Jump to ratings and reviews
Rate this book

Yang Tak Kunjung Usai

Rate this book
Aku tidak ingin mencintaimu seperti matahari, yang hanya menyinari sedari pagi sampai senja berganti.

Aku tidak ingin mencintaimu seperti awan, yang hanya berarak sekejap lalu hilang menjadi hujan.

Biarkan aku mencintai seperti sungai, yang terus mengalir dan mengulir menyusuri bantaran takdir. Bahkan saat ia terbelah dan terpecah. Arusnya akan terus mengalir sampai ke waktu yang tak kunjung usai.

Riak Sungai Kapuas menyimpan cerita. Tentang Saul yang terbuang dari kehidupan perkotaannya, tentang Mey yang ingin segera keluar dari kampungnya, dan tentang Bagas, anak kepala adat Dayak Mualang yang diuji keimanannya. Seperti aliran air yang melarutkan buih, mereka bertiga terbelit dalam sebuah kisah cinta yang rumit.

“Yang Tak Kunjung Usai berkisah tentang kompleksitas bertumbuh dewasa di sebuah desa di Kalimantan. Pada novel ini, kita bisa melihat kekhawatiran dan gairah dari bagian yang kerap diabaikan pada masyarakat remaja kita.”
– Norman Erikson Pasaribu

388 pages, Paperback

Published July 20, 2020

18 people are currently reading
214 people want to read

About the author

Awi Chin

9 books27 followers
Awi Chin is an Indonesian writer and translator, and the Founder of the independent library Taksu Pustaka and the independent bookstore and sustainable café Taksu Book Café in South Jakarta.

He was an emerging writer at the Ubud Writers & Readers Festival in 2022 and a recipient of a residency from AIR Literature Västra Götaland through Gothenburg City of Literature, Sweden, in 2022. He is also a Chevening Scholar from the University of Edinburgh, where he earned an MSc in Creative Writing.

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
75 (40%)
4 stars
62 (33%)
3 stars
41 (22%)
2 stars
5 (2%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 71 reviews
Profile Image for Arsami.
6 reviews
June 2, 2022
[INA]

(4.5 bintang, dibulatkan ke bawah menjadi 4 bintang)

(ulasan akan membahas alur cerita dengan detail. kebijaksanaan pembaca disarankan)

Dengan latar belakang utama pulau Kalimantan, Yang Tak Kunjung Usai berkisah di desa Senjau yang menceritakan lika-liku kehidupan tiga orang remaja SMA tingkat akhir bernama Saulus Wirajaya (Saul), pemuda asal Jakarta yang memulai kehidupan baru setelah kematian ayahnya, Bagas Christian (Bagas), pemuda yang diamanahkan untuk mengenalkan Saul dengan kehidupan barunya, dan Mey Priscilla (Mey), pemudi ambisius dengan pandangan masa depan yang menjanjikan dan tidak membiarkan cinta menghalanginya hingga kehadiran Saul dalam hidupnya.

Awalnya saya tertarik untuk membaca buku ini karena mengangkat tema queer dengan percintaan lelaki-lelaki sebagai salah satu alur utama dari buku ini. Seiring berjalannya cerita, saya sangat tergugah dengan karakter masing-masing pemeran utama terutama dalam bagaimana mereka ingin mempertahankan kebahagiaan orang yang dicintainya dengan kebahagiaan masing-masing sebagai bayarannya, terutama Bagas.

Tertutup oleh lapisan yang menunjukkan sifatnya yang ceria dan terbuka, Bagas menutupi rahasia gelap yang telah mengubah hidup dan membentuk pribadinya. Kehadiran Saul menggugah perasaan tulusnya dan memberikan konflik batin antara dia dengan nilai-nilai agama yang dianutnya. Pada akhirnya, ia mengalah dengan perasaannya dan turut hanyut dalam cintanya. Dibandingkan kedua karakter utama lainnya, Bagas diperlihatkan sebagai karakter yang mengorbankan banyak hal untuk kebahagiaan orang tercintanya, yaitu Saul.

Saul merupakan karakter yang paling berkesan di hati saya. Ia diperkenalkan sebagai pemuda apatis yang tidak memiliki hasrat untuk menjalankan hidupnya dan seiring berjalannya waktu ia mendapatkan perkembangan karakter yang pesat dan menjadi semakin dewasa. Walaupun mungkin bisa diperdebatkan bahwa pengungkapan dari berbagai kenyataan, jawaban dari berbagai pertanyaan, serta tuntutan dari berbagai pihak turut andil dalam perubahan sifatnya, saya sangat kagum dengan komitmennya untuk bertanggung jawab walaupun, seperti yang sebelumnya disebutkan, kebahagiaannya menjadi taruhannya. Sebagai pemeran utama yang diperkenalkan dengan kondisi menyedihkan (atau dengan kata yang lebih baik, tidak menyenangkan), ditambah dengan berbagai macam konflik yang harus dihadapinya, muncul rasa dari diri saya yang ingin menghibur dan meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja (yah, walaupun yang telah membaca bukunya tahu bahwa situasi apapun bisa memburuk).

Saya akui dengan egois bahwa, dengan alasan yang sebelumnya telah disebutkan, saya termasuk dalam Tim Saul-Bagas yang mengharapkan agar pada akhirnya mereka akan bersatu. Namun rasa iba saya terhadap Mey tidak bisa ditahan; ia mengalami perubahan hidup yang amat drastis dan harus mengorbankan kehidupannya yang tentram untuk jatuh dalam tuntutan masyarakat yang heteronormatif sebagai bayaran dari kekhilafan dirinya dan Saul. Ditambah lagi dengan kecemasannya untuk menjalani kehidupan dewasa yang tidak diduga, tanggapan tidak menyenangkan dari masyarakat (termasuk teman sebayanya), hingga akhirnya ia harus kehilangan nyawanya, sepertinya tidak ada kesempatan bagi Mey untuk mendapatkan ketentraman sejenak dalam hidupnya yang hancur. Apalagi jika disadari bahwa Mey hanya terlibat dalam konflik utama sebagai akibat dari perbuatan Saul dan Bagas! Meskipun begitu, ditunjukkan bahwa Mey melalui segala macam konflik tersebut dengan tabah hingga akhir hayatnya.

