Tjokroaminoto yang dilahirkan pada 16 Agustus 1882, di Madium Jawa Timur adalah seorang tokoh besar Indonesia. Belanda menjulukinya sebagai Raja Jawa yang Tak Bermahkota. Ia menjadi pemimpin Sarekat Islam (SI) (1912) dan sukses membawa SI sebagai organisasi pergerakan nasional terbesar ketika itu. Ia menjadi tokoh dan guru utama pergerakan. Dua muridnya yang terkemuka adalah Soekarno dan S.M. Kartosuwirjo. Soekarno kelak menjadi Proklamator dan Presiden Pertam RI. Sedangkan S.M. Kartosuwirjo menjadi Proklamator Darul Islam/Negara Islam Indonesia (DI/NII).
Salah satu wasiat Tjokroaminoto yang terkenal adalah "Lerena mangan sadurunge wareg" yang berarti "berhentilah makan sebelum kenyang". {esan yang bersumber dari hadis Nabi ini dimaksudkan agar generasi penerus menghindari sikap rakus dan serakah serta menggunakan jabatana untuk kepentingan pribadi dan golongan. Ia hyga menyampaikan sebuah wasiat tertulis yang disahkan oleh forum sebagai "Pedoman Umat Islam". Isinya berupa pesan nkepada umat Islam supaya menjadi pelopor dalam upaya membawa masyarakat menuju tatanan kehidupan yangs esuai dengan ajaran Islam.
Buku Islam dan Sosialisme ini merupakan karyanya yang paling meonumental, bahkan menjadi salah satu karya terbesar Tjokromainoto. Di dalamnya memuat sistem kemasyarakatan yang sosial-relijius dengan susunan pemerintahan yang bersendikan demokrasi. Buku ini ditulis untuk menanggulangi faham sosialisme yang diusung oleh kaum atheis dan komunis di Indonesia.
Buku yang dikarang sekitar 1920 ini telah meramalkan kegagalan ideologi sosialisme di barat yang konsepnya ditemukan oleh Karl Marx,
karena sosialisme di barat dimulai dari tampuk atas yaitu pemerintahan, sementar sosialisme dalam islam dimulai dari bawah yaitu rakyat,
intinya sosialisme sejati adalah konsep ajaran Islam, yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad, para sahabat dan Khulafa Rasyidin
dimana sosialisme Islam memiliki tujuan yang jelas ; yaitu hidup semata untuk Allah saja
Hukum Syariah yang ada dalam ajaran Islam adalah untuk menjaga keharmonisan kehidupan masyarakat, terutama dalam kehidupan berkeluarga.
Sosialisme dalam kehidupan Nabi telah dicontoh juga oleh para sahabat, mereka hidup dalam kondisi yang sangat sederhana, hal tersebut hilang saat mulainya masa kerajaan yang diawali oleh dinasti Ummayah.
intinya, Tjokroaminoto menjelaskan dalam buku yang singkat ini betapa pentingnya umat Islam untuk menggali kehidupan sosialisme, demi kejayaan hidup di dunia dan di akhirat
dan beliau berpesan bahwa untuk mendapatkan kehidupan sosialisme yang sejati, umat harus memiliki dua hal yaitu : "Agama dan Ilmu"
Buku yang diterbitkan tahun 1924 ini membahas soal ideologi sosialisme yang memiliki banyak kesamaan prinsip dengan hukum Islam pada zaman Rasulullah. Buku dimulai dengan penjelasan soal sosialisme & komunisme Barat, kemudian dilanjutkan dengan irisan-irisan yang sesuai dengan Islam.
Misalnya, dibahas soal bagaimana hukum tanah yang tidak bisa dimiliki individu, soal anti-riba yang artinya anti-kapitalisme, bagaimana spirit Islam memperlakukan semua manusia setara tanpa diskriminasi berdasarkan harta, ras, gender. Dibahas pula beberapa hal terkait kepemimpinan yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin.
Untuk buku yang ditulis tahun 1924, buku ini rasanya tetap relevan. Walau terlihat sekali bagaimana beliau ingin meyakinkan bahwa ideologi Islam adalah yang terbaik, tetap ada bagian yang membahas kegagalan ideologi ini. Buku ini ditutup dengan gagasan-gagasan bagaimana segala nilai Islam dan sosialisme dituangkan dalam gerakan-gerakan Sarekat Islam.
