Jump to ratings and reviews
Rate this book

The Art of Solitude: Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian

Rate this book
Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari pandemi adalah cara menyikapi kesendirian. Karantina dan Menjaga Jarak Aman, yang menjauhkan kita dari orang lain, memaksa kita untuk menghadapi sosok yang biasanya sangat jarang kita sediakan waktu baginya. Diri kita. Sosok Diri yang telah kita abaikan saat kita sibuk berinteraksi dengan dunia luar, tetapi yang saat ini tidak dapat lagi kita hindari karena kita menghabiskan lebih banyak waktu di rumah dan menghindari tempat umum.

Namun, kita dapat mengubah masa sulit ini menjadi pelajaran yang beragam dan bermanfaat. Dengan mengurangi interaksi sosial, kita jadi memiliki lebih banyak waktu untuk merenungi diri dan berhubungan kembali dengan diri sendiri. Menghabiskan waktu sendirian adalah kesempatan langka dan tak ternilai untuk menemukan hakikat diri kita yang sebenarnya. Kita juga dapat mengajukan pertanyaan mendasar tentang kehidupan dan keberadaan yang mungkin selama ini kita anggap remeh atau jarang kita pikirkan.

Dalam buku ini, yang berisi kumpulan renungan dan pikiran acak yang ditangkap penulis selama masa pandemi. Desi Anwar mencoba menunjukkan bahwa kesendirian bukanlah siksaan atau penderitaan yang harus ditakuti dan dihindari. Apabila dinikmati secara utuh, kesendirian menjadi seni yang mencerahkan sekaligus menyembuhkan.

221 pages, Paperback

First published January 1, 2021

90 people are currently reading
482 people want to read

About the author

Desi Anwar

14 books50 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
66 (20%)
4 stars
123 (37%)
3 stars
105 (32%)
2 stars
22 (6%)
1 star
9 (2%)
Displaying 1 - 30 of 81 reviews
Profile Image for Alya Putri.
77 reviews133 followers
January 5, 2021
Jujur, aku lebih suka dengan tulisan yang ini karena bener-bener membuat merenung dan bisa menyikapi kesendirian itu sebagai seni yang menyembuhkan.

Bagian yang paling aku suka adalah menyikapi ketidakpastian yang ada di masa depan, alam bawah sadar yang mengendalikan kita, dan juga memberikan diri tempat untuk bisa bertumbuh. Sampai pembahasan dengan kosmos pun ada.

Bacaan yang relate banget di situasi pandemi seperti ini!
Profile Image for R. Baby  Hermanto.
39 reviews2 followers
March 12, 2022
Ini adalah buku yang tidak bisa saya nikmati, saya memutuskan untuk berhenti membacanya di halaman 111😔
This book is more like Desi Anwar essay's as news anchor rather than self help or self development book.
Sepertinya saya menaruh ekspetasi yang berlebihan karena kiprah Desi Anwar di dunia berita. Mungkin buku ini akan relate dengan orang-orang yang menjalani hidup serba instan yg menuntut kemampuan bersosialisasi tinggi. Desi Anwar menunjukkan sisi introvertnya dibuku ini dengan bahasa Indonesia yg sangat baik, namun sayang terlalu bertele-tele. Essaynya terkesan dipanjang-panjangkan, sehingga pesan yg ingin disampaikan samar. Perlu membacanya lebih dari 2 kali untuk menangkap maksudnya. Sangat disayangkan sekali ketika ilustrasi cerita sering kali kurang nyambung atau berlebihan untuk disambungkan dengan pesan yang disampaikan.
Ada kesan terburu-buru dalam menulis buku ini. Entah karena buku ini adalah essay diri selama pandemi yg harus diterbitkan ketika lockdown dimulai atau apa?
Sejujurnya tulisan Desi Anwar disini punya point yg bagus, saya rasa perlu editing besar-besaran agar tidak membosankan. Daripada menulis buku ini menjadi 230 halaman, buku ini akan lebih bagus jika diringkas atau menjadi buku saku. Why? Karena sebagai pembaca, tentu kita lebih butuh pesannya daripada membaca ilustrasi cerita/refleksi yang bertele-tele.

✨Hint to get the point: baca paragraf pertama sampai ketiga diawal bab dan baca juga 2 paragraf terakhir disetiap babnya, disitulah pesan yang ingin disampaikan. 🙂

Semoga kritikan dan saran ini bisa dibaca oleh Desi Anwar as author 🙂
Profile Image for Git.
42 reviews17 followers
November 26, 2021
Setelah melihat ada kata "Solitude" tertulis pada judul buku ini, aku tahu kalau aku akan suka dengan isinya. Sebagaimana judulnya, buku ini berisi tentang pemikiran-pemikiran penulis di kala kesendiriannya.

Sebagai seseorang yang suka meromantisasi kesendirian, buku yang berisi tentang pemikiran dan renungan untuk diri sendiri seperti ini merupakan hal yang menarik bagiku. Namun sayangnya, tidak semua tulisan yang ada di buku ini membuat saya "antusias" untuk membacanya, tetapi hal ini mungkin terjadi karena waktu membaca yang kurang tepat.

