Jump to ratings and reviews
Rate this book

Parade Hantu Siang Bolong

Rate this book
Berisi 16 reportase jurnalistik-sastrawi, buku ini membahas peristiwa-peristiwa di seputar isu mitos dan lokalitas. Dua tema yang seolah berjarak, namun kenyataannya begitu lekat di keseharian. Dari puncak gunung Langgeran yang sunyi, hingga riuhnya pentas kesurupan massal di Banyumas. Dari perburuan pusaka leluhur, hingga konferensi alien tahunan. Dari tinder ala jawa, hingga teror klitih yang merajai jalanan malam Yogyakarta. Bagai parade, satu per satu tampil membentuk realitas yang kompleks dan kerap di luar nalar.

247 pages, Paperback

First published September 1, 2020

50 people are currently reading
765 people want to read

About the author

Titah AW

3 books4 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
165 (32%)
4 stars
276 (54%)
3 stars
62 (12%)
2 stars
4 (<1%)
1 star
1 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 119 reviews
Profile Image for Kepo Buku.
60 reviews46 followers
October 27, 2020
Reportase Titah seru banget.

Titah menerbitkan tulisan-tulisan terpilih, mengajak pembaca melipir sejenak melihat kembali apa yang ia jejaki, rasakan, nikmati saat trekking di Kaliurang, riung gempita di Banyumas, berkumpul di sebuah perkawinan batu, menilik kampung di seberang gunung purba, nyari ciu dan menonton konferensi bersama Alien jadi-jadian.

Beberapa bagian kami bahas di Podcast Kepo Buku. Teman-teman bisa dengar di https://kepobuku.com/?p=521
Profile Image for raafi.
926 reviews448 followers
December 8, 2020
Banyak hal-hal yang berkenaan dengan lokalitas tersaji dengan apik dalam bentuk laporan naratif berkedok jurnalisme sastrawi. Dari tradisi lokal ebeg di Banyumas sampai ajang perjodohan offline di Jogja. Kerap diabaikan, lokalitas yang dituliskan di sini begitu dekat (tentu saja bagi orang Jawa sepertiku).

Meski demikian, buku ini masih menguarkan cerita-cerita di Jawa. Aku bertanya-tanya bagaimana hasil reportase penulis bila menelurkan reportase dari luar pulau kelahirannya.

Secara keseluruhan, buku ini membangunkan tidurku tentang betapa cerita-cerita bagai mimpi yang mengusik logika dan realitas amat asyik ditelusuri bila dihidangkan dalam tulisan menarik seperti yang ada pada buku ini. Aplaus untuk penulis untuk kekhasannya!

Oh, gambar sampul bukunya juara! Spesial sebutan untuk sang ilustrator Sekar Bestari.
Profile Image for Vika.
89 reviews5 followers
November 18, 2020
Buku ini adalah kumpulan reportase yang ditulis oleh penulis dan pernah dimuat dalam laman Vice Indonesia. Isinya menarik sekali, membahas tentang budaya dan tradisi lokal, bukan hanya yang bersifat mistis. Buat yang belum baca dan bertanya-tanya, apakah buku ini seram karena ada unsur "hantu" pada judulnya, jawabannya adalah tidak. Memang sih, beberapa artikel ada yang membahas tradisi yang berbau mistis, tapi tidak sampai membikin merinding kok.

Buat yang ingin beli tapi masih ragu, coba deh baca tulisan mbak Titah A.W. di lama Vice Indonesia, kurang lebih sama dengan isi buku ini.
Profile Image for Afifah Rahmah Nurdifa.
5 reviews
October 23, 2020
Lahir di waktu yang tepat, buat ku pribadi, yang mana di semester ini aku dapat mata kuliah Jurnalisme Sastrawi. Dan buku ini semacam panduan, acuan, sekaligus gambaran besar tentang bagaimana penulisan karya jurnalistik berbumbu sastra.

Tiap reportase yang kental akan lokalitas suatu daerah (terkhusus jawa) beneran bikin mata melek dan terperangah sendiri, "oh ada ya kegiatan kaya gini", untuk aku anak yang kurang main jauh, ini bener2 sesuatu yang baru aku tau dengan detail. Di buku ini juga Kak Titah mengajak pembaca buat lebih peka dengan apa yang ada di sekitar.

Cerita mitos atau hal-hal absurd yang di bahas di buku ini justru di akhir malah jadi make sense. Sekaligus bikin penasaran dengan atmosfer nya gimana waktu liputan ke beberapa tempat atau acara mistis.

Di tengah kesemrawutan informasi saat ini, tulisan Kak Titah bisa jadi celah untuk kita menepi sejenak dari arus berita mainstream. Sukses terus Kak Titah, ditunggu buku selanjutnya hehe~
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
December 25, 2021
Tahun ini saya membaca dua buku dengan tema serupa: Parade Hantu Siang Bolong (PHSB) dan Wali Berandal Tanah Jawa (WBTJ). Keduanya menyoal fenomena tradisi 'tak kasat mata' di era modern saat ini. Meski dalam hal ini PHSB tidak melulu soal mitos. Dalam segi penceritaan keduanya tak jauh beda, menuturkan pengalaman penulis ketika bersinggungan dengan fenomena tadi.