Teringat ketika saya berbincang dengan guru ngaji saya di rumah. Ia bilang, Nabi Muhammad SAW itu orang yang sosialis sekali. Bayangkan, ketika beristrikan Khadijah yang kaya raya—ia rela mempersilakan orang-orang kelaparan makan di rumahnya. Terhadap bobroknya perilaku orang Quraisy, ia resah. Dari keresahan tersebut, kemudian ia mendirikan perkumpulan Hilful Fudhul.
Namun, bobroknya keadaan bukan berarti Nabi Muhammad SAW berpangku tangan begitu saja. Segala macam kemampuan yang Allah SWT berikan padanya ia maksimalkan. Disuruh menggembala, ya ia kerjakan dengan sepenuh hati. Diminta bantu berdagang, ia kerjakan dengan seamanah mungkin. Wajar saja jika Nabi Muhammad SAW dijuluki Al-Amin. Maksimalisasi potensinya ia gunakan untuk membantu hajat orang. Ia tak terjebak dalam mengutuki keadaan atau terbawa keadaan.
Hal tersebut saya temukan dalam diri H.O.S Tjokroaminoto. H.O.S Tjokroaminoto lahir di desa Bakur, Madiun Jawa Timur 16 Agustus 1883 (ada yang menulis beliau lahir 20 Mei 1883. Ia anak kedua dari dua belas bersaudara putra dari Raden Mas Tjokro Amiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu R.M Adipati Tjokronegoro bupati Ponorogo. Terlahir dari keluarga bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh.
Pada awalnya, ia juga mengikuti jejak kepriyayian ayahnya, sebagai pejabat pangreh praja. Ia masuk pangreh praja pada tahun 1900 setelah menamatkan studi di OSVIA, Magelang. Pada tahun 1907, ia keluar dari kedudukannya sebagai pangreh pradja di kesatuan pegawai administratif bumiputera di Ngawi, karena ia muak dengan praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat berbau feodal.
Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan di bagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut (1911 – 1912).
Uniknya, Tjokro juga jurnalis dan orator ulung. Oetoesan Hindia merupakan surat kabar syarekat Islam yang terbit pertama kali pada bulan Desember 1912 di Soerabaya adalah corong bagi pergerakan SI. Tjokro adalah direktur administrasi dan sekaligus pemimpin redaksinya. Tjokro adalah jurnalis yang rutin menulis di Oetoesan Hindia ini paling tidak satu kali dalam sebulan. Topiknya beragam, mulai persoalan politik, hukum, hingga perdebatan antara paham sosialisme dan Islam.
Dengan lahirnya Sarekat Islam pada tahun 1912, mulailah Cokroaminoto membuat cariere. Ketika ia sedang berada di Solo ia didatangi oleh delegasi Sarekat Islam Solo untuk bergabung pada organisasi ini dan Tjokroaminoto menyatakan kesiapannya untuk bergabung,
Tjokroaminoto dikenal sebagai orang yang berkarakter radikal yang selalu menentang kebiasaan-kebiasaan yang memalukan bagi rakyat banyak. Pada saat itu Tjokroaminoto telah dikenal sebagai seorang yang sederajat dengan pihak manapun juga, apakah ia seorang belanda ataupun dengan seorang pejabat pemerintah. dan Tjokroaminoto berkeinginan sekali untuk melihat sikap ini juga dimiliki oleh kawan sebangsanya terutama di dalam berhubungan dengan orang-orang asing.
Tjokroaminoto juga menulis buku Islam dan Sosialisme. Mengapa ia menyandingkan sosialisme dengan Islam dalam bukunya? Asumsi saya, kesenjangan antar kelas sangat tajam sekali ketika ia menulis buku. Sosialisme yang berakar pada pemikiran Karl Marx, entah pada perkembangannya dikembangkan melenceng dari akarnya atau tidak, pada dasarnya tercipta sebagai antitesis dari adanya kesenjangan antar kelas.
