Jump to ratings and reviews
Rate this book

A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa

Rate this book
Waktu kecil, kita sering bertanya, “Ma, aku keluarnya dari mana sih?” atau “Pa, Tuhan itu siapa?” Tapi, semakin tua, kita semakin jarang bertanya. Hidup ini tidak lagi menarik tanpa pertanyaan. Monoton. Terjebak dalam rutinitas. Padahal, hidup yang nggak pernah ditanyakan adalah hidup yang nggak layak diteruskan, kata Socrates. Nah, lho!

Mata kucing aja selalu bertanya. Coba, deh, tatap matanya. Sekarang giliranmu, nyalakanlah matamu dan bertanyalah!

162 pages, Paperback

First published October 1, 2008

28 people are currently reading
484 people want to read

About the author

Fahd Pahdepie

27 books530 followers
FAHD PAHDEPIE, suami juga ayah penuh-waktu untuk Rizqa Abidin serta dua putra mereka Falsafa Kalky Pahdepie dan Alkemia Malaky Pahdepie. Menulis, bekerja, dan berkreativitas dirayakannya di waktu senggang. Orang rumahan yang menulis untuk diceritakan pada istri dan anak-anaknya.

Selain menulis, Fahd juga merupakan pembicara publik, penulis skenario dan sutradara film maupun teater. Saat ini menjadi co-founder dan CEO inspirasi.co. Ia bisa ditemui di www.fahdpahdepie.com atau facebook.com/fahdpahdepie atau twitter @fahdisme.

Profil lengkapnya bisa dibaca di: http://id.wikipedia.org/wiki/Fahd_Pah...

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
146 (20%)
4 stars
216 (30%)
3 stars
257 (36%)
2 stars
70 (9%)
1 star
13 (1%)
Displaying 1 - 30 of 96 reviews
Profile Image for gieb.
222 reviews77 followers
March 3, 2009
bagaimana sebenarnya cara yang paling jitu untuk dekat dengan tuhan? apakah dengan semalam suntuk mengkhatamkan kitab suci? ataukah jidat yang harus disujudkan begitu lama sehingga tampak bekas menghitam? apakah dengan wirid tak pernah berhenti sepanjang hari? ataukah dengan mengamalkan semua hartanya kepada yang membutuhkan? apakah ini? apakah itu?

tentu semua yang disebut di atas mempunyai pembenaran masing-masing. tapi, menurut saya, sebelum kita mendekat dengan tuhan. alangkah baiknya kita berkenalan dulu dengan beliau. siapa tuhan yang anda 'temui' saat anda sembahyang di masjid, di gereja, di vihara, di pura, di jalan, di mall, di rumah, di mobil, di becak, dll?

bagaimana cara mengenal tuhan? -versi islam ye-

ada beberapa cara. pertama, mengenal asma'illah. mengenal namaNya. ada 99 nama tuh. hapalkan. dan cermatilah. maka anda akan tercengang. anda akan melihat betapa tuhan selalu dua biner. maha pengasih sekaligus maha penghancur. kedua, mengenal sifattillah. mengenal sifatNya. ada sekitar 20 sifat tuh. kenali dan pahamilah. maka anda akan kaget. tuhan itu ternyata tidak berdiam diri di rumah-rumah ibadah. ketiga, mengenal af'al illah. mengenal pekerjaanNya. ada banyak tuh. seperti mencipta, dll. keempat, mengenal dzattillah. mengenal wujudNya. mhhh. untuk bahasan ini bisa pm saya deh.

nah, buku fahd djibran ini adalah ikhtiar untuk itu. sebuah usaha untuk mengenal tuhan. dengan cara mengenal diri sendiri. aforisme ini sangat populer di kalangan sufi. barangsiapa mengenal dirinya, maka mengenal tuhannya. fahd dalam berbagai angle tulisan ini, menurut saya, hanya sebuah usaha fahd untuk mengenal fahd. di kemas dalam isu-isu yang akrab di telinga, usaha fahd ini tampak demikian ringan. padahal itu berat. sangat berat bahkan. pertanyaan yang coba dikekalkan fahd hanyalah sebuah pintu keingintahuan yang lebih besar lagi. tentang apa itu. saya kira, masih tentang seputar bagaimana mengenal diri sendiri itu.

ada beberapa tulisan fahd yang cukup menggetarkan saya. terutama tentang waktu. apologi fahd tentang waktu seperti menampar saya akan sebuah pengalaman pribadi yang selalu bermusuhan dengan waktu. aih aih.

saya kira, fahd djibran berhasil menyederhanakan pikir untuk sesuatu yang 'sulit' dan 'rumit'. meski kadang fahd tidak berani memasuki wilayah yang lebih 'rumit' lagi. kerumitan yang disampaikan fahd masih dalam level yang paling rendah. masih ada kerumitan yang menuntut kelaziman yang seharusnya. tapi saya yakin, fahd tahu tentang itu. mungkin karena si fahd menuliskan ini untuk konsumsi anak muda. kenapa juga kau tutupi itu fahd?

jadi, buku ini not bad-lah. cukup menggetarkan kesadaran ilahiyah saya sebagai manusia.

saran saya: beli dan bacalah buku ini jika anda belum bosan bertanya. hidup yang tidak dipertanyakan adalah hidup yang tidak layak untuk diteruskan.

selamat bertanya.

gieb.

ps: terimakasih buat roos atas pinjaman bukunya. semoga acara bedah buku ini bisa segera direalisasikan. di kuburan saja yuk...
Profile Image for Roos.
391 reviews
November 28, 2008
Buku ini mengingatkanku pada buku Kang Isman yang Bertanya atau Mati. A cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa...yah pastilah...cuma kadang bikin malu...hehehehe.

Dalam hidup kita memang harus selalu bertanya karena kalau tidak bertanya berarti kita tidak akan pernah mengerti bahwa hidup adalah pertanyaan. Lalu apakah kalau sudah menemukan jawaban kita terus mati...ya belum tentu...hehehehe.

Buku yang menarik, tidak semua orang bisa mempunyai pertanyaan-pertanyaan, lalu berusaha menemukan jawab terus dituang ke tulisan dan dishare dengan pembaca. Yah paling tidak membaca buku ini juga menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaanku mengenai hidup dan untuk menemukan jawaban dari pertanyaanku yang lain tetap kita harus terus mencari dan menggalinya sendiri. Setuju???

Pernah dalam suatu perbincangan dengan seorang teman, dia menanyakan padaku dan pada dirinya sendiri ( kurasa ),"Sebenarnya apa yang menjadi pertanyaan terbesar dalam hidupmu?"...beuuh langsung dalam nih pertanyaan, belum dijawab dia dah melanjutkan lagi,"Apakah kau sudah menemukan jawabannya?" dan lagi-lagi belum kujawab pertanyaannya dia bilang begini, "Kok aku seperti orang yang berlari terus yah, mengejar pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawaban-jawaban akan hidupku,capek."...Lah curhat ini namanya...hihihihi. Terus aku tanya dia, "Sudahkah kau temukan jawaban yang sesuai dengan pertanyaanmu?"
Dia menjawab, "Belum semua." Lalu aku bilang, "Mungkin kamu perlu berhenti dulu atau mundur selangkah,karena mungkin juga jawaban itu ada disekitarmu cuma kamu terlewat." Dan temanku ini cuma menjawab,"Ooooh."

Setelah itu malah aku yang banyak pertanyaan, tadi ngomong apa yah?
Kok bisa yah? Dapat darimana yah itu jawaban? dan berbagai macam pertanyaan yang hinggap di kepalaku...Walah sok filosopher gitu aku yah?...*garuk-garuk kepala deh*...Bingung juga tadi habis ngomong apa...hehehehe.