Jujur, saya belum bisa move on dari pengalaman membaca WBTJ. Ada hal yang menggelayut di pikiran hingga saat ini terutama soal ketegangan antara praktik-praktik ziarah dan ritual agama. Siapa yang benar/dibenarkan di antara keduanya? Jika WBTJ lebih menyorot pada makam-makam dan petilasan keramat, tradisi animisme/dinamisme yang masih ramai dalam era fanatisme agama, PHSB menarik batas fenomena 'tak kasat mata' lebih luas lagi: tradisi ebeg, tarot, alien, dsb. Sialnya, ia menambah beban gelayutan dalam pikiran saya. Benarkah kita hidup tak harus selalu bersandar pada nalar?

Dari cerita-cerita Titah, ada satu pertentangan yang bukan apple to apple, tapi dua lawan satu: nalar dan agama versus mistisme. Di satu sisi, kita ingin sepenuhnya bertingkah ilmiah, tapi ketika metode-metode ilmiah tadi tak membuahkan hasil signifikan, kita mengedepankan dalih agama. Sayangnya, seringnya iman tak memberi jawaban instan. Dalam keadaan mendesak seperti itu praktik-praktik mistisme diberi ruang, meski dengan hati masygul.

Saya memiliki contoh kasus dalam hal ini. Seorang teman saya patah hati ditinggal pacarnya. Hidupnya menjadi berantakan, sedangkan kala itu sedang menempuh program doktoral di salah satu universitas negeri ternama. Agar dampak destruktif kisah cinta ini tidak merembet dalam studinya, ia melawat ke rumah seorang dukun yang jaraknya 300 kilomoter dari tempatnya tinggal. Permintaannya hanya satu: buat kekasihnya kembali. Singkat cerita, setelah patuh melaksanakan ritual berbulan-bulan sang pujaan hati tetap tak kunjung datang. Akhirnya ia menyerah dan mengabaikan petuah-petuah sang dukun. Dalam beberapa kesempatan setelahnya, ia berkelar: sepanjang karir saya sebagai akademisi, itu adalah hal paling bodoh yang pernah saya lakukan. Kami tertawa. Tapi ada ketidaktulusan dalam tawa saya. Ini ada yang janggal. Bagaimana kalau ritual ini berhasil, akankah ia berkata demikian? Apakah inteligensi itu sinonim saintifik? Apakah kepercayaan-kepercayaan seperti ini tak berbagi makna intigensi menurut sains? Atau ia memiliki inteligensi sendiri yang tak ada padanan katanya dalam bahasa?

Pertanyaan saya di atas serasa diamini oleh Titah dalam kalimatnya:

Hidup ini dibentuk oleh begitu banyak realitas yang kompleks, dan seringnya justru dirusak keindahannya ketika nalar memaksa masuk.
Profile Image for Desca Ang.
704 reviews35 followers
December 31, 2020
The review is taken from my IG account: @descanto

Parade Hantu Siang Bolong: When all the Indonesian ghosts are parading themselves out in one fine afternoon.

Hey, you aren't going to find any local Indonesian ghost like Kuntilanak, Genderuwo or Tuyul in this book. Why? Because the book is basically a compilation of her field reports as a journalist. It portrays 16 stories which share the same red line: the practices of so-called Indonesian mysticism and local beliefs. Each story is narrated shortly, a complete easy delivery. Titah also completes her book with the pictures and certain explanation - a glossary on the dialects and local terms that she writes.

My only objection is the depth of the writing. I know it's supposed to be a fun and easy-read book but I often feel like there is something missing by the end of some stories. I do not say that those are bad but they are just poorly executed because those stories are worth to be explored deeply. The Kawin Batu in Majalengka is the example. I feel like I was left with the question of "hah, that's it?" I was like having an unfinished and imperfect climax in reading.

I fall in love with Bapak's personal story about being a part of 'aliran kepribaden.' The story somehow sounds personal, very touching and is well-delivered (prolly because Titah once experienced it herself). I do love how Titah portrays her so-wise Ibu too when she's facing the neighbourhood during Bapak's funeral. Ibu once said,
"Yang penting bisa jalan semuanya, podo-podo apik, sing penting kuwi."
(The most important thing is everything goes smoothly (whether Bapak is buried in Islamic funeral or Kepribaden's), both (beliefs) are good, and that is what matters."

Beautiful! Titah's Ibu is my new idol. She should be nominated for campaigning peace and tolerance.

Mind you that @kebabreadingclub is hosting a discussion of Parade Hantu Siang Bolong on 19 December 2020. You're cordially invited to join the book discussion whether you've read the book or not. All you have to do is simply filling the registration form on KEBAB's bio. Mark your calendar so you won't miss it!