Tema-tema yang diangkat oleh cerita ini juga bukan main. Mulai dari konflik nilai agama mengenai hubungan sesama jenis, kehamilan remaja di luar nikah, hingga percobaan bunuh diri, pembaca seperti tidak diberikan jeda untuk bernafas. Bahkan ketika cerita antara hubungan Saul dengan Bagas ataupun Mey terjadi masih ada kekhawatiran yang dialami oleh para pemeran utama, seakan-akan mengingatkan bahwa masih ada masalah yang akan menghantui. Inilah alasan subjektif saya yang tidak memungkinkan untuk memberi nilai sempurna kepada buku ini. Meskipun saya sangat menikmatinya, akan butuh waktu untuk pulih dari kesedihan yang melanda.

Poin penting lainnya yang patut untuk disebutkan adalah latar belakang tempat yang berada di Kalimantan serta representasi suku Dayak yang jarang ditemukan dalam karya sastra pada umumnya. Ditambah lagi dengan anotasi dari Awi Chin yang mengenalkan para pembaca kepada tradisi-tradisi serta adat yang diterapkan dapat memperkaya wawasan.

Singkatnya, Yang Tak Kunjung Usai menghadapkan pembaca kepada isu-isu tabu yang dilalui oleh orang-orang semuda Saul, Bagas, dan Mey, dan mengingatkan pentingnya pembahasan mengenai isu-isu tersebut.


----

[ENG]

(4.5 stars, rounded down to 4 stars)

(the review will discuss the storyline in detail. readers’ discretion is advised)

Based in Borneo, Yang Tak Kunjung Usai (roughly translated as ‘one that never ends’) tells the story of three teenagers from Senjau in their final year of high school named Saulus Wirajaya (Saul), who just recently moved fromJakarta to start a new page on life after his father’s death, Bagas Christian (Bagas), who is tasked to help Saul settling with his new life, and Mey Priscilla (Mey), an ambitious girl with promising view on her future that doesn’t let love get in her way until Saul’s presence in her life.

I was, at first, intrigued with the book due to the plot that utilizes queer-themed, mlm romance as one of its main plot. As the story goes, the characterization of each main character, especially in how they wish to fulfill their loved ones’ happiness at the cost of their own, really moved me, especially Bagas.

Covered by his cheerful and open personality lies Bagas’ dark secret that changed his life and shaped his personality. Saul’s presence evoked his sincere feeling and brought out a conflict between him and his religion’s values. At the end, he gives in to his own feelings and drowns in his love. The story showed him as the main character who sacrifices a lot of things for his loved one’s happiness, which is Saul.

Saul is the character that really impresses me. He was introduced as an apathetic young man who has no will to live and as the time goes on he is shown as getting rapid character development and growing more mature. Even though it is debatable that the revelation of various truths, answers from various questions, and the society’s demands took part of it, his commitment to take responsibility amazes me even though, as mentioned before, his happiness is at stake. As the main character who was introduced as being pathetic (or to put it in a better way, not in a good condition), added with various conflicts that he has to face, I feel like comforting and convincing him that everything is going to be okay (well, even though everyone who has read the book know that any kind of situation may getting worse).

I will selfishly admit that, with the aforementioned reason, I was on Team Saul-Bagas who wished that they would reunite at the end of the story. However I can’t help but feel sorry for Mey; her life went through a really drastic change and she has to sacrifice her peaceful life to fall into the society’s heteronormative demands as the price of her and Saul’s mistake. Moreover, her fear to enter adulthood so suddenly, unfavorable responses from society (including her peers), and finally she has to lose her life, it seems that there’s no chance for Mey to get some peace in her already ruined life. And the cherry on top is that Mey was only involved in the main conflict due to Saul and Bagas’ doing! Nonetheless, it is shown that Mey faces those conflicts resiliently until she meets her end.

The themes that are brought up are also not to be messed around. From a religious point of view of same-sex relationships, teen pregnancy, until suicide attempts, it seems like there is no break for the readers. Even when the story tells about Saul and Bagas or Mey’s relationship there are still worries surrounding them, as if reminding that there are problems haunting them. This is my subjective reason that prevents me from giving it a perfect score. Even though I really enjoy it, I will need time to recover from the sadness.

Another important point that should be mentioned includes the fact that the story took place in Borneo, as well as the representation of the Dayak tribe that is rarely seen in general literature works. The annotations provided by Awi Chin that introduces the reader to the traditions and customs are believed to enrich our knowledge regarding them.

In brief, the readers of Yang Tak Kunjung Usai face issues that are considered taboo and faced by people as young as Saul, Bagas, and Mey, thus reminding the importance of the said issues’ discussions.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Aldy.
46 reviews3 followers
December 12, 2022
Kompleksnya Tumbuh Dewasa dan Mencintai

TW: Premarital pregnancy, rape, suicide.

Saul harus tinggal di kampung almarhum Papanya bersama Pho-pho (nenek) di Senjau selepas Papanya meninggal. Bertransisi dari Jakarta ke Senjau memaksa Saul untuk beradaptasi dengan lingkungan kampung terpencil di pulau Kalimantan tersebut, terlebih Saul adalah orang yang cuek dan susah bergaul. Dengan kekhawatiran tersebut, guru sekolah di tempat baru Saul menyuruh Bagas, si kelapa kelas, untuk memperkenalkan sekolahnya dan juga Senjau. Seiring berjalan waktu, mereka menyadari terdapat perasaan yang tidak biasa antara satu sama lain.

