai namun tidak mengikis pesan penting dari apa yang ingin penulis sampaikan.
Profile Image for runin.
126 reviews1 follower
August 31, 2023
A Cup of Tea, sebelum membaca bukunya, aku menebak seperti apa isi buku ini. Apakah ini novel slice of life, atau motivasi hidup, atau apa, ya?

Setelah membacanya, aku paham bahwa mungkin yang dimaksud secangkir teh di sini adalah buku ini menyajikan sekilas kisah hidup penulis, Gita Savitri Devi. Didominasi oleh kisah pengembaraan seorang Gita ke berbagai negara, menemukan banyak perspektif baru, ia kemudian menuangkannya dalam buku ini. Ditambahkan dengan beberapa potret berbagai negara dari koleksi pribadinya, buku ini menjadi ringan untuk dibaca.

Buku tentang pengalaman pribadi memang akan terasa lebih "dekat" dengan kehidupan sendiri. Terlepas dari apapun, tetap apresiasi yang tinggi untuk Gita karena berhasil menemukan jalan hidupnya sendiri. Banyak sekali pesan baik buat dicontoh sebagai manusia umur 20-an yang sedang masanya "mencari kehidupan". Banyak pula bahan pemikiran tentang hal-hal yang banyak dipertanyakan remaja menuju dewasa. Setidaknya, Gita mencoba berbagi pemikirannya pribadi.

Di bagian menjelang akhir buku, ia berbagi ceritanya saat menjadi sorotan di masyarakat Indonesia mengenai beberapa prinsip hidupnya. Itu, bagian yang sedih, menurutku. Tentang bagaimana para public figure atau siapapun yang dikenal publik, kadang jadi objek hujatan masyarakat yang tidak mau mengerti sesuatu hal dari banyak sisi.

Well, akhirnya aku paling setuju dengan ungkapannya; "Words cut deeper than knives." Betul, bahwa kata-kata bisa punya dua sisi: mendamaikan hati jika digunakan dengan benar, merusak kehidupan jika digunakan secara salah.

Hidup di lingkungan sosial yang cukup erat memang seringkali merenggut kebebasan diri dalam mengambil keputusan. Yang tadinya mau santai, jadi harus ikutan lari sprint biar nggak dianggap ketinggalan.

Cuma yang harus kita ketahui, media sosial adalah alat. Pisau yang selama ini sangat membantu kita dalam memotong bawang putih, seledri, wortel, dan daging ayam buat masak sop, bisa juga dipakai sama penjahat buat menikam korbannya.

...kita nggak perlu harus memiliki pengalaman personal untuk bisa berempati dengan orang lain. Bahkan, dia juga membuktikan bahwa kita nggak perlu kenal dekat dengan seseorang untuk menunjukkan kepedulian dan memvalidasi apa yang orang itu rasakan. Kita cuma butuh memanusiakan manusia.

Ketenarannya juga nggak bisa dijadikan alasan untuk kita menuntut kesempurnaan pada dirinya.

Pada akhirnya, penyanyi yang kita idolakan hanyalah manusia biasa, bukan mannequin yang hadir di tengah-tengah masyarakat untuk mengabdi dan menghibur dengan suara merdu mereka. Aktor yang kita idolakan berhak memperlihatkan sisi manusiawinya dan ketidaksempurnaannya, keluar dari peran dan karakter yang dia mainkan di film favorit kita.


Jadi, mari semakin bijak dalam ber-"kata-kata".
Profile Image for Sukmawati ~.
79 reviews34 followers
May 25, 2021
Saya baca buku ini terbilang cepat. Sebanyak 163 halaman saya lahap dalam waktu kurang dari 24 jam. Iya, secepat itu. Mungkin karena gaya tulisan dari Gita Savitri dalam buku ini begitu mengalir sebagaimana gaya bertuturnya di saluran YouTube pribadi.

Secara keseluruhan asik, sih. Seru! Di sini Gita Savitri membagikan cerita pengalaman hidupnya beserta segala problematika sejak kanak-kanak hingga mengarungi bahtera rumah tangga. Termasuk perkara cyber bullyng yang sempat mengusik ketenangan batinnya. Intinya, hal-hal yang (mungkin) tidak diketahui para follower maupun subcriber -nya di jagat maya, dapat ditemukan dalam buku ini.

