Jump to ratings and reviews
Rate this book

Affair: Obrolan Urban

Rate this book
Affair: Obrolan Urban

"Dijual: kelas sosial. Siapa mau beli?"

320 pages, Paperback

First published January 1, 2004

19 people are currently reading
139 people want to read

About the author

Seno Gumira Ajidarma

97 books838 followers
Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book.

He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996.

Mailing-list Seno Gumira fans:
http://groups.yahoo.com/group/senogum...

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
55 (32%)
4 stars
77 (45%)
3 stars
35 (20%)
2 stars
3 (1%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 27 of 27 reviews
Profile Image for Mel.
111 reviews
April 4, 2009
punya sisi sinis dan tukang cela? nah, buku ini mungkin menarik buat dibaca. tidak punya? masih tetap menarik kok.

sikap kritis melahirkan kesadaran. namun jika penyadaran tidak terus menerus dilakukan, manusia itu mudah lupa. ada benarnya buat saya. buku ini merupakan 'obrolan tentang jakarta'. ocehan dan pemikiran tentang kota jakarta, lengkap dengan para penghuninya dari citra asli hingga 'sepuhan' atau mengibul. mehong. tapi citra seperti ini saya kira tak hanya ditemukan di jakarta saja. makanya tetap menarik buat saya. begitu pula dengan selipan-selipan informasinya.

salah satunya adalah 'kampung pecah kulit'. katanya, asal nama itu berawal dari seorang warga batavia, keturunan ayah belanda -jerman dan ibu jawa yang mengadakan perlawanan -- kejadian tanggal 22 april 1722 -- atas kebijakan kolonial belanda. ia dihukum dengan tangan dan kaki yang masing-masing ditarik oleh empat ekor kuda ke empat jurusan. setelah itu kepalanya dipenggal, dan setelah ditancap oleh sebuah tombak, dipancangkan di halaman rumahnya sendiri sebagai monumen peringatan, dengan inskripsi yang masih tersimpan di museum sejarah dki.

catatan, dari peringatan yang menjijikkan pada si jahil terhadap negara yang telah dihukum: pieter erverveld. dilarang, orang mendirikan rumah, gedung, atau memasang papan kayu, demikian pula bercocok tanam, di tempat ini, sekarang sampai selama-lamanya. selesai.

tulisan itu ditatah pada sebuah batu biru dalam bahasa belanda, lengkap dengan terjemahan dalam bahasa jawa (baru) yang berhuruf jawa pula. monumen dan batu birunya sudah lenyap, tapi riwayat tersebut terabadikan oleh tio ie soei, yang menuliskannya dalam bahasa melayu tionghoa: pieter elberveld (satoe kedjadian jang betoel di betawi). ah. baru tahu saya.

dan karena ini obrolan tentang jakarta, sekalian saya kutip juga ocehan SGA dan anekdot yang berkisah tentang bagaimana betawi mendapatkan namanya. konon pasukan kumpeni susah payah menahan serbuan tentara mataram pada abad xvii. mereka terkurung di bentengnya begitu rupa, sehingga harus melempar atau menyemprotkan tinja dari berbagai pembuangan, karuan orang-orang jawa yang menyerbu itu lari menghindar sambil berteriak: "mambet tai! mambet tai!" yang artinya adalah batu tinja, yang akhirnya terlafalkan sebagai be-ta-wi untuk mengabadikan tempat itu. adapun para ahli bahasa, memang cenderung merujuknya sebagai keterpelesetan lidah atas ucapan batavia. tapi tidakkah boleh kita pertanyakan lagi sekarang: apakah jakarta masih pantas bermakna kemenangan, atau sekedar bau tinja? hal 108.

hehe...jadi review tai.. ups. 3.5 bintang.
Profile Image for Ursula.
301 reviews19 followers
October 14, 2020
If you enjoyed Tiada Ojek di Paris: Obrolan Urban then this is the book for you, another compilation of SGA's essays from various magazines, published from 2002 to 2019. Mostly talk about phenomena in Jakarta and its Homo Jakartensis (people living in the capital), analysed through the lens of cultural studies. Notable figures such as Barthes, Bennet, and others are quoted (along with a citation and list of reading materials at the end of the book). For older essays, SGA added necessary updates, like if he wrote an event happened 30 years ago, then readers should add x more years now.

Instead of SGA as the novelist that the public knows, this book shows his lecturer side (he teaches the cultural studies department in UI if I'm not mistaken). His essays are well-analysed and sometimes make you chuckle because "oh this can be interpreted like that? fascinating" although there are some that I personally think are too farfetched and just don't make sense (or maybe I'm not smart enough to understand SGA's thought process).