Cheers and beers,
Des

I thank Mas Ucha @enthalpybooks and Ibu Roos @kenpetung for the recommendation.
Profile Image for Rei.
366 reviews40 followers
November 19, 2020
Anak Indonesia mana yang tidak tumbuh besar tanpa cerita mitos? Tentang makhluk-makhluk gaib menakutkan semacam tuyul, pocong, dan kuntilanak? Atau mungkin tentang tenung/santet dan kesurupan? Tak bisa dimungkiri, hal-hal semacam ini sudah menjadi budaya yang lekat dalam keseharian masyarakat Indonesia. Tak berlebihan apabila disebutkan, bahwa bila Indonesia merupakan sebuah buku, maka genrenya pastilah realisme magis. Lalu, apakah Parade Hantu Siang Bolong, yang bersubjudul Kumpulan Reportase Jurnalistik Menyoal Mitos dan Lokalitas, juga membahas hal-hal mistis dan gaib semacam itu, hanya dengan gaya yang lebih keren?⁣⁣
⁣⁣
Jawabannya sayang sekali tidak, huehehe. Sebenarnya buku ini berisi laporan reportase sang penulis, Titah AW, yang menyorot kehidupan masyarakat melalui sisi budayanya, dalam hal ini, secara spesifik masyarakat lokal dari wilayah Yogyakarta. Menurutnya, selama ini cerita-cerita budaya yang diterbitkan oleh surat kabar hanya menyorot sisi mistisnya saja, dengan gaya yang payah dan murahan, sekadar clickbait. Sementara Titah lebih menggali seperti apa sebetulnya budaya dalam suatu wilayah, baik yang bersifat mistis maupun lebih sederhana dan realistis, dan dampaknya kepada kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.⁣⁣
⁣⁣
Mulai dari yang bernuansa mistis seperti flashmob kesurupan, pesta pernikahan batu, ilmu tarot, kampung keramat yang hanya bisa dihuni oleh tujuh kepala keluarga, sampai yang lebih nyata seperti budaya tawuran dan grup Facebook lokal yang membahas tentang berbagai kejadian di jalan raya, Titah menyajikan reportasenya dengan teramat apik, tidak menghakimi, pun tidak membahas fakta ilmiah atau penjelasan yang masuk nalar, hanya penyajian yang apa adanya dengan bahasa yang ringan bahkan kocak, dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.⁣⁣

Kalau harus memilih, kisah tentang kampung tandus yang berswasembada pangan dan pameran sejarah di Kaliurang jadi favoritku, tapi yang bisa membuatku ngakak sejadi-jadinya: sayembara mengumpat demi melestarikan bahasa. Sayang sekali aku bukan orang Jawa, aku membayangkan kelucuan berlipat bila sayembara ini diadakan dalam bahasa Sunda!⁣⁣ 🤣🤣🤣
Profile Image for Hestia Istiviani.
1,034 reviews1,962 followers
December 19, 2020
"Bagaimana Mereka Memakamkan Bapak yang Penghayat"

Adalah artikel yang paling aku suka diantara 16 artikel dalam Parade Hantu Siang Bolong. Barangkali karena Tulungagung masih tetangga dengan Kediri, asal dari Ayah, sehingga apa yang ditulis oleh Butet terasa dekat. Aku besar dengan pemahaman bahwa yang namanya "keyakinan" adalah hal yang personal--tentang hubungan manusia dengan (si)apapun yang dianggap sebagai entitas besar--sehingga aku tidak terbiasa untuk mempertanyakan kebiasaan-kebiasaan Ayah yang selalu ia lakukan setiap tahunnya.

Misalnya Butet menulis kalau ia menjadi salah satu siswa yang tidak fasih membaca Al-Quran ketika di bangku SD. Aku pun pernah merasakan iri karena sosok "imam" yang kerap melekat pada seorang kepala keluarga tidak aku temukan. Tetapi seiring dengan buku yang aku baca, terpaparnya aku pada kehidupan orang Jawa, mendengarkan bagaimana keluarga besar Ayah berbincang, aku jadi tahu bahwa ada beberapa hal yang harus ditaati untuk menjaga tradisi.

Parade Hantu Siang Bolong mengajakku yang 5 tahun belakangan tinggal di ibukota dan terbiasa berpikir kritis-saintifik, untuk menyadari bahwa hal-hal yang "magis" itu nyata adanya. Keduanya hidup saling bersisian. Bukan untuk direpresi, melainkan untuk dimengerti kalau ada cara-cara orang kota yang tidak bisa sekenanya diaplikasikan di wilayah yang jauh dan terpencil. Jangan bayangkan yang berada di Sulawesi atau Pulau Banda. Di Jawa saja masih banyak yang belum mendapatkan akses mendasar yang layak.

Butet tidak mengajari atau memarahi pembacanya yang "datang" dengan muka plonga-plongo atau sok tahu. Melainkan ia mengajakku untuk duduk. Tulisannya seperti seorang guru yang "nuturi" muridnya dengan lembut dan jenaka. Membuatku merasa betah. Malah tidak terasa kalau tiba-tiba bukunya sudah habis aku lahap.
Profile Image for Gita Swasti.
322 reviews40 followers
November 13, 2020
...jika Indonesia ini buku, maka genre-nya pasti realisme magis.


Sebuah kumpulan reportase yang menyegarkan dari Titah, mengingat berita-berita yang muncul justru semakin bergerak ke arus utama. Saya rasa tulisan-tulisan Titah tidak bisa lahir tanpa rasa skeptis. Ia dimenangkan oleh cerita-ceritanya karena tulisan dari media lain biasanya cenderung menjadikannya guyonan atau potret lokalitas yang biasa-biasa saja.

Teman-teman jurnalis saya yang masih muda juga tak banyak yang tertarik membahas tema-tema tersebut. Seolah berbagai ritual, mitos, dan kejadian macam itu adalah artefak masa lalu yang sepatutnya dikubur demi dunia yang makin modern.

Profile Image for Dion Yulianto.
Author 24 books196 followers
April 14, 2021
Pertama, sampul buku ini bagus banget, mirip lukisan dengan warna dasar putih tetapi mencolok perhatian. Ditambah dengan judul yang asli bikin penasaran, jadilah combo dobel.