Sayangnya, cerita-cerita tersebut tidak terdokumentasikan secara runut dan hanya berupa penggalan kisah yang membuat pembaca penasaran dengan kelanjutannya. Atau, bisa jadi ini memang strategi supaya ada 'A Cup of Coffee', 'A Cup of Milktea', dan 'A Cup' lainnya. Siapa tahu ada rencana ke sana. Nanti bisa jadi autobiografi. Kan, menarik tuh! Soalnya jarang banget ada figur publik yang punya talenta seperti Gita di Indonesia. Ya, youtuber, blogger, traveller, content creator, dan masih banyak lagi titel lainnya yang melekat pada sosok Muslimah yang satu ini.

Pokoknya senang bisa membaca karya seorang Gita Savitri Devi yang apa adanya dalam buku ini. ;)
10 reviews
May 31, 2023
Nemu buku di perpustakaan PEVITA Kota Yogyakarta. Udah baca buku pertama Kak Git. Dan sudah berharap untuk baca buku in for a long time ago. Kesampaian kemarin dan selesai hari ini.

Yes, i love Kak Gita. Nonton YouTube nya sejak aku SMA (sekarang aku udah kuliah semester 6) sampai sekarang masih amaze. Betapa perjuangan buat kuliah ke luar negeri, hidup di sana, ngonten, belajar, travelling berpengaruh juga pada mimpi-mimpi. Bahkan ibuku sampai hapal, siapa itu Kak Gita walau some point, my mom agak marah juga kalau aku menelan mentah-mentah ide-ide Kak Git for example freechild (ya bener juga si, aku kudu mikir ulang dan berpandangan kritis pada ungkapan seseorang, well done my mom! Hahahaha).

Aku sendiri cukup iri, hmmmzzz karena kayak dunia mendukung Kak Gita untuk mencapai mimpinya. Buat konten YouTube terus ditawari jadi presenter Halal Living, it’s such my dream! Pingin juga gituuu…. Tapi, i am doing nothing. Make a content with no full of semangat dan editing yang ciamik. Or semangat dan geram waktu bikin konten, marah-marah waktu editing huft. Allahuakbar. Gemas dengan diri sendiri.

Back to book. Seperti biasa, kumpulan essay yang Kak Gita buat di buku kayak yang beliau tulis di blog. Berasa denger suara berat Kak Git dan jelasin ke kita pembaca dengan santai tapi tetep to the point.

Kak Git, we love you!
Profile Image for Kafiyatul Fithri.
12 reviews
June 7, 2020
Dari aku yang sudah membaca buku Rentang Kisah, pembawaan Kak Gita di buku A Cup of Tea terkesan lebih santai tapi tetap tegas di setiap kisahnya.

Cyber bullying adalah salah satu bahasan yang diangkat di dalam buku ini. Memang benar era sekarang orang lebih leluasa mengutarakan pendapatnya di platform manapun dan beberapa di antara mereka menulis cuitan "tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan setelahnya". Orang-orang seperti ini sebenarnya tidak memiliki keberanian untuk menyatakan langsung di kehidupan nyata, malah berlindung di balik username dan password akun mereka. Sayang sekali ya :)

A Cup of Tea bisa memberikanku insight mengenai toxic friendship. Bagaimana toxic friendship itu terjadi dan bagaimana bisa terlepas dari belenggu toxic friendship.
Jika dirasa menyulitkan, singkirkan saja daripada menjadi beban sosial.