Bagi saya, benar kata ustad saya. Nabi Muhammad SAW pun pada dasarnya adalah seorang sosialis. Pada awal masa kehidupannya (pra-kenabian), ia tidak hanya belajar tentang kehidupan dari tokoh 'agama' (pendeta)— melainkan juga dari realita sehari-hari. Mata batinnya terasah melihat merosotnya moral, budak yang diperlakukan semena-mena, pertentangan antar bani yang mengedepankan prestis, dan lain sebagainya.
Teringat apa kata Kang Budhiana Kartawijaya, anggota Dewan Redaksi Pikiran Rakyat. Ada orang yang menemukan Islam secara deduktif. Dalam artian, ia belajar teori Islam, baru ia gunakan untuk membaca fenomena kehidupan. Ada pula orang yang menemukan Islam secara induktif. Dalam artian, ia mengamati fenomena-fenomena di kehidupannya, barulah kemudian ia menyadari bahwa sunatullah (hukum alam) selaras dengan Islam.
Menurut saya, HOS Tjokroaminoto adalah tipikal perpaduan keduanya. Ia memiliki latar pengetahuan keislaman yang cukup baik. Namun latar pengetahuan keislaman tersebut tidak membuatnya jumud dan kaku dalam membaca fenomena yang tengah terjadi. Islam bukanlah setumpuk konsep agung yang kaku, dimana jika realita tidak sesuai dengan konsep ideal, pemeluknya kebingungan dalam membumikan ajarannya. Islam tak hanya berbicara soal ayat-ayat yang termaktub.
Tjokro, bagi saya pribadi, adalah sosok yang berupaya untuk membumikan konsep-konsep ideal Islam yang telah ia ketahui. Kepekaannya dalam membaca situasi dan kondisi (ayat kauniyah), serta prinsipnya yang kembali berpulang pada Alquran dan Sunnah (ayat kauliyah) membuatnya cukup lihai membumikan konsep.
Saya menghormati usahanya membumikan konsep, terlepas dari sesuai atau tidaknya (bahkan benar atau tidaknya) proses. Pada hakikatnya Islam tak menyuruh kita hanya terkungkung oleh ayat-ayat yang termaktub dalam Quran, Sunnah, maupun buku-buku. Namun Islam juga membimbing mata hati kita untuk pandai memerhatikan fenomena. Iqra, bacalah.
Mengenai buku, ada isi buku beliau yang menempel dalam benak saya. Mengenai tiga anasir, yaitu: kemerdekaan (virjheid-liberty), persamaan (gelijkheid-equality) dan persaudaraan (broederschap-fraternity). Kemudian Tjokro menghubungkan tiga anasir ini dengan konsep Islam.
Mengapa Tjokro mengemukakan ketiga anasir dan menghubungkannya dengan Islam? Simpulan saya: karena keadaan pada saat itu tidak menjunjung ketiga nilai-nilai tersebut. Maka ia menawarkan konsep-konsep sosialisme—yang ia sandingkan dengan kepercayaannya (Islam) untuk menjadi obat dari penyakit-penyakit sosial yang tengah masyarakat derita.
Kekurangan buku ini, bahasanya jadul. Hehe. Jadi otak agak muter buat menangkap maksudnya. Bisa jadi, konsep-konsep sosialisme yang disandingkan dengan Islam tak relevan dengan tantangan zaman kini.***
HOS. Tjokroaminoto adalah seorang tokoh besar yang sangat disegani pada masa perebutan kemerdekaan Indonesia. Ia dilahirkan pada 16 Agustus 1882 di Madiun dan menjadi pemimpin Sarekat Islam (SI), sebuah organisasi yang sangat berpengaruh dalam pergerakan nasional dan pemikiran-pemikiran Islam. Soekarno (proklamator RI) dan Kartosuwiryo (proklamator DI/NII) adalah dua orang muridnya yang sangat terkenal, meskipun pada akhirnya mereka berbeda jalan.
Dalam buku Islam dan Sosialisme, Tjokroaminoto menyampaikan ide-idenya mengenai paham sosialisme yang dapat dibentuk dari esensi ajaran Islam. Buku yang masih dipenuhi oleh gaya bahasa dan susunan kalimat tempo doeloe ini mungkin akan sedikit membingungkan bagi pembaca modern, terlebih lagi istilah asing yang banyak ia gunakan berasal dari Bahasa Belanda, bukan Bahasa Inggris seperti yang biasa kita jumpai di buku-buku zaman sekarang. Konteks buku ini juga tampaknya lebih dikhususkan kepada pembaca muslim, karena di dalamnya mengandung wacana yang berangkat dari titik tolak keimanan dan doktrin agama. Oleh karena itulah saya memasukkan resensi buku ini ke dalam kategori buku agama, dan bukan filsafat atau politik.
