Jump to ratings and reviews
Rate this book

Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi

Rate this book
Kita akan mengingat tahun ini.

Kita mengingat bagaimana
kebaikan menyelamatkan bumi.

116 pages, Paperback

First published February 15, 2021

79 people are currently reading
610 people want to read

About the author

Theoresia Rumthe

11 books44 followers

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
124 (22%)
4 stars
265 (47%)
3 stars
152 (27%)
2 stars
15 (2%)
1 star
4 (<1%)
Displaying 1 - 30 of 113 reviews
Profile Image for sekar banjaran aji.
165 reviews15 followers
May 3, 2022
Duh takut banget nulisnya, aku tahu buku ini banyak banget yang beli dan menikmatinya tetapi bahasa soal selera & puisi soal rasa bukan? Buku ini bukan seleraku dan rasanya datar saja membaca buku ini. Ya, konsep jawab-menjawab antara dua orang manusia yang konsisten menulis dari Agustus 2019 hingga Oktober 2020 itu keren tapi jujur percakapan panjang itu tidak meninggalkan apapun untukku kecuali rasa bosan.

Judulnya tuh sangat kompleks, aku kira temanya akan seru untuk diperdebatkan atau minimal dua orang LDR saling berkirim surat cinta unyu begitu ya. Cuma dengan label romantis, kata-kata itu tidak serta merta jadi romantika bukan? Atau kemungkinan paling buruk adalah aku sudah mati rasa atas percakapan romansa yang tidak aku punya? Tapi atas dalih tersebut sebenernya aku sangat suka pilihan kata Weslly dari puisi liriknya yg beberapa kali lewat di timeline. Lantas aku juga menikmati blognya Theo. Namun, sayang sekali buku ini bukan buku yang bisa aku nikmati sebagai buku puisi.

Buku ini kan jadi buku yang sampulnya aku ambil untuk aku frame difigura demi menambah estetika interior rumah atau misalnya kamu adalah influencer yg butuh properti foto, buku ini cakep banget. Oleh karenanya mengucapkan sembah sungkem ke ilustratornya @bembeng

Maafkan aku nona TR dan Bung WJ, kalian sudah banyak jasanya buat sastra Indonesia Timur tapi kumpulan puisi ini benar-benar terlalu panjang. Percakapan kalian harusnya berhenti di halaman 12, jangan dipaksakan lagi.

#WhatSekarReads #WhatSekarReads2022
Profile Image for Bentala.
54 reviews
May 21, 2021
Format buku ini ditulis dengan gaya berbalas puisi antara Theoresia dan Weslly. Manis banget!

Lalu yang menariknya lagi, ada beberapa kata dari sajak sebelumnya milik yang satu dan dipakai lagi di balasan sajak milik yang lain.

Jadi sajak-sajak di buku ini benar-benar mengalir dan menarik buat dinikmati.
Diksinya sederhana, padat, dan indah.


Banyak judul-judul yang aku suka, tapi ini tiga judul yang paling aku suka dari semuanya:

Tiap-Tiap Rahasia
Kepadamu
Menanti



Kepada luka
yang kau kunci di sudut bibirmu,
dari masa silam yang merdu,
dari siul hutan sagu,
kubawa lagu ini padamu.

Kepada kunci
yang kausimpan di saku dadamu,
dari masa yang jauh,
dari rumah tukang kayu,
kubawa pintu ini padamu.

Kepada sampan
yang kau simpan di laci kepalamu,
dari masa kecil yang riuh,
dari mimpi nelayan kampung,
kubawa laut ini padamu.

—Kepadamu, WJ
Profile Image for Ariel Seraphino.
Author 1 book52 followers
July 31, 2021
Sebenarnya baru kali ini menamatkan satu buku utuh puisi-puisi Teh Theo dan Bang Weslly, dan benar rasanya kalo dibilang saya langsung terkesima. Kata-kata seolah berlompatan menawarkan magisnya dalam bait-bait puisi yang indah. Mengetuk pintu pengembaraan puisi yang kelam, berjarak, sekaligus menghadirkan rasa yang begitu dekat seolah kita adalah bagian dalam puisi tersebut. Saya menimbang-nimbang mana puisi kesukaan saya di antara puisi yang ada dalam buku ini dan saya ternyata kebingungan karena saking banyaknya. Membuat saya harus bikin janji pada diri sendiri untuk segera baca ulang buku ini dengan kekhusyukan yang paling khusyuk.
Profile Image for Rini Budihartati.
136 reviews14 followers
December 30, 2022
What a unique way to write poetry! Sambung menyambung menjadi satu. Banyak puisi yang aku suka. Sampai sampai bukunya penuh dengan sticky notes. Tapi, puisi yang paling aku suka adalah Usaha Sia-sia untuk Melupakan, Menyeberangi Matamu, dan Bulan Terang Hati Batu. Terima kasih sudah menulis buku ini!
Profile Image for tsukibookshelf.
164 reviews1 follower
August 19, 2023
Puisinya bagus-bagus. Diksinya cantik-cantik. Ada beberapa yang menurutku lucu, setengah menyindir, dan sebagian lainnya bikin merenung. Puisinya juga nyambung satu dengan yang lain jadi kesannya bukan kayak lagi baca kumpulan puisi tapi baca satu puisi yang panjang banget.