Kak Gita banyak bercerita tentang perjalanannya menelusuri kota-kota di berbagai negara, berdiskusi banyak hal dengan orang yang baru ditemui, dan menemui pengalaman tak terduga selama berkeliling dunia. Dan dari buku ini juga aku belajar banyak tentang paspor 😁

Happiness is a state of well-being when you feel at peace. Bahagia itu tidak dicari, tapi diciptakan 🌟
Profile Image for Nida Nahdah.
2 reviews
July 15, 2022
Salah satu buku tercepat yang aku baca. Selalu kagum sama cerita cerita kak Gitasav soal strugglingnya hidup di negeri orang, atau hal random yang tiba tiba terjadi sewaktu solo traveling ke beberapa negara. Sewaktu traveling ketemu orang baru dengan sudut pandang dan pemikiran yang baru, di buku kak Gita cerita soal pengalamannya ketemu sama salah bapak-bapak bussines man gitu, arah pembicaraan bapaknya lumayan berat macem politik amrik. Ada lagi cerita soal paspor, kadang perizinan urusan paspor visa segala printilan yang lumayan complicated dan bisa dibilang paspor indo belum terlalu "sakti" atau "kuat" buat pergi ke negara lain dengan bebas tanpa mengajukan visa. Gak cuma travelling aja, Kak Gita juga sempet cerita soal pengalamannya yang kena cyberbullying. Sebagai content creator yang sering nongol di sosial media such as instagram or youtube, rentan terkena cyberbullying. Akibatnya apa? mental breakdown. Kalau udah berpengaruh ke mental bisa bisa kesehatan fisik juga kena dampaknya. But, overall aku selalu suka dengerin cerita apa aja dari kak Gita terutama soal travelling. Setelah baca buku ini, aku jadi makin pengin wujudin cita cita buat travelling ke Benua Eropa>.< Semoga Allah mengabulkan
Cukup sekian reviewnya.
Profile Image for Drizzling.
6 reviews
August 6, 2024
Akhirnya kesampaian bisa baca buku ini dn ini bener-bener jadi my cup of tea, hehehe Sepanjang baca berasa lagi dengar kak Gita yang lagi ngmong. Mungkin efek keseringan nonton video kak Gita dan formulasi kalimat lo - gue dalam buku bikin buku ini bener-bener kak Gita banget. Di bab-bab awal tu seru, topik-topik yang ringan, ada ungkapan-ungkapan perasaan tentang tempat-tempat yang kak Gita kunjungi tapi ngga di ceritain di video.
Topiknya mulai berat pas di bab "Words Cut Deeper Than Knives" dan seterusnya. Waktu ngmongin Sulli, aku udah ngga nangis lagi. Seperti biasa, kak Gita selalu bisa mewakili apa yang aku rasakan. Dari kemarahan, kesedihan, kekecewaan sampe rasa sakit. Banyak perenungan yang aku lakukan selama baca A Cup of Tea ini. Salah satunya, tiap orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri, dan mungkin bisa jauh berbeda dari orang lain. Karena manusia itu unik dan kompleks. Ini jadi pelajaran buat aku, karena aku tipe orang yg suka ngotot dan ingin mengontrol sesuatu yang menurut aku salah, termasuk pilihan hidup orang-orang terdekat aku. Padahal yang ngga aku lihat adalah, kebahagiaan setelah mereka menjalani pilihan hidup yang mereka ambil.
Aku harus melatih diri au untuk melepas ikatan untuk mengontrol hal lain diluar diri sendiri.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Rachma.
37 reviews
September 14, 2022
Jatuh cinta dengan betapa Gita bisa dengan beraninya being vulnerable and honest on her Rentang Kisah, jadi saya memutuskan untuk lanjut baca buku Gita yang kedua.

But this time, I should only give 3 stars karena saya kurang bisa melihat Gita yang buat saya jatuh cinta waktu baca 2/3 bagian A Cup of Tea. Alasannya? Saya merasa 2/3 bagian dari bukunya hanya bercerita ttg perjalanan yg pernah dia lakukan dan refleksi nya pun kurang dalam.

But then... The minute I arrived on page 125, it all changed. Akhrinya Gita versi Rentang Kisah balik lagi dan I have to admit that.... I finished the book crying. It feels like I was hugged by Gita and I felt so relevant with her as a muslim girl moving to a liberal country where it is hard to feel fitted in. Reading this book helps me to find my grip and identity again. It also inspires me to start my own journey to understand Islam and myself better. Therefore I wont be the lost sheep on earth.
Profile Image for Salma Zakiyyah.
21 reviews2 followers
December 11, 2020
Buku yang cocok untuk dibaca di ruang tunggu rumah sakit, di bandara, & di tempat-tempat umum lainnya karena Gita mengemasnya dengan sangat ringan. Kayak cerita ke temen aja gitu, jadi mudah dipahami. Tapi materi yang dia sampaikan sangat berbobot.