Berlatar di sebuah kampung suku Dayak, Yang Tak Kunjung Usai menjadi novel queer non-Jawa sentris yang sangat bagus untuk dibaca. Jujur ga pernah dibayangkan sih ada novel Indonesia membawa topik ini namun bukan di Jakarta, bahkan bukan di Jawa. Sang penulis memperkenalkan beberapa istilah-istilah bahasa Melayu-Dayak & Khek secara sekilas dengan memasukkan beberapa slang ke setiap dialog, seperti ‘jak’, ‘kian’, ‘aok’, dan lainnya. Beberapa istilah yang tidak bisa dicerna oleh bahasa Indonesia dan histori/adat Dayak juga kadang dijelaskan di footnote, seperti istilah ‘Suk-suk’, ‘thew pan’, ‘tempe’,’sepit’ dll.

Di awal-awal cerita, Yang Tak Kunjung Usai ditulis menjadi sebuah novel manis nan romantis dibubuhi dengan cheesy lines yang akan membuat kita senyum-senyum sendiri (atau bahkan eneg karena saking manisnya). Gw merasa ceritanya berjalan sangat cepat di awal. Mungkin ini untuk ‘memangkas’ konflik di belakang yang tidak berkesudahan. Tapi jangan khawatir karena format paragraf yang mudah dibaca dan bahasa yg mudah dicerna, novel ini menjadi rapid page-turner bagi gw pribadi dan menuntun kepada konflik dengan bagus.

Sebenarnya sudah capek sekali dengan cerita sedih kalau kita bicara tentang Queer. Buku ini sangat menguras emosi gw. Beberapa kali gw berhenti baca untuk memproses beberapa bagian yang cukup triggering dan bisa merefleksikannya di kehidupan nyata. Bagaimana pun juga, realita kelompok Queer memang seperti itu, saling bertabrakan dengan agama/norma/hukum adat. Buku ini mengulik semua hal tersebut, yang membuahkan poin bahwa individu dengan identitas-identitas tersebut sangatlah sulit untuk ‘masuk’ ke identitas satu dengan yang lainnya. Sebuah perkara yang terus dirasakan oleh para Queer.

💔 Cerita same-sex yang romantis nan menye

💔 Pengenalan sedikit kepada aspek adat Dayak

💔 POV seorang agamis yang juga memiliki identitas sebagai Queer

💔 Topik triggering seperti rape dan premarital pregnancy yang sangat bold
Profile Image for (≧∇≦).
128 reviews7 followers
June 8, 2021
Aku membaca Yang Tak Kunjung Usai dalam rangka #PrideMonth terlebih buku ini karya penulis lokal dan berlatar budaya Dayak. Belakangan aku memang ingin membaca buku yang bukan jawa sentris. Selain itu, cover yang simple dengan warna kalem juga menarik perhatianku. Jika diperhatikan cover buku comma books memang senada semua, ya simple dan calm. Tapiii, walaupun aku bilang covernya calm disisi lain ketiga sosok beserta bayangannya entah bagaimana memberikan kesan tragis dimataku.

Buku ini mungkin seperti sudah banyak yang duga bercerita tentang hubungan antara tiga tokoh yang terlibat cinta, agama dan budaya. Setiap bab menceritakan apa yang dialami ketiga tokoh dalam satu bulan sudut pandangnya pun dari tokoh Bagas, Saul dan Mey. Aku suka dengan perkenalan para tokoh serta latar belakang kehidupannya sangat menarik dan sangat mungkin terjadi di kehidupan nyata. Latar belakang para tokoh juga membuat pembaca dapat memahami keputusan yang diambil para tokoh. Penulis juga berhasil menyampaikan gejolak dilema yang dialami para tokoh, lobe it!

Alur cerita yang ditawarkan menurutku juga menarik penulis berhasil menghubungkan benang merah disetiap plotnya. Meski begitu, aku merasa apa yang terjadi diantara Bagas, Paul dan Mey terlalu dramatis. Hal yang membuatku menerimanya adalah faktor usia para tokoh yang masih muda they are just 18, bukankah kita seringkali membuat keputusan bodoh saat masih muda? Akan tetapi diakhir apa yang terjadi antara Paul dan Mey terlalu dipaksakan. Apakah memang perlu setragis itukah kisah mereka...

Sebagai novel debut penulis menurutku buku ini sudah bagus narasinya sangat mengalir, kalau bukan karena terlalu menyesakkan mungkin aku akan baca sekali duduk. Poin tambahan juga dengan disisipkannya nilai budaya Dayak yang menambah pengetahuan para pembaca. Dan karena berlatar di Kalimantan pemnaca akan menemukan beberapa bahasa daerah, tidak perlu khawatir karena ada footnote untuk mengerti.

3.5/5 🌟
Profile Image for Fitrah.
46 reviews7 followers
August 12, 2021
Sudah sangat lama aku tidak menemui novel Indonesia yang mengangkat tema queer, apalagi yang menjadikannya sebagai sorotan utama.

Terlepas dari itu aku sangat suka novel ini karena mengangkat pula tema tentang kebudayaan dan sejarah suku Dayak.

Di 100 halaman awal, novelnya terasa sangat terburu-buru, bahkan aku merasa ada beberapa bagian yang sangat patah.

Namun lepas dari 100 halaman, alur yang cepat tersebut terasa sangat nyaman untuk dibaca.

Sisanya...
Entahlah...
Aku terlampau suka dengan novelnya...
Aku jatuh cinta...
______________________________________

OHHH TIDAKKK 😭😭😭 KENAPA HARUS BEGITU ENDINGNYA 😭😭😭 CAMPUR ADUK KALI LAHH 😭😭😭
Profile Image for aeri.
102 reviews1 follower
June 27, 2021
Sebuah buku yang bertemakan LGBTQ di mana tema ini masih tergolong jarang di dunia sastra Indonesia. Hal yang membuat buku ini istimewa adalah ceritanya yang mengangkat tentang kebudayaan Dayak dan Khek. Kebanyakan buku berisikan budaya Jawa, dan saya merasa senang dapat mendapat informasi seputar kebudayaan dari daerah bagian timur tersebut.

Buku ini sangatlah mengharukan, saya sampai menangis di akhir cerita. Cinta memang serumit itu, butuh pengorbanan dari orang-orang yang ingin menjalaninya. Selain itu, buku ini juga menceritakan betapa sulitnya kehidupan para tokoh yang berulang kali diterpa badai kehidupan dan 'dipaksa' tegar di usia yang masih tergolong muda.

