Jika dalam masyarakat lampau orang percaya akan khasiat Mantra Jawa, yang saya tulis kembali ini harap dianggap sebagai puisi yang disesuaikan dengan sejumlah ciri bentuk Mantra Jawa. Namun Jika ada yang berniat mengembalikannya pada fungsinya semula, sila saja. Siapa tahu bisa kesampaian juga maksudnya.
Riwayat hidup Masa mudanya dihabiskan di Surakarta. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam".
Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar.
Karya-karya Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sampai sekarang telah ada delapan kumpulan puisinya yang diterbitkan. Ia tidak saja menulis puisi, tetapi juga menerjemahkan berbagai karya asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.
Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD.
Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei.
Kumpulan Puisi/Prosa
* "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969) * "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway) * "Mata Pisau" (1974) * "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis) * "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan) * "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan) * "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya) * "Perahu Kertas" (1983) * "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia) * "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn) * "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn) * "Afrika yang Resah (1988; terjemahan) * "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks) * "Hujan Bulan Juni" (1994) * "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling) * "Arloji" (1998) * "Ayat-ayat Api" (2000) * "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen) * "Mata Jendela" (2002) * "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002) * "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen) * "Nona Koelit Koetjing :Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun) * "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia)
Musikalisasi Puisi
Musikalisasi puisi karya SDD sebetulnya bukan karyanya sendiri, tetapi ia terlibat di dalamnya.
* Album "Hujan Bulan Juni" (1990) dari duet Reda dan Ari Malibu. * Album "Hujan Dalam Komposisi" (1996) dari duet Reda dan Ari. * Album "Gadis Kecil" dari duet Dua Ibu * Album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu * satu lagu dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti", berjudul Aku Ingin, diambil dari sajaknya dengan judul sama, digarap bersama Dwiki Dharmawan dan AGS Arya Dwipayana, dibawakan oleh Ratna Octaviani.
Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD.
Buku
* "Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
Aku biasanya bukan penggemar sajak. Biasanya ngga ngerti arti dari sajak-sajak yang ditulis oleh penyair. Aku juga bukan penggiat sastra atau sejarah atau linguistik Jawa. Meski begitu, berkat judul dan desain sampulnya yang menarik, buku ini membuatku penasaran ingin membelinya. Setelah dibaca pun, rata-rata aku tidak begitu paham arti dari sajak yang ada—apalagi keindahannya. Tapi, sebagai orang awam, aku pun lebih menyukai sajak berakar budaya semacam ini daripada puisi-puisi modern yang kini sedang naik daun. Buku ini berisi bermacam mantra dari berbagai sumber, yang mengandung nilai-nilai spiritual, hubungan antar manusia maupun dengan alam. Diantara sajak yang terkandung, yang paling kusuka berjudul "Kepada Bumi" dan "Mantra Batu Terbang."
ah... serasa melihat sosok almarhum simbah kakung & simbah putriku dulu. mantra-mantra dalam bahasa Jawa, yang tak kumengerti artinya, terlantun lamat-lamat dari bibir mereka.
saya memang penggemar puisi karya beliau. tak sekali dua kali saya dibuat jatuh hati oleh tulisan - tulisan beliau. namun berbeda dengan buku ini, saya tertarik dengan hanya membaca judul dan melihat cover buku ini. 'penasaran' kata pertama yang terlintas saat melihat buku ini. apa jadinya mantra - mantra yang mungkin sering digunakan masyarakat jawa ditulis dalam bentuk puisi. ternyata pula, isi di dalam buku ini memang ajaib! kata penasaran berubah menjadi "unik" dalam sekejap. sesak dibuat oleh mantra terakhir dalam buku ini. teringat akan penulisnya yang telah hengkang dari dunia fana ini.
Lucu sih membaca puisi-puisi pak Sapardi yang model begini, jadi rasanya mirip dengan puisi Jokpin meski tema yang berusaha diangkat sebenarnya cukup spiritual. Kaitan antara manusia dengan Tuhan, Nabi dan bahkan semesta. Mantra Orang Jawa katanya jenis pengungkapan verbal paling purba dlm masyarakat kita dan meski awalnya saya agak kurang paham tapi akhirnya bisa sedikit menyelami juga bait-bait yang ditulis. Di beberapa bait bahkan cita rasanya dekat dgn tulisan-tulisan cak nun juga.
Ini adalah koleksi buku puisi pertama saya. Biasanya tidak pernah menyimpan buku puisi. Mungkin, karena ada beberapa puisi SDD yang sangat berkesan di kepala saya.
Buku puisi ini menjadi karya terakhir (yang saya tahu) dari SDD, sekaligus menjadi buku pertama saya.
Sebagai pembaca novel, kepala saya akan "pilih-pilih" dengan puisi, yang lebih mudah dipahami. Mungkin, ini bukan salah satu diantaranya.
Buku yang gemas dan menyenangkan. Mantra lisan orang Jawa kemudian diolah kembali menjadi puisi yang indah sebagai bunyi dan kaya makna sebagai kata. Terlebih bagi saya yang orang Jawa dan hidup di masa kecil dengan rapalan mantra yang hampir serupa. Gemas dan menggembirakan.