Bagian yang paling saya sukai ada pada beberapa bagian pertama dari buku ini, salah satunya yaitu tentang bagaimana memanfaatkan kesendirian (solitude) ini sebagai sarana untuk mengenal diri sendiri dan memperlakukan dirinya sebagaimana kita berlaku kepada teman kita sendiri, seperti saat melakukan sebuah kesalahan, alih-alih mengkritisi kita bisa memaafkannya.

Melalui buku ini juga, aku mendapatkan gambaran besar bahwasannya kita dapat menemukan banyak hal di waktu "kesendirian" ini, sehingga kita dapat mencoba untuk lebih "mindful" terhadapnya.

Overall, this was a good read to read in this time of year.
Profile Image for مي مجدي.
Author 3 books975 followers
October 12, 2023
تأمل فكرة الوحدة، مميزاتها وعيوبها واكتشافات الانسان عن نفسه في الوحدة خلال فترة الكورونا
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
April 8, 2021
Mirip seperti pendahulunya, Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi, buku ini juga berisi kumpulan esai-esai pendek Desi Anwar tentang kehidupan. Meskipun sedikit berbeda tema - antara bagaimana lepas dari gawai dan beradaptasi selama pandemi -, kebanyakan pesannya masih sama.

Saya mendengar suara Thich Nhat Hanh di banyak tempat, kemudian Heidegger di beberapa judul, juga Descartes, Kierkegaard di bagian lain. Desi tidak secara gamblang menyebut nama-nama tersebut yang mungkin menghindarkan kesan "berat" untuk pembaca awam.

Bagi saya pribadi, buku ini adalah pengingat. Pengingat untuk menjalani hidup dengan sadar penuh. Sesuatu yang sudah saya tahu beberapa tahun ke belakang, tetapi masih sangat sulit untuk diterapkan. Sebagai sebuah pengingat, saya sadar bahwa tidak banyak wawasan baru yang akan saya dapat dari membaca buku ini.

Saya merasa bosan di 3/4 buku karena terlalu banyak metafora yang maksudnya sejak awal sudah saya tangkap, tapi terkesan dipanjang-panjangkan. Ada pula yang narasinya sedikit masuk ke ranah agama. Tak salah memang, tapi jatuhnya tidak lagi berlaku secara universal.

Rasa bosan itu kemudian sirna karena judul terakhir, Makna Hidup, yang membuat saya tersihir. Kembali lagi, meski garis besarnya sudah tahu, tapi rangkaian kata-katanya membuat saya sadar akan hal lain. Sangat pas memang judul tersebut dijadikan esai pamungkas.

Setelah saya menamatkan buku ini, saya akui bahwa hidup saya kebanyakan teori. Banyak baca buku mindfulness, tapi praktiknya nihil.
Profile Image for Fatma.
16 reviews1 follower
February 4, 2023
Hmm buku ini tuh kalo definisi dari temen perjalanan sih, karena sering dibawa kemana mana ampe rada lecek. Dibaca sambil nunggu kereta datang, dalam kereta atau bahkan waktu berdiri di krl karena emang se-ringan itu bukunya.

Isinya kumpulan esai terkait renungan penulisnya selama pandemi. Tema esainya variatif banget, mulai dari berdamai dengan diri, kesendirian, makna hidup, AI, bahkan ada juga terkait pendidikan (salah satu esai yang aku suka dibuku ini). Tapi secara personal tulisannya terasa datar, tipikal buku yang cocok untuk dijadiin selingan. Secara keseluruhan aku suka cara Bu Desi mendeskripsikan suara atau pemandangan yang dia lihat. Sederhana dan elok (?), bikin kebayang gitu pemandangan atau suara yang dia deskripsiin.

Nah sekarang mari kita bahas essai terkait pendidikan di buku ini. Dari esai ini jadi mikir oiya emang perlu sih kita mengajarkan dan mencotohkan soft skill kaya kecerdasan emosional, berkolaborasi, atau bahkan manajemen emosi ke anak-anak yang ada di sekitar kita melalui contoh-contoh kecil. Jangan bilang selama ini karena tidak ada intensi khusus untuk mengajarkan soft skill ini pada anak anak di sekitar kita sehingga tanpa sadar anak-anak ini belajar hanya dengan melihat dan mencontoh perilaku orang tua dan orang sekitar mereka, beruntunglah mereka yang memiliki lingkungan penuh empati, cerdas secara emosi, dan bijak menghadapi penolakan. Sedangkan mereka yang miliki lingkungan yang sebaliknya perlu belajar keahlian tersebut secara mandiri atau yaaah paling buruk mungkin mereka melanjutkan ketidakdewasaannya atau permasalahan emosi lainnya itu pada anak mereka nanti.