Reading this book, which is chronologically arranged, makes me realise that Jakarta doesn't change that much in these past two decades. Homo Jakartensis are still as pretentious as before, looking for instant solutions and don't have the patience for process. The city is still as unforgiving and will steamroll those who refuse to match its pace. But in between the restless and buzzing Jakarta life, we might still catch a break in nasi uduk stalls while watching the evening sun slowly disappearing behind the modern skyscrapers.
Profile Image for Farah Fitria Sari.
228 reviews10 followers
February 22, 2015
Kesindir, nyentil, mehongggg wkwkwk. Buku ini buku lucu, yg kalo gue diajak ngobrol sama buku ini gue bakal malu, "Iya yah, bener juga yah," dan... mehong wkwkwk
Profile Image for Alvin Qobulsyah.
75 reviews1 follower
June 10, 2024
Bisa dibilang ini adalah kliping sketsa-sketsa kehidupan urban yang dimuat di majalah Jakarta-Jakarta.

Satu majalah “kota” yang bagi saya satu level mistiknya sama majalah Aktuil saking susah dapat majalah bekasnya. 🤣

Ditulis di skena ‘90-an, entah kenapa, semua kelakuan warga Jakarta ini masih relevan sampai kini. Sama macam roman Senja Jakarta-nya Mochtar Lubis yang memotret hidup Djakarta medio ‘50-an tapi masih tetap masuk dengan laju hirup hurip kekinian.

Tentang bagaimana AC adalah siksaan bagi sopir taksi, bagaimana warga membangun air terjun di selokan gang depan rumahnya (karena ambiens zen bisa hadir di mana saja), sampai betapa culunnya banyak orang kaya baru di Jakarta yang sibuk bergagah-gagah dengan perangai dan material di jasmani, tapi sebenarnya kosong di rohani.

Bagi kelas menengah Jakarta yang ingin nyengir menertawai diri sendiri, saya ajukan kumpulan sketsa ini, yang penulisnya tak perlu saya tulis lagi siapa namanya. Salah seorang observan kehidupan urban paling nyalang yang pernah 2.
Profile Image for Dannyart.
90 reviews3 followers
October 14, 2021
Affair = Peristiwa. Homo Jakartanesis-begitu sga menyebutnya-sedikit banyak akan setuju dengan obrolan buku ini, ngobrolin affair-affair di Jakarta sejak tahun 2000.

Topiknya sih bahas sendal jepit, nasi uduk, atau pembokat, tapi dibahasnya pakai teori dan data ilmiah (utamanya bahasa dan kebudayaan), memanggil kembali tulisan abad XIII atau sebelum masehi. Kok kepikiran gitu ya.

Seringnya jadi bacaan sebelum tidur, tapi kadang saya baca juga pas siang sambil nunggu maghrib. Bahasanya memang kadang agak berat, namun substansinya sebenarnya sederhana: peristiwa atau kebiasaan yang terjadi di Jakarta.
Profile Image for Herda Fatimah.
33 reviews4 followers
August 30, 2024
Membaca esai adalah jalan pintas untuk memahami atau paling tidak mengetahui macam-macam perspektif seseorang ketika melihat sesuatu, atau dalam menilai sebuah kejadian yang terjadi di hadapannya, dan/atau menelaah fenomena yang terjadi di sekitarnya. Walaupun kadang dibuat pusing dengan pemikiran penulisnya yang rumit dan kadang disampaikan dengan cara yang (menurut pembaca) seperti sedang ngomel-ngomel nggak jelas dan rasanya setiap hal —sekecil apapun— seperti harus banget 'dibahas', tapi kemudian kita tahu bahwa ternyata cara berpikir seorang penulis memang tidak pernah (atau tidak boleh) sesederhana itu.

Buku ini sebagian besarnya berisi tentang Jakarta, selalu menarik untuk baca tulisan-tulisan tentang kota ini. Dengan segala kegemerlapannya, Jakarta menutupi kemalangan dan keletihannya melalui itu. Ketersamaran yang mengaburkan dua hal kontras, tidak harus selalu kaya-miskin, tidak harus selalu hitam-putih, tapi semua yang berkebalikan terjadi sebagai bentuk kompleksitas dan kekayaan pengalaman -dan pengamalan- hidup penghuninya.