Selain tentang percintaan dan kehidupan, buku ini juga mengajarkan saya pribadi untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Di saat tidak ada satupun insan yang dapat mengerti, mencurahkan isi hati kepada Tuhan adalah pilihan yang terbaik. Namun, sesuai dengan ajaran Kristen, Tuhan melarang sesama jenis untuk bersatu. Tidak ada satu pun yang dapat menyelami akal Tuhan bila menggunakan logika berpikir manusia. Tidak satu pun.

Setiap kata demi kata dirangkai dengan begitu apik sehingga membuat saya takjub bagaimana bisa novel sebagus ini menjadi novel debut beliau. Bahasa yang digunakan pun nyaman dibaca dan sangat ringan. Bahkan di akhir kata ucapan terima kasihnya, penulis menyarankan untuk membaca huruf awal dari setiap bab untuk membaca satu kejutan kecil.

Hal yang saya sayangkan adalah mengapa tidak ada daftar isi guna mempermudah pembaca mencari kejutan kecil yang dimaksud penulis, terlebih saya membaca e-book bukan buku fisiknya.

Buku ini bagus untuk dibaca, tapi tentunya harus sesuai dengan batasan umur yang disarankan penulis karena saya menemukan beberapa adegan dewasa dalam buku ini. The last, happy reading buat yang mau baca!
Profile Image for Shafira Indika.
303 reviews231 followers
December 9, 2020
Kalo dilihat dari covernya, mungkin kalian akan kira ini cerita cinta segitiga biasa. Kenyataannya, memang tentang cinta segitiga namun ini bukan cerita yang biasa.

-

Sejujurnya gapernah nyangka bisa baca buku ini sampai habis karena jujur aja kdg gue kurang nyaman baca cerita yang berbau LGBT.

Dan sebenernya pas baca halaman2 awal gue udh menduga kalo cerita ini akan menjurus ke arah sana. Tapi ujung-ujungnya tetep gue lanjutin—walaupun ada beberapa part yang tetap bikin kurang nyaman—karena entah kenapa gue punya feeling ini novelnya bagus.

Lalu, ternyata benar.
Emang ini novel bagus.

Suka banget sama gaya penulisannya dan gue suka disini tu latarnya digambarin dengan cukup jelas sehingga terbayang pas lagi baca.

Ratingnya seharusnya 3,5 tapi goodreads ga menerima interval 0.5 ya jadi gapapa deh 3 aja. Sebenernya mau ngasih 4 tapi dikurang 0.5 karena sejujurnya gue sendiri kurang nyaman baca cerita lgbt seperti yang sudah gue sebutkan di atas.

But, overall it's a good story :D
Profile Image for Dennisa Hasanah.
87 reviews22 followers
June 10, 2021
Novel ini mengingatkanku dengan Novel Hujan dan Teduh yang sama-sama mengangkat kisah mencintai sesama jenis sekaligus mencintai lawan jenis. Namun, dengan latar belakang yang berbeda.

Narasi yang diceritakan di dalam novel ini sangat bagus dan rapi. Nyaman untuk membaca kata per kata nya dan membaca beberapa sudut pandang dari masing-masing tokoh. Yang aku suka dari novel ini juga cerita mengenai agama dan budaya nya. Aku senang mengenal budaya Suku Dayak yang baru aku ketahui.

Ketika membaca bagian waktu Mey melahirkan dan Saul memilih Mey untuk diselamatkan terlebih dahulu. Jujur nangis. Apalagi ketika membaca surat yang diberikan sama Bagas untuk Saul.

Setiap pilihan yang dibuat oleh Mey, Saul, dan Bagas menurutku sangat dewasa untuk umur anak SMA. Gimana mereka bisa mengubur ego mereka ya?

Mau ngucapin terima kasih untuk penulis. Buku ini sangat bagus dan berkesan sekali.
Profile Image for Yana Silvana.
19 reviews
August 31, 2020
Salah satu novel karya anak bangsa Indonesia yang layak diangkat ke layar bioskop. Tapi mungkin nantinya akan menuai pro dan kontra karna Indonesia masih kental dengan budaya ketimurannya.
Kisah yang sangat jarang diangkat menjadi novel dan tempat cerita nya juga yang berada di Kalimantan membuat cerita ini sangat layak mendapat bintang 4 keatas.

Kisah ketiga remaja yang sesuai dengan judul, yang tak kunjung usai ini membuat pembaca dapat terenyuh.
Penulis begitu apik menyusun sudut pandang setiap tokoh sehingga pembaca dapat mengerti alur cerita dengan mudah.
146 reviews
August 2, 2020
Gue udah ngira buku ini bakal legit, tentu saja tebalan gue bener. Buku ini bercerita tentang Saul anak Jkt yg pindah ke Senjau, sebuah desa di dekat Kapuas. Bagas, ketua kelas yang berkawan dengan Saul dan Mey, cewek ngambis kuliah di kelas mereka. Kearifan lokal yg dibawa dibuku memperkenalkan kehidupan sebuah desa di Kalimantan yg monokultur. Ah pokoknya keren deh
Profile Image for Nura.
1,056 reviews30 followers
August 10, 2020
Baca ini karena tertarik sama covernya, walopun dari ilustrasinya bisa ketebak banget isinya. Yep, cinta segitiga. Agak terkejut juga ada adegan R17-nya. Gw pikir semacam Aristotle and Dante Discover the Secrets of the Universe. Openingnya oke, latar belakang akulturasi budayanya juga menarik, tapi problem solvingnya klise, kek cuma cari aman gitu. Tapi buku ini worth to read lah menurutku. Ngasih perspektif lain dari hal yang tabu. Gw ga membenarkan, tapi gw jg nggak akan menyalahkan. Sama seperti lo ga bisa memilih dilahirkan jadi apa, dari siapa. Tapi urusan cinta lo punya kuasa. Tinggal kitanya mau kompromi atau nggak, toh dosa ditanggung sendiri. Secinta-cintanya lo, belum tentu masuk surga atau neraka sama-sama. XP



Profile Image for Szasza.
246 reviews20 followers
August 24, 2021
Awalnya aku baca ini untuk #pridemonth tapi karena beberapa kesibukan dan mood yang tidak menentu akhirnya buku ini selesai 3 bulan kemudian.