Dah ah...malah pusing sendiri...kebanyakan nanya nih...gak nyampe nih Otak Teflon, susah nempelnya dan mudah lupanya...hehehe.

Pokoknya buku bagus,lumayan buat para soul searcher pemanasanlah...*halah ngomong apa lagi ini*
Profile Image for Nanto.
702 reviews102 followers
Want to read
December 2, 2008
Sudah memilikinya. Barusan saja. Sepulang dari rumah kawan. Di sana saya memperhatikan dua anak kecil yang bermain di teras. Keduanya berceloteh lepas, pertanyaan mengalir. Ah, ah, ah, sudah lama saya tidak bertanya. Melihat mereka bertanya tentang tanah dan batu di sekitaran teras, bertanya dan tidak berhenti hanya membuat saya sulit lupa. Saya janji beli buku ini dengan budget bulan ini.

Bertanya? Berat kah? Dulu saya suka bertanya. Pernah kesambet pertanyaan bahkan. Sebuah pertanyaan menelikung ide pidato tentang aktifisme mahasiswa ketika saya akan berjalan menuju mimbar di kelas bahasa Indonesia di semester dua. Sebuah pertanyaan membajak kepala saya, dan meracaulah saya, "darimana datangnya kebenaran?" Saya meracau dan mengulang-ulang pertanyaannya dan mencoba berhenti disebuah jawaban. Jawabannya klise, "kejujuran!" Begitu resonansi yang berbunyi di kepala saya.

Saya turun dari podium. Masih menggayut kepala saya sisa desing pertanyaan dan resonansi jawaban yang terkesan instan, Pak Dosen memberikan ulasan. Ia mengulas repetisi saya, atas pertanyaan ketika saya di mimbar. Tidak terlalu disinggungnya jawaban. Yang membuat kepala ini ringan adalah ia memberikan apresiasi dengan nilai yang bagus. Saya tidak terlalu perduli. Esok harinya barulah saya sadar, ketika seorang kawan menyinggung apa yang saya pidatokan sehingga dapat apresiasi dosen, "Wah berat banget!" komentar singkat itu saya balas, "berat yah? iya kali yah?"

Pertanyaan lain juga pernah. Dulu sekali. Ketika saya masih sering jalan-jalan sekeluarga besar. Ketika lingkungan yang saya kenal tak lebih dari keluarga dan beberapa teman main di sekitaran rumah dan taman kanak-kanak. Keluarga yang kebanyakan jawa, selain juga ada etnis lainnya, sebuah pertanyaan nakal melesat, "apakah dunia ini isinya orang jawa saja?" Kiranya jawabannya tidak. Tidak tau benar atau tidak, tetapi saya tau ada yang namanya Dani Arab, kawan kecil saya yang pertama kali mengajak kemping di halaman rumahnya namun batal karena tendanya keburu diduduki kucing yang pup. Setelah masuk taman kanak-kanak, saya pun tahu ada yang namanya Antonius Renang Sang Umang, seorang kalimantan yang akrab dengan saya ketika TK. Atau walau saya tidak tahu setiap anak lelaki batak akan menggunakan panggilan Ucok, saya tahu ada seorang yang suka diledek dengan "param kocok" ketika saya awal masuk TK. Falsifikasi pertama atas sebuah pertanyaan yang masih saya ingat hingga kini, jauh sebelum saya kenal modus bebek hitam atas pernyataan bebek putih ala Karl R. Poper.

Namun bagaimana dengan mabuk pertanyaan? Mabuk pertanyaan hingga kau menjadi Bima yang mencari Sang Ruci-mu dengan menempuh segara autis. "Siapa saya?" Menyelam ke lubuk diri hingga semua di sekeliling mu tidak kau pedulikan. Hingga semuanya hanya teguran yang layak dijawab dengan dingin dan santai. Semuanya berujung ketika di suatu malam seorang kawan yang dalam tidurnya menemukan diri saya di depan papan tulis menuliskan sebuah formulasi entah apa yang tidak dimengertinya. Sementara saya asyik dengan ribuan kunang-kunang yang nyala-redup di setiap dada anak manusia. Bahwa setiap manusia dititipi kebaikan, dan saya sibuk membayangkan nyala itu padu dan menjadi terang bagi gerak bersama. Mabuk pertanyaan itu buyar ketika sontak saya sesat dalam kepala saya sendiri. Hilang arah untuk kembali menapak pintu semula.

Bersyukurlah bahwa pintu itu ada ketika saya yakin membukanya dengan hati baik, bahwa bertanya bukanlah hanya sekedar untuk menggugat dunia, ia terutama ada sebagai kampak atas berhala ketahuan kita yang semu.

Masih ingin bertanya, makanya saya akan baca buku ini, karena saya sekarang malah sering bertanya, "kapan dolar menjadi lima ribu dan harga-harga lebih terjangkau kantung saya lagi? Mungkin?"

Nggak mungkin, nggak mungkin
Semua itu akan terjadi
103 tahun mungkin
Nggak mungkin, nggak mungkin
Semua itu terjadi
100 tahun lagi mungkin


Setan skeptisisme megah di raungan refrain lagu Pak Tani Slank.

Masih berani bertanya? Saya sebagai Sekjen Partai Kaipang masih berani! Barangkali nanti lirik lagunya menjadi, "tahun 2014, mungkin!" Go Kaipang! hehehe kampanye :D
Profile Image for Fahd.
Author 27 books530 followers
November 1, 2008
Seorang yang selalu bertanya memang ditakdirkan jadi petualang. Petualangan mereka adalah petualangan yang panjang, petualangan untuk menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu dan terus menerus muncul menagih penyelesaian.

Buku ini berisi petualangan itu. Seperti sebuah petualangan liar, sekumpulan sketsa, prosa, dan cerita dalam buku ini tidak menawarkan peta. Petualangan ini hanya dibekali tanda-tanda sederhana yang mungkin sering kita jumpai, seperti hal-hal biasa yang lazim kita temukan di keseharian tetapi sesungguhnya penting untuk kita tinjau ulang. Sebab, siapa tahu semua itu adalah tanda, yang akan menyusun sebuah peta menuju jawaban yang mencerahkan kita.

Bukankah, waktu kecil kita sering bertanya, “Ma, aku keluarnya dari mana, sih?” atau “Pa, Tuhan itu siapa?” Tapi, semakin tua, kita semakin jarang bertanya. Hidup ini tidak lagi menarik tanpa pertanyaan. Monoton. Terjebak dalam rutinitas. Monokrom.

Untuk itulah, buku ini mengajak kita mengembalikan ritual masa kecil kita untuk jadi “filsuf keseharian” (meminjam istilah Søren Keikgard). Ada banyak hal yang menarik untuk kita kumpulkan dan pertanyakan ulang maknanya. Seperti sebuah permainan menyusun puzzle, pertanyaan-pertanyaan itu membuat kita semakin dewasa dalam memaknai dan melihat segala sesuatu secara utuh.

Ada banyak pertanyaan yang [akan] muncul setelah Anda membaca buku ini. Dari mulai Tuhan, cinta, waktu, hidup, Satori, sepi, sampai hal-hal lain yang biasa muncul sebagai pertanyaan di keseharian kita—yang begitu saja sering kita abaikan, namun sebenarnya penting untuk dikaji ulang.

Seperti seekor kucing yang selalu bertanya. Nyalakanlah matamu. Bersiaplah menikmati petualangan itu.
Profile Image for Meliana.
Author 2 books17 followers
February 22, 2009
di samping merasa sedikit terganggu oleh judulnya, secara keseluruhan, aku mengganggap buku ini sangat layak dibaca dan dinikmati. ada lompatan-lompatan romantisme, sufiisme, spritualisme dan realita yang membuatnya menarik.

bertanya memang tidak akan pernah membuatmu berdosa.