Kenapa aku kasih bintang 3? karena selama baca buku ini ga ada pijar yang bikin aku ngebalik setiap halamannya. :)) Kaya oh, ya udah aja gitu. Entah kenapa lebih suka tulisan bu desi di buku going offline:). Oiya buku ini cocok buat siapapun yang emang pingin refleksi kembali terkait kondisi selama pandemi kemarin dan mencari selingan berupa esai sederhana.
Profile Image for Lulu Khodijah.
435 reviews11 followers
December 22, 2022
Akhirnya selesai dengan baca sporadis alias lompat2 aja sesukanya. Deep sih ini tuh, terutama bagian mesin yg akan menggantikan manusia. Daaan banyak hal lain yg aku sendiri suka overthinking-in.
Profile Image for Dessy Farhany.
137 reviews2 followers
July 1, 2022
Solitude is a friend of mine, it has been since I was very young. I could reflect on so many things in my solitude, and that what makes me relates to these essays because we share the same view about it.

I don't think this could be like a self-help book of tips on dealing with solitude, more like a journal, a diary of daily discoveries of the author, from outlook on life to humanity and the universe. It's like a low-key version of The Subtle Art of Not Giving a F**k, a very low-key version. To me, it feels okay. There are many notable quote that you can put in your journal or somewhere on your wall, though.

It is just nice to know that a person like Desi Anwar has a similar view as me, the reader, on many things. And that is uplifting. But other than that, I think that this anthology of essays is just okay.
Profile Image for Fauziy.
10 reviews
July 24, 2021
Buku Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian (The Art of Solitude) merupakan kumpulan tulisan-tulisan dari Desi Anwar yang bisa dikategorikan sebagai buku refleksi diri untuk mencerahkan kita yang selama ini beraktivitas secara normal dan terus menerus melakukan hal yang sama setiap harinya.

Buku ini sangat pas di tengah situasi pandemi seperti ini dimana semua hal/kegiatan kebanyakan dilakukan secara online/tidak bertatap wajah. Sendiri itu tidak semenyedihkan atau se menyeramkan itu, malah ketika kita sendiri kita dapat melakukan evaluasi atau refleksi diri terhadap apa sih yang sudah kita lakukan selama ini? Apakah itu membawa kita ke tujuan kita yaitu bahagia ataukah kita semakin jenuh dengan keadaan?

Di tengah kesendirian, kita dapat mempelajari keterampilan baru, kita dapat lebih memahami apa itu rasa syukur, sampai dengan memikirkan apa makna hidup kita.
Salah satu kutipan pada buku ini yang sangat saya sukai adalah pada bab “Individualisme” yaitu:

“Jadi, ketika kita sedang sendirian, dan kita merasa puas dan bahagia dalam hidup kira dan bangga akan pencapaian kita, ada baiknya kita merenungkan seberapa besar peranan orang lain dalam kesuksesan kita…”
Profile Image for mads.
714 reviews43 followers
September 14, 2024
This is my subjective opinion about the book, so if you do find comfort from this I am not here to invalidate you.

Getting into this book I had my own set of expectations. I expected it to be a self help / inspirational book that could help you to deal with your own solitude. But I quickly found that that’s not the case. What you can find here instead are a collection of short essays about several different topics, from the aforementioned solitude, about dreams, and weirdly enough about AI. The topics felt sporadic and they felt way too simple and generic for me. They read like writings you can find on an english test (I did read the english version) like when the test is asking you to describe an idea in 5000 words or something. It felt kind of clinical and impersonal and I just had a hard time of relating to any of the topics because there seems to be no personality going on behind these essays.

“The advices” that i expected and had found here like "Improve a skill" or "imagine yourselves in your memory palace" are such basic advice that you can find on google or probably you have had thought / done yourselves. It just feels like empty and shallow words that mean nothing and they felt very impersonal so I find it hard for me to care. The thoughts and ideas that are being shared here are also thoughts and ideas I already have myself. Maybe this book would fit a younger audience better.

In my opinion I just think that this book doesn’t know what it wants to do. Is it supposed to be a self help? Is it supposed to be a collection of essays where the author takes an idea and expand on it? Because it seems to me that it just doesn’t hit any of those goal and as the reader I just felt like i can take nothing from this book. No new ideas is being offered here, no good advice, no inspiring anecdotes etc.
Profile Image for Nur Rokhmani.
255 reviews6 followers
June 20, 2021
Apa Yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian
The Art of Solitude
✍ Desi Anwar
📑 219 halaman
Durasi Baca: 5 hari

🌱 Benar-benar membuat pikiran ini melayang dan berkelana. Sama seperti kalau kita lagi sendirian, kadang kita mikirnya kemana-mana. Entah ke memori masa lalu, entah ke gambaran masa depan yang kita impikan, atau malah khayalan-khayalan yang di luar batas nalar.

🤕 Meskipun bikin pusing (sedikit), dan sempat membuat lelah ketika membacanya, tapi buku ini sukses membuat kita benar-benar berpikir, seperti halnya kita sedang sendirian, memikirkan banyak hal.

🚀 Mengajak kita berpikir tentang masa depan dengan segala teknologi yg saat ini berkembang. Masih dibutuhkan kah kita? Masih bertahan kah kita? Apa benar kita adalah peradaban manusia yg akan kekal atau justru akan terganti dengan teknologi kecerdasan buatan yg lebih sempurna daripada kita—manusia yg suka malas, mengeluh, dan terbatas?