Kalo dilihat dari tanggalnya, puisi-puisi ini ditulis di masa-masa sulit jaman corona dulu jadi wajar kalo beberapa puisinya membahas situasi saat itu.

Aku suka puisi-puisinya. Indah tapi gak terlalu berbayang-bayang yang bikin puisi jadi terasa jauh atau susah diartikan. Puisi-puisinya bisa sampai di aku makanya aku suka. Bisa dibaca habis sekali duduk pula.
Profile Image for Nindya Chitra.
Author 1 book21 followers
May 25, 2022
Diksinya cantik, tidak terkesan egois atau berlebihan.
Profile Image for Jess.
609 reviews141 followers
February 5, 2023
such a beautiful word of fiction. tentang pulang dan pergi, hubungan ibu dan anak, hubungan manusia dan Tuhan, bagaimana seseorang melewati perasaan kehilangan. Beberapa scenes di buku ini sedih dan bikin merinding. highly recommend
Profile Image for Ika Putri.
65 reviews1 follower
March 5, 2023
3,7 /5

Kita hanyalah burung-burung yang tidak percaya merdunya kicauan sendiri

I'm not really into poetry book, but i kinda enjoy it. Sekumpulan puisi yang sambung menyambung antara kedua penulis, but still not cup of my tea.
Profile Image for Yuli.
58 reviews1 follower
November 27, 2021
Aku jarang sekali membaca buku puisi berbahasa Indonesia secara keseluruhan. Biasanya saat membaca buku puisi, aku hanya mencari puisi incaranku saja untuk dapat ku baca. Tak heran bila referensi puisi bahasa Indonesia yang ku tahu hanya puisi-puisi yang familiar dalam pelajaran bahasa Indonesia saja. Walau begitu, aku sangat mencintai puisi-puisi karya Chairil Anwar dan WS Rendra.

Aku senang percobaan pertamaku dalam membaca buku puisi berhasil. Terlebih, keberhasilan ini karena buku ini. Buku ini begitu luar biasa. Untaian kata yang saling bertaut. Juga puisi yang saling bersahut membawa suasana magis tersendiri. Awalnya memang tidak begitu terbiasa, tapi lama kelamaan ku semakin menikmati dan terhanyut dalam lautan kata-kata.

Puisi-puisi yang ada dalam buku ini ditulis oleh dua orang dengan selang-seling antar puisinya. Namun, puisi terakhir ditulis bersamaan oleh keduanya. Buku ini terlihat tipis dan ringan, tapi mengandung makna yang sangat dalam. Total ada 112 judul puisi dengan 124 halaman kurang lebih. Tiap puisi ditulisi tanggal pembuatannya, dimulai dari tanggal 9 Agustus 2019 hingga 22 Oktober 2020. Berdasarkan rentang tanggal tersebut, ku rasa sebagian besar makna puisinya diilhami dari masa pandemi.

Sesuai dengan judulnya, "Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi", buku ini berbicara tentang pulang dan pergi. Tentang kematian dan kehidupan. Tentang yang abadi dan sementara. Tentang kerinduan. Tentang doa-doa yang dipanjatkan. Tentang Tuhan dan masih banyak lagi yang lainnya.

Puisi favoritku berjudul "Seperti menunggu giliran" yang sebelumnya pernah ku bacakan pembacaan puisinya di postinganku sebelumnya. Puisi itu benar-benar membuat dadaku sesak hingga aku menangis terisak. Bagiku, membaca buku ini seperti berada dalam perenungan spiritual. Seolah aku kembali diingatkan bahwa hidup hanya sementara. Bahwa kematian tak pernah tau akan kata nanti.

Lalu, apasih yang dicari?.
Profile Image for lia.
32 reviews1 follower
April 11, 2021
Baca kumpulan puisi sepasang suami istri ini selalu menyenangkan. Hangat, sesekali merenung, kadang menghasilkan diam yang panjang, seringnya kagum dengan pilihan katanya.