"Aku ingin tetap berada di udara jika hidup adalah sebuah koin yang dilempar ke udara dan menjadikan kita sebagai salah satu sisi dari dua mata koin itu. Aku ingin berada di dunia antara, abu-abu, dunia fusi sinergis yang harmonis."
- Fahd Djibran (A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa)

membaca dunia abu-abu fahd, membuatku berpikir dan bertanya keras, "apakah mata kucing memang menyimpan sebegitu banyak pertanyaan?"

kupikir, alangkah indahnya seandainya buku yang bagus tidak perlu memakai judul yang dipaksakan komersil hanya agar ia membuat penasaran. buku yang bagus, akan menemukan perjalannnya menuju rak best seller pada akhirnya..

Profile Image for Anastasia Ervina.
Author 16 books10 followers
June 26, 2013
Akhirnya keinginan saya untuk baca buku ini kesampaian juga setelah seorang teman saya yang baik hati meminjamkan novel ini kepada saya. Sungguh tulisan yang sangat menarik. Sastra yang sarat makna. Saya selalu haus akan segala pengetahuan tentang Tuhan dan agama yang beragam di dunia ini yang tak akan pernah terjawab secara sempurna. Tak sia-sia saya membaca buku ini. Membuat cakrawala berpikir makin luas. Dan tak sabar membaca karya Fadh yang lainnya! ;)
Profile Image for Lantip Sukaswanto.
36 reviews9 followers
June 1, 2018
Setiap baca perjudul bab selalu saya bilang begini dalam hati: "ah kata siapa?"


Ada juga yang saya katakan dalam hati: "ah, ngak juga..."
Profile Image for Bening Tirta Muhammad.
100 reviews26 followers
October 1, 2013
Menarik mengikuti anak-anak tangga pemikiran Fahd. Fahd mengusik hal-hal yang lumrah seperti tata nilai, wujud cinta, dualisme yang merajalela dalam diri manusia dewasa-ini, dan konspirasi. Unik, berani, dan berupa rekam jejak seorang pencari tahu.

*buku ini menggambarkan model buku yang ingin saya buat. Hmm, tapi udah ada yang kayak gini. Apa saya ganti model yang lain, biar lebih orisinal? :D
1 review
November 17, 2008
numero uno. pertanyaan2 yang masih pertanyaan sih sebenarnya. tapi buka cara pandang lain. dengan cara sederhana membuka cara pandang yang ga baku jadi ga keliatan ngeyel dan aneh.

ah love this book. "filsuf keseharian" on this book.
Profile Image for Wicaksono Wicaksono.
18 reviews1 follower
December 29, 2008
Serunya Kepolosan Sebuah Petualangan dengan Sebelas Nyawa

Judul: A Cat in My Eyes
Penulis: Fahd Djibran
Harga: Rp29.000
Jumlah halaman: 176 hlm
ISBN: 979-780-280-9
Ukuran: 13 x 19 cm

Ada sebuah mitos yang menyatakan bahwa kucing itu punya sebelas nyawa. Mungkin mitos inilah yang bisa kita rasakan dengan kuat saat membaca buku ini. Buku ini menjadi sebuah dunia jinjing, yang memandu kenangan, pengalaman dan kedalaman pemikiran kita untuk bertualang tanpa batas dalam kepolosan yang tidak mengada-ada. Petualangan yang sederhana namun membutuhkan energi kedewasaan berpikir yang besar, sampai-sampai kita membutuhkan adanya sebelas nyawa agar kita tidak mati tenggelam dalam kedalaman makna sebuah kepolosan yang bisa jadi seperti tanpa dasar.

Boleh jadi, terkadang kita merasa segar oleh limpahan air sejuk yang terminum dalam ketertenggelaman kita. Namun terkadang, kita juga tersengal-sengal dan megap-megap oleh kepolosan bening air yang menyimpan berlaksa makna yang terkadang abai untuk kita cermati artinya dalam hidup.

Permasalahan yang diangkat dalam buku benar-benar merupakan remah-remah kehidupan yang sepertinya terasa sepele, namun dibalik keremehtemehan tersebut tersimpan kebesaran makna yang sesungguhnya bisa kita urai dengan pertanyaan-pertanyaan polos, yang terkadang sudah kita lupakan saat kita sudah merasa terlalu pintar oleh waktu, oleh pendidikan, oleh pekerjaan dan oleh perjalanan hidup itu sendiri.

Kita perlu menjadi anak-anak kembali. Ya menjadi anak-anak yang justru karena ketidakmengertiannya, tak sungkan-sungkan lagi untuk bertanya. Bertanya... ya bertanya pada apa saja yang sepertinya sia-sia, bodoh, polos, lugu, culun, klise, retoris atau yang bernuansa negatif lainnya.

Membaca buku ini, sepertinya kita diseret oleh penulis untuk menceburkan diri dalam air dangkal yang mampu menenggelamkan, ke dalam air jernih yang mampu mengeruhkan pandangan, ke dalam kolam super kecil namun mampu menelan apapun yang ada di dunia ini.

Semuanya yang dipercikkan penulis kepada kita, sangatlah sederhana. Butiran-butiran ringan pertanyaan tentang Tuhan, cinta, sepi, kangen, satori, hidup, bumi, dan segala hal enteng yang kita temui dalam perjalanan hidup kita. Memang butiran-butiran pertanyaan tersebut tidak mampu membuat kita basah kuyup. Namun meskipun kita tidak basah oleh percikan-percikan pertanyaan tersebut, pemikiran kita bisa menjadi memar lebam olehnya.

Misalnya dalam tulisannya yang berjudul 'Kemanakah kau siang tadi TUHAN?'. Dalam judul ini penulis mampu menggelitik hati kita untuk terpingkal-pingkal dan menyerah pada akhirnya bahwa kita terkadang tidaklah bisa jujur untuk mengakui bahwa kita sering menuduh Tuhan tidak adil.

Pergolakan hati kita jadi semakin membadai saat sampai pada tulisan yang berjudul Pertem(p)u(r)an dengan Tuhan. Dengan mozaik yang sepertinya rumit, penulis mampu mengajak kita untuk mencoba jujur dan berani kepada Tuhan. Jujur untuk tidak menabukan imajinasi kita tentang Tuhan, dan berani untuk mempertanyakan segala hal tentang Tuhan pada hati nurani kita. Karena dengan kejujuran dan keberanian itulah sebenarnya misteri zat Tuhan bisa kita uraikan, setidaknya untuk diri kita sendiri.

Simbolisasi dan dramatisasi cerita yang sangat lugas, justru memancing kecurigaan pemikiran kita, untuk terus mengorek-ngorek makna besar yang bisa jadi terlipat di dalam kelugasan cerita yang diketengahkan penulis. Tulisan Rindu misalnya. Boleh jadi tulisan ini tidak akan bermakna apa-apa kalau pemikiran kita tidak memiliki syak wasangka dan kecurigaan sedikit pun. Pasalnya tulisan ini sangat singkat. Dalam satu paragraf, penulis menyajikan cerita tentang seseorang yang menelpon kemudian berkata,"Aku kangen!". Sudah itu saja. Loh... kalau otak kita tidak terusik tentunya tulisan ini akan berlalu begitu saja. Tapi sebaliknya kalau kita curiga akan makna dibalik kesederhanaan cerita tersebut maka berjuta pemaknaan bisa muncul dari sana. Bahkan tak terhingga.