Dan bahkan dia ngajak aku berlatih mati. 🙈

"Jika kita diberi waktu, alih-alih besok mati, tetapi kita baru akan mati 3 bulan kedepan, atau 6 bulan. Oke, setahun. Apa yang akan kita lakukan? Akan seperti apa daftar yang kita buat?

Kita melihat ke sekeliling kita. Ada rak buku yang dipenuhi beragam buku yang kita kumpulkan, tetapi kita tidak pernah meluangkan waktu untuk membacanya. Maka kita menulis: setelah setidaknya membaca satu buku seminggu sebelum mati, mungkin lebih dari satu karena begitu banyak buku yang ingin kita baca. Saat menuliskannya, kita menggaruk-garuk kepala. Apa yang selama ini menyebabkan saya tidak membacanya?"
Hlm. 163

🤔 Namun ada satu kalimat yang mengganjal buatku:

"Lagipula, waktu yang dihabiskan untuk bersenang-senang, tidak pernah sia-sia." Hlm. 207—Apa??? Aku sedikit tidak setuju dengan hal ini. Mungkin jika beliau menuliskan: Lagipula waktu yang dihabiskan untuk melakukan hal baik dan membahagiakan, tidak pernah sia-sia." Aku akan setuju.😁

Tapi, di balik itu semua.. aku dibawa untuk memahami apa itu hidup lewat pikiran-pikirannya.

"Karena di alam semesta ini, dengan latar belakang ruang dan waktu yang tidak kita pahami, kita bukan saja bukan apa-apa, melainkan mungkin tidak menambahkan nilai apa pun ke keberadaan alam semesta ini." Hlm. 212

Dan

"Mungkin kita lahir ke dunia bukan untuk menang atau kalah, melainkan untuk belajar." Hlm. 216
Profile Image for Mutia Senja.
75 reviews9 followers
November 20, 2023
Persis seperti yang tercantum dalam blurb, buku ini ditulis saat pandemi. Berisi catatan acak Desi Anwar, baik yang berhubungan dengan pandemi maupun hasil renungan diri sendiri. Jika kita membacanya setelah masa pandemi, boleh jadi buku ini penting untuk sejenak terbebas dari kesibukan dunia yang ramai ini, sebagai jalan memahami fisik serta psikologis kita sendiri.

Memang, kesendirian terkadang membuat kita overthinking. Itu terjadi karena pengaruh pikiran dari luar diri kita yang tidak bisa kita kendalikan. Berbeda dengan “The Art of Solitude” yang justru menengok ke dalam diri untuk berteman dengan apa yang bisa kita kendalikan. Pikiran yang bisa dikendalikan untuk merasa bahagia, sedih, atau sakit. Mitos seperti ini ada di halaman 74, membahas kebahagiaan yang diciptakan oleh kondisi pikiran dan keberadaan kita.

Kapan terakhir ngobrol dengan diri sendiri? Desi Anwar menawarkan perihal bercermin saat pertama kali memulai buku ini. Fakta menarik: kita sering mengabaikan orang di cermin ketika sedang berkaca. Kita mengenal banyak orang, tapi ternyata tak pernah mengenal diri sendiri. Kita mudah kecewa dengan menyalahkan diri sendiri, mudah sombong atas pencapaian, cepat mengecam dengan bertindak bodoh, padahal kita tak pernah ingin untuk berbuat demikian.

Menurutku, hati manusia sebenarnya lembut, maka ia mendamba kebahagiaan (coba baca: Seniman Batin, halaman 7). Lalu apa yang terjadi dengan orang-orang yang mengedepankan ego? Baca halaman 119 mengenai “Konsekuensi yang Tak Diinginkan—Aturan Ego”. Intip juga tentang “Pendidikan Macam Apa yang Kita Butuhkan?”, halaman 168 yang di dalamnya ada paragraf yang kusepakati perihal sikap yang penting diajarkan sejak dini.

Masih banyak lagi yang dibahas dalam buku ini. Ada 40 catatan. Satu judul unik, “Berlatih Mati”. Ya, kadang kita baru akan memikirkan hal-hal penting, memikirkan orang-orang yang akan kita tinggalkan, memanfaatkan waktu sebaik-baiknya saat tahu akan mati. Membaca bagian ini, aku membayangkan kesedihan sekaligus kecewa karena banyak menyepelekan waktu. Tulisan ini paling deep sejauh perjalanan baca buku ini.