Sampai saat ini masih terngiang salah satu puisi yang berjudul Tiap-Tiap Rahasia

tiap-tiap luka
mengenal mata belati masing-masing.
dia yang kaulihat berbaring
menjilati luka paling perih
mengenal mata belati paling runcing.
Profile Image for Ismailia.
38 reviews
March 13, 2021
Kumpulan puisi ke sekian dari Theo dan Weslly. Pasti selalu ada rasa berbeda di tiap karya mereka dan aku suka sekali yang satu ini 💛
Profile Image for Rari Rahmat.
38 reviews7 followers
March 9, 2021
Buku ke-8 di 2021 - Februari

Pergi, kematian, dan meninggalkan. Ketiga keadaan yang saling terjalin itu sangat terdengar nyaring di buku Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi ini. Membuat kita mengingat mereka yang telah pergi; entah pergi karena tidak lagi berhubungan dekat dengan kita tetapi mereka masih ada atau pergi karena kematian telah lebih dulu menjemput mereka. Kita juga diingatkan bahwa kelak kita akan mati, meninggalkan dunia ini. Setelah Tempat Paling Liar di Muka Bumi dan Cara-cara Tidak Kreatif untuk Mencintai, penyair pasutri ini kembali menerbitkan buku puisi kolaborasi mereka, dengan format puisi yang berbalas-balasan via e-mail, seperti sepasang tekukur yang saling bersiulan. Namun berbeda dari buku sebelumnya, dimana mereka punya ciri khasnya masing-masing, di buku PPPPPP ini saya melihat ada sedikit kemiripan gaya kepenulisannya meski pun tak di semua puisi.

Berikut saya tuliskan 5 dari banyak puisi favoritku di buku ini:

untuk ibu dan bapak. kali ini perjalanan pulang ke rumah terasa jauh dan mencekam. kami tidak hanya dihadang peluru, suara-suara serak kami hendak dibungkam. bekal kami habis, tenaga kami terkisis, napas kami menipis. namun, kaki-kaki kami terus berlari menuju rumah rakyat, sudilah ibu dan bapak membuka pintu.

(Pulang ke Rumah, TR)

tak kutahu pasti
apakah mati adalah pulang ataukah tualang,
tetapi biarkan pada kata demi kata, kukenang
mereka yang mati muda
(dalam hati kusebut nama-nama),
mereka yang tak kalah
mereka yang tetap nyala.
betapa hidup adalah rahasia.
tak tertebak hari dan jam,
tak tertebak panjang jalan
menuju ketiadaan atau keabadian.
o, semesta yang agung
kami ini cuma makhluk kecil
yang tak pandai menghitung.
keberanian terbesar yang kami punya
adalah bermimpi.
keyakinan paling teguh milik tangan kami
adalah ikhtiar.
sisanya, hanya dugaan-dugaan
yang sedetik lewat tak lagi berarti.
dari murah tangan kehidupan,
pemberian paling tulus yang pernah
manusia terima adalah seorang kawan
dan manusia tertawa, manusia menangis
bersamanya, karenanya;
dan kami tertawa, kami menangis
bersamamu, karenamu;
dan aku menulis, dan aku menangis,
dan hatiku sepatah kata.

(Kawan, WJ)

kusenangi pagi yang masih sunyi.
kusenangi juga malam
dan cahaya murung yang berserak.
kupungut dari jalan pikiranku,
sekeping ingatan yang jatuh,
dan sambil kulewati
satu demi satu tiang lampu,
perlahan aku mengerti
mengapa kata lain dari pergi
adalah meninggalkan.
kepergian bukanlah persoalan besar.
hanya saja selalu ada
yang tak bisa kubawa serta.
kau pergi
meninggalkan separuh kita di dalam aku
yang perlahan mengerti
mengapa kata lain dari mengingat
adalah usaha sia-sia untuk melupakan.

(Usaha Sia-sia Untuk Melupakan, WJ)

kapan-kapan akan kaukirim pertanyaan
ke angkasa mencari aku,
dan mereka akan kembali membawa
tangan hampa,
tanpa menemukan jawaban apa-apa.
kapan lagi memeluk?
kapan lagi menggenggam?
seperti mangkuk, tanganmu kosong
tak ada aku di situ
tetapi dulu pernah ada kau, ada aku,
dan langit alangkah biru,
juga laut masa kecil,
dan bunga yang hanyut sesudah hujan
kini mencari pantai yang tak ada lagi,
dan tak ada lagi di tanah yang merah itu
jejak-jejak sepatu,
hanya batu-batu alangkah patuh
memikul waktu, memanggul huruf-huruf:
sebuah nama dan tahun-tahun
yang kelak kaupanggil, tetapi tak ada
yang menyahut lagi sesudah gema
dan sebelum sunyi memelukmu kembali.

