Jump to ratings and reviews
Rate this book

Rab(b)i

Rate this book
Susastra pantura? Dari telembuk alias pelacur sampai santri adalah para tokoh dalam kumpulan cerita pendek ini. Sebuah kolase: tentang peradaban urban pinggiran, yang dalam kemiskinannya tiada pernah putus asa meraih kebahagiaan. Namun kebahagiaan macam apakah yang sahih dalam dunia seperti itu? Kedung Darma Romansha mengisi ruang kosong sastra sejak novel Telembuk, begitu juga dengan Rab(b)i ini, tempat penulisnya terus berdangdut dengan mumpuni. Ya, kiranya istilah susastra dangdut sungguh relevan, sebagai genre baru yang lebih dari layak untuk terus digali. Telembuk maupun Rab(b)i adalah terapi bagi susastra Indonesia, yang kelewat dipenuhi kasus-kasus kejiwaan elitis kosmopolitan.
(Seno Gumira Ajidarma, sastrawan)

Membaca kumpulan cerpen ini, penulis mengajak pembaca ikut merayakan kehidupan kaum marjinal yang penuh harapan, suka-duka, dan sarat guratan.
(Sha Ine Febriyanti, aktris film/teater)

136 pages, Paperback

Published July 1, 2020

2 people are currently reading
29 people want to read

About the author

Kedung Darma Romansha

7 books2 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
10 (28%)
4 stars
10 (28%)
3 stars
13 (37%)
2 stars
1 (2%)
1 star
1 (2%)
Displaying 1 - 13 of 13 reviews
34 reviews4 followers
June 15, 2021
Setelah Telembuk, kini membaca Rabbi keduanya masih ada saling keterkaitan. Mas Kedung memberikan genre yang tidak biasa, dia mengangkat sastra pinggiran pantura dari pelacuran, kimiskinan, tani, dangdut, dan santri. Sebuah potret urban marjinal yang dikemas ciamik jadi satu. Ini sastra alternatif di tengah hiruk pikuk sastra elitis kosmopolitan.

Nuansa sufistik kental di sini ketika Ustad Karim menjudge Warjem yang seorang telembuk (pelacur) menolak sedekahnya ke Masjid. Ustad Karim bermimpi dia malah yang masuk neraka, sedangkan Warjem ke surga. Ini kritik etika keagamaan kita yang sangat sufistik sebenarnya.
Profile Image for Yoyovochka.
308 reviews7 followers
January 30, 2023
Seperti biasa, tulisan Bang Kedung ini renyah. Ceritanya merakyat sekali🙈🙈tentang telembuk (masih) dan tokoh-tokoh di sekitarnya. Ternyata buku ini menjawab beberapa misteri yang tak terungkap di buku “Telembuk” itu sendiri. Kisahnya singkat2 macam cerpen, tapi buat saya tetap asyik dibaca. Terutama tentang Asbabul Wurud itu menarik
Profile Image for Satria.
20 reviews4 followers
March 27, 2022
Setelah membaca ini saya berkesimpulan bahwa Kedung Darma Romansa ini tiap-tiap karyanya wajih dibaca.

Rabbi yg artinya menikah atau bisa juga diartikan menikah diatas kasur. Kisah-kisah didalamnya sangat menyegarkan. Dimulai kisah tewas nya seorang haji yg keselek melinjo, seorang haji yg baik tp dilain cerita ia jahat. Ia memerkosa seorang anak pekerjanya dengan bujuk rayu menyelematkan keluarga pekerjanya yg miskin tp ternyata ia malah merperkosa.

Cerita lain yg membuat sy berkesimpulan bahwa Rabbi ini tidak hitam putih atau baik buruk adalah dari cerita perenungan seorang ustadz yg bermimpi masuk dalam panasnya api neraka dan dalam bayangan mimpinya malah seorang telembuk (pelacur) yg dimasukan kedalam surga karena kerap menyumbang masjid ntah --- uang itu didapat dengan cara halal atau haram.