Tampak berusaha menghindari ambiguitas makna, pada bab awal buku ini Tjokroaminoto sempat menjelaskan arti dari sosialisme yang ia maksud, dalam bab "Pengertian Sosialisme". Menurutnya, sosialisme menghendaki suatu cara hidup yang menyadari bahwa setiap individu memikul tanggung jawab terhadap manusia-manusia lain. Ia mempertentangkan istilah ini dengan individualisme dimana setiap individu cenderung mementingkan dirinya sendiri. Secara singkat, ia juga membahas berbagai pemikiran sosialisme yang ketika itu tengah berkembang di Eropa, antara lain social-democratie, anarchisme, staats-socialisme, dan akker-socialisme. Dalam beberapa paragraf ia juga menjelaskan perbedaan antara sosialisme dan komunisme.
Tjokroaminoto berkali-kali menekankan bahwa sosialisme Islam yang ia maksud berbeda dengan sosialisme yang berakar dari materialisme, seperti misalnya Marxisme. Menurutnya sosialisme yang berasal dari ajaran Islam memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri dan lebih cocok untuk dijalani oleh kaum muslim, daripada sosialisme materialistik yang tidak agamis. Untuk mendukung argumen itu, ia memberikan banyak sekali contoh-contoh hadits, ayat Quran, dan kisah-kisah yang menyiratkan kuatnya nilai-nilai sosialistik dalam ajaran Islam. Di antara contoh-contoh yang diberikannya adalah mengenai persaudaraan dalam Islam, sedekah, persamaan dan kesetaraan derajat, kesederhanaan, serta keadilan ekonomi bagi masyarakat.
Meskipun berusaha membedakan sosialisme yang ia maksud dengan sosialisme materialistik, dan berusaha menunjukkan keunggulan-keunggulan dari ajaran Islam, namun ia juga menekankan bahwa pemikirannya tidak bermaksud untuk mendiskreditkan pemikiran-pemikiran lain.
"Dengan uraian ini tidak sekali-sekali bermaksud mengecilkan jasa guru-guru sosialis Barat seperti Karl Marx dan Friedrich Engels tentang perbaikan kaum miskin di negeri-negeri Barat... Maksud saya pertama-tama sekali hanyalah menunjukkan duduk persoalan dan sikap Wetenschappeliik socialisme atau Moren socialisme atau Marxisme terhadap keyakinan agama, terutama sekali kepada keyakinan dan pelajaran agama Islam kita, dengan harapan agar saudara-saudara kaum muslimin jangan sampai tersesat oleh karenanya." (halaman 36)
Meski demikian, ia membenarkan bahwa ajaran Islam, seperti halnya banyak paham sosialisme, sangat bertentangan dengan sistem kapitalisme. Menurutnya, kapitalisme berawal dari benih pemakanan riba' (bunga), dan telah menyebabkan kerusakan dan kebinasaan dunia serta perikemanusiaan. Islam yang dengan keras melarang praktek riba' dengan kata lain memerintahkan untuk mencegah munculnya kapitalisme dan berusaha memeranginya sampai ke akar-akarnya. Selain itu larangan permainan judi menurutnya juga disebabkan karena perbuatan spekulatif dan monopoli, di mana seseorang menjadi kaya dengan merugikan orang-orang lain yang nasibnya kurang beruntung dalam sebuah permainan (atau sebuah sistem secara umum). Ajaran Islam yang mengharamkan semua perbuatan itu, menurutnya, menegaskan sikap Islam terhadap tata-cara hidup masyarakat yang sosialistik.
Buku yang terdiri dari 162 halaman ini memang tidak membahas sosialisme secara terperinci, dan hanya membahas hubungan sosialisme dengan ajaran Islam secara ringkas dan padat. Sebagai buku pegangan dan referensi, buku ini memang kurang memadai. Tetapi sebagai penambah wawasan, buku ini dapat memberi gambaran tentang pemikiran yang sedang berkembang di kalangan umat Islam saat itu, khususnya di dalam organisasi Sarikat Islam.