Tak terhingga tantangan pemaknaan disajikan penulis secara mengalir dan apik dalam nampan berjudul "A cat In My Eyes" ini. Namun kita tak perlu takut. Tantangan pemikiran yang ditembakkan penulis tidaklah memaksa, mendoktrin dan menyeret kebebasan kita. Meskipun banyak menyajikan kepolosan pertanyaan anak-anak, secara dewasa penulis mampu berdiri netral dan tak doyong ke pihak mana pun yang kita suka. Apapun yang kita duga, kita kira, dan kita makna penulis tetaplah dia sendiri. Seperti yang dikredokannya dalam "Skizofrenia".

"Yang tak kuinginkan adalah hitam, tetapi putih; positif, tetapi negatif; baik, tetapi buruk, dan seterusnya. Apa bedanya? Tentu saja berbeda. Jika hitam dan putih, berarti abu-abu, melebur membangun sebuah fusi sinergis yang harmonis. Sementara itu, “hitam, tetapi putih” adalah sebuah kondisi yang munafik membentuk dualisme, atau suatu saat hitam bisa menindas putih atau sebaliknya, atau justru menciptakan situasi yang sangat menjadi hierarkis “hitam di atas putih, putih yang tertindas oleh hitam”.

"Aku ingin tetap berada di udara jika hidup adalah sebuah koin yang dilempar ke udara dan menjadikan kita sebagai salah satu sisi dari dua mata koin itu. Aku ingin berada di dunia antara, dunia abu-abu, dunia fusi sinergis yang harmonis."

Membaca halaman demi halaman buku ini, bisa jadi membuat lelah pemikiran kita sehingga membutuhkan sebelas nyawa. Namun sebelas nyawa yang kita hamburkan dalam petualangan kata yang tertulis dalam buku ini, tidaklah sia-sia. Pada akhirnya, kita bisa berharap tak hanya memiliki sebelas nyawa kucing, tetapi juga mampu memiliki mata kucing yang bersinar jika bertabrakan dengan cahaya dan mampu melihat dalam kegelapan misteri yang selalu saja menyelimuti dunia.

Profile Image for Rian Widagdo.
Author 1 book20 followers
November 25, 2018
Judul : 4/5
Sampul : 5/5
Pembuka : 1/5
Cerita/Isi : 2/5
Penceritaan/Penyampaian : 3/5
Bahasa : 5/5
Penutup : 1/5
Layout : 3/5
Blurb : 4/5

TOTAL : 3,1/5

*Rekomendasi : 2/5

Catatan:
- Judulnya bagus, tapi tidak mewakili isi buku
- Blurb bagus, tapi sejujurnya juga tidak mewakili isi buku
- Saya tidak tahu buku ini tergolong fiksi atau nonfiksi. Mungkin non-agak-fiksi? Tapi siapa peduli?
- Sebenarnya saya ingin merating buku ini antara angka 1 sampai 2, tapi yah, penilaian saya terhadap suatu buku menitikberatkan pada banyak aspek (bahkan sampul, judul, dan blurb yang sebagian besar orang tidak akan menaruh nilai di dalamnya.)
- Secara keseluruhan buku ini 'tidak seperti kelihatannya'. Out of my expectation (in the negative way).
Profile Image for Backpfeifengesicht.
18 reviews
February 21, 2023
Banyak cerita pendek dalam buku tersebut yang mengandung alegori yang membuat saya semakin berpikir dan merenung. Misalnya pada cerita yang berjudul Fragmen Malam. Di malam hari, sang ayah sering mengajak anaknya melihat rasi bintang. Ayah lalu bercerita tentang salah satu mitologi Yunani Kuno, yaitu Prometheus yang menerobos Kerajaan Zeus untuk mencuri api keabadian dan kemudian api tersebut digunakan oleh manusia di Bumi.
Sepertinya dalam cerita itu, Fahd ingin melempar sebuah wacana tentang "dilema moral".

Prosa lainnya yang membuat saya sangat terkesan dengan gaya bercerita seorang Fahd, di antaranya yaitu cerita yang berjudul Skizofrenia.
Profile Image for Rainilamsari.
181 reviews20 followers
December 31, 2018
Hey hoo, ini Fahd Pahdepie jaman baheula!

Bahagiaaa banget karena bisa ketemu karya lama doi. Habis gimana ya, jatuh pada bacaan pertama! Makanya langsung sukak dan bahagiak.

Tapi ini, sejujurnya agak memusingkan, ya, haha. Soalnya diajak mikir, lumayan keras. Tapi lagi-lagi cara sajinya unik, seakan-akan kita para pembaca adalah tokoh yang diajaknya bicara. Dan, lagi, Fahd membuat diri mengingat seseorang di luar sana. Orang yang sama yang saya ingat ketika pertama kali membaca karyanya 🍃

Intinya, nagihlah. Sensasinya ga bisa dituang di dunia maya. Patut dicoba.
Profile Image for Haris Quds.
52 reviews55 followers
January 22, 2018
Terlalu cheezy untuk sebuah buku yg katanya filosofis. Sayangnya Dewi Dee Lestari memberi testimoni yg terlalu berlebihan untuk buku ini. Tapi untuk umuran SMA yang mau belajar2 mempertanyakaan kehidupan, bolehlah baca buku ini sebagai batu loncatan sebelum baca buku2 filosofis yg sesungguhnya 😀
Profile Image for Rahmanda Wulandari.
39 reviews1 follower
July 8, 2017
awalnya aku gak ngerti ini buku bercerita tentang apa, ngapain sih ini orang? namun semakin mendalami buku tersebut banyak asam manis yang menggelitik untuk dicerna.
Profile Image for Sanya.
90 reviews8 followers
August 27, 2015
Adalah sebuah buku dari seseorang yang namanya tak lagi asing di telinga saya; Fahd Djibran. Buku ini berisi kumpulan tulisan Fahd Djibran, ada puisi, cerita pendek, semacam surat, ada pula tulisan-tulisan yang berbau esai. Saya suka caption buku ini, yaitu; karena bertanya tak membuatmu berdosa.

Buku ini menjawab beberapa pertanyaan—yang seringkali benak saya lontarkan—dengan cara yang tidak saya duga. Misalnya, dalam tulisan pertama, ada bagian yang menyatakan “cantik itu bukan pertanyaan, melainkan jawaban.” Rasanya seperti saya menemukan jawaban ‘sementara’ atas pertanyaan yang seringkali terlontar dari benak saya; cantik itu sebenarnya apa, atau bagaimana? Jawaban sementara sebab barangkali besok-besok saya menemukan jawaban lain yang ternyata jauh lebih saya suka. Hehe.

Sedangkan yang saya tangkap dari tulisan kedua berjudul A Cat in My Eyes adalah bahwa manusia bisa lebih kucing, daripada seekor kucing. Haha.

Selanjutnya saya hanya akan membahas tulisan-tulisan dalam buku ini yang menurut saya menarik. Tulisan keempat juga cukup menarik, karena ternyata perempuan yang dimaksudkan sejak awal tulisan ini adalah ibu dari Si Narator. Ada satu kutipan yang saya suka dalam tulisan keempat yaitu, “…akalku berusaha menolak bayang dirimu, tetapi ruang kosong dalam hatiku mengundangmu setiap waktu.”

Tulisan kelima, berjudul “Fragmen Malam” juga merupakan salah satu yang menurut saya menarik. Sebuah cerita mengenai seorang anak yang pada malam hari seringkali didongengi oleh ayahnya di bawah terang bintang-bintang sampai pagi datang. Tapi, Ibu tidak suka dongeng Ayah. Dan bagian paling menariknya menurut saya adalah, “Ada suara lain selain kokok ayam, sepertinya suara burung liar. Entah burung apa.” Saya curiga, jangan-jangan Ibu dari anak ini ‘dijual’ oleh Ayah (atau sengaja menjual diri) untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari? Makanya, supaya anak ini tidak menyadari apa yang sebenar-benarnya terjadi, Ayah mengalihkan perhatiannya dengan mendongeng. Dongeng yang, sialnya, tidak bisa membuat mereka sejahtera. Tapi, apa iya? Atau saya hanya mengada-ada?

