Tepat pada malam takbiran, pengasuh terakhir Kulila, sebuah panti khusus anak cacat, kabur. Di tengah kesedihan, Tamir, salah satu anak yang tinggal di Kulila, mengalami kejadian aneh. Pada pukul sembilan malam, ketika mendung bergulung di langit, sebuah kereta datang dari balik awan dan membawa Tamir ke Harlok, satu dari sekian banyak kota di langit. Di situ ia dipaksa bekerja sebagai penggali tambang batu seruni, bersama anak-anak lainnya. Ia mengalami banyak sekali penderitaan, hingga suatu malam datang keajaiban dari dalam hutan kabut Harlok.
Bagaimana akhir dari petulangan Tamir di Kota Harlok yang misterius? Baca lengkap kisah Juara II Kompetisi Menulis Indiva 2019 Kategori Novel Anak ini. Segar dan menegangkan!
Maya Lestari Gf. adalah penulis Indonesia yang sudah memenangkan beberapa perlombaan menulis cerpen dan novel. cerita anak-anak yang dikarangnya, "Attar dan Peta Beliyaka" dinominasikan sebagai buku fiksi anak terbaik Islamic Book Award 2014. fb: mayalestarigf twitter: mayalestarigf
Judul buku: Kereta Malam Menuju Harlok Penulis: Maya Lestari Gf Penerbit: Indiva Media Kreasi Cetakan pertama: Januari 2021 ISBN: 978-623-253-017-1 Tebal: 144 halaman Harga: Rp45.000 Rating: ★★★✩ (3.5/5)
"Kau tidak menemukan kereta. Kereta yang menemukanmu. Kereta malam singgah dari satu stasiun langit ke stasiun langit berikutnya. Menjemput dan mengantar anak-anak ke keluarga mereka. Langit yang luas adalah daerah perjalanannya. Impianmu adalah awal kepergiannya." (Halaman 5)
Kutipan di atas seperti memberikan secercah harapan bagi anak-anak yang ingin bahagia. Namun, alih-alih pembawa kebahagiaan, penulis menggunakan kereta malam sebagai pembawa kesengsaraan bagi anak-anak yatim piatu yang telantar dan berharap memiliki keluarga. Impian anak-anak telantar yang dijemput pupus begitu saja saat tiba di langit selatan, tepatnya Harlok. Tidak terkecuali Tamir, tokoh dalam Kereta Malam Menuju Harlok karya Maya Lestari Gf.
Mulanya, saya pikir kisah Tamir tidak sekelam kelihatannya. Nyatanya, justru cukup kelam bagi anak-anak dan begitu memilukan bahkan dari bab pertama. Kehidupan anak-anak di Kulila, panti asuhan khusus anak cacat, tidak bisa dibilang menyenangkan dan bahagia. Selain masing-masing memiliki jadwal memasak, mereka pun disuruh mengamen atau mengemis untuk bisa makan. Sebab, "Di panti asuhan semuanya berbeda. Kau harus mengurus dirimu sendiri." (halaman 11). Lebih-lebih setelah ditinggalkan pengurus terakhir Kulila.
Novel anak yang memenangkan juara 2 Kompetisi Menulis Novel Anak Indiva 2019 ini hanya berfokus pada Tamir meskipun cerita dibuka dengan kisah singkat anak-anak yang tinggal di Kulila. Tamir yang disebut manusia sebelah—hanya punya sebelah kaki dan sebelah mata—sejak bayi sudah di Kulila, sama seperti Naura yang ditemukan di depan pintu Kulila. Tampak sekali kesedihan dan kerinduan akan kehadiran sosok orang tua dalam diri Tamir. Terutama ketika ia memandang langit dari balik jendela.
Malam takbiran yang sunyi dan petir yang menyambar semakin membuat Tamir terhanyut dalam kesedihan. Seketika ia melihat kereta api meluncur di angkasa. Kereta api itulah yang membawanya menuju langit selatan. Petualangan Tamir di Harlok bukan petualangan menyenangkan dan membahagiakan yang bisa membuat kita ingin turut bertualang. Hidup yang dijalaninya selama tinggal di Harlok pun jauh lebih berat daripada di Kulila.
Tamir bersama 38 anak tambang lainnya harus menghasilkan batu seruni sebanyak permintaan Vled, pemilik tambang Harlok. Bagi anak yang sempurna fisiknya saja mendapatkan sepuluh kilo batu sehari sudah amat berat, apalagi Tamir yang diharuskan mendapat dua belas kilo sehari. Keadaan fisik Tamir yang tidak sempurna tidak membuat Vled mengasihaninya. Begitu pun dengan penjaga tambang bernama Gole yang senang menghukum anak-anak jika terlambat dan hasil galian kurang.
Tidak ada yang peduli pada Tamir dan anak-anak tambang, kecuali Baz, mandor tambang. Anaknya, Rupi, yang ditahan Vled membuat Baz tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada yang bisa, kalau bukan berani, keluar dari Harlok. Satu-satunya cara hanya dengan memakai mobil, tetapi itu pun tidak mudah. Sebab, ada singa kabut peliharaan Vled dan dua jembatan—yang menghubungkan tambang dengan hutan dan hutan kabut dengan dunia luar—yang harus dilewati.
Tamir yang sadar bahwa ia dan teman-temannya diculik dan dimanfaatkan oleh Vled terus mencari cara untuk bisa keluar dari tambang Harlok. Satu masalah terjadi selepas hari inspeksi dan membuat Vled marah besar hingga menahan Rupi. Bersama Baz dan anak-anak tambang, Tamir berusaha menyelamatkan Rupi yang dikurung di ceruk hukuman dan keluar dari Harlok. Namun, Vled yang mengetahui rencana mereka tidak tinggal diam dan terus menghalangi agar tidak ada yang bisa keluar. Berhasilkah Tamir dan teman-temannya keluar dari Harlok dan kembali ke rumah?
Perlawanan Tamir bersama teman-temannya untuk bisa keluar dari Harlok menjadi bagian yang paling menarik dalam novel anak ini. Cara anak-anak tambang saling membantu satu sama lain dalam memenuhi target hasil galian agar terlepas dari hukuman pun merupakan bentuk perlawanan kecil yang menyentuh. Perlawanan kecil lainnya bisa kita lihat saat hari inspeksi di mana Tamir berusaha memberi tahu inspektur yang mewawancara tentang perlakuan buruk yang dilakukan Vled terhadap anak-anak tambang. Perlawanan-perlawanan itu cukup berarti meskipun kecil dan tidak melulu berhasil.
Penyisipan Isu dan Pendidikan Karakter Lewat Para Tokoh yang Menginspirasi Selain berbagai bentuk perlawanan kecil yang menginspirasi tersebut, Kereta Malam Menuju Harlok juga dilengkapi isu-isu umum yang bisa melatih cara berpikir anak sekaligus contoh nyata dalam membentuk karakter anak ke arah yang baik, serta pendidikan karakter anak lewat para tokohnya. Isu-isu yang diangkat pun dekat dengan sekitar, masih relevan dengan keadaan saat ini, dan boleh jadi pernah kita alami. Maya memang tidak berfokus pada penyelesaian isu yang melingkupi kejahatan yang dilakukan tokoh Vled, tetapi isu-isu itu menjadi satu faktor penting yang membuat novel ini lebih hidup.
Kita dapat melihat dan menangkap secara gamblang kerja rodi yang dilakukan terhadap anak-anak di bawah umur—yang diperas tenaganya untuk menghasilkan berkilo-kilo batu seruni, penipuan dan pertambangan ilegal yang ditutupi oleh pemerintah kota, korupsi uang sumbangan dari donatur, perlakuan tidak adil antara anak dengan fisik sempurna dan tidak sempurna, ketidakadilan dalam menerapkan hukuman, penebangan hutan liar yang menyebabkan longsor, dan relasi kuasa antara bos dan bawahan. Semua isu disampaikan melalui narasi pun dialog dengan sepatutnya sehingga tidak terkesan seperti tempelan saja.
Beragam karakter dalam kisah Tamir mampu menginspirasi dan memotivasi, baik bagi pembaca anak-anak maupun pembaca dewasa seperti saya. Kita dapat belajar banyak dari Vled, karakter paling jahat dengan segala keburukannya, dan Gole, penjaga tambang yang sok berkuasa. Lain lagi dengan Tamir dan anak-anak tambang. Keistimewaan yang didapat Tamir—sebagai anak dengan fisik tidak sempurna amat berbeda dan tidak seperti pada umumnya—menyadarkan saya bahwa tidak semua yang istimewa itu benar-benar istimewa. Kadang keistimewaan bisa menjadi penderitaan.
Tokoh Tamir memperlihatkan bahwa kekurangan bukan sebuah penghalang dalam melakukan segala hal. Lewat Tamir pula kita bisa ikut merasakan kesulitan yang dialami orang dengan fisik tidak sempurna dan tidak punya keluarga. Bagi saya, keberanian dan ucapan Tamir seperti pemantik bagi anak-anak tambang lain untuk turut berani dan melawan Vled, maka tidaklah salah kalau saya menyebutnya sebagai penyelamat. Sebab, tanpa kehadiran Tamir boleh jadi mereka masih terkurung dan hidup dalam ketakutan.
Karakter lain yang tidak kalah menarik dan menginspirasi bisa kita lihat pada tokoh anak-anak tambang dan Baz. Anak-anak tambang memiliki karakter yang berlawanan dengan Tamir dan menggambarkan anak-anak yang tidak mampu melawan karena tidak memiliki kuasa. Namun, mereka menunjukkan cara bertahan hidup dan saling membantu di tengah kesulitan. Pasrah, tetapi tidak menyerah di dalam keputusasaan. Menginspirasi sekaligus memotivasi pembaca untuk tetap bertahan saat menghadapi kesulitan hidup.
Baz layaknya pelindung bagi pekerja tambang. Ia tetap peduli pada mereka sekalipun bekerja di bawah perintah Vled dan tidak punya kebebasan dalam berbuat sesuatu. Petualangan Tamir di Harlok memberikan banyak inspirasi dan motivasi untuk berani melawan jika menjadi korban penindasan, serta tidak berhenti berusaha untuk keluar dari penderitaan. Di sisi lain memuat gambaran perihal pendidikan karakter untuk anak, baik secara implisit maupun eksplisit.