Sekitar tahun 1920-an, Tjokroaminoto telah menghasilkan satu karya mengenai Islam dan sosialisme yang juga merupakan satu karya terawal yang membincangkan perkaitan idea sosialisme kiri dari sudut pandang Islam. Karya Tjokroaminoto ini juga menjadi pencetus terhasilnya karya Syed Hussein Alatas; Islam dan Sosialisme pada tahun 1976.
Ideologi sosialisme itu sendiri mempunyai tanggapan negatif oleh pelbagai pihak oleh kerana keterkaitannya dengan ideologi Marxisme. Tjokroaminoto menjelaskan tentang dasar/asas materialisme atau sosialisme saintifik (Marxisme) terhadap agama Islam. Sosialisme saintifik melalui cetusan idea Karl Marx dan Friedrich Engels itu sendiri bertentangan dengan Islam di mana Marx dan Engels menggabungkan dua elemen utama yang menjadi tiang utama sosialisme saintifik iaitu:
1) Materialisme; falsafah yang menyifatkan setiap sesuatu yang wujud itu berasaskan material (benda). Sekali gus menafikan tuhan yang menciptakan alam ini.
2) Dialektik Hegel; perkembangan pengetahuan seiring dengan perkembangan alam.
Perbahasan Tjokroaminoto berkisar sekitar sosialisme dalam Islam dan bagaimana Islam itu sudah sedia ada sosialis sejak zaman Nabi Muhammad lagi. Kemudian, ciri-ciri sosialis itu diteruskan ketika zaman pemerintahan Khulafa Ar-Rashidin.
Buku ini ditulis sekitar tahun 1920-an dan ketika itu api revolusi dan semangat nasionalisme mula merebak ke kebanyakan negara yang menjadi mangsa imperialisme. Tjokroaminoto menerangkan bagaimana sosialisme boleh menjadi tunjang kepada pembentukan sebuah negara berdaulat. Tidak dinafikan, penerapan ciri sosialisme mengikut acuan Islam dilihat sukar untuk direalisasikan, namun ia tidak mustahil.
Di akhir buku ini, disertakan dua makalah hasil tulisan Burhanuddin Al-Helmy dan Suroosh Irfani yang menerangkan mengenai perjuangan ke arah kemerdekaan serta Islam progresif dan sosialisme.
HOS Tjokroaminoto mengutarakan hujah betapa Islam dan Sosialisme mampu bergerak seiring dan berganding bahu disebabkan asas kemasyarakatan kedua-duanya. Hujah beliau bahawa dasar Islam itu sendiri mempunyai elemen-elemen Sosialisme amat mudah dicerna dan dihadam.
Penulisan yang sangat baik tentang Sosialisme. Penulis memperincikan erti sosialisme dan hubungkaitnya dengan Islam. Setelah menghabiskan pembacaan buku ini , dapat saya fahami bahawa Islam sangat menitikberatkan soal sosialisme bagi penganut-penganutnya. Bahkan , Nabi kita Muhammad S.A.W merupakan contoh tokoh sosialis terawal yang berjaya memecahkan tembok kelas masyarakat yang telah dibina lama oleh kaum jahiliah sebelum kedatangannya.
Penulisan buku ini memberikan banyak hujah dan bukti bagaimana Islam itu adalah sosialisme dan sosialisme itu adalah Islam. Pembawaan penulis untuk memahamkan para pembaca dengan mengemukakan topik-topik yang bersesuaian telah mengukuhkan lagi keyakinan bahawa Islam sendiri sebuah persatuan yang mengasaskan Sosialisme di dunia. Jika tidak , mana mungkin penduduk Madinah yang diketuai Nabi Muhammad S.A.W dapat hidup bersama walau berlainan bangsa dan agama? Jika tidak, mana mungkin Islam pada masa kini dapat membina sebuah negara yang mempunyai masyarakat majmuk seperti negara kita, Malaysia?
Maka, sosialisme itu suatu ideologi yang sangat memberi manfaat terhadap semua manusia di seluruh dunia. Ini kerana ia secara jelas melawan ideologi2 yang bersifat buruk seperti Individualisme & Kapitalisme yang lebih kpd mementingkan diri sendiri serta menindas masyarakat.