Yg bikin agak 'kecewa' sebenarnya karena gw expect ini ada aksara jawa atau minimal bahasa jawanya. Haha tapi emang udah ditulis sama pak SDD kalo ini udah disadur dan bisa dianggap puisi, meskipun kalau mau diperlakukan kaya mantra aslinya jg gpp.
Lucu2 banget sebenarnya 😂
Kalo dari peruntukannya, Mantra2 ini kebanyakan sebenarnya kaya semacam do'a aja, untuk hal2 yg sehari2 banget. Soal kegiatan harian atau hal2 sehari2 yg mengganggu. Haha tp isinya lucu2..
Ada jg mantra2 yg ada hubungannya sama orang lain kaya mantra pengasihan, mengusai orang lain, sama yg paling epik ada jg mantra2 untuk bertarung! Kaya menghindari peluru, menghilang, menggenggam kilat.. wkwk gokil
Overall.. Mantra Orang Jawa ini jadi bahan yg menarik buat tahu gimana leluhur2 jawa dulu dekat banget sama mantra2 dan do'a buat segala macam hal, spesifik bgt. Mungkin di suku2 lain jg gitu. Hehe tp kesamaan banyak mantra2 ini, selalu dibalikin ke atas kuasa Sang Hyang Maha
Pertama kali baca buku berisikan sajak. Cukup menarik karena beberapa bait puisinya terdengar mantra/doa sehari². Konon, mantra orang jawa ini merupakan bahasa sehari² zaman lampau yang kemudian dibungkus melalui puisi oleh almarhum eyang Sapardi. Dan yang aku notice, puisi nya juga dilibatkannya Hyang Maha dalam segala urusan di bumi.
Mantra Orang Jawa sebenarnya bukan antologi yang diunggulkan olehku, tapi puisi-puisi yang tersaji dalam buku ini mengingatkanku pada "mantra" kuno yang kutahu. Sunda dan Jawa memiliki beberapa irisan yang tentunya membuat otakku merasa takjub. Jadi, walau bukan antologi yang diunggulkan oleh pribadi, buku ini tetap menjadi buku yang membuatku merasa "nyaman".
Merapal kata-kata yang dipenuhi dengan keyakinan; tidak lagi menjadi hanya sekedar kata-kata melainkan sebuah mantra. Puisi-puisi yang digubah ulang dari mantra, menjadikan kata-kata tersebut makna yang berbeda. Percaya tidak percaya, aku membacanya dengan lantang seperti mengucapkan mantra.
Sedari dulu pujangga dari Bapak Sapardi. Sempat ikut pre-order dan dapat ttd langsung (senang sekali, terima kasih Bapak), dan tidak berujung sia-sia. Buku ini ringan, menggambarkan senandung perjalanan mesra antar orang terkasih, tuhan, dan jagat raya. Indah dan tulus. Perasaan dan mimik muka saya ikut terombang ambing antar bait. Memiliki darah jawa tapi tidak dibesarkan penuh disana membuat saya tidak begitu akrab dengan sajak. Sempat kecewa sedikit, tetapi tetap menikmati.
Terdapat lebih dari 50 mantra dalam buku ini, lebih banyak dibandingkan buku sebelumnya. Mulai dari asal-muasal manusia; bunyi & sunyi; biji mantra; mantra pengasih 1-9; mantra mengusai orang; mantra wewe putih; mantra batu terbang; sungai; hingga mantra menjelang tidur.
Pada buku sebelumnya, Doa Hari Lahir, diubah menjadi Mantra Hari Lahir pada buku edisi baru. Lalu Makna Air menjadi Air pada edisi revisi. Beberapa judul yang ada pada buku sebelumnya namun tidak ada pada buku edisi revisi antara lain Keteguhan; ilmu; mantra jayabrana; ajian semar mesem.
Rasanya seperti nostalgia. Hanya saja kali ini aku yang membaca, bukan hanya sekadar mendengar rapalan mantra yang bahkan dulu tak kumengerti maksudnya. Di sini kutemukan perkawinan antara mantra dan puisi, yang hasilnya tidak menjadi terlalu magi dan bisa dinikmati.
Pengamat kebudayaan Jawa kurasa bisa baca buku ini kapan-kapan, meski belum tentu sakti mandraguna yang didapatkan.
Saya harus terima kasih sama Sapardi yang telah bantu saya memahami mantra Jawa yang selama ini selalu tampil layaknya misteri! Silakan bagi yang ingin kembalikan pada fungsinya, coba dibaca-baca.
Ini buku mantra lucu bagi yang tidak tahu, bagi yang tahu mungkin jadi kurang nyaman membaca mantra yang dipuisikan, entahlah pula apakah mantranya tetap berfungsi sebagai mantra atau cukup hanya sebagai puisi saja. Bagaimanapun penulis buku ini telah melakukan usaha yang sungguh-sungguh dalam mempuisikan mantra-mantra yang ada. Dan kurasa aku cukup menyukainya, sebagai buku puisi dan buku mantra! Sayangnya kurang banyak saja
Mantra Jawa dengan nafas Islami... Ada berbagai mantra disini, termasuk "aji pengasihan", ada mantra supaya diberi banyak rejeki lho...*halah*... Dan yang paling favorite buatku adalah puisi:
GOSOK RASA
Rasa menyantap cahaya cahaya menyantap rasa rasa menyantap cahaya hidup tak pernah berubah sudah menjadi kodrat Allah
This entire review has been hidden because of spoilers.