Untuk bagian karakterisasi aku cukup suka sama karakter may, paul, dan bagas seperti remaja pada umumnya karakter mereka masih labil penuh gairah dan menggebu-gebu.

Aku kurang begitu suka dengan plot nya, plot nya menurut aku cukup 'drama' terkesan klise dan ending yang sudah ketebak, cukup bikin dragging.

Namun hal tersebut terselamatkan dengan background cerita yang bukan jawa centric serta latar belakang keluarga saul.

3.45/5 karena aku suka ending epilogue nya.
Profile Image for Gita Karmani.
430 reviews15 followers
July 19, 2022
Terlalu rumit, pelik, dan kompleks. Alurnya bener-bener nggak mulus dari awal sampai akhir cerita tapi chara development para tokohnya bagus banget!

Sedikit disclaimer: tema yg diangkat di novel ini adalah LBGT, yang menurutku asing atau mungkin tabu di Indonesia namun dikemas dalam adat budaya Dayak dan agama Kristen. Sepertinya tema ini cukup baru untuk literasi di Indonesia.

Yang sampai saat ini masih kupertanyakan dan nggak kutemukan jawabannya di buku: Gimana perubahan pola pikir manusia dari sisi agama tentang memahami firman Tuhan kalau Tuhan menciptakan sepasang lelaki dan perempuan di saat manusia itu sadar kalau dirinya sudah memasuki hal yang salah? Apakah sebuah keadaan saja cukup untuk mengubah pola pikir mereka untuk kembali ke jalan yang benar?

Male Leadnya bener-bener berat banget cobaannya.
Profile Image for Novitasari Amira.
32 reviews2 followers
January 25, 2022
Terasa akrab dengan bahasa dan istilah Dayak-nya karena sekarang sedang tinggal di salah satu kabupaten di Kalbar, yaitu Kapuas Hulu, yang notabene masyarakat bersuku Dayak-nya ramai. Saya tebak lokasi Senjau di novel ini merujuk pada Sekadau. Meskipun Kapuas Hulu (khususnya Putussibau) - Sekadau terbentang jarak 7 jam-an tapi istilah dan bahasa yang sering saya dengar di sini dengan yang ditampilkan dalam novel ga beda jauh. Baru tahu juga kalau ternyata Dayak Mualang itu merupakan bagian dari Dayak Iban.

Jadi ya meskipun ini novel cinta segitiga yang terlampau melankolis dan bikin meringis, ga sedikit juga pengetahuan-pengetahuan tentang budaya dan bahasa yang saya dapatkan. Ga terasa dibuat-buat, natural sekali. Terima kasih.
1 review
March 11, 2021
aku bukan tipikal pembaca novel... tapi gak nyangka baca novel ini 2 hari itupun kepotong makan, tidur, kerja, dll... sempat di halaman 225 pengen aku lempar bukunya saking aku gak tahan untuk ngelanjutin baca.. sampe nangis senangis-nangisnya.... gak bisa move on meskipun udah berhari hari selesai baca sampai Googling nama tempat nya... Sei Ayak, Sepauk, gereja, sungai Kapuas, dll...
Awi pinter banget membangun Plot cerita mengalir secara natural... sampai mengacak acak emosi gw... siall kau Wi... bikin buku bagus giniiiii... ampe gw gak bisa move on.......
gak sabar nunggu buku kelanjutannya.....
87 reviews3 followers
November 25, 2020
22/11/2020 - 25/11/2020

Reading device: Gramedia Digital

Karakterisasi:
- Saul 5/5
- Mey 5/5
- Bagas 5/5
- Nando 5/5

Plot: 5/5
Makna: sex education, tanggung jawab, keimanan, kekristenan 5/5

Ending: 4/5

Gaya bahasa: 6/5

Latar: Suku Dayak, Suku Khek Kalimantan 6/5

Riset: 5/5

Pelajaran buatku nulis: bikin karakter yang relatable dan tidak 2 dimensi supaya lebih ngena dan menyentuh. Belajar bikin latar yang bagus disertai detail penggambaran yang bikin kita serasa pergi kesana. Belajar nulis dengan bahasa yang bagus
Profile Image for ㅤ ㅤ.
8 reviews1 follower
May 19, 2021
Tragically beautiful. Sempat capek bacanya karena nggak berhenti dibikin sedih dan nangis, hahaha. Dikisahkan dari tiga sudut pandang karakter sehingga mempermudah pembaca untuk masuk ke cerita. Hal lain yang mempercantik: buku ini juga mengangkat tema dari budaya suku Dayak yang pastinya layak untuk dipelajari sebab gak semua orang tau dan paham.
Profile Image for Gusfa Putra.
29 reviews6 followers
February 6, 2022
Lebih dari sekedar cerita tentang LGBT
Novel ini berkisah tentang tanggung jawab dan pengorbanan

Walau aku tidak setuju dengan lgbt, tapi aku membaca buku ini dari perspektif lain dan menjumpai banyak hal tentang kehidupan yang terkadang tabu untuk masyarakat timur
Profile Image for Rizal Wicaksono.
18 reviews2 followers
February 8, 2021
Tengah malam baca ini sampe nangis sesenggukan dong. Selamat bagas, akhirnya kalimat pak asen terwujud, "cinta akan selalu temukan jalannya".
Profile Image for Diamonda Putra.
25 reviews1 follower
April 1, 2024
endingnya bikin perasaan campur aduk dan sesak nafas... udah lama ga ngerasain baca buku seemosional ini dan secepat ini; ngelarin hampir 400 halaman dalam sehari.
Profile Image for ⭑.
187 reviews7 followers
March 30, 2025
Buku yang luar biasa menyedihkan, menyayat hati dan nggak memberikan pembaca nafas untuk bahagia sejenak. Memang sepertinya tujuannya untuk membuat pembaca menderita kesedihan, ya? Hehehe bercanda. Awalnya sangat fluffy, bikin saya kicking my feet saking gemas dan lucunya. Kisah cinta Saul dan Bagas sangatlah murni ditambah mereka masih remaja saat itu. Salut dengan perjuangan cinta mereka untuk tetap bertahan satu sama lain. Sampai akhirnya Saul melakukan kesalahan besar dan membuatnya harus memilih. Tidak ada jalan yang lebih baik memang selain yang sudah dipilihnya di cerita ini. Meskipun semua pihak akan tersakiti, semuanya sakit di sini. Tidak terkecuali.