Naskhah ini seharusnya dijadikan bacaan masyarakat umum agar dapat memahami erti sosialisme sebagai sebuah ideologi dan juga dapat membangkitkan semangat kebersamaan/keharmonian yang dibawa Islam sejak zaman dahulu lagi.
H.O.S Tjokroaminoto merupakan tokoh yang disegani pada zamannya. Bahkan pemerintah Hindia Belanja menaruh konsentrasi pada gerak-gerik beliau karena pemikirannya yang kritis. Beliau juga dikenal sebagai Guru Bangsa karena para pemikir lahir di rumah beliau, salah satunya Bung Karno.
Pertama kali saya mengetahui tentang Tjokro, tentu saja pada saat pelajaran sejarah di sekolah. Ingatan saya tentang beliau identik dengan Sarekat Islam, organisasi yang dinaunginya. Saya mempunyai kesempatan untuk mempelajari lebih dalam pada saat kuliah Kapita Selekta A dan Politik Pemikiran Islam. Sedikit yang saya pahami adalah beliau mempunyai tiga fase pemikiran. Di masa muda, pemikirannya kritis, di masa paruh baya pemikirannya semakin strategis,dan di masa tua mulai pemikirannya mengalami fase krisis.
Pada saat ini saya mencoba membaca lagi buku Islam dan Sosialisme. Pilihan yang menarik menurut saya untuk mengkonstruksi ulang hubungan Islam dan Politik, apalagi saat ini Islam menjadi sorotan dalam kancah politik tanah air.
H.O.S Tjokroaminoto's Islam dan Sosialisme (Islam and Socialism) is a thought-provoking exploration of how Islamic principles can be reconciled with socialist ideals. Written in a bygone era, it offers a valuable window into the intellectual currents of Indonesia's early nationalist movement. Tjokroaminoto argues that Islam inherently possesses socialist elements. He finds support in Islamic concepts like zakat (obligatory charity) and the emphasis on social justice. He contrasts this with the materialism and atheism often associated with Western socialism. His ideal society is one where Islamic ethics guide social relations and economic distribution. The book's language might be challenging for modern readers unfamiliar with older Indonesian. Overall, Islam dan Sosialisme is a valuable read for those interested in Indonesian history, Islamic social thought, and the evolution of socialist ideas. It offers a glimpse into a unique thinker's attempt to bridge seemingly disparate ideologies.
Karya ini dipuji oleh Zainul Munasichin, pengarang Berebut Kiri, menurut Zainul karya Islam dan Sosialisme lebih baik berbanding kritikan Misbach terhadap Tjokroaminoto yang disifatkan lebih berunsur peribadi. Sementara menurut Takashi Shiraishi, pengarang Zaman Bergerak, Islam dan Komunisme Misbach lebih canggih berbanding Islam dan Sosialisme Tjokroaminoto. Bagi saya pula Islam dan Sosialisme Tjokroaminoto tak cukup kuat melainkan jika dibaca bersekali dengan Islam dan Sosialisme karya Syed Hussein Al-Atas. Karya ini lebih padu dan menyengat. Mungkin disebabkan faktor bahan bacaan dan kesempatan Syed Hussein Al-Atas berbanding Tjokroaminoto. Bagaimanapun dalam karyanya itu, Syed Hussein Al-Atas tidak melupakan pendahulunya, bahkan dia kerapkali memuji Tjokroaminoto yang mengemukakan pandangan tentang Islam yang berwatak Sosialisme.
Buku kecil ini kalau boleh dipermudahkan, adalah bagi Tjokroaminoto mengetengahkan manifesto persatuannya, Sarekat Islam (SI). Pun begitu, 'manifesto' begini bukanlah lahir dalam suasana yang mudah bagi beliau sebagai pemimpin, yang mana persatuannya sedang menghadapi kebangkitan dua fraksi utama, iaitu SI Hijau dan SI Merah.
Telahan peribadi saya, beliau terpaksa meramu komentar-komentar penulis Barat mengenai Islam, komentar mengenai sosialisme dan sirah Nabi dan para sahabat untuk merapatkan posisi dua kutub ideologi yang bakal bertembung dalam organisasi beliau.