Kedua, artikel-artikel di dalamnya ditulis dengan sangat mengalir, pun tema-temanya juga unik. Kebanyakan terkait hal-hal di sekitaran Jogja dan Jawa Tengah, meski ada satu artikel tentang Kawin Batu di Jawa Barat.

Artikel-artikel di bagian awal adalah permatanya buku ini, tentang tradisi kesurupan massal di Banyumas, desa di puncak Gunung Nglanggeran yang hanya boleh dihuni 7 KK, festival misuh atau mengumpat ala Jawa, golek garwo alias cari jodoh secara massal, hingga budaya knalpot blombong yang menjadi tradisi pada masa-masa kampanye politik. Bagian akhir juga membahas dua tema yang Jogja banget: Klitih dan Info Cegatan Jogja. Namun demikian, artikel-artikel ini ditulis sedemikian luwes sehingga bisa juga dibaca teman-teman se Nusantara.

Nilai plus yang mungkin jadi keistimewaan buku ini adalah cara penulis memaparkan reportasenya. Selain mengalir, juga terasa personal dan mirip karya fiksi hanya saja yang dituliskan memang benar terjadi di lapangan. Lewat reportasenya di buku ini, penulis menunjukkan kecintaannya pada Gabo yang menjadi pelopor jurnalisme sastrawi.

Lalu, di mana artikel yang menjadi judul buku ini? Di Epilog mungkin.
Profile Image for Safara.
413 reviews69 followers
November 24, 2020
Buku ini berisi 16 reportase seputar Sosial Budaya di Tulungagung, Jogja, dan sekitarnya. Untuk saya yang orang kota, buku ini membuka pikiran saya bahwa ada banyak hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan logika, tapi bukan berarti kita bisa bilang itu "kafir".

Reportase favorit saya adalah seputar tarot. Beberapa tahun belakangan, tarot menjadi naik daun di tengah masyarakat kita. Bagi saya yang belajar tentang yoga, saya bisa memahami jika tarot adalah simbol dari kekuatan "tidak terlihat" di alam. Ada kesadaran diri yang terkoneksi dengan diri kita, alam, dan Tuhan.

Jika ada versi hardcover dan berwarna, pasti saya akan membelinya.
Profile Image for Puty.
Author 8 books1,376 followers
July 4, 2021
Buku ini berisi 16 tulisan jurnalistik terkait isu dan mitos lokal Indonesia yang, saya percaya, banyak yang tidak diketahui atau disadari oleh 'orang kota' seperti saya. Ada cerita soal tradisi seni yang melibatkan kesurupan massal, geber-geberan knalpot saat kampanye pemilu, cerita master tarot Indonesia sampai swadaya pangan di Gunung Kidul.

Berbagai topik yang ada di luar nalar ditulis dengan apik tanpa penghakiman membuat kita sebagai pembaca mau lebih berempati pada apa-apa yang tidak kita ketahui.

Oh iya, satu lagi: Saya suka banget sama covernya ❤
Profile Image for Ishak.
38 reviews1 follower
October 6, 2024
Menarik sekali kumpulan cerita-cerita lokal ini, hal-hal yang bisa dibilang absurd dan tidak masuk akal dituliskan dengan sangat menarik membuat saya larut dalam cerita ini. "Pengalaman Ikut Pesta Antar-Dimensi Bareng Roh Halus di Ebeg Banyumas" dan "Hantu-Hantu Seribu Percakapan: Pameran Site-Specific yang Membongkar Lapisan Sejarah Kaliurang" dua artikel yang paling saya suka, kedua artikel ini cukup menggambarkan keterkaitan cerita/budaya mistis dengan daerah asalnya.
Sayangnya cerita-cerita ini masih berasal dari pulau Jawa saja, pasti sangat menarik membaca cerita-cerita lokal dan mistis dari pulau-pulau lain di Indonesia.
Oh iya, tidak lupa saya memberikan apresiasi untuk ilustrator sampul buku ini, indah sekali ilustrasinya!
Profile Image for Ayu Ratna Angela.
215 reviews8 followers
November 4, 2020
Saya selalu tertarik membaca kisah-kisah berlatar mitos, legenda, dan magis. Mulai dari majalah misteri sampai harry potter suka saya baca..wkwkwkw. Tapi hampir semua cerita-cerita itu, kalau bukan semuanya, menitikberatkan pada sisi magis dan meninggalkan pembacanya di awang-awang ketidakjelasan.

Hal ini lah yang berbeda dari cerita-cerita yang dituliskan oleh Titah. Sebagai kumpulan reportase jurnalistik yang mengangkat tentang mitos dan lokalitas, titah memberikan nafas baru pada cerita-cerita yang selama ini hanya simpang siur kita dengar. Titah mengajak kita memahami aspek psikologis di balik motivasi para pelaku, dan sudut pandang yang selama ini tidak kita pahami.

Tapi yang paling saya sukai dari buku ini adalah karena titah mengabarkan dan menyadarkan saya tentang kisah-kisah mitos dan lokalitas di nusantara yang sangat menarik dan tidak saya ketahui sebelumnya.