Perjalanan cinta untuk mengenali diri sendiri, jati diri, bahkan eksplorasi tubuh akibat gelora remaja juga diceritakan dengan jelas di sini. Pilu. Tentang cinta Saul dan Bagas yang tidak akan bisa bersatu, Nando dan Mey yang bertepuk sebelah tangan, dan Saul yang mencoba mencintai Mey. Perihal agama dan adat juga membuat kisah di dalamnya menjadi semakin pelik.

Salut dengan orang-orang di dalamnya yang menerima (sebenarnya tidak) kisah Saul dan Bagas. Mereka tidak langsung menghakimi bahkan berteriak bahwa mereka gay. Mereka menghargai pilihan Saul dan Bagas. Begitu juga dengan kehamilan Mey, meskipun ditentang habis tetapi Saul tetap bertanggungjawab dan tidak lari apalagi bunuh diri.

Ada kutipan yang luar bisa, “Aku bukan mencintai jenis kelamin kau. Aku mencintaimu. Hatimu. Nggak bisa kah kau lihat? Kau juga normal, Gas. Hanya karena orang-orang bilang ini salah, bukan berarti ini benar-benar salah. Memangnya siapa mereka bisa menghakimimu?”

Cinta itu normal terlepas pada siapa dan jenis kelaminnya apa. Seperti kata kutipan di atas. Cinta akan menemukan jalannya.

Sebenarnya ingin menulis lebih panjang dan detail lagi tapi alangkah baiknya buku ini dinikmati sendiri karena luar biasa indah dan menyakiti.
Profile Image for &#x1f413;.
38 reviews1 follower
September 20, 2020
Waktu itu pertama kali setelah sekian lama gak pernah pergi ke toko buku, setelah di toko buku ternyata buku yang ku cari gak ada dan akhirnya tiba-tiba tanpa sengaja ngelihat buku ini.

Awalnya tertarik mengambil karena suka dengan covernya dan sedikit tertarik setelah membaca blurb yang ditulis di bagian belakang buku. Saat itu pribadi sudah membayangkan cerita yang seperti biasanya, tentang remaja yang jatuh cinta tapi tidak bisa bersama karena sebuah hal atau apapun itu. Tapi, ternyata lebih dari dugaan. Tidak pernah sebelumnya aku sendiri membayangkan atau berniat membaca cerita yang memiliki jalan tokoh seperti yang ditulis di buku ini.

Saat mengetahuinya pun sebenarnya sudah ingin berhenti karena merasa tidak nyaman, tapi pada akhirnya tetap dilanjutkan sampai benar-benar tuntas hanya membutuhkan waktu 1 hari karena waktu itu ada kegiatan di luar yang mengharuskan untuk menutup buku dulu.


Buku ini pertama kalinya buku yang dibaca setelah sekian lama tidak ada hasrat untuk membaca lagi. Untuk alasan ini aku berterima kasih dengan sangat.


Ada beberapa alasan kenapa saya memberi nilai tidak sempurna. Selain ada rasa tidak nyaman terhadap hubungan tokoh, juga ada rasa tidak nyaman di beberapa baris percakapan Saul yang menggunakan bahasa inggris di beberapa kesempatan padahal dia berlatar di desa. Tapi, saya berpikir kalau itu digunakan karena tokoh Saul di sini memang berlatar ‘manusia’ kota yang hijrah ke pelosok lain. Jadi mungkin itu bisa dibuat alasan dan akhirnya saya mencoba untuk tetap merasa nyaman di beberapa percakapan Saul itu.


Untuk garis besarnya, saya tetap menyukai buku ini. Saya senang dengan beberapa dialog yang membicarakan dan menggambarkan tentang keimanan seseorang.

Sekali lagi terima kasih sudah menulis cerita ini dan membiarkan saya membacanya! Selamat dan sukses selalu!!
Profile Image for Clarissa Natasha.
13 reviews
February 14, 2021
What a page-turner! Berhasil menyelesaikan 388 halaman dalam sehari meskipun bukan sekali duduk. Hehe. Karena libur juga sih.

Aduh, bingung mau mulai dari mana because I love this book so so much. Um, dari budayanya dulu ya. Aku suka sekali dengan budaya yang diangkat dalam buku ini, yaitu budaya Tionghoa dan Dayak yang masih jarang diangkat dalam buku (atau kalau mau lebih spesifik, novel) Indonesia. Sebagai orang Khek yang tinggal di Pontianak, wajar saya merasa sangat senang karena merasa direpresentasikan. Saya pun merasa relate dengan Saul, sama-sama orang Khek tapi tidak bisa berbahasa Khek, wkwkwk. Kalimatnya pun sesuai logat yang ada di sini, jadi, kudos!

Selain itu, tema LGBTQ+ yang diangkat pun terepresentasikan dengan baik. Bagaimana dua tokoh utama saling menanyakan seksualitas masing-masing, bertanya kepada diri sendiri dan Tuhan. Salahkah ini? Salahkah aku mencintai dia? Saya pun kadang-kadang merasa terenyuh melihat rasa bersalah salah satu tokoh utama. "Apakah salah jika saya mencintainya, Tuhan?"*

*bukan dialog sebenarnya dari buku ini.