Pembahasannya mulai dari perjalanan dia keliling negara, ketemu orang baru, pernikahan, cyber bullying, rasa takut. Pokoknya nano-nano.
Label di belakang buku ini bertuliskan kumpulan cerita tapi bagiku ini semacam self improvement dengan pembawaan yang lebih asyik & ga bikin bosan.

Porsi dari tiap-tiap bab udah pas. Ga kurang ga lebih. Menurut pengalamanku, aku pernah baca cerita-cerita perjalanan yang tentunya based on reality dan itu terlalu bertele-tele, jadi jatohnya ngebosenin.
Buku ini ngasih pandangan luas tentang dunia, tentang how this world actually works. Worth ro read!
Profile Image for John.
34 reviews
June 27, 2020
The book is a story about the author. Her point of view and how she managed to go through her problems. But i do not agree about "not everyone needs a family." And how she said that she is introvert but don't even know what introvert is. I personally think she is extrovert because extrovert gains energy around others and she clearly stated that what she likes about travelling is "seeing other new people."
The languages is so flexible and easy to read. As reading is my new created habits, i will say that this book (163 pages) is beginner approved for start up your reading experiences. I recommend the book but still can improve because there are a lot of punctuation error. Thanks for your story Gita! See you in the next one.
Profile Image for Yasmin Mauliddina.
13 reviews
January 8, 2021
Buku ini benar2 secara gamblang dan terang2an sudut pandang Gita terkait kehidupan yang dia alami. Bahasanya santai dan mudah dipahami, seperti mendengarkan seorang teman bercerita. Buku ini mengutip beberapa kisah dalam hidupnya dan apa yang bisa diambil sebagai hikmah dari kejadian tersebut, dari sudut pandang Gita.

Dulu saya pernah buka di bio IG Gita dan melihat hasil 16personalities Gita sebagai INTJ. Walaupun belum bisa di-generalisasi bahwa karakter semua INTJ adalah seperti Gita, tapi secara tidak langsung buku ini membantu saya memahami pribadi seorang INTJ (yang menurut saya, kalo engga kenal2 banget sama orangnya, akan sedikit sulit memahaminya). Itu adalah segelintir take-aways yang menurut saya menarik dari buku ini.
Profile Image for Nethalia Wowor.
1 review
July 3, 2020
Buku Gita yang satu ini pengingat banyak hal. Dari mulai hal2 kecil sehari2 yang pernah banget dirasain sampai hal2 besar yang menentukan gimana kita harus memilih jalan hidup sesuai pemikiran kita yang sering bgt complex dan menghadapi toxic people yang menurunkan kesehatan mental kita. Suprisingly I’ve got similar experiences like Gita had. This book is a must read one and mind blowing. I’ve never get enough to flip through each page and she ended it beautifully for all the readers and her fans “You are a fighter. You are awesome. You are 100% that bitch. Don’t let other people say otherwise” 💗🎀
Profile Image for skinnylele.
24 reviews3 followers
March 2, 2021
Bukunya sangat personal. Tersampaikan dengan baik dengan ciri khas tulisan Gita. Berasa seperti mendengarkan Gita sedang mengeluarkan uneg2nya yang berfaedah, untuk pembaca yang mengikuti Gita pasti merasakan hal yang sama.

Bagian yang paling menyentuh adalah bagian di mana Gita menceritakan dampak dari cyber bullying yang dia rasakan. Dia juga menceritakan kisah Sulli yang meninggal bunuh diri karena hujatan yang dia dapatkan dari netizen Korea.