(Kapan-kapan, WJ)

punggung laut tak terlihat
dari pucuk jembatan benam matahari
membentang seperti pasir
sebuah jalan pulang
lambaian kelapa
nyiur pada mata
terjuntau desir meninabobokan
lagu merdu dari ombak
untuk siapa ia bernyanyi?
membuat nyenyak pada kapal
kapan kau pergi?
kutemukan pertanyaanku pada malam
yang menjelang
seketika terombang-ambin
seseorang limbung di sudut dermaga.

(Menjelang Merdu Ombak, TR)
Profile Image for Natasha.
122 reviews
November 10, 2021
Aku sangat menikmati buku ini!

Sebelumnya aku sudah membaca buku mereka sebelum ini yang berjudul Tempat Paling Liar di Bumi. Sudah juga baca karya Theoresia Rumthe yang berjudul Selamat Datang, Bulan. Kedua buku tersebut termasuk buku ini kupinjam melalui ipusnas.
Menurutku buku ini adalah buku terbaik dari kedua penulis.
Mereka saling bersautan di setiap lembar halaman, puisi-puisi nya indah nan mudah dipahami, banyak puisi yang memiliki makna yang dalam, mencakup kehidupan, kematian, cinta, kerinduan, dan banyak hal lain.

Terlalu banyak favorite ku jika harus disebut satu persatu, namun yang paling berkesan antara lain adalah

- Mencari Mata (pg.29)
- Lambung Kapal (pg.79)
- Tiap-tiap Rahasia (pg.93)
- Belajar Menjumlahkan (pg.102)

-
Beberapa kalimat yang ngena banget di aku:

kejujuran membuat pulas.
mungkin pula benar,
kejujuran membuat takut
-takut dihakimi massa, karena tak sama.

from SUSAH TIDUR (WJ / 22 Oktober 2019)
-
betapa hidup adalah rahasia.
tak tertebak hari dan jam,
tak tertebak panjang jalan
menuju ketiadaan atau keabadian.
o, semesta yang agung
kami ini cuma makhluk kecil
yang tak pandai menghitung.
keberanian terbesar yang kami punya
adalah bermimpi.

from K A W A N (WJ / 24 Oktober 2019)
-
tinggal-meninggalkan-ditinggalkan-meninggal

kau tak harus patuh, semua berubah,
tetapi yang terakhir tak mungkin meleset.

from T I N G G A L (WJ / 17 Maret 2020)
-
semua yang muda akan pudar,
semua yang tumbuh pernah tumbang,
semua yang berjalan akan berhenti.

from TERTIDUR (TR / 17 Juli 2020)
-
perlahan aku mengerti
mengapa kata lain dari pergi
adalah meninggalkan.
kepergian bukanlah persoalan besar.
hanya saja selalu ada
yang tak bisa kaubawa serta
kau pergi
meninggalkan separuh kita di dalam aku
yang perlahan mengerti
mengapa kata lain dari mengingat
adalah usaha sia-sia untuk melupakan.

from USAHA SIA-SIA UNTUK MELUPAKAN (WJ / 29 Juli 2020)
Profile Image for Nur Rokhmani.
255 reviews6 followers
January 31, 2022
🏙 Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi 🌃
✍ @theoresiarumthe dan @wesllyjohannes
📃 124 halaman
🚀 @bukugpu

((6P))
Dan benar bahwa apa yang ada di dalamnya berupa percakapan paling panjang.

📚 Buku ini adalah kumpulan puisi yang dibuat dalam format berbalas puisi. Seolah penulis ingin mengatakan bahwa dalam kata mereka bicara, saling menyambut, dan bercerita.

💞 Membayangkan suami istri berbalas puisi, membuat segala rasa sampai ke hati. Kata yang pas untuk puisi-puisi di dalamnya adalah 'HANGAT'.

Tentu saja banyak puisi yang jadi favoritku, misalnya puisi berjudul:
▪︎Indah Semua Yang Kelak Pergi
▪︎Menunggu Usai Usia
▪︎Susah Tidur

DOR!

Pada satu letusan senapan
Rasa percaya beterbangan
—halaman 16.

👣Ini juga jadi bagian yang membuat hatiku tersentuh.

👣Pada beberapa bagian, aku meringis, menangis, tersenyum, berpikir, dan merunut kejadian. Juga kadang puisi-puisi ini mewakili kehendak hatiku.

Dan aku menulis, dan aku menangis,
Dan hatiku sepatah kata.
—sepenggal kalimat dalam puisi berjudul 'Kawan'; hal. 20-21

👣Juga puisi-puisi yang mengingatkan;

Hanya batu-batu alangkah patuh
Memikul waktu, memanggul huruf-huruf:
Sebuah nama dan tahun-tahun
Yang kelak kupanggil, tetapi tak ada yang menyahut lagi sesudah gema
Dan sebelum sunyi memelukmu kembali.
—sepenggal bait dalam puisi berjudul 'Kapan-Kapan'; hal. 24

👣Apalagi bait berikut ini. Seolah menyuarakan hati ini, yg tengah dilanda rindu pada Nun jauh di sana.