Dari segi cerita, um... Saya pikir masalahnya akan lebih sederhana, seperti pencarian jati diri tokoh utama yang sebenarnya. Ternyata jauh, jauh lebih berat dari itu. Sampai rasanya hidup mereka sinetron sekali, karena penuh drama. Tapi penulis berhasil menyampaikannya dengan baik, karena daripada menyampaikannya secara berlebihan, penulis menyampaikannya dengan indah. Penulisannya sederhana, tapi mengena, dan saya menyukainya. Sepertinya saya akan lebih suka jika ceritanya sederhana, yaitu berfokus pada pencarian jati diri. Itu yang terasa hilang dari cerita ini. Saya berharap pengembangan diri karakter lebih dieksplor lagi. Tapi saya tetap menyukai buku ini, kok.
Profile Image for Takdir.
62 reviews
September 7, 2020
Saul, Mey dan Bagas tidak pernah menyangka bahwa alur hidup mereka akan bersimpangan. Seperti layaknya kehidupan kita sehari-hari, apa yang tidak direncanakan justru menjadi awal petualangan baru, baik dalam menjalani hidup maupun mengenali diri sendiri.

Kedatangan Saul dari Jakarta ke sebuah desa kecil di Kalimantan Barat membuat Bagas semakin mengenali dirinya sendiri, sekaligus mempertanyakan rasa dalam dirinya. Begitu pula dengan Mey dan Saul. Apa yang kemudian terjadi bagaikan kisah pendewasaan diri tiga remaja SMA yang kemudian akan beranjak dewasa dari soal cinta, pertemanan sampai urusan seksualitas.

Membaca novel ini pembaca akan merasakan sudut pandang setiap karakter utamanya dalam bentuk bagian-bagian yang terpisah namun membentuk satu per satu peristiwa yang terjadi. Bagi mereka yang belum pernah menjejakan kaki ke Kalimantan Barat atau merasakan riak sungai Kapuas yang tersiram cahaya senja dan menyimpan banyak rahasia hati, buku ini seolah membawa pembaca ke daerah di luar pulau Jawa yang masih asri alamnya. Deskripsi rumah-rumah, jalanan, hutan, sekolah, bahkan istilah-istilah dalam bahasa khas daerah muncul, memperkaya pembaca akan keberagaman Indonesia itu sendiri.

Apa yang dialami tiga karakter utama dalam novel ini bisa dialami siapapun, kapanpun, di manapun, namun yang membedakan novel ini dengan kisah serupa lainnya adalah unsur kearifan lokal yang saat ini terasa jarang muncul dalam belantara sastra Indonesia kekinian. Sangat direkomendasikan untuk dibaca bagi mereka yang ingin mengenang masa-masa sebelum ada smartphone dan kecemasan karena chat dua garis biru tidak di-reply,
Profile Image for shaniya..
19 reviews1 follower
January 23, 2021
bagus banget! buku ini berhasil saya babat dalam satu hari meski berakhir tidur jam 3 malam, tapi saya puas. what a page turner book.

awalnya tertarik karena covernya yang simple dgn warna soft warm-nya, tapi ternyata isinya nggak se-simple yang saya kira.

saya agak kaget mengetahui buku ini buku pertama penulis (kalau tidak salah), karena jago banget mengaduk-ngaduk emosinya! penokohan, alur, serta latar tempat di kalimantan ini sedikit banyak menambah wawasan saya mengenai secuil kehidupan disana yang belum pernah saya jajaki.

sejujurnya ini kali pertama saya baca novel mengenai cinta sesama jenis. sedikit merubah cara pandang saya dan penggunaan perbedaan sudut pandang dalam ceritanya memudahkan saya memahami perasaan setiap tokohnya.

saat membaca jujur saya bingung harus memihak kepada siapa diantara 3 tokoh ini, karena rasanya kok nasib ketiganya buruk banget ya... di satu sisi saya merasa kisah cinta saul dan bagas cukup pantas meskipun sebenarnya salah di mata agama. di sisi lain karena saya seorang wanita, saya mengerti perasaan mey yang dilanda kegalauan dan keresahan. karena itu buku ini berhasil bikin saya overthinking tengah malam memikirkan para tokohnya.

setelah membaca saya juga membayangkan kalau buku ini diangkat menjadi film pasti keren banget. meskipun pasti ada saja kritik dari masyarakat mengenai isu ini.

segitu aja reviewnya! maaf kalau muter-muter bahasanya, hehe. saya tunggu karya penulis selanjutnya, tetap semangat!✨
Profile Image for Sunarko KasmiRa.
293 reviews6 followers
February 10, 2022
Merupakan novel yang merangkum 1 tahun perjalanan asmara dan polemik keluarga dari tiga tokoh utama yaitu Saul, Bagas dan Mey. Betapa dalam proses perjalanannya harus menemui berbagai macam problematika yang menghujani mereka dengan bertubi-tubi tanpa ampun dan juga menuntut banyak keputusan-keputusan yang sulit untuk remaja usia belasan tahun.

Seperti yang disampaikan penulis, novel ini baru rampung setelah 9 tahun proses pengerjaan. Hal itu terlihat dari kematangan konsep cerita yang diangkat, sudut pandang yang digunakan dan plot yang disajikan. Semuanya terasa pas, tidak berlebih sesuai takaran. Penulis juga memberikan porsi yang cukup kepada setiap tokoh sehingga sudut pandang dari setiap tokoh bisa saling berkesinambungan, menguatkan dan mudah untuk diikuti oleh pembaca.

Satu hal yang menurut saya menarik dan masih jarang dilakukan penulis Indonesia kebanyakan, yaitu keberanian penulis untuk mengangkat tema Queer yang sampai saat ini masih menjadi hal yang cukup awam dan tabu untuk diperbincangkan apalagi diangkat sebagai tema utama dalam sebuah novel.