Miris dan sedih rasanya mengetahui bagaimana kata2 kita dapat berdampak begitu dalam kepada hidup seseorang, saking dalamnya sampai bisa merenggut nyawa orang
Profile Image for Teu  Pira.
34 reviews
July 30, 2021
Nah ini baru Kak Gita (setelah selesai baca buku ini) soalnya gue ngerasa buku yang pertama itu masih kurang detail, masih banyak bayang-bayang yang perlu diterka, walaupun di buku ini juga ada, tapi ga sebanyak di buku pertama. Over all gue suka sama isinya, kak Gita ceritain pengalaman hidup yang sebagian besar mungkin kita tahu dari medsos, tapi disini kak Gita cerita sampe ke hal-hal yang ga pernah gue tau dan sangka bakal terjadi pada seorang Gita. Perjuangan dia dari 0 sampai udah berpelesir ke 20 lebih negara, jatuh bangun dan bangkit, keren sihhh. Banyak pelajaran dan juga tips yang kita dapet dari buku ini.
Profile Image for Dyn✨️.
28 reviews1 follower
December 30, 2022
Alasan beli dan baca buku ini sesimpel karena suka sama penulisnya. Saya yang zaman kuliah dulu ketinggalan main instagram bahkan gak tau siapa aja selebgram yang diomongin teman-teman, sampai akhirnya di eksplor instagram saya ada foto Gita, lalu mengikuti perjalanannya dari kanal youtube dan blog miliknya.

Buku ini sesuai banget sama judulnya, cocok dibaca sambil minum teh dan putar playlist indie folk di spotify, sambil ngebayangin negara-negara yang Gita coba ceritakan dibukunya karena mostly bercerita mengenai perjalanan traveling dan hal baru yang dia dapatkan.

Dibuku ini Gita juga mencoba jujur mengenai dirinya yang pasang boundaries ke orang-orang sekitarnya yang kehadirannya justru memberikan impact yang buruk. Ini jadi ngingetin diri saya saat masa-masa kuliah dulu yang punya kesempatan buat ikut pertukaran pelajar ke luar negeri dan punya mimpi ke luar negeri tapi gak jadi berangkat karena circle terdekat menghalangi. Dibilang nanti jadi liberal, amal yaumi dan sunnah berantakan, dan hal-hal lainnya yang menyiratkan dahi.

Dibuku ini Gita juga menceritakan soal rasa syukurnya menikah dengan suaminya yang mau menerima kurang lebih dirinya. Juga yang paling on point adalah soal cyberbullying yang dia hadapi. Tidak mudah bagi Gita, tapi Gita akan tetap menjadi dirinya sendiri yang berani melepaskan dirinya dari kontrol orang lain.

Buku ini adalah tipe buku yang akan menyenangkan dibaca berulang kali. Dan saya menantikan buku-buku Gita berikutnya:)
Profile Image for Ilari Dawashy.
28 reviews
June 5, 2023
A cup of tea, berisi tentang rentetan kisah, pengalaman serta perjalanan. Dengan gaya penulisan yang khas, banyak yang bisa ditangkap dalam buku ini.

Banyak hal-hal kecil yang kita anggab sederhana dan tidak berdampak apa-apa. Padahal, dari hal kecil itulah kita bisa membuat suatu perubahan-perubahan besar dalam hidup kita.

Ucapan adalah doa. If you keep thinking about your dream, it will happen someday, somehow. Mungkin saat ini kita nggak tahu apa yang harus kita lakukan untuk mencapai cita-cita tersebut. Kita cuma ingin. Akan tetapi, kita harus selalu punya keyakinan bahwa kita pasti bisa meraihnya di kemudian hari. (Hal. 8)
Profile Image for Anisa Putri Diana.
11 reviews
December 14, 2020
Baca buku ini udah beberapa bulan lalu, jadi reviewnya seingetnya aja ya😆

Sebenarnya suka cara Gita menyampaikan opini dan pengalamannya karena bisa bikin pikiran terbuka. Ditambah lagi pengalamannya di buku ini tentang How to face life as a nomad. Cukup memberikan gambaran buat kita-kita yang mau merantau ke negeri orang.

Ets, tapi ceritanya bukan hanya sebatas cara bertahan hidup di negeri orang aja. Tapi juga cara bersosial media yang baik dan menghadapi social media bullying yang pernah Gita alamin.

Nice book to read lah!
Displaying 1 - 30 of 99 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.