Selebihnya, hal-hal remeh yang nyatanya berdampak besar bagi kehidupan kita sehari-hari. Kadang, kita butuh untuk mengurangi interaksi sosial, meluangkan waktu untuk merenungi dan berdialog dengan diri sendiri. Di dunia yang sibuk ini, manfaatkan waktu luang sebaik mungkin.
Profile Image for Frisca.
15 reviews2 followers
November 20, 2023
Buku thought-provoking yang membahas banyak topik, mulai dari pemikiran tentang pekerjaan, makna hidup, hobi, kreativitas diri, hal-hal mengenai masyarakat, teknologi, the universe, olah emosi, dan bahkan parenting yang disinggung tipis-tipis. Banyak, pokoknya. Beberapa terasa fresh, ada sudut pandang baru yang ngasih pencerahan, tapi beberapa pembahasan sama seperti di buku-buku atau kata orang-orang. So-so. Secara keseluruhan, buku ini kurang impresif menurutku. Terus, pencerahan yang aku dapat juga nggak banyak. Secara pribadi kurang puas aja, sih, sama buku ini.

Ada satu hal yang cukup ganggu aku di buku ini. Beberapa kali penulis mengutip kalimat dari filsuf lain, tapi entah kenapa nama filsuf yang dimaksud nggak disebutkan. Oke, ini emang bukan buku ilmiah, tapi kalo nama filsufnya disebut akan lebih memudahkan pembaca untuk cari tahu lebih dalem lagi soal kalimat kutipan menarik yang diambil dari filsuf lain.

Thought-provoking Part
Menurutku, bagian paling thought-provoking ada di bab mesin cerdas dan satu bab setelah itu. Pembahasannya keren, penjelasan masuk akal, dan menarik buat dibahas lebih lanjut. Ini salah satu hal yang bikin aku tercerahkan haha.

Selain itu, ada juga hal-hal menarik lain, seperti topik tentang universe, channeling, mind-body-and soul, dan inkarnasi-reinkarnasi. Seru juga pas aku baca. Last but not least, buku ini punya akhir yang brilliant. Paragraf terakhir adalah tulisan yang bagus buat menutup buku ini.

Cocok Untuk
Kalo kamu tertarik dengan self-improvement, punya banyak pertanyaan tentang hidup dan kehidupan, dan butuh pencerahan atau butuh disentil terkait topik-topik yang aku sebut di awal, maka buku ini cocok buat kamu.
Profile Image for Ana Fitriyani.
20 reviews1 follower
August 12, 2021
Tulisan dalam buku ini seperti “teman” menghadapi kekalutan di masa pandemi, bagaimana mengatur pikiran kita agar bisa mengusir pikiran-pikiran negatif, menciptakan kebahagiaan versi kita sendiri, dan bagaimana sebenarnya masa pandemi ini justru waktu yang baik karena kita punya banyak waktu untuk “me time”, melakukan dan memikirkan apa yang sebelumnya selalu tidak sempat kita lakukan karena terlalu sibuk. Ada bab yang “mindblowing” di buku ini, yang membuat saya jadi berpikir kembali mengenai teknologi di masa depan (apakah akan sebatas mempermudah aktivitas manusia, ataukah pada akhirnya akan ‘menjajah’ dan ‘ menggantikan’ manusia), juga pada bab yang membahas bahwa kita selama ini mungkin berpikir bahwa manusia yang paling superior, yang paling berkuasa di muka bumi, dan paling cerdas di antara makhluk lainnya. Tetapi, sebenarnya peradaban manusia baru ada beberapa abad terakhir ini, dan justru manusia yang justru paling banyak merusak bumi. Suka juga dengan bab-bab terakhir seperti “Perjalanan Waktu” dan “Makna Hidup”, di mana ada kalimat

“Karena apabila kita menggunakan waktu untuk kegiatan yang menyenangkan, yang membuat kita bahagia dan puas, serta mengatur waktu yang berlalu dengan seberapa banyak kita telah tumbuh dan berkembang sebagai individu meskipun banyak tantangan yang harus kita hadapi, maka Waktu akan selalu berpihak pada kita, bukan sebagai tuan atau penyiksa, melainkan sebagai penolong setia pertumbuhan pribadi kita dan alat untuk menciptakan kehidupan yang menyenangkan dan membahagiakan.

Lagi pula, waktu yang dihabiskan untuk bersenang-senang, tidak pernah sia-sia.”
Profile Image for Faira.
30 reviews1 follower
March 2, 2023
Saya sangat skeptis membaca buku ini dan berhasil terjawab dengan baik oleh Desi Anwar :)

Saya menyerah membaca buku ini pada halaman 11, karena buku ini seperti diary atau essay Desi Anwar daripada sebuah self-help. Banyak pengulangan kalimat yang kadang membuat saya kebingungan menangkap maksudnya.

Pada bagian mempelajari skill baru, alih - alih menulis tentang manfaat secara statistik atau secara medis mengenai membuat baju sendiri, memasak sendiri, atau mengupas nanas sendiri. Desi malah menulis pengalamannya membuat cokelat yang membuat saya mengernyitkan dahi, karena terkesan tidak nyambung dan bukan itu yang saya cari dari mempelajari skill baru.