Namun sangat disayangkan untuk penerbit sekelas KPG masih saja ditemui beberapa kesalahan ketik (typo), untungnya tidak terlalu mengganggu. Pun jika disandingkan dengan kualitas isi cerita, hal tersebut sedikit termaafkan (meskipun tidak sepenuhnya 😁✌)

Terakhir,
Mari mencintai diri sendiri terlebih dulu dengan cara yang benar,
karena orang lain belum tentu mencintai kita dengan benar(benar).
Profile Image for Nad.
105 reviews2 followers
July 2, 2022
Tertarik membaca buku ini karena tidak sengaja bertemu di ipusnas. Aku kira, bukunya tentang kisah cinta segitiga seperti pada umumnya. Ternyata kisahnya lebih luar biasa dan di luar dugaanku.

Lewat tiga sudut pandang (ditambah satu sudut pandang tambahan), kita akan diajak menelusuri perjalanan dari masing-masing tokoh. Salah satu alasan mengapa aku menikmati buku ini adalah POVnya yang berbeda-beda. Jadi bisa membayangkan perasaan masing-masing tokoh dari ceritanya sendiri.

Awal-awal, aku enggak mengira kalau buku ini ternyata bercerita tentang hubungan percintaan antara sesama jenis. Makanya, di beberapa part aku meyakinkan diri dengan re-read beberapa bagian wkwk

Terlepas dari itu, kisah ini berlatar di Kalimantan. Banyak menggambarkan kehidupan masyarakat di sana, suku Dayak, pertambangan emas dan sungai Kapuas.

Kalau kamu mau membaca buku ini, pastikan sudah sesuai rating usia, ya!
Profile Image for Maya Murti.
205 reviews8 followers
August 1, 2023
Lambat laun aku berpikir, mengapa bukan Bagas saja yang mereka tarik dari dalam sungai? Karena dengan begini, setidaknya aku mengetahui apa yang terjadi padanya. Lebih mudah menerima kenyataan Bagas meninggal daripada harus tersiksa dalam pencarian yang tidak menentu.


Saya terkesan dengan buku ini. Premisnya sederhana, tentang cinta segitiga dalam hubungan queer. Dalam konteks Indonesia, kisah cinta ini dibalut dengan rintangan tradisi, agama, dan gairah anak remaja. Dikemas dengan gaya bahasa yang tidak berkosakata besar, namun tetap terasa indah.

Aspek dramanya juga "megang", walaupun setelah halaman 300 ada beberapa adegan yang membuat saya memprediksi seperti jalannya sinetron. Syukurlah, eksekusinya tidak terlalu klise. Pilihan penulis untuk akhir ceritanya yang [redacted] juga dapat saya pahami.
Profile Image for summerreads ✨.
110 reviews
January 7, 2024
Awalnya aku sedikit pesimis saat mulai membaca kisah cinta remaja SMA tapi tebal bukunya nyaris 400 halaman. Aku bertanya-tanya, adegan romantis dan drama apa yang nanti akan diulang terus menerus sepanjang ceritanya?

Tapi ternyata tebakanku agak salah. Novel ini —meski ketiga tokoh utamanya anak SMA berumur belasan tahun, tapi ternyata menyimpan segunung problem dan isu sosial, seperti tema queer, pencarian jati diri, nikah muda, kehamilan tidak direncanakan, suicide, budaya, agama, bahkan rape.

Agak mencengangkan sekaligus membahagiakan ketika membacanya. Mencengangkan karena aku tidak menyangka penulisnya akan menyelipkan tema “berat” sebanyak itu hanya dalam 1 novel sekaligus. Membahagiakan karena aku merasa buku ini adalah page turner di penghujung tahun 2023. Meski sudah diterbitkan sejak bertahun-tahun sebelumnya, aku merasa novel ini masih relevan dibaca kapan saja.

Novel berlatar belakang sebuah desa kecil di pedalaman Kalimantan Barat ini ditulis dengan banyak istilah percakapan lokal. Unsur lokalitasnya cukup oke, di antara banyak novel remaja yang Jawa-sentris. Kalau nggak Bandung, Jakarta, ya Jogja. Tapi novel ini menceritakan sebuah desa bernama Senjau, desa yang tak tertulis di peta, di pedalaman Kalbar.

Dari Pontianak harus menempuh jalan berliku untuk mencapai lokasinya. Di sana pembaca akan dibawa berkenalan dengan Bagas —seorang putra kepala desa, bocah kampung yang tak pernah membayangkan keluar dari desanya, Mey —seorang kembang desa yang cantik dan cerdas, dan Saul — si anak kota yang terpaksa hijrah dari Jakarta kembali ke Senjau, kampung halaman mendiang ayahnya. Garis hidup mereka bertiga bertemu, menyajikan cerita yang kuat dan seru untuk dibaca. Aku suka bagaimana penulis menggambarkan ketiga tokoh utama dengan keberagaman latar belakang, namun sama-sama punya karakter yang kuat dan melekat.

Yang agak rada mengganggu cuma teknis penempatan POV-nya. Ada beberapa bagian yang kadang membingungkanku sebagai pembaca, bertanya-tanya itu sebenarnya “suara” siapa, karena peralihan POV kurang smooth. Terus ada beberapa dialog dalam bahasa Melayu & Khek yang ketinggalan tak diberi catatan kaki. Sebenarnya nggak masalah untuk yang paham, soalnya termasuk percakapan Melayu yang sehari-hari dan sering kudengar. Tapi mungkin ini akan menjadi masalah dan membingungkan pembaca yang bukan orang Kalimantan Barat atau tidak terbiasa dengan percakapan berbahasa Melayu/Khek.

Overall, aku tetap memberikan bintang 5 atas kepadatan isi buku ini. Alur cerita yang cukup oke, gaya penulisan yang enak dibaca, dan isu yang bagus untuk diangkat. 🫶🏻
Profile Image for Wildan J.
28 reviews
December 20, 2020
Saya awalnya beli buku ini karena berlatar belakang kehidupan suku dayak di satu desa tepi sungai kapuas.
Cukup mengagetkan ketika saya baca prolognya. Saya jarang pernah baca buku tentang kisah cinta sesama jenis, apalagi penulis indonesia
Ketika saya baca sampai selesai, ternyata roman ini menarik dan menyentuh saya cukup dalam. Pelajaran berharga utk saya untuk tidak terjebak dalam stigma.
Displaying 1 - 30 of 71 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.