Dalam tulisan keenam yang berjudul “Everybody’s happy in his own way” ada satu kutipan mengenai kebahagiaan yang menarik, yaitu, “Mungkin, situasi yang menentukan makna kebahagiaan itu, mungkin kehadiran seseorang yang lain, mungkin penantian yang panjang, atau mungkin justru kemungkinan-kemungkinan itu sendiri.”
Tulisan kedelapan berjudul “When and Sometimes”, tentang waktu yang “jika tersita, siapa yang menyitanya.” Haha. Lalu, “Jadi, apakah ‘kita hari ini’ adalah seseorang yang ‘baru’, sebab ‘kita yang kemarin’ atau ‘kita satu tahun yang lalu’ telah raib bersama waktu yang menggaib.”

Tulisan ketiga belas dengan judul “Kemanakah Kau Siang Tadi, Tuhan?” menjadi salah satu tulisan favorit saya. Dituliskan sebuah surat untuk Tuhan dari seorang buruh yang memiliki shift kerja malam hari sehingga hanya bisa berdoa pada siang hari. Padahal katanya, doa itu baiknya di sepertiga malam sambil mengangkat tangan. Dan lebih mirisnya lagi, saat sedang berdoa, di dapur, anaknya menangis karena belum makan, sedangkan istrinya tidak kunjung pulang.

Tulisan kesembilan belas, berjudul “Gaia yang Sakit.” Tulisan ini idenya asem tenan menurut saya. Haha. Fahd Djibran mengadopsi teori James Lovelock yng meyakini bahwa bumi adalah superorgaisme (yang dinamakan “Gaia”)—sehingga bisa sakit! Alah! Saya sama sekali tidak menduga kalau ternyata si Gaia adalah bumi, tempat kaki saya berpijak. Saya baru menyadari ketika sampai pada bagian akhir tulisan ini, juga setelah membaca catatan kakinya.

Tulisan kedua puluh satu berjudul “Skizofrenia”. Ada beberapa hal menarik dalam tulisan ini, yaitu; “Mengapa yang dianggap ‘benar’ adalah memilih salah satu diantara keduanya, bukan berada diantara keduanya atau memfusikan keduanya?”, “B erdiri sebagai abu-abu sehingga benar-benar tahu limit antara hitam dan putih”. Tokoh utama dalam tulisan ini berbicara pada dada, seperti dalam tulisan “Psikopati”, dan saya kira keduanya memang memiliki hubungan.

Itulah beberapa tulisan favorit saya dalam buku ini. Barangkali ada yang lainnya, tapi hanya segitu yang sempat saya catat. Sebab waktu itu saya membaca dan menuliskan catatannya dengan agak terburu-buru. Buku ini habis say abaca dalam dua kali duduk, di perpustakaan kota Yogyakarta. Pertama kalinya masuk ke sana, tidak tahu kalau ternyata untuk membuat kartu anggota harus fotokopi KTP atau KTP. Jadi daripada tidak mendapatkan apa-apa, saya ambil satu buku dan bertekad langsung menyelesaikannya. Jadi, begitulah.
Profile Image for Adie Riyanto.
7 reviews3 followers
July 14, 2010
"Hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan."

Petikan dari ungkapan Socrates di atas menjadi titik berat pembacaan saya ketika membaca buku A Cat in My Eyes: Karena Bertanya Tak Membuatmu Berdosa karya Fahd Djibran. Dari total 160 halaman yang berisi 27 tulisan berupa sketsa, prosa, dan cerita, kita akan diajak untuk melakukan dialog dengan diri pribadi mengenai konsep-konsep yang terkadang dianggap remeh dan sepele menjadi sesuatu yang layak untuk didalami maknanya. Apa itu hidup? Apa itu cinta? Apa itu Tuhan?

Dengan sejumlah metafor dan narasi linguistik yang memikat, buku ini menggiring kita untuk mempertanyakan konseptualisasi yang telah terpatri dalam persepsi diri kita atau menjadikan semacam pencerahan atas pemikiran kita untuk mencari kedalaman makna dalam hidup. Makna serupa pintu keluar yang selalu kita cari ketika kita tersesat dalam sebuah labirin ketidakpastian. Alinea ini terdapat pada tulisannya yang berjudul Labirin. Pencarian makna atas hakikat hidup, romantisme cinta, dan hubungan dengan Sang Khalik itulah yang berusaha dijelaskan (atau mungkin dipertanyakan) kepada sidang pembaca.

Menulis tentang hal-hal yang mengusik pemikiran dibutuhkan semacam intuisi dalam berkreativitas. Dan intuisi adalah bakat. Pendidikan atau latihan hanya bersifat menambah ketajaman intuisi. Seperti dikatakan oleh Budi Darma, Guru Besar Sastra Universitas Negeri Surabaya, kekuatan intuitif pada hakikatnya adalah transendental yaitu kekuatan common sense atau akal sehat tanpa penggunaan seperangkat teori dalam pengertian yang formal. Saya kira Fahd memiliki intuisi semacam itu dalam mencipta karya.

Tengok saja tulisannya yang berjudul Tubuh. Dalam tulisan tersebut kita diajak untuk merekonstruksi persepsi secara umum tentang citra cantik. Hal yang menjadi kian destruktif maknanya akibat simbol-simbol yang dikomersialkan melalui media cetak maupun elektronik dalam wadah seperangkat produk perawatan tubuh.

Dalam Pertem(p)u(r)an dengan Tuhan, dengan metafora yang lincah, Fahd mengajak kita merefleksi keimanan kita akan kehadiran Tuhan dalam elemen kehidupan yang kita jalani. Bahwa sebenarnya konsep tentang 'Tuhan itu dekat' seringkali kita antipati dengan sikap menjauhnya kita dari ajaran yang telah diwahyukan kepada umat manusia. Kita seringkali berusaha untuk menghindar dari konsepsi ritual agamis yang menjadi tangga dekatnya rahmat Tuhan.

Skizofrenia menghentak dengan pemikiran tentang konsep dualisme. Kita serasa dijungkirbalikkan dalam suatu relativitas kebenaran pemikiran atas negasi dari suatu konsep yang kita yakini benar. Di sinilah kita ditantang untuk memilih satu di antara dua. Menetapkan pilihan tertentu dan menolak konsep 'antara'. Dari sini terlihat jelas bahwa relativitas tak akan bisa menjelaskan absolutisme.

Pandangan Fahd tentang toleransi dan pasifisme tampak dalam Keberagam(a)an, yang berusaha memberikan secuil makna bahwa perbedaan merupakan rahmat yang di dalamnya terkandung manifestasi keagungan Tuhan.

Saya kira itu saja tulisan dalam buku ini yang patut mendapat apresiasi dan perhatian lebih, namun bukan berarti tulisan yang lain miskin makna, hanya saja mengusung tema dan konsep serupa.

Dengan kemasan kertas daur ulang dan sampul yang cukup merepresentasikan isi, buku ini mampu menghadirkan serangkaian pertanyaan filosofis yang mampu mengetuk pemikiran pembacanya untuk berefleksi, menghadirkan pertanyaan dalam diri akan keimanan, persepsi hidup dan cinta, serta konsep keseharian dalam memandang suatu hal.