Namun mau bagaimanapun (walaupun ini terkesan seperti men-simplifikasi 🙏🏻) Jakarta nyatanya telah menjadi tempat bagi —kalau tidak semuanya— sebagian besar penduduk / pendatang nya untuk membangun tangga-tangga harapan bagi kehidupan mereka. Jakarta barangkali, sampai saat ini, adalah kota mewujudkan mimpi.
Profile Image for Yaris.
7 reviews
December 4, 2022
"...Begitulah, sukses telah menjadi berhala. Kalau Anda tidak sukses dalam ukuran-ukuran ajaib itu: bukan direktur, tidak berdasi, datang naik bus, bekerja di perusahaan gurem, tidak doyan lasagna yang rasanya seperti sabun, selalu berkeringat, dan tidak bisa bahasa inggris. Seolah-olah Anda bukan manusia, atau tetap manusia tapi tergolong orang-orang kasihan. Tentu saja ini tidak benar, tapi kota urban telah menjadi salah kaprah. Akan menjadi ajaib kalau di sampul depan majalah bisnis misalnya terpampang eksekutif bengkel mobil, meskipun ia bengkel mobil yang sukses, hanya karena eksekutifnya tidak berdasi, selain karena citra tukang dalam keahlian bermesin ria juga tidak merupakan representasi orang sukses.."
Profile Image for Iqbal Dalimunthe.
34 reviews44 followers
July 9, 2022
Bagi saya, mungkin karena saya merupakan penduduk Jakarta yang relatif baru, obrolan terkait isu sosial budaya tentang kota ini selalu menjadi hal menarik. Kumpulan tulisan ini sangat menarik dan masih relevan untuk dibaca.

Percaya atau tidak, kebetulan saya sedang di Kedai Tjikini (tetanggaan dengan Bakoel Koffie) waktu membaca tulisan yang berjudul Suatu Senja di Bakoel Koffie, jadi rasanya seperti sedang ngobrol dengan SGA di kedai tersebut, hehe. Info yang kurang penting memang, tapi buat saya menjadi salah satu kenangan kecil terkait buku ini, selain HUT Jakarta yang juga terjadi di saat saya membacanya.
Profile Image for Agung Wicaksono.
1,089 reviews17 followers
July 11, 2022
Kumpulan esai di buku ini ditulis dari awal 2000-an sampai yang terbaru yaitu pada 2019, sehingga ada catatan khusus jika ada informasi "jadul" yang dirasa kurang sesuai dengan masa sekarang. Cukup menarik membaca ini karena membahas Jakarta dan hal-hal di dalamnya, dari gaya hidup, transportasi, sampai makna "semoga sukses" ketika orang mulai merantau ke sana. Selain mendapatkan sudut pandang baru, saya juga jadi lumayan "nyambung" dengan beberapa esai setelah saya sendiri bekerja di kota metropolitan ini.
Profile Image for Qabila Dz.
10 reviews4 followers
December 31, 2020
Kumpulan artikel penulis yang pernah dimuat di media cetak pada zamanya, dan surprisingly masih relevan dengan kehidupan sekarang. Sudut pandang yang banyak mengangkat sisi humanis, selama ini mungkin sudah kita rasakan tapi kerap diabaikan. Saya rekomendasikan buat setiap penghuni Jakarta yang mengaku kenal Jakarta, atau teman-teman yang mungkin belum berkesempatan mengunjungi Jakarta dan mencitra kehidupan megapolitan Jakarta dari film-film.
Selamat mengenal Jakarta dan jiwanya!
Profile Image for Saumi.
63 reviews24 followers
August 23, 2020
Seperti judulnya, buku ini memang ngobrolin hal-hal berbau urban dengan santai, ngalor ngidul, dan beberapa bagian bikin tertawa. Saya punya keyakinan kalau esai yang bagus itu bisa buat pembacanya mikir lagi dan kumpulan esai di buku ini menghadirkan itu. Beberapa esai di buku ini bikin kening saya mengkerut, seperti sedang ikut kuliah cultural studies lagi! Hahaha
Profile Image for Gustav Gustav.
41 reviews3 followers
January 1, 2018
I love how SGA bluntly being cynical in this book. But I guess it's true how being part of urban society sometimes can deeply influence our roots of life. This book is simple reminder for us to be completely being human being without any label..
Profile Image for Lila Kurnia.
5 reviews
June 5, 2022
good anthology about the people, who have been living in Jakarta. Plot is well thought and the language is really the reality of everyday life in Jakarta.
11 reviews
September 25, 2025
Bacaan yang santai, ide homo Jakarta-nicus yang kedepannya akan aku buat versi homo Yogyakarta-nicus.
Profile Image for winda.
357 reviews14 followers
April 5, 2011
Obrolan tentang Jakarta takkan pernah ada habisnya, Jakarta yang dipuji sekaligus dicaci. Berbagai tingkah polah manusia Jakarta menjadi sumber obrolan yang menarik. Homo Jakartanesis begitulah Seno Gumira Ajidarma mengistilahkan manusia-manusia Jakarta. Buku ini merupakan kumpulan dari berbagai tulisan SGA yang telah dipubllikasikan di berbagai media massa.