Bahwa Indonesia sudah lama punya games mencari pokemon sendiri, seperti tradisi ebeg di banyumas. Bahwa masih ada desa yang sebegitu tertutupnya hingga hanya boleh dihuni oleh 7 keluarga. Bahwa ada sebuah festival pelestarian sejarah lokalitas yang sangat menarik di kaliurang yogyakarta. Semua itu membuat saya lebih mengenal bangsa ini.

Buku yang sangat direkomendasikan untuk dibaca.
Profile Image for Sintia Astarina.
Author 5 books358 followers
December 31, 2020
Membaca Parade Hantu Siang Bolong mengembalikan ingatanku ke zaman kuliah. Dulu, semangatku untuk menjadi seorang jurnalis yang gemar menulis feature masih menggebu-gebu. Dari semester 1 udah rajin ikutan lomba dan *ehm, sombong* pasti selalu keluar jadi juara 1. Padahal lawanku kakak kelas dan kala itu aku belum dapat matkul Penulisan Feature. Eits, tapi pernah juga kok ikut lomba di luar tapi gak menang. Kelewat jemawa, mungkin. 😭🤣⠀

Omong-omong, buku bersampul ciamik ini bikin aku kangen liputan, observasi, dan berinteraksi dengan masyarakat lokal. Unsur realisme magis yang dikemas dalam teknik penulisan show don't tell menjadikan buku ini cukup asyik dan ngalir begitu dibaca. Plus, aku yakin buku ini bisa jadi contoh baik bagi mahasiswa/calon jurnalis/jurnalis sekali pun.⠀

Selama membacanya, ada beberapa hal yang cukup bikin gemes:⠀
1. Penulis memunculkan nama-nama tanpa perkenalan yang bikin aku bertanya, dia siapa dan apa perannya dalam cerita ini?⠀
2. Posisi gambar/foto 2 halaman cukup mengganggu karena memotong kalimat pada halaman sebelumnya. Galau, kalau mau menikmati gambar, nanti keburu lupa kalimat sebelumnya. Plus, imho, akan lebih baik lagi jika keterangan foto ditulis pada setiap gambar, tidak terpisah.⠀
3. Eksekusi cerita masih bisa dikembangkan untuk beberapa judul. Membiarkan cerita menggantung menyebalkan, lho.

Terlepas dari itu, senang sekali bisa menyelesaikan buku apik ini. Parade Hantu Siang Bolong membuat aku percaya bahwa masih banyak anak muda yang mau jadi jurnalis dan meliput feature. Sebelum terjun ke lapangan, coba baca 3 judul favoritku ini:⠀
1. "Bagaimana Mereka Memakamkan Bapak yang Penghayat": sungguh personal.⠀
2. "Mari Berlomba Misuh Demi Budaya Jawa, Jancuk!": asli, bikin ngikik.⠀
3. "Menyambangi Golek Garwo, Acara Tinder Dunia Nyata di Yogyakarta": sungguh menarik!

Semoga Titah terus semangat meliput cerita-cerita menarik lainnya di Pulau Jawa karena tentu saja, lanjutan buku ini sangat dinantikan. Ya, saatnya membuktikan semagis apa Indonesia kita ini lewat masyarakat, tulisan, dan gambarnya.
Profile Image for gionica.
43 reviews1 follower
February 13, 2025
mau diakui atau tidak, misuh adalah bagian dari budaya Jawa.
"Kalau kita suka wayang, gamelan, tari, kenapa kita nggak suka misuh? Itu kan budaya juga,".


4.25 🌟
Banyak info baru yang bikin “hah emang iya ada kaya gitu di situ??”
Padahal aku tinggal di jogja-solo 6taun tapi selama ini gapernah ngerti ada ✨fakta menarik✨ kek gitu~
Profile Image for Gia⁷.
33 reviews1 follower
October 24, 2025
Seru sekali membacanya! Saat aku bilang aku sangat mencintai Indonesia dan budayanya, Titah berhasil menyampaikannya dengan begitu apik. Lewat gaya tulisannya yang bernuansa jurnalisme, ia mengemas setiap cerita dari berbagai daerah dengan hangat dan sudut pandang yang unik. I wish I could visit one of the places.
Profile Image for Yulistiani.
309 reviews33 followers
December 5, 2020
Waktu aku beli buku ini sebenernya nggak ngerti ini buku apa, beli karena lewat di TL twitter dan judul dan covernya menarik aja. Ternyata bukunya bagussss. Rasanya kayak diajak dituntun pulang setelah terlalu lama luntang-lantung nggak jelas. Kayak di-Indonesiakan kembali wkwk.
Profile Image for ♡.
40 reviews1 follower
January 21, 2023
langsung selesai dalam sehari karena meskipun ini buku non fiksi yg isinya laporan jurnalistik, tp gaya penulisan feature yg ringan bikin bacanya ga berasa berat dan seolah tenggelam ke dalam peristiwa2 yg ada dalam tulisan. suka bgt hihi
Profile Image for bev.
45 reviews3 followers
September 3, 2024
new experience baca buku kumpulan redaksi seperti ini dan ternyata sangat menyenangkan! gabungan magis dan realisme kehidupan masyarakat di sekitar kita membuat perasaan dan pikiran yang ikut bergejolak tiap membaca artikel yang terkumpul dalam buku ini!!
Profile Image for dini.
231 reviews1 follower
October 16, 2021
rame banget kaya diajak jalan jalan untuk mempelajari hal baru 🤯🤯🤯
Profile Image for Seva.
67 reviews6 followers
November 6, 2020
aku bukan orang yang suka travelling. eh, suka... tapi travelling bukan kegiatan favorit karena kadang malas pergi keluar. makanya waktu baca tulisan-tulisan Titah AW di Parade Hantu Siang Bolong, aku ngerasa seneng banget bisa jalan-jalan tapi gak perlu meninggalkan tempat ternyaman; tempat tidur😂