Kereta Malam Menuju Harlok bukan novel anak yang sekadar menghibur dengan menghadirkan petualangan saja. Melalui buku ini Maya sepertinya sengaja menyisipkan cukup banyak isu yang bisa menjadi bahan diskusi sekaligus memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Hal ini tidak hanya tampak jelas dari isu-isu yang hampir ada dalam seluruh bab, tetapi juga sindiran di satu-dua bagian. Berbagi pandangan boleh dibilang salah satu hal penting dalam upaya membangun karakter anak dan Maya berhasil menyampaikannya dengan apik.
i enjoyed the book so much that i read it all in one sitting. mungkin karna ceritanya ringan dan kalimat yang di pake juga bagus bgt bikin alur ceritanya seru untuk lanjutin setiap halamannya.
singkatnya semua ini bermula dari panti asuhan yang memberi rumah untuk anak anak cacat, dan tamir salah satunya. kaki tamir buntung, jadi dia cuman bisa jalan dengan satu kakinya. dan suatu malam tamir di jemput kereta malam dari balik awan, lalu di turunkan di harlok. disitu tamir di jemput seorang pria yang ternyata kehidupannya disana juga gak kalah menyedihkan dari pada di kulila ( tempat panti asuhannya dulu ) malah di harlok dia harus ikut kerja paksa bersama anak anak lain yang juga sudah disana bertahun tahun. dengan kerja paksa seperti itu banyak di antara mereka yang mau kabur, dan tamir salah satunya.
untuk 144 halaman buku ini ku rasa porsinya udah pas dengan konflik yang terus berkembang dan point plusnya buku ini adalah banyak bgt pesan moralnya yang bisa di ambil kaya pentingnya rasa bersyukur, rasa kemanusian dan yg pentingnya punya rasa empati terhadap satu sama lain. terus perihal disabilitas dan konflik eksploitasi anak yang di gunakan di buku ini juga wajib di apresiasi, karna gak semua buku bisa menarasikan isu dan mengangkat tema seperti ini.
and lastly, when I have kids I'll probably introduce them to this book. karna yang seperti aku jelasin tadi, buku ini bnyk bgt pesan moralnya dan gak bikin bosen buat baca disetiap halamannya. karakter kaya tamir ini cukup memotivasi pembacanya, baik itu pembaca anak anak atau seperti aku ini. walaupun ini buku anak anak gak menutup kemungkinan untuk kita yang dewasa ini untuk baca juga buku seperti ini karna menurutku dari segi tema, isu, konflik, pesan moral dan penyelesainnya cerita pun di narasikan dengan sangat baik, jadi "inti" dari buku ini bisa tersampaikan dengan baik untuk pembacanya.
Judul Buku : Kereta Malam Menuju Harlok (Juara II Kompetisi Menulis Indiva 2019 Kategori Novel Anak) Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari GF Maya Lestari GF Penerbit : Indiva Media Kreasi Cetakan Pertama : Januari 2021 Halaman : 144 hlmn ISBN : 978-623-253-017-1 Harga : Rp45.000,-
Pernahkah dada kita sesak, saat malam takbiran hari raya Idul Fitri, tidak bisa berkumpul dengan keluarga tercinta? Percayalah, ada yang lebih tragis. Inilah yang dialami Tamir, tokoh utama dalam novel anak berjudul Kereta Malam Menuju Harlok (2021) ini. Bayangkan, sudah 11 tahun usianya, belum pernah bertemu ayah dan ibunya. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan Kulila, tempat menampung anak-anak cacat. Tamir hanya memiliki satu kaki. Ia tinggal di Kulila bersama 9 anak cacat lainnya.
Kesedihan itu semakin mendalam, tepat pada saat malam takbiran, Amang si pengasuh terakhir Kulila, kabur. Tamir dan anak-anak Kulila semakin gamang. Kini mereka benar-benar menjadi anak-anak terlantar. Tidak memiliki orang tua, tidak memiliki keluarga, dan kini ditinggal kabur petugas panti.
Namun Tamir masih memiliki satu hal yang berharga: BUKU. Ia mengambil buku cerita bergambar kesayangannya berjudul “Kereta Malam”. Buku itu pemberian seorang donatur. Semakin malam, Tamir tenggelam dalam cerita dan imaji.
“Kereta langit menuju selatan. Menjemput anak-anak yang tersesat jalan. Serta semua orang yang ditinggalkan. Tuut … tuuut …! Dengarkan suaranya. Tunggulah kedatangannya. Kereta langit menuju selatan. Tempat semua anak mewujudkan impian.”
Tiba-tiba Tamir mengalami kejadian aneh. Mendung bergulung di langit, suara petir, suara hujan, dan suara roda kereta. Air tumpah dari langit menghantam tubuh Tamir. Kepala Tamir terantuk sesuatu. Ia hilang kesadaran.
Saat terbangun, Tamir telah berada di dalam kereta yang akan membawanya ke Harlok, satu dari sekian banyak kota di langit. Tamir masih bingung. Apakah ini mimpi atau nyata? Tapi rasa sakit akibat benturan yang ia alami sangat nyata. Muncul petugas tiket. Ia menyobek lembaran bukunya. Sehelai tiket melambai ke udara. Sampai di sini, saya teringat sesuatu. Seperti pernah melihat adegan serupa. Ada seorang anak yang dijemput kereta aneh kemudian muncul petugas tiket dan menanyakan tiket. Aha, saya baru ingat, adegan itu ada di film The Polar Express (2004).
Film ini bertema petualangan yang mengisahkan tentang bocah laki-laki yang meragukan keberadaan Sinterklas. Tiba-tiba ia mengalami petualangan magis. Lokomotif uap berhenti di depan rumahnya. Seorang petugas muncul dan menginformasikan kereta ini sedang perjalanan ke Kutub Utara. Meski sempat ragu, anak tersebut kemudian memutuskan untuk ikut naik kereta. Anak laki-laki itu mengalami berbagai petualangan magis dan mempesona bersama kereta The Polar Express.
Entahlah, kereta api sepertinya menjadi pilihan beberapa penulis untuk mengobati rasa rindu, nostalgia, penasaran, ketakutan, kesedihan, dan rasa ingin tahu seorang anak. Kita bisa melihatnya juga dalam buku The Railway Children, Anak-anak Kereta Api karya E. Nesbit (Gramedia, 1991). Buku ini berkisah tiga anak yang awalnya hidup berkecukupan. Namun setelah kepergian ayah mereka yang entah ke mana, kehidupan mereka berubah drastis. Hidupnya lebih sederhana dan banyak berhemat. Mereka pun harus pindah ke desa terpencil bersama Ibu mereka. Kini mereka sulit mendapatkan makanan enak dan mewah, apalagi perapian yang senantiasa hangat dengan batubara melimpah. Bahkan untuk sekedar minum teh sore sambil makan kue, baru bisa dinikmati setelah Ibu mereka berhasil mendapat honor dari hasil menulis cerita anak.
Beruntunglah rumah mereka saat itu berdekatan dengan rel kereta api dan stasiun. Setiap hari mereka bisa menghabiskan waktu di sana. Berkenalan dengan kepala stasiun, portir, bahkan dengan seorang penumpang kereta baik hati yang mereka panggil Pak Tua. Banyak kebaikan dan pertolongan yang mereka lakukan pada keseharian di sana. Saat mereka bosan bermain di rel kereta api, mereka bermain di sekitar sungai. Tapi justru dimarahi tukang perahu. Meski begitu mereka tetap menolong tukang perahu saat kesusahan. Mereka memang suka menolong. Bahkan mereka mendapat kehormatan serta hadiah dari kepala stasiun karena berhasil menolong para penumpang kereta api dari kecelakaan longsor. Meski kisah yang sederhana, buku ini sangat menarik bagi anak-anak karena mengajarkan bagaimana harus berbuat baik dan menolong orang dengan ketulusan lewat sebuah cerita. Cerita anak yang khas dengan kepolosan anak-anak. Jika kita ingin mengetahui lebih banyak cerita inspiratif dari berbagai negara, bisa membaca buku Anak-Anak Sejagat, Seri Hastakarya Anak-Anak (Tira Pustaka, 1984). Buku ini memuat tiga puluh cerita dari tiga puluh negara di dunia. Mulai dari Amerika, Argentina, Australia, Yunani, India, Inggris, Jepang, Italia, Rusia, hingga Indonesia. Uniknya lagi, ilustrasi setiap cerita dibuat oleh seniman negara asal cerita atau telah akrab dengan kebudayaan negara pengarang. Sehingga kita bisa merasakan nuansa yang berbeda dari setiap cerita yang disajikan beserta ilustrasinya. Buku ini bukan hanya banyak memberi inspirasi dan motivasi dari sudut pandang yang berbeda di setiap negara asal. Tapi kita juga bisa mendapat kekayaan cerita dan budaya dari tiga puluh negara yang berbeda dalam satu buku. Tentu, dengan keunikan ini kita akan mendapatkan sesuatu yang istimewa.
Kita kembali ke kisah Tamir. Kini ia telah sampai di tambang bernama Harlok. Salah satu tambang di kota langit. Tamir dipaksa bekerja sebagai penggali tambang batu seruni, bersama anak-anak lainnya. Ia sangat menderita dan sengsara. Tamir ingin kembali ke Kulila, tapi tidak bisa. Untuk apa batu seruni ini? Batu seruni termasuk batu langka yang digunakan untuk membuat mata uang di langit.
“Di bumi kita bisa menulis sejumlah seratus ribu di sehelai kertas, meskipun harga kertas itu tidak sampai seribu rupiah, tapi di sini tidak bisa. Hanya yang berharga yang dijadikan mata uang. Apa menurutmu orang-orang langit mau menukarkan sepuluh sapi mereka dengan kertas buram bertuliskan angka seratus juta? Mereka tidak bodoh. Orang-orang bumi yang bodoh. Orang bumi seperti kau” kata Mo memberikan penjelasan kepada Tamir, betapa bedanya uang orang bumi dan orang langit.