Dan mata belum menemukan mata,
Untuk menumpahkan rindunya.
—sepenggal bait puisi berjudul 'Mencari Mata'; hal. 29

Bukan jalan yang membawa manusia sampai ke tujuan,
Melainkan sepasang kaki yang kuat.
—penggalan 'Hidup yang Tak Kita Minta', 72

Kau pergi,
Menyisakan separuh kita di dalam aku.
Yang perlahan mengerti
Mengapa kata lain mengingat, adalah usaha sia-sia untuk melupakan.
—Bait terakhir dari puisi 'Usaha Sia-Sia untuk Melupakan'; hal. 92

👣 Diantara semua itu, puisi 'Mengambil waktu' dan 'Tiap-Tiap Rahasia' menjadi dua terbaik menurutku.❤

😍Jadi penasaran sama puisi-puisi lain karya mereka berdua 💞
Profile Image for Yuan Astika Millafanti.
314 reviews7 followers
April 12, 2023
Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi • Theoresia Rumthe & Weslly Johannes • GPU • Cetakan ke-4, Agustus 2021 • 120 Hlm

Buku ini merupakan kumpulan puisi yang membicarakan soal kehidupan dan kematian, serta segala hal di antaranya. Ada cinta, rindu, kesedihan, dan kehilangan. Sebagai salah seorang yang awam dengan puisi, tentu saja aku menemukan beberapa puisi yang tidak sanggup kumaknai. Padahal, semua tulisan di dalam buku ini tidak menggunakan diksi yang aneh atau asing, lo.

Hal menarik dari buku ini adalah puisi yang dituliskan oleh TR dan WJ serupa jurnal harian yang saling berbalas--serupa dengan buku mereka yang sudah kubaca sebelumnya (Tempat Paling Liar di Muka Bumi). Biasanya mereka menggunakan salah satu kata kunci dari puisi sebelumnya untuk dijadikan penaut untuk puisi berikutnya. Begitu terus sampai halaman terakhir. Mungkin inilah sebabnya judul buku ini menyematkan frasa "paling panjang". Ya, karena memang isi buku ini seolah berisi percakapan antara dua orang penulisnya yang tanpa akhir. Bukankah soal kehidupan dan kematian adalah topik yang tidak punya titik akhir untuk dibincangkan?

Beberapa puisi dituliskan cukup panjang. Saking panjangnya--menurutku cukup panjang--aku kesulitan mengankap esensinya. Lagi-lagi, kurasa ini karena keterbatasanku. Namun, aku menyukai beberapa puisi yang terasa lugas dan mudah kucerna.

Sayangnya, tampilan buku ini tidak seperti harapanku. Halaman buku ini hanya berisi tulisan tanpa dihiasi ilustrasi seperti buku mereka sebelumnya. Hal ini membuatku jenuh. Maklum, aku pencinta ilustrasi.

Meskipun begitu, kurasa buku ini tetap layak untuk kamu baca, terutama kalau kamu menyukai puisi. Bagi kamu yang ingin belajar atau mencoba membaca buku puisi, boleh juga membaca buku ini karena pilihan diksinya yang akrab di telinga.

--

setiap saat adalah waktu bersiap./
setiap detik adalah waktu berjaga./
kapan saja kita dapat menuju ke sana.
Seperti Menunggu Giliran, TR, hlm. 22


menyambung hidup adalah memutuskan untuk hidup,/
dan ketika aku menulis tentang hidup atau tentang cinta,/
aku menghapus keinginan untuk mati atau untuk tersia-sia.
Apa yang Kulakukan Hari Ini, WJ, hlm. 61


aku pikir, jika ada banyak pilihan/
seringkali hidup memang/
bukan salah satunya.
Menelan Secangkir Pedar, TR, hlm. 71


bukan jalan yang membawa manusia sampai ke tujuan,/
melainkan sepasang kaki yang kuat.
Hidup yang Tak Kita Minta, WJ, hlm. 72


bila tubuhku adalah kapal,/
satu hal kumengerti,/
tak selalu aku memegang kemudi.
Lambung Kapal, WJ, hlm. 80
15 reviews
November 20, 2021
buku ini isinya puisi-puisi, ditulis bergantian lengkap dengan waktu kapan puisi itu dibuat (i guess true about this "time" but idk actually :). halamannya tipis cuma 110 an lebih. bisa banget dibaca sekali duduk. pertama kali mengira kalau buku ini tentang cinta sepasang kekasih dengan ending perpisahan. seperti kata pulang dan pergi. tapi salah besar. justru buku ini punya sisi magisnya sendiri buat mengupas tentang semua yang pergi. semua yang pulang. aku, kau, kapal, sepatu, ibu, roti, kamar, pagi sampai bukowski. isinya dekat sekali dengan makna pulang ke Tuhan. iya soal kematian. juga soal pergi. kalau semua akan pergi suatu hari nanti. cuma beda waktunya aja.