Kalau ada yang kurang dari buku ini adalah kurangnya perhatian yang serius dalam hal editing, baik dalam hal ejaan, ketikan, maupun isi terutama penggunaan tanda baca. Dalam hal isi terdapat sedikit kesalahan yang agak menggangu yaitu tentang penemuan bola lampu oleh Alexander Graham Bell (hal. 156). Bukankah sudah jamak diketahui bahwa Alexander Graham Bell adalah penemu pesawat telepon, sedangkan bola lampu ditemukan oleh Thomas Alpha Edison.

Terlepas dari beberapa hal yang luput dari koreksi editor, setelah Si Parasit Lajang karya Ayu Utami dan Filosopi Kopi milik Dewi 'Dee' Lestari yang juga diterbitkan oleh Gagas Media, buku yang memiliki konsep serupa ini layak untuk diapresiasi, bukan hanya untuk sekadar koleksi.
Profile Image for Zahwa az-Zahra.
131 reviews21 followers
October 5, 2013
Sebenarnya, yang cantik itu yang gimana, sih?
Apakah arti kebahagiaan itu?
Bagaimana orang mendefinisikan kata 'waktu'?
Siapakah sesungguhnya orang gila itu? Kau atau dia?

Pernahkah pertanyaan-pertanyaan itu terlintas dalam pikiran kita? Mungkin tidak sama persis. Tapi pastinya pernah ada masa ketika kita bertanya tentang banyak hal, mulai dari hal penting, ilmiah, rumit, bahkan hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Nah, pertanyaan-pertanyaan di atas adalah sebagian dari pertanyaan yang akan bertebaran dalam buku A Cat in My Eyes ini. Disajikan dalam bentuk sketsa, prosa, serta gabungan antara karya fiksi dan non fiksi yang entah apa namanya, membuat buku ini terasa sangat unik.

Ada pertanyaan-pertanyaan yang kemudian secara langsung dapat terjawab. Namun ada pula pertanyaan yang tanpa jawaban -yang boleh jadi karena memang tak butuh jawabannya. Yaa, yang terpenting adalah: bertanyalah! Karena bertanya tak membuatmu dosa. Justru hidup yang tak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan, begitu kata Socrates.

Dan inilah beberapa jawaban atas beberapa pertanyaan yang hadir. Bisa disepakati atau tidak. Tak ada yang memaksa pembaca untuk mengikuti jalan pikiran sang penulis. Tapi setidaknya jawaban ini mengayakan cara pandang kita akan sesuatu.

"Jadi, cantik yang kita sebut sebagai langsing, kulit putih, tinggi, tubuh mulus, dan seterusnya, itu hanyalah eksistensi; kulit luarnya saja. Sementara, esensinya jauh lebih agung dan sempurna dibandingkan eksistensial tadi itu. Tapi, kita memang seringkali mementingkan kulit daripada fisik, bukan?" - Tubuh, hal. 14

"Kita merasa normal dengan mengerahkan segala potensi resistensi kita dan menertawakan orang-orang gila di rumah sakit jiwa, padahal sesungguhnya kitalah yang gila dan layak untuk ditertawakan. Kita merasa normal, padahal tidak. Kita merasa normal, padahal kita mencuri. Kita merasa normal, padahal kita tidak bermoral. Kita merasa normal dengan segala tingkah skizofrenik yang kita lakukan. Kita hidup tanpa jiwa dan kesadaran yang utuh, jiwa dan kesadaran kita telah terbelah memilah-milah yang kita senangi saja, itulah sebabnya mengapa kita layak disebut gila. - Skizofrenia, hal. 123

"Pemaafan memang tidak mengubah masa lalu, tetapiia melapangkan masa depan." - Memaafkan, hal. 167

Buku A Cat in My Eyes ini sebenarnya tak masuk dalam list buku yang akan saya beli ketika mengunjungi toko buku beberapa bulan yang lalu. Tapi tarikan magnet Sang Penulis memang cukup besar hingga saya memutuskan untuk membawanya sampai ke meja kasir. Saya sadari ternyata Fahd Djibran termasuk penulis yang buku-bukunya cukup banyak saya baca juga. Bahkan hingga kini saya masih ingin membaca karyanya yang lain.

Kadang, saya merasa Fahd dan Tere Liye punya daya imajinasi yang nggak jauh beda. Gaya menulisnyapun cukup mirip. Ah, atau mungkin hanya pada penggunaan kata "hei"-nya saja yang kerap yaa? Hehe... Tapi terkadang, gagasan yang ditulis Fahd terasa lebih rumit dan ngajak mikir :P. Mungkin karena ada teori-teori yang diselipkan dalam kisah fiksi yang dibuatnya.

Namun, saya menyambut baik Penerbit Gagas Media yang menerbitkan ulang buku yang pada awal terbitnya berjudul Kucing ini. Sebagai penerbit besar yang banyak menyentuh pembaca dari kalangan remaja, saya berharap buku ini mendapat sambutan yang baik. Mungkin gaya berceritanya tak serenyah novel-novel teenlit, tapi bagi saya, buku ini perlu dibaca para remaja. Dan semoga setelah membaca buku ini, terbentuklah pemahaman baru. Yang lahir dari pertanyaan-pertanyaan diri seputar kehidupan ini.
Profile Image for Afrianti Pratiwi.
100 reviews28 followers
February 29, 2016
Buku ini terdiri dari cerpen, puisi, dan prosa karya Fahd yang mengandung unsur pertanyaan. Pertanyaan sederhana yang hadir di pikiran kita. Saya menyukai garapan dan rangkaian kata milik Fahd. Mengalir, sederhana, dan bermakna. Saya rasa buku ini cukup menghibur, tapi juga cukup membuat kening berkerut karena secara tidak langsung kita dihadapkan oleh pertanyaan yang selama ini berputar di pikiran kita.

Pertanyaan-pertanyaan yang kita anggap biasa dan belum tentu ada jawabannya. Atau bisa jadi pertanyaan itulah yang menjadi jawaban. Bingung, kan? Saya pun demikian.

Membaca buku ini juga membuka pikiran saya atas segala hal yang selama ini tidak saya pikirkan dan saya anggap biasa. Fahd sangat bisa meramu tulisan semacam ini dengan dasar filsafat yang sederhana dan mudah dimengerti. Hampir semua tulisan di dalam buku ini menjadi favorite saya.

Ada 3 tulisan yang paling saya sukai, yaitu "Tubuh", "Ke manakah Kau siang tadi, Tuhan?" dan "Keberagama(a)n".

Dalam cerpen berjudul "Tubuh", Fahd merajutnya dalam sebuah format surat yang mempertanyakan perihal kecantikan perempuan. Bahwa kecantikan perempuan bukan sekadar putih, tinggi, langsing, seperti model-model di TV. Pada sebuah percakapan antara Marva dan Zira, ada sebuah kalimat yang cukup menohok.

"Kita telah melakukan kejahatan paling keji. Kita telah menciptakan batas-batas uang diskriminatif. Cantik-tidak cantik. Bagaimana perasaanmu, jika kau sekarang perempuan, dan orang-oranh memberikan label 'tidak cantik' di dadamu? Itulah kejahatan kita selama ini, Zira!" - Marva. (p. 18-19).

"Ukuran cantik atau tidak itu relatif. Semua perempuan di dunia ini cantik. Atau, justru tidak ada perempuan cantik di dunia ini. Sebab, yang kutahu sekarang, kecantikan seorang perempuan ada pada hati, jiwa, pikiran, dan tubuhnya sekaligus." - Marva. (p. 19).