Di sini, Tamir juga bertemu Vled yang jahat dan beberapa orang kasar lainnya. Tapi Tamir juga bertemu Baz yang baik hati. Ia selalu datang memberikan pertolongan saat Tamir dalam kondisi terdesak. “kita sama-sama sengsara, karena itu kita saling membantu. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri, keadaan akan bertambah sulit.” (hlm. 97)
Tamir juga bertemu singa kabut yang sangat ditakuti semua orang. Tapi Tamir merasa sangat mengenal singa kabut itu, mirip seperti Tamir. Sebelah matanya buta. Ia juga hanya memandang dunia ini dengan satu mata. Satu mata untuk melihat segalanya. Kita sama, hati Tamir berbisik. Apakah kau juga sendirian seperti aku? Apakah kau terlantar seperti aku? Apakah kau juga tidak punya ayah dan ibu?.
Di akhir cerita, singa kabut inilah yang akan menyelamatkan Tamir, Baz, dan Rupi melarikan diri dari tambang Harlok. Baz pernah bilang, kalau ia bebas, ia akan mengantarkan semua anak tambang ke Departemen Anak Terlantar, dan mengembalikan Tamir ke Kulila. Lalu Baz akan menjadi bapak asuh Kulila.
Tamir terbangun dan tiba-tiba sudah berada di Kulila, panti asuhan kesayangannya. Tamir masih bingung. Apakah yang ia alami baru saja hanya mimpi atau nyata? Tapi luka-luka yang ia alami sangat nyata. Ia menjauhi cermin. Kakinya menginjak buku Kereta Malam. Ia ingat, membaca buku itu sebelum tidur. Pasti gara-ara buku itu ia mendapat mimpi aneh. Tapi dari mana luka-luka yang ia alami ini?
Ia semakin terkejut saat muncul seorang laki-laki dan anak perempuan yang memperkenalkan diri sebagai ketua Yayasan Kulila yang baru. Ia bernama Pak Basuki. Perawakannya sangat mirip dengan Pak Baz yang selalu menolongnya di Tambang Harlok. Dan anak perempuan itu sangat mirip dengan Rupi. Apa mimpi itu nyata? Apa itu hanya mimpi dan semua yang terjadi pagi ini hanya kebetulan?
Novel ini berakhir bahagia. Kulila kini sudah memiliki pengurus lagi. Semua anak-anak panti asuhan merayakan hari raya Idul Fitri dengan sangat gembira. Mereka pun bisa sepuasnya makan opor ayam. Menu makanan yang selalu nantikan saat hari raya.
Secara umum, novel anak karya Maya Lestari GF ini memenuhi syarat sebagai cerita petualangan hero (kepahlawanan). Bermula dari anak biasa (Tamir si anak panti asuhan), berada dalam keadaan yang tidak diduga (masuk kereta malam), si tokoh harus menempuh perjalanan sulit (bekerja di tambang Harlok), tokoh memiliki mentor yang menemani (Pak Baz), tokoh memiliki keistimewaan (pemberani dan bisa menaklukkan singa kabut), tokoh memiliki musuh utama (Vled), tokoh berhasil menaklukkan musuhnya dan menjadi hero (Tamir mengalahkan Vled dan berhasil menyelamatkan Baz dan Rupi). Gaya bercerita, plot, dan imajinasi yang ditawarkan penulis sungguh pas untuk anak-anak. Memanjakan imajinasi dan bahasa anak.
loveeeee it! seruuu dan sedih jadi satu 🥺 ini ceritanya ngingetin aku sama trilogy the maze runner?!?! padahal beda jauh..tapi vibeeenya sama (menurut aku yahhh ^-^)
Kereta Malam Menuju Harlok dan Perjalanan Mengasah Kecerdasan Literasi
“Ada sebuah cerita tentang kereta yang khusus menjemput anak-anak yatim piatu di seluruh dunia. Kereta itu datang tidak terduga, menembus kabut gelap, mengambil energi dari gemuruh guntur dan cahaya kilat. Langit yang luas adalah batas perjalanannya. Harapan yang diterbangkan angin adalah awal perjalanannya.”
Tuut… Tuut…! Kereta itu mendekati Kulila, sebuah panti khusus anak difabel, yang penghuninya sedang bersedih karena pengasuh terakhirnya kabur, tepat pada malam takbiran. Kereta itu menjemput Tamir, salah satu dari sembilan anak panti Kulila yang masih terjaga dan membawanya ke Harlok, salah satu kota di langit.
Tamir menambah deretan anak-anak yang dipaksa bekerja sebagai penggali tambang batu seruni. Semua terasa bagaikan mimpi. Sesulit apapun kehidupan di Kulila, masih lebih sulit lagi hidup sebagai anak tambang di kota antah berantah di langit. Apakah Tamir mampu melewati penderitaan demi penderitaan yang menghampirinya dan melepaskan diri dari cengkeraman Vled, sang penguasa tambang? Apakah ada cara kembali ke Kulila untuk menikmati ubi rebus sambil menghidu aroma opor tetangga di hari raya Idul Fitri?
Saya memberi rating 4 bintang di Goodreads untuk Novel yang menjadi Juara II Kompetisi Menulis Indiva 2019 kategori Novel Anak ini. Indikator saya memberi empat bintang biasanya karena segala unsur pembangun novel dapat terpenuhi dengan baik sehingga membentuk jalinan cerita yang padu.
Novel yang menyasar untuk anak usia sekolah dasar ini, struktur ceritanya sedikit lebih kompleks, dimulai dari pembukaan, penjabaran beberapa konflik dan diakhiri penyelesaian. Alur yang digunakan adalah alur maju, sehingga memberi kesan logis pada anak. Diksinya efektif dan mudah dipahami. Tampaknya pengarang sangat cakap memadukan hal-hal tersebut dengan rapi.
KEUNGGULAN-KEUNGGULAN
Dari segi tema, novel ini mengambil tema yang sudah umum untuk novel anak, yaitu petualangan. Namun, pengarang menjadikannya unik karena latar yang digunakan. Pengarang mendeskripsikan latar tambang Harlok dengan apik. Dan itu yang tampak menonjol dari novel ini. Tokoh utama yang memiliki kepribadian kuat juga menjadi nilai plus. Dilengkapi pula dengan ilustrasi yang memukau, membantu anak memvisualkan imajinasinya.
Nilai plus yang lain, adalah amanat-amanat yang tersampaikan melalui cerita secara halus, jadi tak ada kesan menggurui. Taburan amanat penuh inspirasi tersebut antara lain:
1. Menumbuhkan rasa kepedulian, saling menolong dan kebersamaan. Hal ini dapat dilihat dari interaksi Tamir, Badur, Mo dan anak-anak tambang lainnya. Ketika batu seruni yang dihasilkan Tamir kurang, anak-anak lainnya rela berbagi demi mencukupi jumlah timbangan yang diwajibkan. Tersurat dalam salah satu dialognya, “Kita sama-sama sengsara, karena itu kita saling membantu. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri, keadaan akan bertambah sulit.” (halaman 97)
2. Memupuk semangat kerja keras dan teguh pendirian. Ini tercermin dari sikap Tamir yang berusaha sekuat tenaga mencari cara untuk melepaskan diri dari belenggu Vled, sang penguasa tambang yang otoriter. Ia pantang menyerah untuk bisa kembali ke Kulila. Ketika hari wawancara dengan Inspektur Jal, Tamir dengan cerdas memberi isyarat yang tersirat halus lewat gerak-geriknya. Meskipun ia sedikit takut, tetapi hatinya mengatakan harus melakukan usaha itu. Ia memanfaatkan kesempatan dengan cermat.
3. Mengembangkan rasa empati. Ini tampak dari adegan filmis ketika Tamir bertemu dengan singa kabut. Adanya ‘kontak batin’ bahwa mereka sama dalam beberapa hal. Masing-masing memiliki ‘radar’ untuk membaca penderitaan dan memahaminya. Seakan-akan, satu pihak bisa merasakan apa yang dirasakan pihak lainnya.
Sebagai pembaca, anak akan turut larut merasakan apa yang dirasakan tokohnya. Sebenarnya, dari ilustrasinya sendiri, jika dicermati sudah menghadirkan empati. Ada banyak tokoh novel anak, yang biasanya memiliki fisik sempurna. Tamir digambarkan sebagai anak yatim piatu yang hanya memiliki satu kaki. Jujur, saya sendiri sebenarnya membeli buku ini karena melihat ilustrasi sampulnya. Dalam benak saya langsung terbayang, bagaimana tokoh anak dengan satu kaki melewati hari-harinya. Adegan-adegan ketika Tamir berjalan tertatih-tatih, sungguh membuat hati trenyuh.
4. Mendorong motivasi gemar membaca. Digambarkan tokoh Tamir memiliki kebiasaan membaca. Membaca membantunya mengalihkan kesedihan ketika ditinggalkan pengasuh terakhir Kulila. Membaca memberinya harapan dan semangat.
Ketika membaca novel, anak akan mengidentifikasi dirinya sebagai tokoh. Maka karakter tokoh memegang peranan penting dalam menghadirkan pengaruh itu. Dan novel ini berhasil menyajikan tokoh dengan karakter yang kuat dan khas.
LITERASI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER ANAK
Tentang kegemaran membaca ini, saya ingin menggarisbawahi. Sekaligus sebagai bentuk keprihatinan saya ketika menyimak arus informasi di internet yang makin hari kian tak terbendung. Sebagai orang dewasa, seharusnya kita mampu memberi teladan bijak untuk memilah-milah, sehingga anak memiliki daya saring atas informasi-informasi yang ada.
Secara sederhana, literasi dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis, berbicara dan berhitung. Namun, pengertian literasi selalu meluas mengikuti perkembangan zaman. Literasi juga bisa berarti kemampuan memahami informasi, teknologi dan media.
Generasi digital akrab dengan sajian gadget setiap hari dengan berbagai macam aplikasi dan muatannya. Menghindarinya sama sekali jelas tidak mungkin. Teknologi terus berkembang, yang tidak bisa mengikutinya akan tergilas pelan-pelan. Teknologi bagai dua sisi mata uang. Jika semua asupan informasi dan teknologi ditelan mentah-mentah, lama-lama akan menggerus perilaku natural anak.
Novel anak merupakan alternatif solusi untuk membantu mengembangkan karakter anak. Membaca novel menghadirkan theater of mind, yang akan menetap di pikiran lebih lama dibandingkan menyimak tontonan audio visual. Tokoh dengan karakter yang kuat, secara tidak langsung akan menjadi role model anak dalam berperilaku. Terutama dalam ranah kecerdasan kognitif.