Banyak kalimat yang terkesan menggurui terutama bagian sekolah hanya meninggalkan kenangan buruk dan pelajaran yang diajarkan seperti geografi, sejarah, biologi tidak akan berarti banyak ketika kita bekerja. Wow! Luar biasa! Picik sekali pemikirannya. Menurut saya, pelajaran tersebut akan berguna ketika kita hidup secara sosial bukan secara profesional. Misalnya geografi, jika kita tidak mempelajarinya kita akan kebingungan ketika memesan tiket kereta. Sebagai contoh kecil, orang Jakarta masih kebingungan dengan nama - nama kota di Jawa Tengah (kebanyakan teman saya seperti itu, bayangkan, mereka mengatakan bahwa Diponegoro adalah ibukota Jawa Tengah!?) Memang tidak berguna ketika bekerja, tapi berguna ketika kita bersosialisasi diantara masyarakat.

Sayang sekali bahwa penulisan Desi tidak cocok dengan selera saya dan saran yang diberikan juga bukan hal baru bagi saya. Mungkin, ini kali terakhir saya membaca karya Desi Anwar, semoga pada karya selanjutnya Desi bisa improve menjadi lebih baik.
Profile Image for roseate.
143 reviews15 followers
January 29, 2021
Definitely recommend people to read this.

Okay, for disclaimer i read the english version (i don't know why there isn't that version here on gr, but so i don't know how the Indonesian ver giving nuance)

When i read the first chapter i got the feeling I'm gonna like this book and ngl it works till the end of pages. This book is full, pakcked, with lot of thoughts (as how the title), about ourselves, about how should perceive life and living.

I put notes a lot in my notebooks, i wrote down what's important, and i think every pages of this book is simply important.

Given a sentence "we should make life as series of conscious choices, not blaming the uncontrolled situation" that turn on the lamp inside my head on how i supposed to face thing.

Or in the deaper meaning, "What if things we covet or we fear by which we judge ourselves and others, such as salary, achievement, status, properties owning, have do nothing with meaning of life, with the very purpose of why we exist to begin with. Perhaps, the purpose of why we are alive and why we live has do nothing with what we have and what we do, but what we learn."

I think people, on their way of spiritual journey need to read this book especially to face crisis like happens now (till we don't know). I'd probably come back and back again to remind my self and steer my thinking this way book has.

Nice read!
Profile Image for Fanandi Ratriansyah.
48 reviews3 followers
November 2, 2022
Sebagai orang yang introvert dan suka menyendiri, buku ini cukup related dengan kehidupan Penulis. Memang tidak semua topiknya seperti itu, tetapi buku ini cukup menyenangkan untuk dibaca di kala senggang.

Penulis juga mengalami sendiri bagaimana masa pandemi kemarin membawa Penulis untuk mengenal dirinya sendiri. Karena tidak bisa ke mana-mana (walau pada dasarnya Penulis jarang keluar), Penulis jadi lebih sering merenung saat tidak ada aktivitas.

Topik yang dibawakan oleh Desi Anwar di buku ini juga cukup luas. Tidak hanya ajakan untuk memanfaatkan kesendirian di saat pandemi untuk lebih mengenal diri sendiri, ada juga topik yang serius seperti kematian dan masa depan manusia.

Beberapa topik juga terkesan bertele-tele dan terlalu diulur-ulur seolah itu dilakukan demi menambah jumlah halaman agar buku ini tidak terlalu tipis. Itu membuat buku ini terasa agak membosankan. Penulis sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menamatkannya.

Namun, overall, buku ini masih oke untuk dibaca, terutama untuk orang-orang yang ingin lebih mengenal diri sendiri. Meskipun pandemi tampaknya akan berakhir, cobalah cari waktu untuk diri sendiri agar bisa mengenalnya lebih baik lagi.

Selengkapnya: https://whathefan.com/buku/setelah-me...
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Rania.
24 reviews5 followers
February 19, 2022
Desi Anwar presented a simple yet often overlooked experience of thinking. Each essay she wrote covers a different topic, illustrating every thoughts we all have at some point in our lives. Desi Anwar thoroughly developed these ideas, highlighted them in simple sentences, and guided us to explore them with analogies that are close to our experience. She too affixed every end of the paragraph with possible solutions and ways to overcome them.

Desi Anwar doesn't seem to be bringing up an entirely new topic in some of her essays. But when I read it through the lens of her perspective and reflection, it made me realize that I had never really practiced and applied this understanding in my own life. All this time my comprehension is limited to knowing about it, without really knowing how to cope with it.

I think, these kinds of thoughts, as explained by Desi Anwar, are not only present when we are alone. These thoughts continue to haunt us, no matter what we're doing at the moment, no matter what the circumstances. And when we choose to ignore them, they grow bigger and peak when we are alone with them.

And when we are alone, we're more likely to think about things we hadn't considered before in order to fill the void left by solitude.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Fab's Bookshelf .
19 reviews1 follower
October 19, 2024
As I reflect on my experience of reading this book, I can say without hesitation that it was a gift that I would never regret. Every time I flipped through its pages, I felt as though I was discovering nuggets of random thoughts that lingered around my head. It was as though the book was speaking directly to me, asking me to question my existence and wonder about what kind of life I wanted and needed for myself.