banyak banget hal-hal yang berkaitan dengan lokalitas di berbagai daerah yang baru aku tahu. favoritku adalah artikel tentang ebeg! sebagai salah satu masyarakat banyumas yang kurang melestarikan budaya sendiri, ada rasa terharu melihat Titah AW bisa menceritakan pengalamannya menonton ebeg persis seperti apa yang aku saksikan saat aku masih kecil dan sering menonton ebeg. aku berasa naik mesin waktu!

selain itu, artikel-artikel favoritku adalah kampung pitu (bikin merinding), memakamkan bapak yang penghayat (aku baru tahu ada banyak penghayat di Indonesia), golek garwo (tinder versi offline? wow!), dan tentu saja... lomba misuh! hahaha. yang terakhir itu bener-bener menghibur!
Profile Image for Galeh Pramudianto.
Author 8 books40 followers
January 17, 2021
Meski sebagian artikel di dalamnya dapat ditemukan di sebuah web, kumpulan reportase ini tetap enak untuk dinikmati. Andai internet tidak ada lagi di dunia, maka usaha untuk mengumpulkannya menjadi satu kesatuan adalah langkah yang tepat. Sejauh ini bentuk tulisan jurnalisme sastrawi favorit saya masih "Hikayat Kebo" di buku Jurnalisme Sastrawi (KPG, 2008). Saya baca itu, setelah dulu di daerah Bintaro, rental buku dekat rumah saya masih buka.

Membaca Parade Hantu Siang Bolong di waktu kapan pun tak akan membuat saya bergidik ngeri. Jelas. Karena maksud dari hantu siang bolong itu seperti mitos dan kearifan lokal yang hidup di tengah-tengah kita. Jauh sekaligus dekat. Referensinya memang berdasar ketubuhan-geografi penulis, yaitu Jawa. Tapi apakah masalah? kalau dengan itu, menulis karya jurnalistik tidak harus kaku dan dapat dinikmati—layaknya teman sebaya sedang mendongengi, misuh, gibah dan sebagainya agar cerita yang kita dengar dekat dan terikat. Ringan sebagai selingan, berisi sebagai materi.
Profile Image for Qonita .
306 reviews100 followers
February 1, 2025
An interesting collection of journalistic think pieces highlighting all things strange about Indonesia. The title captures this super accurately I think?? I love it. Fundamentally, I might not agree with some myths and beliefs nor do I have the most complete repertoire of local folklore to have any say. But in general, I'm intrigued by how people live differently. I dig people doing their own thing and making do with the reality as they know it. This book feeds into that sentiment well. It features unorthodox stuff such as alien, curses, kejawen, possession, ghosts, and animistic practices and simply nonconforming things including, illegal booze making, begal, swearing competition and vanishing people. This supplied my personal picture of Indonesia with a very much welcomed and delightful nuance. Indonesia can be anything but it could never be boring. Love that for us <3
Profile Image for Eve.
86 reviews4 followers
June 3, 2021
Finished. Kirain buku ini bakal ngebahas hantu-hantu endemik Indonesia seperti tuyul dan gendoruwo 😂 tapi ternyata dalam buku ini Titah menyajikan 16 reportase jurnalistik seputaran budaya lokal indonesia yang sarat klenik, dari mulai kesurupan masal sampai tradisi minta saran dukun dalam proses pencarian korban hilang oleh TIM SAR. Mengutip kata Titah, Indonesia ini kalau dijadikan buku pasti genrenya realitas magis, dimana hal-hal klenik diluar nalar udah lumrah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang gak perlu kita pertanyakan lagi. Mengingatkan saya akan diri sendiri yang udah sekolah tinggi tapi tetep aja kalau lagi capek cari duit ingin mulai pesugihan :'')
Profile Image for Erika.
120 reviews2 followers
April 26, 2022
Suka dengan gaya cerita penulis, sebagai orang jawa asli senang rasanya bisa membaca cerita-cerita mistis tapi realis(?). Hanya bercerita tanpa banyak berkomentar. Story teller yang ditulis membawaku pada setiap tempat dalam cerita ditambah gambar hitam putih menambah kesan di imajinasiku seperti berada dalam tempat cerita itu ditulis.
Profile Image for Shafira Indika.
303 reviews230 followers
February 15, 2021
“Parade Hantu Siang Bolong”, seperti yang telah disebutkan di bagian belakang buku, berisikan 16 reportase hasil penulisan Titah AW yang membahas mitos dan lokalitas di berbagai daerah. Menurutku, kesemuanya menarik dan dituliskan dgn gaya yang sangat menyenangkan utk di baca.

4,8/5. ⭐️
Profile Image for Rizkana.
236 reviews29 followers
May 3, 2025
"Hidup ini dibentuk oleh begitu banyak realitas yang kompleks, dan seringnya justru dirusak keindahannya ketika nalar memaksa masuk."