Untuk tulisan berjudul "Ke manakah Kau siang tadi, Tuhan?" Fahd menuliskannya dengan amat sederhana. Seolah-olah menghubungi Tuhan bisa melalui SMS dan telepon seperti yang kita punya. Prosa ini singkat, tapi cukup memikat hati dan berpikir bahwa sesungguhnya menghubungi Tuhan tak sesulit ketika kita menggunakan ponsel yang membutuhkan pulsa. Tetapi bicara pada Tuhan bisa diibaratkan dengan percakapan menggunakam telepon dan SMS yang harus tulus dan membutuhkan "pulsa" berupa amal baik. Menurutku begitu sih.

Dalam tulisan "Keberagama(a)n", Fahd lagi-lagi bicara soal perbedaan, baik secara fisik, later belakang budaya, maupun agama. Saya menyukai keseluruhan ini prosa ini karena hampir semua manusia bisa bersatu karena keberagaman, tetapi bisa pula terpecah karena ada perbedaan.

Ada sebuah kalimat yang cukup menggambarkam soal perbedaan dan persamaan dalam diri manusia.

"Tak ada yang mungkin diserupakan sepenuhnya. Sebab keberagaman adalah salah satu wajah Tuhan yang menjadi manifestasi kesempurnaannya. Bila segalanya serupa, tentu meragukan bila kita harus menilai Tuhan sempurna. Dalam keserupaan tak ada kesempurnaan. Dalam ketaksempurnaan tak mungkin ada keagungan Tuhan." (p. 126).

Intinya buku iniembawa banyak pertanyaan yang sering kali kita abaikam dalam lehidupan.
Profile Image for Ahmad Taujan.
3 reviews3 followers
August 10, 2016
Buku yang bagus, sarat akan makna kalau kata aku. Fahd Djibran bisa menuangkan tulisan ini dengan gaya yang mengalir. Ok fine, let me tell you how can I found this book. Buku ini aku pinjem dari kamar temen kosan aku, Irfan Nazhran, karna buku fiksi yang terlalu banyak tergeletak di mejanya, akupun mencoba mencari buku yang aku rasa menarik untuk dibaca, and I choose this book.

Karena buku ini lebih ke beberapa penggalan cerita-cerita atau lebih tepatnya bisa disebut cerita pendek, jadi aku nggak bisa mengambil kesimpulan secara keseluruhan dari buku ini. Karena beberapa ceritanya sangat-sangat menggelitik, hingga aku sempat tertawa sendiri ketika di ruang dosen saat membacanya tadi siang. Beberapa ceritanya juga membawa kita untuk berkontemplasi, merenungi apa sebenarnya makna dari hidup ini, apa itu cinta, bagaimana sebenarnyakah waktu itu, apakah waktu itu hanya sebuah ilusi?

Ada bagian yang aku paling sukai dari buku ini, yaitu part “Everybody’s happy in his own way”. Mungkin bagi kamu yang baru saja ditimpa musibah, kebahagiaan adalah mendapatkan orang yang tiba-tiba datang mendengarkan keluh kesahmu, dan membantumu keluar dari masalahmu. Bagi sebagian orang, kebahagiaan adalah menghabiskan waktu bersama kekasihnya, berbagi canda, tawa, di bawah rindangnya pepohonan, dan semilir angin yang begitu sejuk. Bagi sebagian yang lainnya, kebahagiaan adalah bertemu dengan sahabat lama yang dipisahkan jarak beberapa benua dan bisa memeluknya erat. Ada yang memaknai kebahagiaan dengan bisa menolong orang, membuat hidup yang berarti. Ya begitulah, setiap orang punya pandangan masing-masing terhadap kebahagiaan, because everybody’s happy in his own way.

Buku ini aku tamatkan dalam sehari, di sela-sela kesibukanku daftar sidang skripsi hari ini. Ada beberapa bagian yang menurutku cukup janggal. But, overall it’s good :D
Profile Image for Jan.
21 reviews6 followers
November 23, 2008
“Makna serupa pintu keluar yang selalu kita cari ketika kita tersesat dalam sebuah labirin ketidakpastian. Kita selalu berusaha menemukan pintu itu. Namun, labirin selalu memaksa kita untuk berputar di situ-situ saja, atau—lebih parah—membuat kita harus kembali ke tempat saat kita bermula.”


(Fahd Djibran, Labirin)



Manusia memang terlahir untuk mencari tahu makna. Anak kecil bertanya pada ibunya, ”Apa itu?”. Lalu sang Ibu menjawab ”Itu gubuk”, si Bocah akan bertanya lagi, ”Gubuk itu apa?”. ”Gubuk itu tempat istirahatnya Pak Tani”. ”Kenapa Pak Tani tidak istirahat di rumah?”. ”Karena Pak Tani harus bekerja lagi”. ”Tapi, gubuk itu sempit”. ”Itu sudah cukup untuk Pak Tani”. ”Untuk apa gubuk itu ditaruh di tengah sawah?”. ”Untuk istirahat Pak Tani, kan sudah Ibu bilang”. ”Tapi gubuknya bisa diletakkan di rumah kan? Gubuk itu kan kecil?”

Begitulah anak kecil dengan rasa ingin tahu meledak-ledak yang diliputi kepolosan dan kesederhanaannya. Dunia bagaikan ladang pertanyaan yang menyumbul-nyumbul untuk disemai dalam jawaban-jawaban. Seringkali ia tak begitu saja puas memetik satu buah jawaban untuk satu pertanyaan. Sang Anak akan mencerabut saja apa yang bisa ia raih. Namun ia justru akan makin banyak bertanya. Makin ingin tahu banyak. Makin menjengkelkan bagi orang dewasa.


selengkapnya:
http://diantaranya.blogspot.com/2008/...
Profile Image for Anisa Listya.
19 reviews2 followers
August 28, 2013
Cover dan judulnya yang unik buat aku tertarik. Ketika membaca prosa dan cerita-cerita yang terbagi menjadi bagian-bagian yang seolah tidak berhubungan, aku mencoba menarik benang merahnya. Dialog antara aku & Marva yang membuat penasaranku terusik. Bagaimana sebenarnya hubungan mereka. Dari kumpulan cerita ini aku mencoba menelaah dari sisi spiritual dan kalbu. Pertanyaan dan pernyataan dalam buku ini membawaku pada kontempelasi yang justru membuahkan pertanyaan baru. Memang itulah manusia, diciptakan untuk selalu bertanya. Rasa ingin tahu yang membuncah, rasa lapar akan pemahaman hal baru, dan keterbatasan akan sesuatu yang sifatnya berasal dari Ilahi.

Tentu tak semua hal bisa dipahami hanya berdasarkan akal dan logika. Pengalaman spiritual mungkin dapat dirasakan tapi tak dapat dipahami dan dijelaskan dengan kata-kata. Buku ini sedikit banyak membuat saya berpikir dengan sudut pandang yang berbeda. Saat membaca karya Fahd tentu tak lepas mengaitkan dengan dirinya secara pribadi. Prosa-prosa karyanya menurutku adalah hasil kontempelasi dirinya yang ingin dia bagi dengan pembaca. Memang tak semua pertanyaan ada jawabannya. Ada kalanya pertanyaan-pertanyaan tidak membutuhkan jawaban...

Four stars for Cat in my eyes.. Tak sabar untuk segera membaca Semesta Sebelum Dunia & Rahim :)
Profile Image for Ismailia.
38 reviews
October 6, 2013
Buku ini berisi tentang keresahan, persepsi, hasil observasi seorang tokoh bernama Zira yang ia tuangkan melalui surat-surat untuk temannya (teman??) bernama Marva. Persepsi, observasi tentang apa? Ya... tentang kehidupan (pencipta, pelaku, dan sistem dalam kehidupan itu sendiri). Beberapa pemikiran perlu dibaca berulang karena bikin dahi berkerut "hah... hah... apa??" begitulah.