Ketika anak membaca cerita dengan fokus, sejumlah informasi akan ditangkap oleh indranya. Kemudian terjadi beberapa proses di alam berpikirnya, meliputi mengingat, menganalisis, memahami, menilai dan menalar sesuatu. Jika proses itu berkesinambungan, ia akan terbiasa menangkap gagasan dengan imajinasi dan emosinya. Dari situ, ia akan belajar memilah berbagai hal dan cara mengambil keputusan. Kemampuan berbahasa pun akan meningkat karena terbiasa dengan banyak kosakata. Sehingga akan meningkatkan komunikasi efektif. Pada akhirnya, ia akan mengimplementasikan nilai-nilai itu dalam bersikap dan berperilaku setiap hari. Ujung tombaknya adalah, tumbuh pribadi unik nan khas dengan visi baik yang akan terus meresap dan dibawa di sepanjang hidupnya.
Mengenai pencapaian visi mulia itu, maka dibutuhkan banyak pengarang novel anak yang peduli dengan nilai-nilai itu. Pengarang novel ini, Maya Lestari Gf dengan latar belakangnya sebagai pegiat literasi dan praktisi pendidikan mandiri (homeschooling) adalah aset dalam dunia literasi. Ia juga menjadi salah satu penggagas berdirinya Selingkar (Sekolah Literasi Sayang Keluarga), sebuah lembaga yang bergerak di bidang literasi, khususnya literasi anak, yang fokus pada pengembangan karakter. Selingkar fokus menyediakan bahan-bahan pengajaran yang membangkitkan kreativitas.
Kolaborasi yang sangat pas dengan Penerbit Indiva Media Kreasi yang jika diperhatikan, buku-buku terbitannya memang menyasar untuk pembentukan karakter. Penerbit dengan tagline Sahabat Keluarga ini konsisten dengan visinya sejak berdiri dan menghadirkan buku-buku yang memberi inspirasi dan motivasi.
CATATAN KEKURANGAN
Di antara segala kelebihan yang diusung, ada beberapa kekurangan dalam novel ini yang bersifat redaksional. Nobody is perfect. Maka karya yang dihasilkan manusia pun tak ada yang sempurna, menyisakan celah untuk dikritisi. Ada beberapa kekurangan yang bisa digunakan sebagai catatan membangun jika nanti novel ini cetak ulang, sebagai berikut:
1. Ada 3 kalimat yang tercetak tanpa spasi, yaitu di halaman 35 (paragraf kelima), 37 (paragraf kedua) dan 38 (paragraf keenam). Ini sedikit mengurangi keasyikan membaca.
2. Ada dua kali salah ketik nama. Yang pertama di halaman 64 yang menyebutkan, “Tidak. Dia bekerja jadi pengasuh Sora, anak Baz.” Mungkin maksudnya Sora ini adalah anak Vled, bukan anak Baz. Karena di paragraf sebelumnya tercantum nama anak Baz adalah Rupi. Dan itu terjawab di halaman 101 paragraf kedua dalam dialog, “Dia jadi pengasuh anak Vled.” Selanjutnya, saat adegan melarikan diri di halaman 130 yang menyebutkan, “Tangkap mereka!” Seru Baz. Mungkin maksudnya adalah, “Tangkap mereka!” Seru Vled. Karena yang menjadi bos dan memiliki kuasa untuk memerintah saat itu adalah Vled. Kesalahan penulisan nama ini akan memengaruhi persepsi dan membingungkan logika.
Kesalahan-kesalahan seperti itu, seharusnya bisa diminimalkan oleh peran editor. Di samping kekurangan-kekurangan tersebut, tak menampikkan bahwa novel ini sangat layak dibaca, dikoleksi dan diapresiasi.
LITERASI MENGASAH KECERDASAN ANAK
Pondasi dasar pendidikan karakter anak, selama ini dipercaya terbagi ke dalam tiga lembaga, yakni keluarga, sekolah dan komunitas. Maka buku bisa melebur ke dalam tiga ranah itu. Jika keluarga membiasakan membaca sejak usia dini, lalu sekolah menyediakan koleksi buku di perpustakaan yang memadai dan komunitas terus menggalakkan semangat berliterasi, maka efektivitas pembelajaran pun akan maksimal.
Jika buku-buku non fiksi seperti buku pelajaran, akan membantu mengolah logika berpikir, maka buku fiksi seperti novel anak akan membantu mengolah rasa dan menutrisi hati. Keduanya saling melengkapi. Ketika keduanya sama-sama diperhatikan, harapannya, intelegensi dan emosi anak akan dapat berkembang secara proporsional. Sehingga anak tumbuh dengan kepribadian yang khas dan kuat, dengan kemampuan literasi yang baik. Ketika anak memiliki kecerdasan literasi, ia telah menguasai ‘alat’ untuk memilah segala bentuk informasi yang akan menghindarkannya dari pengaruh negatif teknologi dan media.
Judul Buku : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari Gf Penerbit : Indiva Media Kreasi Ukuran : 14 x 20 cm Tebal : 144 hlm Terbit : Januari 2021 ISBN : 978-623-253-017-1 Harga : Rp45.000,-
Judul buku : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari Gf Penerbit : Indiva Media Kreasi Cetakan Pertama : Januari 2021 Halaman : 144 halaman ISBN : 978-623-253-017-1 Harga : 45.000
Kereta Malam Menuju Harlok: Kota Misterius di Langit dan Bocah-Bocah Penambang Batu Seruni
Harlok. Nama yang unik dan menarik. Judul di novel anak karya Maya Lestari Gf ini, juga langsung mengingatkan saya pada dunia fantasi dan film Harry Potter, yang sama-sama menjadikan kereta api uap sebagai kendaraan menuju dunia fantasi itu sendiri. Menariknya lagi, di kover novelnya ada gambar bocah laki-laki yang sedang berdiri dengan menggunakan tongkat karena kaki kanannya buntung. Saya jadi semakin penasaran dengan ceritanya, dan rasa penasaran itu akhirnya terjawab saat saya mulai membaca.
Seperti yang sudah tertulis di blurb, Kereta Malam Menuju Harlok berkisah tentang Tamir yang mengalami kejadian aneh. Ia adalah salah satu anak yang tinggal di Kulila, yaitu panti asuhan khusus anak cacat. Jam 9 malam saat langit mendung, sebuah kereta datang dari balik awan dan membawa Tamir menuju Harlok. Di sana ia dipaksa bekerja sebagai penambang batu seruni, seperti anak-anak lain yang tinggal duluan di kota misterius itu. Sejak tinggal di Harlok, Tamir mengalami banyak penderitaan. Ia dan semua anak tambang diharuskan mengumpulkan batu seruni dalam jumlah yang banyak. Mereka juga harus patuh kepada Vled, si pemilik tambang yang kejam dan licik. Jika tidak, maka hukuman beratlah yang akan mereka dapatkan. Penderitaan yang Tamir alami tentu sangat menyiksa. Namun, dari kesulitan inilah sebuah pesan bisa saya petik. Bahwa dalam kondisi kurang beruntung sekalipun, semestinya manusia tetap bersyukur. Ya, karena sejatinya dalam kesusahan yang manusia hadapi, pasti ada kenikmatan yang Allah beri. Pesan itu tersampaikan dengan baik dan begitu menyentuh hati saya saat membaca bagian ....
”Memang tidak enak di Kulila, tapi lebih tidak enak lagi di sini. Di Kulila, setidaknya ia merdeka, di sini ia menderita. Setiap hari harus bekerja di gua tambang, mencari keping demi keping batu seruni. Ia bahkan tidak bisa disebut bekerja di situ, karena ia tidak digaji.
Di Kulila ia boleh mengamen. Dari menyanyi di jalan, ia bisa mendapatkan uang. Dengan uang itu ia bisa membeli pakaian dan buku bekas. Di sini, bahkan sebuah buku pun tidak ada.
Tamir ingat, sore sebelum Kereta Malam itu datang, ia mencium aroma opor ayam lebaran dari rumah Siti. Sebelum tidur, ia mendengar orang menggemakan takbir.
Malam lebaran, pikir Tamir. Mengapa Kereta Malam itu datang di malam lebaran? Mengapa kereta itu menculiknya, di saat seharusnya ia bahagia hari raya tiba.” (halaman 87)
Kembali ke cerita. Di Harlok, Tamir berteman baik dengan Mo, Badur, dan Redu. Meskipun awalnya Mo bersikap dingin pada bocah itu, bahkan seperti tidak menyukai kehadirannya. Tapi Tamir tak sakit hati. Setiap kali Mo menolongnya, bocah itu pun selalu berterima kasih. Lambat laun Tamir juga mengerti bahwa sikap dingin Mo bukan karena ia tidak menyukai Tamir, melainkan supaya Tamir tahu kalau kehidupan mereka di Harlok sangatlah keras. Jadi mereka tidak boleh cengeng. Mo kasihan pada Tamir, tapi ia tidak bisa menolong bocah itu ataupun anak tambang lainnya, bahkan dirinya sendiri, untuk keluar dari Harlok. Karena itulah Mo mengajari Tamir cara menambang, memaksanya menghabiskan makanan buatan Pod dan Dop yang menjijikkan dan rasanya tidak enak, agar Tamir terbiasa dengan tempat tinggalnya yang baru. Dari anak-anak tambang jugalah Tamir belajar sabar, saling menolong, dan peduli kepada orang lain. Kisah pun berlanjut. Suatu ketika Inspektur Jal melakukan inspeksi di kediaman Vled, yang ia sangka adalah panti asuhan terbaik di Harlok. Vled yang kejam. Ia berpura-pura baik dan menyayangi semua anak tambang. Tapi Tamir tak tinggal diam. Tanpa Vled sadari, bocah itu telah memberi tanda kepada Inspektur Jal bahwa Vled tak sebaik yang ia kira. Tamir bahkan tak kehilangan harapan, ia yakin bisa keluar dari kota menyeramkan itu kendati semuanya terasa mustahil. Sikap yang ramah, gigih, sabar, pantang menyerah, peduli dan suka menolong, adalah hal-hal yang saya rasa bisa anak-anak pelajari (mencontoh sikap baik Tamir) dari buku ini.