uniknya, dua penulis buku ini ialah sepasang penyair. mereka berbalas puisi melalui email sebelum akhirnya berhasil terbit menjadi sebuah buku. romantis banget kan?

tiap habis baca 1 judul jeda sebentar buat meratapi puisinya karena memang sebagus itu. mungkin agak susah memahami beberapa part karena diksi dan otak-atik kalimatnya lumayan tinggi hehe. tapi, magisnya dapet banget disini.

kita kayak disuruh menikmati kata per katanya dengan sabar. karena tiap judul punya sensasi yang beda-beda. menusuk, baper,sedih,ngeri sampai takut. ada pesan-pesan tersembunyi di tiap judul yang seolah menyuruh pembaca buat menebak apa sebenarnya yang ingin penulis sampaikan ke kita.

meski isinya lebih banyak tema sendu perihal pulang pergi, tapi puisi-puisi ini cukup menghibur pembaca dari rasa capek atau bosan karena diksi yang dipakai sangatlah menarik. aku sudah baca. sekarang giliran kamu.

"bukan jalan yang membawa manusia ke tujuan. melainkan sepasang kaki yang kuat"
Profile Image for Jasmine.
1 review
May 19, 2023
Ini pengalaman pertama bagi saya baca buku puisi sampai tuntas. Betul-betul mengisi 'kekosongan' bulan Maret-Mei saya. Dapet wejangan melalui tulisan dan saya bisa dengan mudah terima gitu aja, that's a good thing for me, right?

Pertama kali lihat covernya yang ciamik dan artistik, karena se-aesthetic itu lho (Cetakan ke-8 2023). Dan ya gak bisa dipungkiri segala sesuatu dilihat dari depannya—yang nampak jelas, sama kayak baca buku nangkep diawal yaitu covernya. Ini point plusnya dari buku puisi ini.

Jumpalah dibagian daftar isi, berisi 112 puisi dengan metode berbalas yang kesannya mengimplementasikan judulnya yaitu "Percakapan ...". Diksi-diksi yang digunakan itu sederhana, tidak banyak menyelipkan bahasa Sanskerta, banyak menggunakan majas—terutama majas Personifikasi (Seperti di hal.25 dalam puisi Pulang-Pergi baris pertama bait kedua), gaya bahasa yang unik hingga saya kayak merasa lagi ngobrol dengan seseorang (Implementasi yang sesuai dengan konsep judulnya), banyak wejangan sederhana yang punya makna yang dalam. Bikin feelnya itu anget gitu, kayak ada yang meluk sambil ngedongeng hehe ...

Usaha menamatkan buku ini seperti usaha 'menamatkan' kekhawatiran perihal kenyataan yang dipegang oleh Tuhan, yaitu sebuah kematian. Hal pahit yang nggak bisa disanggah. Bentuk 'mati' yang digambarkan di sini tidak melulu harus berbentuk ancaman, pun bisa dibalut dengan romantisnya melalui diksi yang nggak luput senyum di wajah saat baca.

Nggak habis pernyataan 'cantik'nya baca buku ini di kepala saya.
Secantik itu.
Kamu harus baca! Serius!
Profile Image for Nura.
1,056 reviews30 followers
December 11, 2021
Sama dengan kedua buku pendahulunya, gw suka banget sama puisi-puisi mereka berdua. Berasa ditulis satu orang saking menyatunya. Perihal pulang pergi bisa dibilang sederhana sekaligus rumit. masih membicarakan tentang rindu, cinta, patah hati, meski tak melulu berakhir sedih. Waktu mereka menang Anugerah Pembaca Indonesia, senang banget disapa kak Theo #lebaysangat. yaiyalah secara mc yekan. hahah... btw ini salah satu puisi kesukaan gw di buku ini.