Meskipun dibuat pada tahun 2004, namun apa yang dibicarakan di buku ini masih relevan dengan Jakarta dan manusia Jakarta saat ini. Dalam buku ini, selain memotret kisah Jakarta, SGA juga membincangkan tingkah polah Homo Jakartanesis yang menggelitik. Cukup lucu untuk dijadikah bahan tertawaan, namun di sisi lain menjadi cerminan atau bahkan sindiran.

Homo Jakartanesis adalah penyembah Berhala Jakarta :Semoga Sukses!, yang terlelap dalam impian-impian berbau Luar Negeri , orang Jakarta yang merasa dirinya elit dan kosmopolit yang sering mengucapkan kampungan, dimaksudkan untuk merendahkan sesuatu yang lain, sekaligus juga berarti meninggikan diri sendiri. Manusia Jakarta adalah Konsumen Agung yang mempunyai selera bagus dan pilihan berkelas tapitidak bisa menjadi produsen agung. berkat kemacetan Jakarta Manusia Jakarta adalah Manusia Mobil karena mobil bukan hanya menjadi sarana transportasi namun mobil telah menjadi dunia ketiga setelah rumah dan tempat kerja.
The Art of Nasi Uduk mengembalikan Homo Jakartanesis menjadi manusia dengan Kepribadian Sendal Jepit . Manusia-manusia Jakarta sebenarnya terasing di tengah gemerlapnya kota Jakarta juga memiliki jiwa kosong, yang Paranoia di setiap paginya sehingga membutuhkan hiburan; hiburan bukan lagi selingan, hiburan telah jadi tujuan. Hiburan adalah Panglima .

SGA juga mengangkat obrolan tentang Bayi dalam Gendongan:Sebuah Teater Jalanan dimana mengemis barangkali bukan lagi potret kemiskinan, melainkan kreativitas , juga berbincang tentang Seni dan Air Seni Sopir Taksi , Penyanyi Dangdut di Tepi Jalan , Pembongkat , C(S)eleb atawa Pesohor

SGA mempertanyakan masihkan bisa saling mengenal tanpa ada kepentingan di jakarta? Masih adakah cinta sejati di Jakarta? Bagaimana nasib Jakarta tanpa Indonesia? dan Masihkah Jakarta berati Kemenangan?.

Dalam buku ini, SGA juga menggambarkan bahwa Jakarta tidak Gemerlapan karena kegermelapan Jakarta adalah cermin kepahitan yang gagal karena kegermelapan Jakarta tidak mencerminkan kegermelapan jiwa warga kota.


Yah, dua tahun menumpang hidup di Jakarta cukup bagi saya menilai Jakarta, dan tak juga saya merasa nyaman dan betah dengan kota ini, mungkin tepat dengan apa yang SGA deskripsikan segala keramaian dan gemerlapan kota juga dengan berbagai varian Homo Jakartanesis. Namun setelah membaca buku ini, saya belajar untuk tetap dapat memberi makna bagi hidup saya dengan melihat, mencari dan menemukan Jakarta yang lain dan Tak cukup menemukan, kita bisa mengadakan Jakarta yang lain itu.... Toh, bagaimanapun saya telah menjadi bagian dari Jakarta, yang turut mewarnai wajah Ibukota.



Profile Image for Yuliana Paminto.
4 reviews1 follower
January 17, 2016
Sebelumnya saya tidak tahu sama sekali apa isi tulisan didalam buku ini. Saat buku ini muncul di tl IG, saya lansung membeli hahaha. Saya langsung tertarik dengan buku ini karena ada nama Jakarta pada judulnya ~~

Hasil dari membaca buku ini saya jadi semacam yaudahlah, bener juga si dan semacam kalimat lain yang menyetujui setiap peristiwa yang menurut saya "ih kok gitu sih" sebelum membaca buku ini.

Saya jadi wajar dengan para pria yang membuang air kecil sembarang ditempat umum dengan alasan disekitar pria tersebut tidak ada toilet umum atau musholla atau masjid yang tidak ada toiletnya.