Lanjut lagi ke cerita. Tamir memang anak yang pemberani. Suatu hari ia dan anak-anak tambang lainnya mencoba kabur. Mereka dibantu oleh orang kepercayaan Vled yang baik hati, bernama Baz. Sebelum kabur, mereka membebaskan Rupi terlebih dahulu. Rupi adalah anak Baz yang sedang ditawan oleh Vled di ceruk hukuman yang ada di gua tambang. Setelah berhasil membawa keluar Rupi dari sana, Tamir, Baz, dan gadis kecil itu pun bergegas pergi. Tapi Vled dan Gole, memergoki ulah mereka yang ingin pergi meninggalkan Harlok. Akhirnya mereka berkejaran sampai memasuki hutan kabut, dan di sanalah seekor singa putih bermata satu muncul. Singa itu mendekati Tamir, tak lama kemudian terjadi sesuatu yang buruk. Jembatan yang mereka lalui patah dan terjadi hujan bah, usai tanah di sekitar mereka berguncang hebat.
Selain menyuguhkan hal yang menegangkan, novel ini juga memberikan sesuatu yang menghibur, lucu, dan imajinatif. Saya suka dengan nama-nama atau sebutan yang penulis pakai, seperti Kulila, Tamir, Harlok, Singa Kabut, lambungan, ceruk hukuman, batu seruni, Rupi, Spod, dan Gut. Juga Dop dan Pod, si kembar bertubuh gemuk sekaligus juru masak di Harlok. Sedangkan di panti asuhan Kulila, ada anak bernama Awab. Ia sulit mengucapkan huruf, di antaranya r dan f. Jadi ia menyebut foto sebagai boto, dan rambut sebagai wambut (halaman 6). Itu adalah bagian yang lucu ketika dibaca, sekaligus sesuatu yang membuat saya melihat jauh ke dalam diri saya sendiri. Lantas saya berpikir, saya yang secara fisik tak berkekurangan seperti Tamir dan Awab, tidak juga tinggal di panti asuhan, kenapa begitu mudahnya mengeluh? Benar-benar cerita yang menyentuh. Maka tak heran kalau novel ini menyabet gelar Juara 2 Kompetisi Menulis Novel Anak Indiva 2019, Seri Pendidikan Karakter untuk Anak.
Lihat juga bagaimana imajinatifnya paragraf ini, ada di halaman 22-23.
”Tamir memandang sekelilingnya. Matanya masih menyipit, menghalau cahaya yang begitu terang. Wuuuzzz...! Ia merasa lantai bergerak cepat ke bawah, lalu dalam beberapa detik melonjak ke atas. Dia mendekati mulutnya. Perutnya bergolak.
"Lambungan pertama." Sosok itu masih bicara.
Tamir mengusap-usap matanya. Penglihatannya mulai jelas. Ada belasan kursi kosong di kiri kanannya. Semuanya berwarna abu-abu, seperti awan kelabu. Jendela kaca dibuat memanjang sepanjang dinding. Tirainya bergoyang muram di setiap sisi jendela. Di luar hitam pekat.”
Lalu di akhir cerita, saya dibuat terkesan oleh adegan hangat yang Kak Maya tuliskan. Sehingga saya pun mengingat Kereta Malam Menuju Harlok sebagai novel yang asyik dan seru. Wah, anak-anak pasti akan menyukai cerita ini, terlebih jika ada yang mendongengkannya untuk mereka.
Eksploitasi Anak Terlantar dan Impian Sederhana Mereka
Judul Buku : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari GF Penerbit : Indiva Media Kreasi Tebal : 144 halaman ISBN : 978-623-253-017-1 Harga : Rp45.000,-
Mengangkat tema yang tidak mainstream, novel Kereta Malam Menuju Harlok mengajak kita beranjak dari kebiasaan menikmati sisi cerah dunia anak untuk menilik sisi paling suramnya. Bahwa sebenarnya, masih banyak anak yang tidak bahagia, tidak mendapatkan haknya, dan tidak ada yang peduli, seperti tokoh Tamir dan kawan-kawan. Mereka ditelantarkan orangtuanya dan tinggal di Kulila, sebuah panti asuhan. Namun sayangnya, Kulila juga tidak menjamin mereka bahagia. “Semenjak Amang resmi menjadi satu-satunya pegawai Kulila, anak-anak panti asuhan disuruh mengamen atau mengemis.” (hal. 17) Kutipan tersebut menghadirkan perenungan bahwa eksploitasi anak terpampang jelas di depan kita. Selama ini tindakan kita terhadap masalah itu adalah memberi uang, lalu meninggalkan mereka yang masih mengemis dan mengamen. Kita juga disuguhi luka demi luka yang dialami oleh Tamir dkk. Dimulai dari cerita mereka ditinggalkan orangtuanya serta satu-satunya pegawai Kulila, Amang. Hingga tidak ada lagi orang dewasa tempat mereka berlindung. Padahal impian Tamir dan kawan-kawannya sangat sederhana, yaitu memiliki keluarga. “Bagaimana rasanya bisa mencium tangan ayah dan ibu saat hari raya idul fitri?” (hal. 12) Sayangnya, impian sederhana itu seakan mustahil. Tidak ada yang mau mengadopsi mereka, sebab mereka semua cacat. Tamir hanya memiliki sebelah mata dan sebelah kaki, dan anak-anak lain tak jauh berbeda. Di tengah kesedihan itu, harapan datang sewaktu kereta malam membawa Tamir menuju Harlok. “Kereta itu bernama kereta malam. Kereta khusus anak telantar. Tugas kereta itu satu, mengantar si anak telantar ke rumahnya.” (hal. 26) Kereta merupakan simbol perjalanan adopsi yang memberikan harapan. Namun tidak semua adopsi berjalan sesuai impian, banyak pula yang membuat anak lebih sengsara, seperti yang dialami Tamir. Akibatnya Tamir bukan mendapat kehidupan layak, malah sebaliknya dijadikan pekerja tambang oleh orangtua angkatnya Vled. Tamir tidak sendiri, ada puluhan anak lain yang diadopsi Vled. Vled mendirikan panti asuhan sebagai kedok untuk memuluskan niat jahatnya Novel ini menggambarkan kembali kekejaman eksploitasi anak. Tokoh Vled yang mempekerjakan anak-anak demi merauk keuntungan untuk dirinya sendiri nyatanya ada banyak di kehidupan nyata. Ekploitasi anak di tambang, tidak hanya memaksa Tamir CS bekerja untuk menghasilkan batu seruni setiap hari. Akan tetapi, mereka juga mendapat siksaan. Mulai mendapat makanan yang tidak layak, sup bawang putih dan jamur, dan tentu saja mereka tidak lepas dari hukuman. “Anak yang batunya kurang akan tinggal di dalam gua tambang, sampai semua teman-temannya berhasil menebus dengan jumlah batu yang ditentukan.” (Hal. 86) Tamir mememiliki keinginan melawan. Sayangnya keluar dari area tambang tidaklah mudah. Vled memelihara singa kabut yang buas. Kesempatan emas mendapatkan bantuan hadir sewaktu Inspektur Jal dari Departemen Anak Telantar datang menginpeksi panti asuhan milik Vled. Tetapi, Vled telah mengancam anak-anak agar memberikan kesan baik dan bungkam mengenai tambang. Apalagi, Rupi, anak perempuan Baz, mandor yang baik hati, dikurung di ceruk tambang. Diam-diam, Tamir mengangkat tangannya, agar pegawai inpeksi melihat luka-luka di tangannya. Ide Tamir itu berhasil, hingga membuat pihak departemen meminta rekam ulang di lain hari. Sayangnya, ini membuat Vled marah besar. Rupi akan dikurung selama masalah ini belum selesai. “Sampai kapan kita akan berada di sini, Badur?” tanyanya. “Sampai mati.” “Lalu, mengapa tidak berjuang?” (hal. 125-126) Dialog yang sangat cerdas itu menjadi bukti. Setelah luka demi luka yang dihadirkan orang dewasa, anak-anak itu menjadi sosok tanggung yang mampu bangkit dari keterpurukan dan berani melawan ketidakadilan. Penulis novel ini benar-benar piawai mengajak pembaca melihat perkembangan karakter tokoh. Itulah yang dibutuhkan pembaca anak-anak yang sedang berkembang dan novel ini mampu menyajikannya. Menariknya lagi, keberanian Tamir untuk melawan mampu menggerakkan keberanian Baz, tokoh dewasa untuk melawan Vled. Peran Baz tidak dominan. Dia hanya sebagai peran pembantu. Peran utama yang menyelesaikan masalah tetaplah dipegang Tamir. Mereka mulai menyelamatkan Rupi di ceruk tambang. Namun dipergokki Vled. Sampai terjadilah kejar-kejaran mobil dan Vled memenangkannya. Di bagian ini, penulis mampu menciptakan ketegangan pada pembaca. Tokoh utama terpojok. Di saat itu, Tamir memencet tombol hingga pintu jembatan ke hutan kabut terbuka. Hutan tempat singa kabut tinggal. Ternyata singa kabut itu baik dan bersahabat dengan Tamir. Singa kabut bisa diartikan simbol ketakutan yang dimiliki anak-anak, khususnya Tamir. Ketika kita sudah berani bertemu dan bersahabat dengan ketakutan. Ketakutan itu bisa berubah menjadi kekuatan yang mengalahkan kejahatan, yaitu Vled. Novel ini berakhir bahagia. Tamir Kembali ke Kulila dan terkejut dengan kehadiran ketua Yayasan Kulila yang baru, Pak Basuki dan anak perempuannya. Kedua orang itu mirip Baz dan Rupi. Mimpi Tamir terwujud, dia memiliki bapak asuh. Anak-anak telantar seperti Tamir, mereka tidak butuh banyak orang, cukup satu orang yang peduli dan menjadi orangtua mereka. Tidak ada yang sempurna, novel ini juga memiliki sedikit kesalahan penulisan. Seperti kesalahan ketik dan jarak spasi yang terlalu jauh pada dialog di halaman 137. Namun itu masalah kecil yang tidak merusak keistimewaan novel ini. Novel ini sungguh berhasil mengangkat tema berat tentang eksploitasi anak dengan kemasan bahasa ringan khas anak-anak.
Biodata Peresensi: Zahratul Wahdati, bisa dihubungi di akun twitter @zahrawdt dan nomor telepon 089522760801.