Cuman yg sy rasa kurang dri buku kumpulan cerpen yg saling berhubungan ini, ada beberapa cerita yg agak tanggung dan membuat saya kurang puas.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
October 5, 2020
Ketika saya tahu bahwa kisah lanjutan Safitri dan teman-temannya akan terbit dalam bentuk kumpulan cerpen, saya sangat antusias sekali menunggu. Begitu pula ketika judulnya diumumkan: Rab(b)i, dengan satu B dalam kurung, kumcer ini pasti menjajikan sesuatu yang tak biasa. Gabungan antara Rabbi (Tuhan), dan Rabi (Nikah). Kedung memang berani memainkan ihwal agama dengan kehidupan sosial daerah rural. Ekspektasi saya tentu saja seperti dua novel sebelumnya. Tetapi, setelah menamatkannya, saya merasa tidak senikmat membaca Kelir Slindet dan Telembuk. Entah karena ini kumpulan cetpen atau tokoh-tokoh di dalamnya yang sangat banyak, dan saya hanya sedikit mengingat cerita di Telembuk agar memahami konteks cerita.

Selorohan-selorohan khas Kedung tetap ada di beberapa judul, tetapi di banyak judul lainnya narasinya tak ada yang wow. Bisa dibilang hanya satu judul yang saya suka: Asbabul Wurud.
Profile Image for Yuan Astika Millafanti.
314 reviews7 followers
February 2, 2022
Rab(b)i • Kedung Darma Romansha • Buku Mojok • Cetakan pertama, 2020 • viii+136 hlm.

Buku ini berisikan sebelas cerita pendek karya Kedung. Judul Rab(b)i sendiri merupakan judul salah satu cerpen dalam buku ini. Judul yang menarik jika ditilik soal arti kata "rabi" dan "Rabbi". Judul ini membuatku bertanya-tanya apa hubungan antara pernikahan (arti dari "rabi") dan Tuhan (arti dari "Rabbi") yang "dikawinkan" dan dipilih sebagai judul oleh sang penulis.

Rab(b)i adalah buku ketiga Kedung--setelah Kelir Selindet dan Telembuk. Membaca buku ini malah membuatku penasaran dengan kedua buku Kedung lainnya yang belum sempat kubaca; mungkinkah aku salah memilih buku ini sebagai perkenalanku dengan Kedung, alih-alih membaca lebih dulu dua buku lainnya.

Masing-masing judul cerpen di buku ini membahas kehidupan tokoh yang semuanya hidup di daerah yang sama. Ya, kesemua tokohnya saling berhubungan. Penulis membuat kita menelusuri cara pandang salah satu tokoh akan suatu peristiwa di satu cerpen, dan kemudian beralih dengan cara pandang tokoh lainnya di cerpen berikutnya. Kita akan dipertemukan dengan tokoh terpandang yang ternyata menutupi aksi bejatnya. Kita akan dipertemukan dengan pemuka agama yang mempertanyakan keimanan seorang penyanyi dangdut. Dua cerita ini makin menguatkan penilaianku bahwa kita tidak pernah sanggup menilai baik buruknya seseorang hanya dengan melihat sebagian hidupnya. Sayangnya, banyaknya nama tokoh yang dilibatkan dalam keseluruhan cerita, membuatku perlu membuat "peta" hubungan untuk memahami seluruh kisahnya sebagai suatu kesatuan yang utuh. Maklum, aku bukan tipe orang yang mudah mengingat orang atau tokoh cerita.

Tokoh Aku dan Saya di beberapa cerita, beberapa kali memaksaku untuk membaca ulang halaman sebelumnya untuk memahami betul jalan kisahnya. Aku bingung kapan si Aku atau Saya berperan sebagai narator cerita atau salah satu tokoh kisah yang dibawakan.

Buku ini menggambarkan kehidupan daerah Pantura yang dekat dengan aksi panggung dangdut, aktivitas para telembuk (PSK), pesantren dan kiainya, atau mata pencarian warganya sebagai petani atau nelayan. Beberapa kali penulis menggambarkan keintiman para tokohnya dalam buku ini. Detail cerita pada sesi ini membuatku merasa label 15+ pada belakang sampul buku ini kurang tepat. Menurutku, buku ini terlalu dewasa jika dikonsumsi anak remaja.