One particular passage that stood out to me was about the power of solitude. It made me realize that being alone doesn't necessarily mean that we are lonely. Rather, it can provide us with the space and time we need to find the truth of ourselves. This insight led me to start questioning my own life and dig deeper into my thoughts and feelings. As I read more and more of the book, I found that my mind began to clear, and I was able to better understand myself.

The book is well-written and easy to understand, making it a great read for anyone who is looking to gain a deeper understanding of themselves. It is available in both English and Bahasa, and I highly recommend it to anyone who has been feeling off lately. I believe that it can help you navigate through tough times and come out on the other side with a better understanding of yourself and your place in the world.
Profile Image for Renov Rainbow.
276 reviews2 followers
May 16, 2021
Tidak berbeda jauh dengan buku yang sebelumnya pernah Desi tulis, kali ini Desi menuliskan buku yang cocok kita bawa untuk kontemplasi. Bahasanya indah, mengalir walau menurut saya agak sedikit monoton.

Banyak poin yang digambarkan disini mungkin kita sudah mengetahuinya dari buku lain, seperti misalnya Stoicism seperti yang tergambar dalam bab We Search for a Meaning (mengingatkan pada buku Man Search for A Meaning karya Viktor Frankl dan Ikigai karya Hektor).

Konsep lainnya perihal kemarahan dan kita yang merasa posisi lebih tinggi dibandingkan orang lain juga mengingatkan saya akan buku Berani Tidak Disukai.

Beberapa poin di bab lainnya juga mengingatkan pada buku Thinking Fast and Slow dan Homo Sapiens.

Overall buku ini bisa dinikmati. Bab yang saya sukai adalah bagaimana jika kita bersikap seolah kita sedang sekarat ( yang mengingatkan pada buku Semua Orang Butuh Curhat) dan bab terakhir perihal Meaning of Life.

Sayang Desi Anwar tidak menuliskan referensi tulisannya. Sehingga saya merasa membaca buku tentang opini ketimbang sebuah buku yang ditulis atas dasar research.

32-2021
Profile Image for Lilian.
168 reviews11 followers
August 26, 2021
buku ini tidak tebal, tapi aku butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikannya. setiap bagian buku ini menawarkan topik yg berbeda, sudut pandang yg beda, dan juga mengajak pembaca merenungi aspek kehidupan yg berbeda pula. maka, aku cukup menikmati proses menyelami buah pikir desi anwar pada setiap chapter-nya.

desi anwar mengumpulkan buah permenungannya di kala sendirian. the art of solitude kebanyakan berisi topik yg berat namun dengan gaya penyampaian yg relatif santai. pencarian makna hidup, kedudukan kita di semesta kosmik, pengelolaan emosi, bahkan topik kematian -- hampir semua hal yg terpikirkan saat kita bengong, dibahas desi anwar dengan santai tapi padat berisi. hanya memang beberapa kalimat atau paragraf kurang efektif sehingga pembaca perlu mengulang beberapa kali untuk memahami maksudnya.

situasi pandemi memang mengamplifikasi perasaan kesendirian / kesepian setiap orang, namun kita bisa belajar dari eyang pramoedya ananta toer dan kali ini ibu desi anwar, bahwa kesendirian tidak selamanya buruk. pemikiran-pemikiran terbaik kita seringkali lahir saat kita sendirian.



Profile Image for Vivi Ramadyah.
31 reviews3 followers
December 18, 2021
Pembahasannya sedikit membosankan bagi aku, karena banyak gaya bahasa yg buat aku susah mencerna. Tapi topiknya luas dan eksplorasi tentang kesendiriannya mulai dari merenungi segala sesuatu tentang diri sendiri, tentang kematian, tentang teknologi dan evolusi sampai dg tentang sejarah bumi.

Lagi lagi tentang mati yakann. Kalau di ebook ini dibilang; "aku berfikir maka aku ada". Which is, kalo udah ga mikir, berarti udah gila atau mungkin kita sudah mati. Karena tujuan kita dilahirkan adalah untuk belajar dan mengisi skenario mimpi. Sebagai bekal saat kita terbangun, ternyata kita sudah berada dimensi yg berbeda (read:mati). Dan ternyata semua yg kita lakukan didunia akan benar-benar cuma jadi mimpi.
Profile Image for Nanadhoi.
438 reviews45 followers
August 2, 2023
Saya prefer buku penulis bertajuk Going Offline daripada buku yang ini, namun saya masih ingin mencuba buku-buku lain dari penulis ini. Antara yang menarik dalam buku ini adalah apabila penulis seolah bertanya, mungkinkah manusia adalah virus bagi planet bumi sebagaimana virus di dalam tubuh manusia? Bila fikirkan balik macam ada juga perkaitan apabila dikaitkan manusia yang gemar melakukan kerosakan di bumi seperti juga virus yang cuba merosakkan pertahanan sistem badan. Saya juga agak suka part penulis menggambarkan hidup kita ini ada percutian. Ye, percutian sebelum kembali ke alam yang abadi. Bergantung kepada kita samada untuk menjadikan ‘percutian hidup’ ini merupakan percutian yang paling baik atau kita mahu ia sekadar percutian biasa-biasa dan seadanya.
Profile Image for Rove.
25 reviews2 followers
October 12, 2023
Finally kelar baca, setelah drama minjem e-book di ipusnas berakhir lanjutin minjem di perpusnas.