Judul : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis: Maya Lestari GF Penerbit : Indiva Cetakan: Januari 2021 Tebal: 144 Halaman ISBN: 978-623-253-017-1 Peresensi : Hamsiah* Harga : 35.000,-
Setelah membaca buku ini saya ingin memberi ulasan dengan judul :Membentuk Karakter Anak Mandiri Lewat Karya Sastra
Buku adalah media terbaik untuk memperoleh informasi, mengetahui dunia, dan membentuk karakter. Lewat tulisan, seorang anak akan tampak berbeda satu sama lain, yang terbiasa dengan buku dengan anak bahkan tidak menyukai membaca buku. Dunia anak adalah dunia yang unik. Waktu terbaik sebagai orang tua untuk menanamkam pendidikan karakter. Anak yang tumbuh dengan didikan dan karekter yang baik. Kelak di masa depan tumbuh dan mampu berdiri secara mandiri, tingkat hidup, tingkat depresi, dan juga kualitas hidup akan lebih baik dibandingkan dengan anak yang lemah atau bahkan tidak mendapat pendidikan karakter baik sedari awal. Modern ini, dengan kemajuan teknologi, sudah tidak bisa ditolerir lagi, kehidupan ada di dalam genggaman—dalam gadget, di ujung anak jari—Informasi bertebaran di gawai, anak-anak bebas mengakses kapan dan di mana saja. Jika tidak dibiasakan, anak cenderung lebih suka menghabiskan waktunya di depan gawai berjam-jam. Ini kondisi yang sangat memprihatinkan jika tidak segera diatasi. Orang tua yang sibuk bekerja, alasan mengumpulkan materi demi tercukupi kebutuhan sang anak, agar anak bisa berkecukan hidupnya, dan tidak menderita. Alasan yang klasik sebenarnya, dan inilah yang paling banyak dilupakan oleh orang tua. Yakni menanamkan pendidikan karekter anak sejak usia dini. Banyak di luar sana, anak yang hidupnya berkecukupan. Namun, kekurangan kasih sayang dan perhatian orang tua. Biasanya, memiliki sifat yang lebih buruk dibandingkan dengan anak yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang baik dari kedua orang tuanya. Terlalu menyerahkan tanggungjawab pendidikan karakter anak ke sekolah. Padahal, tidak semudah itu. Peran orang tualah yang menjadi banteng utama dalam membentuk karakter anak. Buku Kereta Malam Menuju Harlok karya Maya Lestari GF yang diterbitkan oleh Indiva Media Kreasi ini merupakan buku pembentukan karakter. Menceritakan kisah Tamir si anak yang cacat yang tinggal di Panti Asuhan. Bersama teman-temannya yang lain. Cerita berlatarkan fantasi, anak diajak untuk berimajinasi dan berfikir kreatif. Imajinasi dimulai ketika, Tamir yang dijemput oleh kereta malam misterius bersama derasnya petir. Ia lalu dibawa ke suatu tempat yang jauh dari permukaan bumi. Dibawa menuju ke sebuah lokasi tambang dengan memperkerjakan anak-anak yang kesepian tidak memiliki orang tua. Mereka harus bekerja untuk seorang mandor yang namanya Vled. Vled adalah seorang penjahat yang tidak segan-segan menghukum anak-anak yang berani untuk kabur. Lalu, dimana pendidikan karekter itu didapat? Nah, Penulis, Maya Lestari GF dalam beberapa tulisannya selalu memiliki pola tersendiri. Dalam tulisan ini, pola yang diberikan adalah anak-anak diberikan masalah, lalu bagaimana masalah itu bisa dipecahkan atau diselesaikan. Masalah yang dihadapi tidak langsung menemui solusi, ini bertujuan agar anak mampu berfikir lebih kritis lagi untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika solusi pertama, tidak berhasil, maka anak diiring lewat cerita untuk menemukan solusi selanjutknya dalam mencari solusi agar masalah yang dihadapi bisa di selesaikan. Ini sebenarnya adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk anak-anak. Pelajaran yang sangat berharga sekali. Kelak karekter inilah yang dibutuhakn anak di kehidupan mendatang. Untuk mengahadp hidup yang real. Cerita tamir ini seru, meski mengandung bawang. Artinya latar yang diambil memang sedikit memberikan kesedihan, karena tokoh yang diangkat itu tadi. Anak panti asuhan khusus anak yang berkebutuhan khusus yang tidak memiliki keluarga lagi. Harus bertahan dan berjuan untuk bertahan hidup. Apalagi itu adalah malam lebaran. Yang identic dengan berkumpul bersama keluarga. Latar yang dipilih, penulis ingin menyampaikan dan memberikan gambaran kepada anak agar lebih bersimpati kepada teman-teman yang tidak seberuntung mereka. Ada diluar sana yang berjuang dengan gigih untuk bisa sekolah, untuk makan, dan untuk apapun itu. Disini, anak diajak melihat ke kondisi diluar zona nyaman, belajar bersimpati, belajar berjuang, belajar berani, dan belajar membuat strategi. Karakter gigih digambarkan lewat tokoh Tamir yang cacat harus bekerja mencari Seruni—semacam batuan mulia—dalam jumlah yang lebih banyak dari teman yang lain. Apa yang terjadi? Secara logika tidak mungkin Tamir bisa melakukan hal itu dengan kondisi seperti itu! Pada kodisi di atas, Tamir tetap gigih bekerja dan mengumpulkan batu Seruni, agar tidak kena hukuman, lalu teman dengan rasa simpati membantu Tamir, mereka yang kelebihan memberikan hasil pengerukan batu ke Tamir. Alhasil Tamir tidak mendapatkan hukuman. Lebih seru, di bagian Inspeksi halaman 103. Sosok Tamir mampu memberikan solusi dan membuat ide kreatif saat pemeriksaan oleh inspektorat—semua orang ingin terbebas dari Harlok dan ingin kembali—ia dengan sagat kreatif memberi tahu keadaan sebenarnya tanpa diketahui oleh Vled yang jahat. Buku ini juga memberikan gambaran kepada anak tentang kerjasama yang baik, dan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dengan kerjasamalah pekerjaan menjadi lebih mudah. Karena manusia adalah mahluk sosial, jadi manusia perlu menjalin hubungan dan kerjasama yang baik. Buku ini merupakan buku yang dikatakan sebuah buku yang asyik, tidak membosankan, apalagi dibumbui dengan latar fantasi. Lebih identik dengan kehidupan anak-anak yang masih menyukai dunia fantasi. Dikemas dengan Bahasa yang simple dan mudah dimengerti, menjadikan buku ini tidak membosankan. Dengan tokoh-tokoh yang unik dan imajinasi yang positif.
Identitas Buku Judul Asli : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari Gf Penerbit : Penerbit Indiva Media Kreasi Halaman : 144 Harga : Rp 45.000
Pada malam hari raya, petir datang menggelegar. Anak-anak panti Kulila dengan sedih melihat kepergian Amang, satu-satunya pegawai tetap yang mengurusi panti tempat anak-anak cacat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Amang bahkan tidak pamit. Malam itu, gelegak sungai terdengar menyeramkan. Anak-anak panti harus tidur sembari berharap air bah tidak datang. Dan satu dari anak-anak itu adalah Tamir. Tamir hanya punya satu kaki. Untuk menenangkan hati, Tamir membaca bukunya. Kereta langit menuju selatan. Menjemput anak-anak yang tersesat jalan. Serta semua orang yang ditinggalkan. Tuut… tuut…! Dengarlah semuanya. Tunggulah kedatangannya. Kereta langit menuju selatan. Tempat semua anak mewujudkan impian. (Halaman 18) Duar… petir menggelegar. Semua anak panti takut hujan bah akan datang. Tamir melihat dari balik gorden jendela. Ada kereta meluncur dari langit. Kereta malam. Lalu, suatu keajaiban pun terjadi seiring ledakan Guntur, menciptakan cahaya terang yang menyinari seluruh ruangan. Itu ingatan terakhir Tamir. Ketika dia tersadar dan membuka mata, Tamir sudah berada di kereta malam. Kereta malam itu menembus kegelapan, terus naik ke langit dan melambung jauh menembus awan-awan. Tamir menjadi satu-satunya penumpang di gerbong itu. Seorang petugas kereta, mendatanginya dan mengatakan, Tamir akan menuju Harlok dan karcisnya sudah lunas. Apa itu Harlok? Harlok merupakan satu dari banyaknya kota langit. Ketika Tamir sampai di kota itu, hal-hal tidak menyenangkan mulai terjadi. Sebuah kebenaran tersikap. Dia datang ke Harlok karena kesalahan administrasi. Tamir tidak seharusnya datang. Hanya anak-anak normal yang seharusnya berada di sana. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Vled, penculik Tamir, tidak bisa memulangkannya karena tidak ada cara. Seluruh anak di kota langit, tidak bisa kembali ke tempat tinggalnya semula. Kalau pun harus kembali, Vled harus mengeluarkan uang sebanyak satu juta pond. Dan Vled tidak mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk mereka. Akhirnya Vled memutuskan satu hal: dia akan membuat Tamir bekerja seperti anak-anak lain. Tamir harus mencari Batu Seruni di tambang. Batu itu merupakan alat pembayaran (pengganti uang). Warnanya hijau muda dan memiliki urat-urat emas di sekujur tubuhnya. Di tambang itulah Tamir bertemu dengan anak-anak pekerja lainnya. Mencari Batu Seruni sangat susah. Mereka harus saling menjaga dan membantu. Di tempat itulah, Tamir memiliki banyak pengalaman baru. Dan tentunya, teman baru, seperti Mo serta Badur. Tamir pun mengetahui betapa bulusnya pikiran Vled. Termasuk kisah sedih Baz dan putrinya. Belum lagi ada Singa Kabut yang selalu membayangi pelarian mereka. Keberanian adalah sikap yang diperlukan untuk keluar dari segala masalah. Tamir berusaha memupuk keberaniannya sendiri untuk bisa pergi dari tambang, menyelamatkan semua orang dan pulang ke Kulila. “Aku akan pergi menyelamatkan Rupi. Apa pun yang terjadi, kita harus melawan.” Ia melangkah menuruni tangga.” (Halaman 126) Cerita ini pun diakhiri dengan kebahagiaan. Bagi Tamir, kisahnya adalah keajaiban di hari raya. Setelah membaca novel Kereta Malam Menuju Harlok, saya jadi teringat stereotip dari beberapa kalangan yang mengatakan Indonesia, tidak mampu membuat novel anak yang bagus untuk anak-anak. Saya rasa hal itu salah. Penulis Indonesia sangat mampu. Hanya saja selama ini terlalu dikekang oleh tema. Ketika sebuah tema dibebaskan dan penulis dibiarkan mencari ide serta bentukan baru, saya yakin para penulis Indonesia bisa menciptakan buku-buku yang beragam, seperti halnya dalam novel anak ini. Tidak banyak memang novel anak fantasi yang ditulis langsung oleh penulis Indonesia. Saya rasa novel ini berhasil. Saya menyukai buku ini. Terlebih Kereta Malam Menuju Harlok tidak menghilangkan kekhasan dari Indonesia sendiri, seperti penyebutan masakan opor ayam di hari raya. Gaya penulisannya pun asyik. Di satu sisi mudah dibaca, tapi tetap enak dinikmati sekalipun untuk pembaca dewasa seperti saya. Saya juga suka rangkaian kejadian yang ada dalam Kereta Malam Menuju Harlok, menggambarkan dengan jujur bagaimana keseharian anak cacat dan bagaimana mereka harus berjuang hidup. Alur dalam novel ini berjalan maju serta sukar ditebak. Dalam buku ini saya mempelajari bahwa kita tidak bisa memilih terlahir seperti apa dan di mana, tapi kita harus menjadi kehidupan dengan sebaik-baiknya, sekalipun orang-orang terdekat tidak peduli atau tidak menganggap penting. Hidup terus berjuang. Kita harus mengusahakan kehidupan kita sendiri. Saya rasa buku ini cocok untuk anak usia delapan tahun ke atas. Dilihat dari konfliknya, memang cukup kompleks. Buku ini juga cocok untuk dijadikan diskusi anak dengan orang tuanya. Secara keseluruhan, saya menyukai novel anak Kereta Malam Menuju Harlok. Ya, walaupun saya menemukan ada sedikit typo, tapi jalan ceritanya tetap menyenangkan untuk diikuti.