Hos tjokro aminoto merupakan salah satu tokoh besar dalam sejarah, guru dari salah satu tokoh besar pula Ir. Soekarno. Islam dan sosialisme merupakan konsep dari hostjokro aminoto yang terinspirasi dari karl mark. Yang menjelaskan islam dan sosialisme tidak bersebrangan dengan agama berlandaskan al qur'an dan hadist tidak seperti ajaran karl mark, prinsip sosialisme harus di landaskan agama, yang merupakan kunci dari kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan. Juga kritik terhadap karl mark. Dari Allah oleh Allah dan kembali kepada Allah.
Yang saya tangkap dari buku ini adalah bahwasannya nilai-nilai sosialisme itu ada pada islam dan tidak bertentangan satu sama lain. Walau cukup menyebalkan membacanya dengan banyak kesalahan tik, penyusunan kalimat yang ribet serta hasil cetakan yang miring sehingga membuat tidak nyaman.
Kiranya saya mesti lebih bijak lagi dalam memilih buku yang akan dibaca, seperti halnya harus mempertimbangkan penerbit mana yang menerbitkan buku tersebut dan juga ulasan dari beberapa orang.
Pak Cokro memanggil pembaca untuk kembali ke latar belakang apa itu Sosialisme dalam dunia Islam. Kita diajak untuk melihat kehidupan Islam awal dengan gambaran contoh sikap dan pemikiran Nabi serta pengikut beliau. Terutama ketika masa Umar saat fondasi sosialisme dibentuk dan dikuatkan walaupun hanya sampai 30 tahun. Hemm, apakah sosialisme dalam artian Gotong Royong di Indonesia juga akan hilang mengikuti sejarah sosialisme sebelumnya? HeuHeuHeu
Pesannya kepada Para murid-muridnya ialah “Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” Perkataan ini membius murid-muridnya hingga membuat Soekarno setiap malam berteriak belajar pidato hingga membuat kawannya, Muso, Alimin, S.M Kartosuwiryo, Darsono, dan yang lainnya terbangun dan tertawa menyaksikannya.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Prophet Muhammad succesfully establish socialist country with islamic without become a dork like Kim Jong Un. A great read and dive into pan-islamic movement thinking.
baru ngeh kalo kalo gw itu ternyata punya penyakit latah. baru tau minggu kmaren, gini critanya
sore2 di lapak buku dewi sartika ketika sedang jelalatan liat tumpukan buku buku, seorang lelaki durjana membungkuk nyabet buku ini dengan tampang sumringah. pokoknya tampangnya bener2 mupeng lah, wakakaka. untungnya posisi sang durjanawan sedikit membelakangi sang penjual, sehingga tampang mupengnya gak kliatan ama dia. padahal dari pengalaman2 sebelomnya blanja disini biasanya jangan sekali2 pasang tampang mupeng apalagi sampe keluar iler kek si durjanawan satu ini, wkwkwkw. kalo belom2 dah pasang tampang mupeng biasanya kita akan "dipersulit" oleh penjualnya sih. pasang tampang sedingin es di kutub utara kalo bisa mah. *ehm, pengalaman waktu beli ciklit titipan buat sodara*
ketika si durjanawan sibuk tawar2an, gw ngambil juga buku ini yang kebetulan masih ada stoknya, ngebolak-balik bentar bukunya dan entah kenapa tiba2 malah ikut "ngeroyok" sang penjual nawar buku. ahirnya penjual yang kepayahan dikeroyok para durjana melepas buku ini seharga 15 rebu sajah, hehe. ampe di rumah jadi bingung juga.. "napa buku ini ada di keresek gue yah?". setelah di inget2 ternyata gara2 latah. coba buku bung hatta nya ada kopian yang laen, keknya ikutan latah ngembat juga deh
baru ngeh, kalo ternyata lumayan banyak yang ngel-list buku ini di rak to read ama wishlist-nya. ada po, pal, aldo, roos, leli, gieb, pera ama vera. beeeh, tau gitu gw sikat juga kopian yang tinggal atu lage di kaki lima itu (semuanya ada 3 buku, masih tersegel rapi lage) trus gw suruh adu panco yang masukin buku ini ke wishlist-nya, minimal adu suit lah, hehe. maap.. maap.. karena dasarnya saya emang latah ketika beli buku ini *bener2 gak niat* :D
Sekilas jika kita baca judul buku ini untuk situasi zaman sekarang, barangkali kita berpikir dan bertanya2 apa mungkin sosialis bergabung dengan Islam? Lantas sosialisme macam apa yang ditawarkan oleh Tjokroaminoto?