Aku jarang banget baca buku non-fiksi self-help gitu, tapi buku ini bener-bener bikin aku terkesan! Selain karena gaya penulisannya yang rapih dan diksinya yang mudah dipahami, banyak banget hal yang "relate" sama pribadi aku. Banyak setujunya, banyak pelajaran yang bisa diambil sekaligus diterapkan, bacaannya ringan, rasanya comfy aja gitu pas baca, dan banyak juga kalimat penyemangat hidup di tiap akhir babnya.

Di bab terakhir, aku suka banget sama kalimat ini:

"Mungkin kita lahir di dunia bukan untuk menang atau kalah, melainkan untuk belajar. Pelajaran yang khusus dan unik untuk kita masing-masing, dan bukan sesuatu yang dapat dibandingkan atau dinilai oleh orang lain."
Profile Image for D.
69 reviews14 followers
February 28, 2021
Preach to Desi Anwar for this book. 4/5!

I won’t give spoilers on what the contents told me, but I am here to praise how well-written this book is. As for me who’s invested my quality time with reading books, especially this kind of self-help book, The Art of Solitude is one of the books that clearly marked many points I’ve been thinking about. Distancing ourselves from other people isn’t always unpleasant, it could be advantageous if we know how to handle it. Our innermost thoughts might be out of control once we’re feeling it, but this book sophisticated me in a way I would give it four stars out of five. Thumbs up!
Profile Image for Hanum Hapsari.
16 reviews4 followers
March 22, 2021
Buku yang relevan dengan kondisi pandemi saat ini. Menarik sekali membaca hasil pemikiran Desi Anwar dalam kurang lebih 41 renungan saat ia berada dalam situasi pandemi. Ia menuliskan renungannya dengan sederhana sehingga mudah dipahami namun kaya akan makna yang dalam jika dipikirkan dan direnungkan. Buku setebal 219 halaman ini membuat saya sadar jika ada banyak sekali hal yang bisa kita lakukan untuk berkontemplasi saat pandemi. Secara bijak penulis mengajak pembaca untuk belajar menerima keadaan yang ada akibat pandemi. Buku yang cocok jika Anda sudah jengah dengan kondisi pandemi yang sudah satu tahun lebih lamanya dan belajar untuk mencari makna.
Profile Image for aira alfahis.
11 reviews
July 10, 2021
"Time that you spend having fun, is never time wasted."

Hello, another good book! Buku ini berisi tulisan-tulisan pendek tentang banyak hal yang kita bisa lakukan di saat-saat kita sendiri. I take it as a reminder book, terutama di masa pandemi seperti ini. Ada banyak bagian yang mengingatkan untuk lebih mindful dalam menghidupi kehidupan.

My favorite idea from this book is how to practice dying. I will definitely try it!

By the way, aku baca versi bahasa inggrisnya. Bisa dibilang, bahasa inggris yang digunakan cukup mudah dimengerti dan bagus untuk pemula seperti aku. Untuk kalian yang sedang berlatih membaca buku berbahasa inggris, buku ini bisa dicoba.
Profile Image for Prudentia Blanca.
4 reviews2 followers
January 31, 2022
Lupa mau nge-review, sok disini ae.

Entah kenapa saya kurang merasa sreg dengan beberapa buku karya Desi Anwar, yaaa probably not my taste aja. Saya sebagai perempuan dewasa awal jujur sudah muak dengan romantisasi karakter introvert, tapi juga gedeg kalo ada yang ngejelekkin dengan sebutan ‘nolep’, ‘anti sosial’ dan semacamnya (padahal antisosial sama asosial itu beda).

Kenapa saya bilang romantisasi introvert? Haha, males nulis kutipan-kutipan buku ini (yang secara tersirat ‘menjelaskan’ bahwa karakter bu Desi adalah introvert, sekalian liat aja judul bukunya, jelas tuh). Yang jelas, saya baru baca beberapa halaman udah males lantas saya tutup bukunya kasih bintang tiga dimari.
Profile Image for Fhia.
497 reviews18 followers
April 8, 2022
Membacanya membuat saya lelah. Membosankan. Kalimat-kalimatnya terlalu panjang sehingga menyulitkan pembaca (saya) menangkap pesannya. Narasinya pun cukup berbelit-belit dan tidak to the point.  Banyak contoh yang lebih baik di skip supaya tidak bikin bingung dan rancu dengan pembahasan esai.
Beberapa tulisan awal memang cocok dengan judul bukunya. Namun ketika di tengah dan menjelang akhir,  ada beberapa judul esai yang sepertinya kurang 'relate'. Meskipun bagian akhir esai-esainya seolah 'on track' kembali.
Termasuk salah satu buku yang menurutku hanya menarik di judul.
Or maybe this book is just not my cup of tea.
Displaying 1 - 30 of 81 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.