Tamir adalah bocah laki-laki 11 tahun yang tinggal di Kulila, sebuah panti asuhan khusus anak cacat. Tamir tidak sendiri, ada 9 teman-temanya yang bernasib sama; tidak punya orang tua dan punya keterbatasan fisik. Setiap harinya, Tamir dan teman-temannya harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka karena tidak adanya donatur di panti tersebut. Di Kulila, Tamir mempunyai satu buku favorit yang ia baca setiap malam berjudul Kereta Malam. Seperti karakter dalam buku tersebut, ia berharap kerete malam akan menjemput dan mengantarkannya ke tempat yang lebih baik. Suatu hari, di tengah hujan badai pada malam sebelum hari raya Idul Fitri, pengurus terakhir panti tersebut pergi meninggalkan Tamir dan anak lainnya. Malam itu juga sebuah kejadian ajaib muncul, Kereta Malam, kereta khusus anak telantar datang menjemput Tamir dari balik awan dan membawanya ke salah satu kota di negeri langit bernama Harlok. Sayangnya, harapan Tamir untuk hidup lebih baik sirna ketika ia dibawa ke sebuah rumah yang berisi anak-anak dan remaja sebayanya. Ia dan 39 anak lainnya dipekerjakan oleh Vled untuk menambang batu seruni, batu paling berharga di negeri langit, pembuat keping uang pod. Di tambang Harlok, mereka diwajibkan menambang 10-12 kilogram batu seruni dan akan dihukum jika tidak memenuhi target. Disinilah pertemuan Tamir dan anak-anak tambang lainnya dimulai. Salah satu dari mereka bernama Mo. Mo yang awalnya terlihat tidak peduli dengan Tamir malah menolong Tamir dengan memberinya batu hasil penambangannya agar Tamir tidak dihukum. Kejadian tersebut membuat Mo dihukum dan tidak diperbolehkan keluar dari ceruk tambang Harlok. Tidak ada yang berani kabur dari rumah Vled karena takut akan singa kabut yang dipelihara oleh Vled. Selain itu, Rupi, putri Bazz, pengurus anak-anak tambang yang sebenarnya baik juga disandera oleh Vled. Suatu hari, keberanian Tamir muncul saat menolong Rupi yang disandera. Dengan ketulusan hatinya, ia berhasil menaklukan singa kabut dan membebaskan anak-anak tambang, Rupi dan juga Bazz. Bazzberjanji akan mengantarkan anak-anak tambang ke Departemen Anak Telantar dan menjadi pengurus Panti Kulila. Akhir cerita, Tamir tiba-tiba terbangun dan sudah berada di Kulila, ia bingung akan semua mimpinya tentang Harlok yang terasa sangat nyata. Ia lebih dikejutkan lagi dengan kedatangan Pak Basuki dan anak perempuannya yang sangat mirip dengan Bazz dan Rupi. Pak Basuki kemudian memperkenalkan diri sebagai pengurus Panti Kulila yang baru dan mempersilakan anak-anak panti makan opor ayam sepuasnya.
Buku ini mengingatkan saya akan film animasi The Polar Express, kereta ajaib yang menjemput seorang anak yang meragukan keberadaan sinterklas pada malam natal dan membawanya pada petualangan ajaib. Awalnya saya menebak Tamir akan mengalami pengalaman menyenangkan saat sampai di Harlok, tapi sebaliknya seperti yang ia katakan, di Halok ia malah lebih menderita. Namun, disinilah penulis membuat Tamir menemukan kepercayaan diri dan keberaniannya untuk terbebas dari Vled. Dengan 144 halaman, buku ini sangat bagus untuk semua umur. Banyak nilai moral yang dapat dicontoh melalui karakter-karakter dalam buku ini. Anak-anak bisa belajar untuk bersyukur dengan melihat keadaan Tamir dan teman-temannya di Panti Kulila ataupun Harlok. Sifat keberanian, kepedulian dan saling menolong satu sama lain yang ditunjukan karakter-karakter dalam buku ini juga bisa menjadi contoh yang sangat baik untuk anak-anak.
This entire review has been hidden because of spoilers.
“Kita sama-sama sengsara, karena itu kita saling membantu. Jika kita hanya memikirkan diri sendiri, keadaan akan bertambah sulit.” (hal 97).
Mengambil tema yang antimainstream, unik, berbeda dan bahkan mungkin jarang diangkat oleh penulis lain, tidak heran jika novel ini menjadi juara 2 dalam Kompetisi Menulis Novel Anak Indiva 2019. Belum lagi ceritanya memang seru, bikin penasaran juga syarat akan inspirasi dan motivasi. Sejak awal membaca kita akan langsung dibuat penasaran dan dibuat bertanya-tanya. Cerita anak macam apa yang ditawarkan Mbak Maya? Kenapa Mbak Maya mengangkat tokoh cerita tentang anak cacat?
Jika kita memerhatikan cover buku kita pasti langsung menyadari bahwa novel ini berbeda. Jika kebanyakan penulis suka memakai tokoh utama yang sehat memiliki kelengkapan jasmani dan rohani, maka novel ini tidak. Tamir, tokoh cerita ini dikisahkan memiliki kekurangan yang pastinya akan membuat siapa pun orang yang melihat akan meremehkannya. Namun siapa yang menyangka di balik kekurangan yang dimiliki kita bisa belajar banyak hal dari tokoh Tamir.
Novel ini menceritakan tentang petualangan aneh yang dialami Tamir. Anak yang tinggal di Panti Asuhan Kulila, tempat yang memang menampung anak-anak cacat ini, entah kenapa tiba-tiba berada di sebuah tempat aneh bernama Harlok. Bahkan yang lebih parah, di sana Tamir harus bekerja di sebagai penggali tambang batu seruni, bersama anak-anak lain yang sudah berada di sana lebih dahulu—mereka sering disebut anak tambang. Jika Tamir tidak mau bekerja dan hasil tambangnya tidak sesuai dengan target yang diberikan Vled, sang pemiliki tambang, maka ia akan dikurung di ceruk hukuman.
Padahal sebelum Tamir terdampar di Harlok, ia tengah menanti takbir lebaran yang akan segera menggema. Memberikan kebahagiaan bagi keluarga kecil di panti asuhan, meski di malam itu sang pengasuh panti memilih kabur.
“Ada sebuah cerita tentang kereta yang khusus menjemput anak-anak yatim piatu di seluruh dunia. Kereta itu datang tidak terduga, menembus kabut gelap, mengambil energi dari gemuruh guntur dan cahaya kilat. Langit yang luas adalah batas perjalanannya. Harapan yang diterbangkan angin adalah awal perjalanannya. “(hal 3).
Harlok dan Isu Kekerasan Terhadap Anak Oleh: Gita FU
Judul : Kereta Malam Menuju Harlok Penulis : Maya Lestari Gf Penerbit : Indiva Media Kreasi Cetakan : Pertama, Januari 2021 Hal : 144 hlm ISBN : 978-623-253-017-1 Harga : Rp 45.000 (P. Jawa)
Novel yang menjadi juara dua pada Kompetisi Menulis Anak Indiva 2019 ini mengambil tema yang tak biasa, yakni kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak bisa diartikan sebagai tindakan kekerasan fisik, penganiayaan emosional/psikologis, pelecehan seksual, dan pengabaian. Dari empat macam kekerasan tersebut, Maya Lestari Gf mengambil fokus pada pengabaian anak.
Pengabaian atau penelantaran anak adalah kondisi di mana orang dewasa yang bertanggung jawab, gagal menyediakan kebutuhan yang memadai untuk berbagai keperluan; termasuk fisik (kegagalan menyediakan makanan yang cukup, pakaian, kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah), dan medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter).
Anak adalah anugerah, titipan, sekaligus ujian bagi orang tua. Setiap anak terlahir suci, bagaimanapun kondisi fisik yang menyertainya. Apabila seorang anak lahir dengan cacat bawaan itu bukanlah kesalahan si anak. Ia tak minta dilahirkan. Justru kewajiban orang tua memberi pengayoman pada sang buah hati. Bukan malah diabaikan atau ditelantarkan.
Malang, pada kenyataannya banyak anak yang ditelantarkan hanya karena orang tua mereka malu memiliki anak cacat. Ada orang tua yang meninggalkan anaknya terlunta-lunta di pinggir jalan. Ada pula yang 'menitipkan' si anak di teras panti asuhan, tanpa identitas apapun. Mengenaskan sekali.