Mengambil Waktu

di keramaian, ia mengintai
mengikutiku tanpa bicara
merayap-rayap di tembok
di pintu pagar dan di jalan
mengejar dan menggoda
dan pada waktu aku percaya
tanganku telah memegang lehernya

seketika ia menyelinap
hilang
seperti kebahagiaan
seperti alasan-alasan untuk bertahan
seperti pintu terhempas di belakang gegas
seperti mencekik udara,
seperti hidup tanpa makna
dan semua yang kucinta,
kucintai di dalam waktu sendiriku,
tanpa memberi atau mengambil
kecuali waktuku
Profile Image for Alvina.
732 reviews122 followers
March 8, 2021
Gini nih kalau baca puisi puisi yang manis, isinya padat, sekaligus sayang bener kalau dibaca langsung sampai tuntas. Sampai sampai butuh waktu untuk meresapinya. *ceilah

Suka banget bagaimana puisi dari dua penulisnya saling terhubung satu sama lain. Kadang seperti sahut menyahut kadang seperti dua babak puisi yang diteruskan.

Banyak puisi puisi yang baguus, astaga jadi kayak pengen quote isinya satu persatu xD

Paling suka yang ini


besi berkarat, tembok tua runtuh
ingatan menguap
buram jendela dari mana kita memandang
sebelum cahaya perlahan hilang

indah-semua yang kelak pergi
semua yang tercipta untuk pergi
waktu dan sayap sayapnya
manusia dan sesal dan sayangnya


dan ini

pukul berapa ibu?
pukul berapa kau pulang dan memelukku?
pukul berapa kau pulang dengan gegas
dan merentang peluk padaku sejak di pintu?
Profile Image for Daisy.
53 reviews16 followers
March 7, 2023
Waktunya sangat tepat ketika aku membaca buku ini. Itu setelah aku membaca kisah lain yang membuatku bertanya, apakah hidup yang tidak pernah kita minta ini memang pantas untuk kita? Meskipun ia adalah seorang yang tidak ingin menjadi penjahat, tetapi dia harus menerima takdir bahwa dia telah menghilangkan nyawa seseorang?

Di puisi berjudul "Hidup Yang Tak Kita Minta" ini, ia menuliskan bahwa "Bukan jalan yang membawa manusia sampai ke tujuan, melainkan sepasang kaki yang kuat." Lalu aku pun bertanya, "jika seseorang telah melakukan hal yang tidak bisa dimaafkan dengan "kakinya yang kuat" demi untuk bertahan hidup, apakah dia pantas tetap berjalan dengan "kedua kakinya yang kuat itu"? Apakah hidup yang tidak kita minta ini, adalah hidup yang memberikan kita pilihan untuk hidup?

Lalu puisi berikutnya menjawab dengan "tanpa jawaban".


"Begitulah hidup, akan berhenti ketika mati."
Profile Image for Meirna Fatkhawati.
135 reviews3 followers
December 6, 2024
saya ga menyangka ini ternyata buku puisi. sampul depannya bagus dan judul bukunya menarik. saya pilih deh baca di ipusnas.

ada beberapa puisi yang tidak saya pahami maknanya.
namun, ada juga yang saya paham betul maknanya.

dilihat dari tahun terbitnya tahun 2020, saat pandemi COVID. agak kaget juga bahas "pulang" yang bermakna pulang ke pelukan Tuhan. yang berarti meninggal.

sama seperti yang penulis rasakan. aku tidak akan lupa tahun itu. corona, banyak yang jadi korban, ambulance sering terdengar (sehari bisa 9 kali), isolasi, sosial distancing, WFH, dll.

buku ini bukan merangkum kejadian corona. BUKAN! tapi hanya sentilan tentang duka. selebihnya tentang yang lain tapi, mungkin ga berhubungan dengan CORONA.

format puisinya , saya suka. berikut 5 bintang untuk penulis
Profile Image for Erixa Putri.
127 reviews6 followers
April 15, 2022
Rating : 3.8 ⭐

Ini buku puisi yang sedikit unik. Kalau baca buku ini rasanya sedang baca suara hati sepasang insan yang saling balas membalas dengan kalimat yang puitis hihihi...

Buat poetry lovers buku ini bakal jadi buku favorit nih karena banyak banget kata-kata bagus didalemnya. Yang bukan poetry lovers juga bisa baca ini, tapi ngga disarankan buat para jomblo sih hahahaha. Jombloers kalo mau baca silahkan tapi ati-ati, nanti meleleh sendiri kepengen cepet punya ayang 🙈🙈🙈

By the way, buku ini pernah di baca juga sama Najwa Shihab (akhirnya ya punya satu kesamaan sama Mbak Nana 🥰🥰), gaya kepenulisannya juga asik dan bahasanya mudah dipahami karna ga berbelit-belit. 8 out of 10 lah pokoknya 😆
Profile Image for Mia An Nur.
106 reviews4 followers
March 3, 2024
Buku ini memuat puisi-puisi yang dominan membahas pulang dan pergi—sesuai judulnya. Menariknya, Theoresia Rumthe dan Weslly Johannes menyusun puisi mereka seakan-akan saling berbalas selayaknya sedang bercakap-cakap. Menurutku, buku ini cenderung berwujud sajak karena terikat dengan bunyi. Cukup banyak sajak dari keduanya yang berirama, punya pola yang jelas di tiap barisnya. Rata-rata per barisnya juga pendek, singkat saja.