--
Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
August 21, 2025
Kadang muncul pemikiran usil dan mengusik ketenangan (dan yg menuliskannya tentu saja para pengarang sementara sebagian banyak dari kita hanya melewatkannya setelah sejenak terbetik di benak), apakah sedekah dengan uang haram diterima atau tidak oleh Tuhan. Seorang yang konon telembuk rutin menginfakkan uangnya setiap bulan untuk pembangunan masjid. Uang itu kemudian yg memakmurkan masjid dengan aneka kegiatan, membangun pagar masjid, memperbaiki kran wudu yg rusak, dan banyak lagi. Iman seperti apakah yg dimilikinya, ketika ia tahu uangnya mungkin dari hasil yang haram tetapi ia tak lelah berinfak terus menerus? Salah satu kisah mengusik di buku ini.

Kumpulan cerpen yg seperti novel ini menjalin kisah-kisah orang pinggiran pantura Jawa Barat - Jawa Tengahan dengan segala ciri khasnya. Telembuk, kemiskinan, gosip di kampung, kemiskinan, orang-orang yang terjepit keadaan sehingga untuk sekadar beristirahat dengan tenang saja kadang tak sempat. Kemiskinan membawa pada kebodohan, dan siklusnya berulang di lingkungan yang memang tidak mendukung kemajuan. Lewat kisah kisah pendek di buku ini, potret itu dimunculkan dengan apa adanya, tetapi tetap bisa dinikmati setidaknya oleh para pembaca.

Dari membaca fiksi kita belajar kehidupan manusia.
Profile Image for Tika.
9 reviews
January 28, 2021
Sudah baca Kelir Slindet?
Sudah baca Telembuk?
Nah ini adalah buku ketiga dari serangkaian perjalanan Safitri. Di buku ini tidak terlalu banyak membahas Safitri. Lebih dititikberatkan pada kehidupan orang-orang di sekitarnya. Tokoh-tokoh yang sebelumnya sering disebut, maka pada buku ini mendapat bab khusus untuk pembahasan kehidupan mereka.

Kedung Darma Romansha sungguh-sungguh piawai dalan menuliskan kehidupan Indramayu. Saya jadi penasaran apakah beliau sungguh-sungguh pemain organ yang mendampingi Safitri manggung? Karena cerita dari ketiga buku itu terlalu nyata untuk sebuah fiksi.

Karya dari penulis ini sangat menarik untuk dibaca. ♥♥♥♥♥
Profile Image for M Adi.
174 reviews18 followers
November 25, 2020
Bintang satu karena satu hal yang bisa diapresiasi adalah bentuk penggalian tema dalam cerpen-cerpen yang begitu jarang diangkat dan tentu memperkenalkan salah satu sisi kehidupan di Indonesia.

Begitu disayangkan ketika penerbit Mojok yang buku terbitan lainnya telah mengangkat topik-topik gender, ternyata masih menerbitkan bentuk penggambaran adegan intim dengan cara mengobjektifikasi. Tentu mengecewakan.

Kemudian cara penyampaian narator dengan sikap yang ‘bodoh amat’ namun mencoba mengundang rasa penasaran pembaca, tidak begitu berhasil bahkan lebih menjemukan untuk diikuti. Sepertinya terinspirasi dari Dawuk karya Mahfud Ikhwan, tapi tidak ada hal baru yang ditawarkan dan cenderung gagal.

Di cerpen terakhir, penulis sepertinya mencoba eksploratif dalam memberikan pengalaman kepada pembaca. Sayangnya cerpen terakhir tidak begitu menarik untuk membuat pembaca menyelesaikannya dengan menulis. Mengeluarkan uang untuk sebuah kumpulan cerpen yang tidak selesai? Sepertinya lebih baik mencari kumcer yang selesai ditulis.

Entah bagaimana proses para juri Khatulistiwa sehingga kumpulan cerpen ini bisa masuk Daftar Pendek, barangkali tendensi keterwakilan suatu kehidupan meloloskannya, namun daripada itu harusnya bisa diperdebatkan.
Displaying 1 - 13 of 13 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.