Persepsi atau observasi Zira juga mungkin pertanyaan-pertanyaan yang pernah muncul pada orang kebanyakan atau malah hal-hal yang tadinya nggak terpikirkan sama sekali. Pada akhirnya... setiap orang akan menemukan satori (jalan pulang/jawaban) dari pertanyaan atau pemikirannya masing-masing, begitu pula dengan Zira.

Beberapa prosa yang mengena buat saya: 'labirin', 'membencimu', 'ke manakah kau siang tadi, tuhan?', 'pertanyaan untuk J', 'gaia yang sakit', 'satori', 'keraguan'.
Ini potongan kalimat dari salah satu prosa, 'Keraguan':

"Keraguan itu seperti ruang-antara yang terdapat di antara dua anak tangga. Jika kita ingin naik ke level berikutnya, kita harus melewati ruang hampa di antara anak tangga tempat kita berpijak dan anak tangga lainnya yang ingin kita tuju. Artinya, untuk beranjak ke 'wilayah' yang lebih tinggi, kita mesti (akan) mengalami keraguan terlebih dahulu. Namun, keraguan bukan tempat berpijak yang baik: ia hanya harus dialami untuk kemudian dilewati"
Profile Image for Zaldi.
57 reviews5 followers
October 17, 2009
langit mendung tak selamanya hujan. kadang ia hanya singgah diatap
rumah kita. agar kita lebih waspada. biru langit tak selalu menjanjikan
tawa di lapangan kita. Kadang, teriknya membuat kita saling memukul,
setelah berusaha memperebutkan sebuah bola.

ketika itu gulita sedang menutup mata hingga tak terasa tiba tiba kau harus jatuh dibukit yang jauh
hingga kita lelap bersama setelah luruh sejuta warna. tawa sudah jelas
milik kita sejak itu. tapi duka milik siapa?

setelah itu kau batu geram, padaku memendam sengkarut dendam. hingga
kau tak lagi secerah mentari. bersembunyi sendiri dalam sepi. melisut dibalik kabut. tak ingin kutanya, tak ingin bicara.
ah sudahlah lupakan aja. seharusnya tak begini. aku tak ingin hari2 menjadi suram seperti ini. aku ingin kau kembali melemparkan tawa dan cahaya seperti dulu.
beginilah hidup, langit mendung tak selamanya hujan bukan? mungkin, ia
hanya ingin mengigatkan kita, untuk lebih dewasa.

-Fahd Djibran-

terdiri dari 28 potongan kisah pendek menyoal perenungan hidup
ringan dijinjing, enteng buat cemilan bacaan di sore hari atau diwaktu boker :D
Profile Image for Fertina NM.
103 reviews21 followers
April 23, 2012
some story make me think and the other i lil bit bored. from of all i love SATORY. " Semakin jauh kau berjalan di sebuah lorong yang gelap dan panjang, perasaan ganjil akan mulai mengganjal hatimu. Mungkin, kau khawatir, takut atau bahkan frustasi. Seperti berusaha memecahkan sebuah teka - teki tersulit didunia. Kapanpun akan selalu bisa membuat dirimu merasa dijalan buntu. Namun, benarkah lorong itu tak berujung dan benarkah tadi tak punya jawaban? ". " Ketika melihat sedikit cahaya dalam rasa frustasimu dilorong gelap yang panjang tadi, ketika kau merasa sesuatu berbisik kepadamu memberimu sedikit jawaban atas teka - teki yang menyulitkanmu itu, kau telah menemui Satory."

* " Kenapa dia bahagia? Bukankah tak ada orang yang berbahagia menerima hukuman? Apa lagi kutukan."
" Barangkali, dia ingin membuktikan kepada para dewa kalau dia tidak mengeluh menerima hukuman. Ia
sangat siap dengan berbagai kemungkinan dari apa yang pernah dia lakukan. Sisipus memiliki
kenyakinan yang kuat tentang kepastian."
* " Siapapun bisa menjadi pahlawan. Tetapi, siapapun bisa menjadi tidak bahagia setelah dia
mengorbankan seluruhnya demi kepahlawanannya. "
Profile Image for Denty P. Meilani.
14 reviews1 follower
June 25, 2016
Sekelumit isi buku ini menggelitikku merenungi banyak hal-hal sederhana. Kubaca buku ini kala menanti kereta yang membawaku pulang bersama sekotak rindu untuk rumah.

"Waktu juga sering mengkhianati jarak. Buktinya, dalam perjalanan yang menempuh jarak yang sama, kita merasakan rentang waktu yang berubah-ubah atau berbeda-beda. Ia dipengaruhi perasaan, mood atau persoalan lain yang melingkupinya." -When and Sometime, hal.64

"Mungkin, situasi yang menentukan makna kebahagiaan itu, mungkin kehadiran seseorang lain. Mungkin penantian panjang, atau mungkin justru kemungkinan-kemungkinan itu sendiri." -Everybody's Happy in His Own Way, hal.56

Buku A Cat In My Eyes ini menarik hati saya untuk membelinya, mungkin karena "slogan" : karena bertanya tak membuatmu berdosa. Sebab kata Socrates, "hidup yang tidak pernah dipertanyakan, sesungguhnya adalah hidup yang tak pernah layak untuk diteruskan." Maka dari itu buku ini layak untuk dibaca dan dipertanyakan, karena berisi pertanyaan-pertanyaan tentang hidup yang tersusun dari kepingan-kepingan kata, prosa dan cerita yang ditata tak beraturan dalam satu tema.
Profile Image for Kristi Lingga.
7 reviews
February 1, 2016
Aku beli buku ini pas lagi bokek.
Membaca judulnya sepintas, dimana kucing dijadikan salah satu tokoh utama, cukup menimbulkan rasa penasaran mengenai isi bukunya. Ada apa dengan seekor kucing? Atau mata kucing? Pertanyaan-pertanyaan itu sedikit demi sedikit akan terjawab ketika membaca lembaran-lembaran dalam buku ini. Tentu saja buku ini tidak melulu berbicara tentang kucing. Mata kucing dalam buku ini diibaratkan sebagai makhluk yang selalu bertanya-tanya, yang tidak akan kehabisan bahan untuk dipertanyakan.

Buku ini berisi tulisan yang berbentuk esai, berisi ide-ide, kumpulan filosofi 'in some sense' dan cara pandang sang penulis yang dicurahkan melalui diksi yang mewah. Seperti judulnya, buku ini emang memaparkan pertanyaan dan juga pernyataan.

Aku benar-benar tidak menyangka bahwa buku tipis ini ternyata bisa bikin kedua ujung alis kita bertemu juga. Nice book!
Profile Image for ratna.
42 reviews1 follower
January 1, 2009
Hadiah dari sekuntum mawar biru di Gudrids hehhehhee :D Awalnya tertarik gara2 baca review ini. Buku yg cute dan menyenangkan. Mulai dari bahan kertas covernya yg bikin enak dipegang, ukuran bukunya, huruf dan lay out-nya. Paling suka dg ilustrasi covernya dan kucing2 lucu di tiap babnya (eh boleh kan review design bukunya? hehe). Tentang isinya, seorang teman sepakat dg saya, rasanya seperti membaca blog. Menyenangkan juga, walau sempat berharap ada lebih banyak pertanyaan yg digali lebih dalam di buku ini. Tapi yg jelas, judul dan tema bukunya sudah sempat menggelitik, seolah-olah menantang utk bertanya lebih banyak dan bertanya tentang segala macam hal, karena "bertanya tak membuatmu berdosa".
Displaying 1 - 30 of 96 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.