Sepanjang aku membaca buku ini, sajak Weslly Johannes (WJ) lebih puitis dengan makna berlapis, sedangkan sajak Theoresia Rumthe (TR) lebih sederhana dengan makna lugas. Walau berbeda, aku suka karena keduanya bisa tetap menonjolkan ciri khas masing-masing. Cara berbahasanya berlainan, tapi serasi. Bagus!
Profile Image for Alifa Imama.
133 reviews10 followers
October 5, 2021
4.5/5

Apabila ada istilah “kami menginspirasi satu sama lain” maka hal itu menunjuk bukan lain kepada sejoli ini. Masih dengan cara yang sama, mereka bersahut-sahutan membalas puisi satu dengan yang lain

Berbeda dengan buku sebelumnya yang berbunga-bunga, kali ini temanya melankolis. Mengambil tema apapun yang berhubungan dengan kepergian dan kepulangan, terutama kematian. Bagaimanapun buku ini ditulis di masa pandemi.

Tema melankolis ini menurut saya memang merupakan kelebihan WS dibanding TR. Makanya untuk balas-balasan kali ini saya tim WS karena sendunya lekat dan cantik sekali.

Puisi-puisi yang anggun
Profile Image for Sandys Ramadhan.
114 reviews
November 23, 2021
Buku puisi kedua yang saya baca setelah "tempat paling liar di muka bumi", masih menggunakan formula yang sama yakni balas membalas puisi seperti percakapan yang panjang, dan memang benar demikian serta sesuai dengan judulnya.

Di buku ini lebih kurang membahas perihal, kepergian, pulang dan ditinggalkan. Ditambah lagi dengan suasana sendu dan sedih dari pandemi yang masih kita rasakan hingga saat ini membuat pembaca bisa ikut memikirkan kembali apa makna dari pulang dan pergi.

Puisi kesukaanku ada banyak, tapi yang berkesan adalah usaha sia sia untuk melupakan, kepadamu, dan menyeberangi matamu.

Dan terakhir tentu saja sampul di buku ini cakep banget
Profile Image for Nava.
52 reviews
November 30, 2021
Buku kumpulan puisi pertama yang saya beli karena sangat menyukai tulisan-tulisan Theoresia Rumthe sejak lama. Saat membaca buku ini rasanya seperti sedang berada pada satu ruang yang sama dengan pasangan manis ini dan mendengar mereka saling berbalas puisi. Salah satu puisi Weslly Johanes "Rentang Lengan Ibu" berhasil membuat saya menangis sejadi-jadinya sebab saat itu ibu sedang sakit ditambah banyak berita duka terdengar setiap hari akibat lonjakan kasus pandemi di bulan Juli. Sempat mengambil jeda hingga akhirnya kembali membacanya dengan perasaan dan keadaan yang telah membaik. Puisi-puisi yang sangat manis.
Profile Image for Fhia.
497 reviews18 followers
September 7, 2022
Seperti judulnya, 'Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi, puisi-puisinya banyak berkisah tentang pulang dan pergi, tentang kematian dan kehidupan, tentang melepas dan menggenggam.
Membacanya seperti sedang bersahut-sahutan. Seperti sedang sambung-menyambung puisi dari satu judul ke judul baru.
Jadi romantisss...
Aku suka dan cukup menikmatinya.
Judul yang paling berkesan buatku: Rentang Lengan Ibu.
.
"Kini di lain pulau, di lain dunia
Lengan ibu terentang seluas sayangnya.
Ibu memeluk hati masa kecilku
Dengan sayangnya
Kejar, anakku, kejar!
Ibu melonggarkan peluknya
Dan sayangnya tak sedikit jua berkurang
Semakin tak hingga, semakin rela"
Profile Image for Mutiara Choiriyah.
73 reviews
January 5, 2025
💥Pada satu letusan senapan, rasa percaya beterbangan💥

I read Percakapan Paling Panjang Perihal Pulang Pergi at the airport, right before my flight to Manila at 1 am

It was really a painful experience as I also just ended a committed relationship with my pas lover

Things come and go, be it places or other entities, is an inevitable, essential part of our life

My eyes were not only heavy due to the lack of sleep, but holding back my tears.

Honestly, God has chosen Rumthe and Johannes with their ability to wite beautiful prose

As a reader, I am thankful for that

More to come from their poems
Displaying 1 - 30 of 113 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.