Coba bayangkan kita kembali ke masa lampau, saat buku ini pertama kali keluar. Sejatinya buku ini ditulis untuk menghadang paham2 sosialis ala barat yang cenderung kepada nuansa atheis. Paham2 sosialis ala barat kala itu cukup menjamur dan meracuni anak2 muda Indonesia.
Perlu diingat, dalam prosesnya Tjokroaminoto terang-terangan mendukung haluan politik Islam (Afdeling A) dan menolak haluan kiri/revolusioner (Afdeling B) pada suatu kongres. Akibatnya anggota partai Sarekat Islam yang berhaluan kekiri-kirian (SI merah) keluar dari keanggotaan partai.
Tjokroaminoto adalah seorang guru bangsa dan pelopor ide "Indonesia Merdeka". Sayang dalam belantika sejarah nasional namanya seperti tenggelam padahal lewat pemikiran politiknya lahirlah generasi berikutnya yang beraneka aliran. Dari mulai yang ekstrem kiri semacam Muso, Tan Malaka dan Semaun, sampai yang nasionalistik semacam Soekarno bahkan yang ekstrem kanan sekalipun semacam S.M. Kartosoewirjo.
Buku ini kurang lebih menggambarkan sistem tata sosial yang coba diperagakan Tjokroaminoto dengan mengambil contoh perikehidupan Nabi dan para sahabat. Bukan mengambil pemikiran sekularisme dan sosialisme ala barat! Bahkan lebih jauh tafsiran murid2nya mengenai sistem sosial ini berujung pada kelahiran negara2 bentukan berdasarkan alirannya masing2. Semacam Negara Soviet Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Negara Islam Indonesia. Tiga aliran ideologis yang akhirnya berbuah kepada tiga buah negara.
Melalui buku ini rasa penasaran saya setelah sebelumnya merampungkan buku No god but God oelh Reza Aslan dapat terjawab. Satu hal yang selalu menggelitik pikiran saya adalah sistem pemerintahan di dalam Islam. Setidaknya dari apa yang saya pelajari perubahan dalam sistem tersebut setidaknya terjadi setelah sepeninggal Ali bin Abi Thalib RA, yang kemudian umat Islam dipimpin oleh sistem pemerintahan yang berbentuk kesultanan atau dinasti.
Lalu mengapa Tjokroaminoto menulis buku mengenai sosialisme dan Islam? Stigma sosialisme sendiri di Indonesia pada zaman sekarang bukanlah sesuatu yang bisa dianggap positif. Tidak sedikit yang akan menghubungkab sosialisme dengan komunisme. Setidaknya begitulah yang tercantun di buku pelajaran sekolah zaman saya, sosialisme akan berpasangan dengan komunisme disusul dengan kapitalisme dengan liberalisme. Lalu ada apa antara Islam dan sosialisme?
Di dalam buku ini dijelaskan bahwa tidak sedikit nilai-nilai Islam yang terkandung di dalam tujuan-tujuan sosialisme. Sistem yang digunakan merujuk pada persamarataan hak-hak masyarakat terlepas dari golongan, suku, atau keturunan. Yang dikatakan sosialismenya pun cukup berbeda dengan sosialisme yang lahir di negeri barat. Pemimpin atau khalifah dari masa Rasulullah hingga Ali RA hidup dengan gaya hidup yang setara pula dengan masyarakat yang dipimpinnya, yang seketika menjadi berubah ketika sistem tersebut berubah menjadi dinasti yang bertahan lebih dari 10 abad lamanya. Karena sejatinya pemimpin adalah pelayan masyarakat bukan sebaliknya.
"Sebesar-besarnya nafsumu hendaklah kamu pergunakan dan kamu pimpin buat mencapai persatuan yang sempurna di antaramu dan buat memperkuat sikapmu dari dalam. " (hal. 154)