Sudah saya prediksi sebelumnya dan setelah menamatkan buku ini, tidak ragu saya memberikan bintang lima! Saya menikmati setiap artikel di dalam buku ini. Yang saya suka:

- Topik-topik yang diangkat penulis. Setelah membaca tulisan penulis, rasanya seolah tidak ada topik yang takmenarik. Penulis membuktikan, acara tradisi, konferensi, pameran yang bersifat lokal bisa begitu kaya makna dan patut disimak lewat sebuah reportase yang tidak 'kering'. Bukan hanya liputan acara, penulis juga membawa berbagai fenomena menarik ke meja. Kalau tidak jeli, mungkin tidak ada yang tertarik menuliskan peran suatu komunitas di FB bagi masyarakat sekitarnya. Keren. Tambahan lagi, cara penulis mengetengahkan topik-topik lanjutan yang layak dieksplor dari topik awal tidak terkesan menggurui. Ia berhasil mempertahankan netralitas suatu laporan seperti apa adanya sekaligus memantik rasa penasaran pembacanya akan topik lain yang kerap menjadi penutup tulisannya.

- Gaya penulisan. Mungkin saya yang mainnya kurang jauh. Mungkin juga saya terlalu sering terpapar karya jurnalistik yang dingin. Sekadar melaporkan, apa adanya. Tidak salah, tetapi sejak membaca buku ini saya jadi tahu, gaya seperti itu bukan selera saya. Cara penulis membuka tulisannya selalu menarik, seakan hendak memulai cerita fiksi. Sebelum mengajak pembaca mengikuti alur reportasenya, ia memastikan perhatian pembaca ada di dalam genggaman dengan mengambil sudut pandang yang dekat dengan kehidupa pembacanya, seperti ini,

"Punya tanah dan membangung rumah barangkali adalah paket cita-cita ideal yang ada di benak setiap anak muda."

atau ini
"Tentu kita paham semua, bahwa mengumpat adalah hal yang buruk. Semasa kecil, larangan mengumpat adalah salah satu isi pidato orang tua yang paling sering dikoarkan. Tapi tentu kita semua juga mengakui, bahwa mengumpat adalah salah satu larangan yang paling sering kita langgar. Bukan begitu cuk?


Sebagai reportase, tulisan penulis tidak sekadar berhenti pada apa, di mana, kapan, siapa, dan mengapa suatu acara atau peristiwa terjadi. Lebih dari itu, saya sebagai pembaca awam diberi konteks yang cukup mendalam lewat latar belakang, diajak mendekat lewat wawancara dengan para pihak yang terlibat, diajak merenung dengan beberapa pertanyaan yang kerap mengakhiri tulisannya, layaknya punch line.

- Informasi kaya di dalam tulisannya. Kalau tidak membaca buku ini, mungkin saya tidak akan pernah tahu bahwa ebeg dan jaranan adalah dua hal yang berbeda, ralat! Ebeg saja saya baru tahu; hari UFO nasional diperingati tiap tanggal 21 Juli dan jarak kita dengan galaksi lain begitu jauh, sampai-sampai bintang yang kita lihat sebenarnya masa lalu; ada 187 aliran kepercayaan yang terdaftar di Indonesia; ada lima tahap dalam mencari orang hilang di gunung, berdasarkan berdasarkan metode Explore Search and Rescue; punya buku yang diterbitkan dan membuat set kartu tarot sendiri ternyata menjadi salah satu syarat untuk menjadi Grand Master Tarot; ada beberapa kelompok objek yang menjadi kata-kata umpatan, seperti anggota tubuh dan nama binatang; dan ada berbagai jenis knalpot dan jenis suara yang dihasilkannya (!)

Singkatnya, saya menyukai pendekatan, topik, dan gaya penulisan penulis dalam menyampaikan liputan. Reportasenya bisa menjadi evergreen, tidak terjebak bingkai waktu. Sekalipun objek pelaporannya telah tuntas digelar, kekuatan latar belakang cerita dan wawancaranya bisa terus hidup, menjadi rujukan untuk memahami para pelaku di belakang objek peristiwa yang ia laporkan.

Tentu saja saya berharap akan ada banyak jenis reportase seperti yang dilakukan penulis. Tentu juga saya berharap penulis akan membawa lebih banyak topik yang menarik dari berbagai daerah lainnya karena, seperti yang penulis katakan,
"Jika Indonesia ini buku, maka genre-nya pasti realisme magis."

Dengan pendekatan penulis, 'membaca' keragaman praktik budaya Indonesia terasa mengayakan. Ada banyak kearifan yang dapat diungkat dari para pelaku maupun praktik budayanya.

"Menurut Hisyam, orang Indonesia menyimpan memori soal budaya kolektif animisme-dinamisme yang masih tertanam kuat. Mungkin itulah mengapa orang Indonesia selalu punya relasi yang dekat dengan hal-hal mistis, tak peduli seberapa mencoba modernnya ia. Orang bisa saja terpukau pada teknologi augmented reality, tapi tetap berdebar-debar mendengar cerita hantu."
Profile Image for azur.
24 reviews1 follower
August 4, 2024
Cerita-cerita tentang kejadian horor sering kali kita dengar, paling tidak di tongkoran saya. Kalau ada teman yang cerita bahwa dia diganggu setan, jin, atau makhluk halus; walau sedikit ketakutan, tapi certianya bikin mereka bangga. Beberapa dari kita merasa mungkin ia halu, tapi kelekatan akan cerita itu memang sudah mendarah daging menjadi budaya Indonesia. Dan mungkin, hal-hal tersebut memang perlu dilestarikan (sambil dikritisi dengan rasionalitas). Wkwkwk