Saya jadi yaudah ga papa deh kalo naik taksi yang awal jumpa dengan mobil taksinya itu kacanya dibuka dengan alasan ga semua orang suka AC, jadi wajarkan supir taksi tersebut merasa lega dengan mematikan AC dan membuka kaca jendelanya disaat tak ada penumpang di mobil tersebut.

Dan satu lagi yang paling saya suka. Udahlah ga usa mikirin gengsi kalau hidup di Jakarta.
Profile Image for Bimana Novantara.
278 reviews28 followers
March 13, 2016
Seno sering mengulang kata 'kibul' di buku ini, atau juga yang dipadankan dengan kata lain menjadi 'kibul kapitalisme'. Ketika membahas keramahan orang Jakarta, ia menuliskan dengan seenaknya, "a kibul is a kibul and it is just only a kibul."

Saya suka tulisan Seno yang berusaha untuk melawan ideologi kibul yang bisa ditemukan pada apa pun hal yang berkaitan dengan Jakarta. Dari situ kita bisa merasakan bahwa ia memang tidak suka dikibuli dan juga tidak suka basa-basi, dan ia membedah segala macam kibul itu supaya tahu bagaimana kibul itu bekerja dan kita yang membaca tulisannya tidak ikut dikibuli oleh kibul-kibul yang bertebaran di mana-mana di Jakarta.
Profile Image for Taufiq Ramadhan.
49 reviews5 followers
July 18, 2012
sangat 'enjoy' baca buku ini, berasa di lesehan ngobrol ngalur-ngidul tapi ga asal bunyi. menurut saya bahasan2 di buku ini tak hanya tentang Jakarta, tapi juga gambaran umum kondisi kota-kota besar di Indonesia. agaknya buku ini sebagai cerminan pembangunan yang harusnya 'seimbang' dan tentang 'sosio-humaniora' ditengah pembangunan itu sendiri *apasih
mengangkat tema2 mendasar persoalan masyarakat kelas bawah sampai ke yang elite, dan memang tema itu sering dibahas saat kita ngobrol di lesehan atau angkringan.
*jadi mikir-mikir kalau mau ke Jakarta..hihi
Profile Image for Rhino.
3 reviews5 followers
September 15, 2008
Luar Biasa! Buku ini mewakili keresahan kaum intelektual di tengah absurditas Jakarta yang chaos di segala lini atau dalam bahasanya SGA: cemong. Sekali lagi SGA menunjukan kepiawayannya dalam merunut kata-kata dan keresahan-keresahan menjadi sebuah tulisan yang enak dibaca namun tetap berbobot. Keresahan yang bagi sebagian banyak orang hanya menjadi pergumulan dalam kepala, namun SGA dapat menuangkan dan membaginya kepada khalayak.
Profile Image for upiqkeripiq.
79 reviews4 followers
May 17, 2012
ngakak pol...

ini buku bagus banget. ngena banget. dan sak karepe dewe banget.

yang baca pasti akan tersindir. pasti akan mikir. kok aku banget ya?

walaupun memang konteks tulisannya memang tentang jakarta. Tapi saya kira banyak juga cerita didalam buku ini yang terjadi di tempat lain yang mencoba niru-niru jakarta :)
Profile Image for Muhammad Meisa.
45 reviews30 followers
November 18, 2014
Sebagai militan, agak malu sih baca Affair setelah jauh sebelumnya membaca terlebih dahulu Kentut Kosmopolitan. Padahal Kuntut Kosmo itu bisa dibilang koreksi dari beberapa hal yang Seno "nyinyirkan" di dalam Affair. Tapi tetep kampret si kalo ngangkat fakta-fakta kecil yang seringkali nggak kepikiran. Dan seperti biasa, ending setiap esai selalu kampret bin kibul!
Profile Image for Shella.
3 reviews5 followers
July 12, 2012
menurut aku, buku ini sangat bikin 'terenyuh' alias yang baca pasti ngerasa menohok gitu apalagi yang notabene nya tinggal di ibukota.
seudah baca buku ini, jadi ngaca kalo kita itu NGOTA tapi NGAMPUNG :D
Profile Image for Dei&#x1faa9;sha T.
48 reviews3 followers
January 17, 2008
Lumayanlah. Membahas jakartajakarta yang "i hate jakarta" ini! Haha.. Bisa cekakak cekikik sendiri dengan sindiran-sindirannya.
7 reviews
Read
February 13, 2010
wuiiihh..
ini buku saya dapet hadiah dari teman saya wktu pkl dulu.
thx buat ibenk.


isinya bagus..
menurut saya, bahasanya berat.. hhehehe.
tapi saya suka..
..
Displaying 1 - 27 of 27 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.