Membaca karya jurnalismenya Titah bikin saya merefleksikan diri untuk meletakan dulu skeptisme saya terhadap apa-apa yang sudah menjadi budaya di masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa (sayangnya, buku ini hanya mencakup cerita di Jawa saja, mudah-mudahan bisa di berbagai daerah!). Dari buku ini, saya jadi tersadarkan bahwa realisme magis memang lekat sama orang sini, dan hal-hal tersebut bahkan bikin kita jadi erat. Sebelum membaca ini, saya selalu bingung dan bertanya kepada diri sendiri: "Indonesia tuh ada uniknya gak, sih?" Setelah membacanya, bikin saya jadi lebih optimis dan membuat saya tergarak untuk -- kalau ada kesempatan -- untuk gabung ke komunitas-komunitas yang diceritakan oleh Titah di sini. Dan, jadi pengin ikut melestarikannya.

Ada beberapa kutipan sumber yang kadang, bagi saya, nggak masuk akal. Dalam artian, terlalu halu dan delusional. Tadinya, saya merasa "kok gini dah?"- mengapa nggak ada sumber lain untuk menantang gagasan narasumber lain. Barangkali memang disengaja. Titah mungkin mau menangkap itu supaya pembaca sendiri yang menyimpulkan. Titah bisa saja bawa narasumber lain yang lebih "modern" dan punya rasionalitas yang mantap, tapi ia memilih untuk tidak; dan itu yang membuat saya suka sekali membacanya. Saya jadi gak buru-buru menghakimi malahan mendefinisikan ulang apa itu modernisme? Apa menolak semua hal yang sudah tidak relevan? Dan apa yang membuat itu menjadi tidak relevan?

Tidak hanya berbicara terkait realisme magis, buku ini juga mereportasekan topik sehari-hari seperti adanya alien, klitih, pangan, ramalan, dukun, dan alkohol. Semua topik tersebut disajikan dengan sudut pandang berbeda. Saya jadi terasa diminta untuk memahami para narasumber tentang cara pandangnya.

Beberapa cerita yang memenangkan hati saya: Cerita Ebeg Banyumas, Kampung Pitu, Bapak Penghayat, Golek Garwa, dan Kawin Batu. Senang banget! Telat bacanya walau sudah dibeli dari beberapa waktu lalu.
Profile Image for Nina Majasari.
134 reviews3 followers
July 3, 2024
Judulnya lumayan menggelitik. Kalau hantu di malam hari kan udah biasa, gimana kalau hantu siang bolong?

Tanpa banyak mikir, udahlah, bungkus!

Sebetulnya saya bukan penggemar cerita hantu, seperti pocong, kuntilanak dan sejenisnya. Namun saya selalu penasaran dengan hal-hal mistis diluar hantu.

Buat saya hal mistis adalah teknologi canggih yang saya belum mudeng. Rasa penasaran akan hal-hal mistis pun lumayan terpuaskan dalam buku ini.

Dibuka dengan pengalaman penulis nonton tradisi Ebeg di Banyumas, yang menampilkan para remaja pria usia SMP menari sampai kesurupan roh halus tertentu.

Dilengkapi dengan foto hitam putih dengan adegan lagi kesurupan. Ngeri-ngeri sedap ngeliatnya.

Kemudian ada jalan-jalan ke Kampung Pitu, desa yang hanya bisa dihuni 7 keluarga. Lebih dari itu pasti terjadi hal-hal buruk.

Di artikel selanjutnya, ada kisah si penulis yang kebingungan ketika bapaknya meninggal. Sebagai satu-satu di keluarga yang menganut kepercayaan Penghayat, keluarganya bingung bagaimana proses pemakamannya yang benar untuk bapaknya. Belum lagi gagasan tetangga sekitar yang hanya menyarankan untuk dilakukan proses pemakaman secara islam saja.

Seru sekali buku ini. Kearifan lokal berupa pengetahuan, keyakinan atau adat kebiasaan yang didasari dari pengalaman masa lalu nggak bakal abis untuk dibahas. Tidak heran jika Indonesia dikenal dengan realisme magisnya.

Sayangnya makin ke belakang, hal yang dibahas makin jauh dari mistis, walaupun masih diluar nalar. Budaya Indonesia memang aneh-aneh ya.

Seperti perlombaan misuh Jancuk dengan kategori misuh romantis, misuh galak, misuh sedih, dan sebagainya.

Ada lagi acara Golek Garwo, kontak jodoh yang langsung face to face. Tidak seperti Tinder dan semacamnya, acara ini butuh nyali besar, karena musti naik panggung dan memperkenalkan diri di depan peserta lain dengan mic.

”Nama saya Septi, single, usia 30 tahun. Rumah di daerah Maguwo. Saya mencari calon suami yang umurnya 30-35 tahun, punya pekerjasn, tidak merokok dan harus punya jiwa seni.”

Nah lho! Berani nggak kalian maju memperkenalkan diri seperti itu?

Banyak kisah yang menarik, peristiwa yang menegangkan, dan tradisi yang selama ini luput dari pengamatan.

Membaca buku ini membuat saya happy, ternyata hidup di Indonesia sungguh berwarna dan memang asyik.
Displaying 1 - 30 of 119 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.