Novel ini ditulis dengan semangat menyadarkan pembaca akan hakikat kemanusiaan, perlakuan manusiawi dan penuh kasih terhadap anak-anak. Ditujukan untuk pembaca anak-anak, dibalut fantasi tentang Kereta Malam dari langit.
Suka sih sama konsep si Kereta Malam di cerita ini. Kereta yang akan menjemput dan mengantarkan anak terlantar menuju kehidupan yang lebih baik. Namun, namanya dunia penuh manusia jahat, kereta ini jadi dimanfaatkan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi orang-orang yang nggak pernah merasa puas sama kekayaannya.
Tamir tinggal di panti asuhan bernama Kulila yang berisi anak-anak disabilitas dan terlantar. Di suatu malam tanpa disadari, Tamir dibawa kereta menuju Harlok dan di situlah kehidupan barunya bermula. Di sana dia bertemu dengan anak-anak terlantar lain di tambang. Bagian yang membuatku ikut hopeless. Bagaimana tidak, penderitaan anak-anak terlantar seperti nggak ada habisnya. Terutama untuk Tamir yang terbatas kemampuan fisiknya.
Di awal memang kukira Tamir akan bahagia dan menemukan mimpinya setelah dibawa Kereta Malam, nyatanya tidak. Aku ikut terbawa susana, merasakan banget kesedihan dan penderitaan yang dialami Tamir. Merasa tidak adil sekali. Berasa banget putus asanya. Belum lagi Vled dan keserakahannya menambah penderitaan anak-anak terlantar seperti tiada ujung.
Anak-anak di tambang Harlok manis sekali. Sama-sama dalam penderitaan, tapi mereka tetap saling peduli dan membantu satu sama lain. Kompak. Meski mereka nggak bisa melawan Vled, karena mereka masih anak-anak di bawah umur dan tidak ada jalan untuk mereka melarikan diri.
Gaya bercerita penulis ringa (iyalah, namanya buku anak-anak), tapi penggamabrannya terasa jelas. Pembaca bisa dengan baik mengimajinasikan alurnya, ditambah adanya ilustrasi. Juga perasaan pembaca ikut diajak berkelana dan berjuang bersama Tamir. Pesan-pesan moral tersampaikan dengan baik lewat karakter-karakter di cerita, seperti Baz, Mo, dan yang lain.
Sebab buku ini, aku mulai tertari baca buku-buku anak yang lain.
Novel ini menjadi Juara 2 Kompetisi Menulis Novel Anak Indiva 2019. Bercerita tentang Tamir (11 tahun) yang mengalami pengalaman ajaib di Kota Harlok yang tidak pernah disangka-sangka. Saya senang membaca cerita beraroma fantasi, karena selain menghibur, tak jarang bisa memunculkan ide-ide yang--bila tak bisa dikatakan baru--minimal punya "sesuatu" yang seringkali tidak dimiliki oleh kehidupan nyata. Meskipun demikian, bukan berarti hendak mengabaikan realitas lantas mabuk dengan angan-angan. Tentu saja, keunikan sebuah cerita adalah nilai tambah. Dan bagi saya, cerita Kereta Malam Menuju Harlok ini memiliki keunikan tersebut.
Pilihan Uni Maya Lestari Gf untuk mengangkat isu disabilitas ini merupakan sesuatu yang layak untuk diapresiasi, karena di Indonesia, agaknya hal-hal semacam ini masih dinilai sebagai sesuatu yang sensitif dan tabu untuk dibicarakan; terlebih dalam bentuk cerita.
Saya memberi rating 4/5 karena memang ada hal teknis yang barangkali luput dari perhatian pemeriksaan saat pra-cetak, sehingga ada sedikit kesalahan teknis di beberapa bagian kalimat. Ada yang spasinya hilang, ada juga salah cetak nama tokoh. Tapi, overall buku ini sangat saya rekomendasikan.
JUDUL BUKU: Kereta Malam Menuju Harlok PENULIS: MAYA LESTARI GF Dibaca: 5 Januari 2024 Selesai: 5 Januari 2024
pertamakali baca ini di ipusnas tadi pagi dan selesai malam ini, buku yang bener-bener page turner bukan cuman karna sedikitnya halaman tapi banyak banget rasa penasaran yang membuncah disetiap episodenya. dari awal bab memang agak membosankan dan aku juga bukan tipe orang yang gampang terkesan, tapi waktu masuk ke bab-bab tamir tiba (ditujuan) rasanya seluruh alam semesta ikut mengasihani, aku ga ragu buat nangis beberapa kali. buku ini jadi buku anak-anak yang menurut aku semua orang dari seluruh kalangan usia harus baca, buku ini ngenalin kita ke keadaan paling pahit sedunia, gimanasih rasanha mandang dunia dari sebelah mata yang sempurna dan perjalan di terjal kerikil dengan satu kaki yang berguna? cuman dengan itu, dan sedikit bumbu doa serta harapan, kalian selamat. selamat dari terpaan dunia paling jahat. buku ini ngajarin kalo masalah sebesar dan sesulit apapun usaha dan doa adalah kunci utamanya. walau ada kesalahan nama dan typi beberapa tapi ga begitu ngurangin gimana autentiknya buku ini, part paling akhir adalah part paling menegangkan dan melegakan yang pernah aku baca, 1000/10 buat buku cakep ini
Saya baru menulis ulasan ini padahal udah berbulan lalu selesai baca buku ini. Jadi, kalau boleh jujur, saya sudah agak lupa detail ceritanya, tapi masih ingat kalau sekadar intinya.
Cerita ini bercerita tentang kehidupan Tamir—yang bagi saya mengenaskan sekali, karena sekecil dia harus merasakan rasanya ditelantarkan dan nggak punya keluarga. Tapi, nggak hanya Tamir, ada juga cerita-cerita anak lain yang nasibnya sama kayak Tamir.
Jujur, my heart ached imagining this happened in real-life (yang saya yakin, pasti banyak banget kasus seperti ini: child neglect). Nggak terbayangkan gimana perasaan anak-anak sekecil mereka dengan pengalaman hidup yang pahit seperti di buku ini. But fortunately, this book has happy ending (for me).
Karakter Tamir di sini bagi saya cukup keren untuk anak-anak seumuran dia. Tabah, kuat, berani—meski dengan segala keterbatasan yang dia punya. Untuk karakter saya cuma ingat dia aja, yang lainnya saya sudah lupa (maaf, ya...). :(
Buku ini mudah ditebak alurnya menurut saya, karena memang lebih ke buku anak-anak atau remaja. Sederhana, tapi sering menghangatkan hati (juga seringkali bikin perih hati). Bisa banget dibaca pas senggang.
⭐5 Buku ringan, hangat, dan penuh moral yang menyentuh perasaanku🥺. Mengisahkan tentang anak-anak yang "terbuang" dan anak-anak dengan keterbelakangan fisik yang ditelantarkan oleh orang tua.
Buku dengan tebal 144 halaman ini selain menamparku akan rasa syukur juga mengajarkan mengenai kesiapan jadi orang tua.
*kalau dirasa belum punya kesiapan, baik ilmu dan sengalanya akan anak dan kemungkinan anak memiliki kebutuhan khusus sebisa mungkin ditunda yaa🙁!
Selain itu, peristiwa time travel dengan 'kereta malam' juga mengajarkanku mengenai rasa empati , tulus dan tolong menolong antar satu sama lain dapat menyelamatkan seseorang dari jurang keputusasaan. Dibagian ini, cukup plottwist buatku.
Buku anak-anak ini benar-benar hangat dan penuh insight. Ditulis secara jelas dan tidak bertele-tele namun pesan didalamnya begitu padat. Buku yang mengingatkanku mengenai rasa syukur, tolong menolong, empati dan/atau simpati, ketulusan, dan kebaikan yang dilakukan kepada semua orang juga akan kembali pada diri kita sendiri.
Di Kulila, Tamir setidaknya merdeka. Sedangkan di Harlok ia justru menderita. Tokoh Tamir digambarkan sebagai anak yang skeptis memandang hidup. Namun, saat harus kerja rodi di Harlok (sebuah kota di langit), Tamir malah menemukan arti sebuah kepercayaan diri dan keberanian yang tak disangka-sangka untuk bisa bebas dari tambang dan kembali ke Kulila (panti asuhan di bumi).
Kali ini buku sekali duduk di pagi hari Minggu. Novel anak yg ditulis dg semangat menggugah pembaca akan hakikat kemanusiaan, perlakuan manusiawi dan penuh kasih terhadap anak-anak termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Penulis mengangkat isu yg cukup ekstrem, tentang eksploitasi dan penindasan anak. Dibalut dg fantasi khas anak-anak, selayaknya dongeng tapi juga nyata.
Adegan favoritku di ceruk hukuman halaman 95: "Dasar, orang bumi," decih Mo "Dasar, manusia gua!" decih Tamir, meniru Mo. "Dasar, manusia ceruk," balas Mo.
Tujuan penulis menulis cerita ini sangat menarik. Membuat saya langsung tertarik membeli. Memang, belum banyak buku anak yang mengangkat buku anak di Indonesia yang mengangkat tema "keajaiban hari raya", dalam hal ini Idulfitri. Sementara, bertabur buku-buku anak bertema perayaan seperti Natal, yang sangat menarik dan bahkan yang tidak merayakan pun suka membacanya.
Jadi, saya sangat apresiatif dengan penulis yang berusaha mengangkat tema tersebut. Pemilihan genre fantasi oleh penulis menurut saya juga tepat, untuk membuat nuansa keajaiban terasa dalam buku ini. Meski begitu, penulis tak berhenti pada menyajikan keajaiban. Ada pesan yang dalam terkait eksploitasi pada anak.
Alkisah, Tamir, penghuni Kulila--panti asuhan khusus anak cacat dijemput sebuah kereta malam pada malam takbiran. Ia diturunkan di Harlok, satu dari banyak kota di langit. Bersama 38 anak-anak lainnya, ternyata Tamir dipekerjakan di sebuah tambang batu seruni. Seorang bernama Vled mempekerjakan Tamir dan anak-anaknya lain berkedok panti asuhan.
Dalam kerinduan kembali ke Kulila, Tamir menemukan beberapa keanehan dan misteri selama bekerja di Harlok. Baz yang baik hati tapi terbelenggu oleh Vled. Singa kabut. Ceruk hukuman. Inspeksi "Rumah Asuh Bahagia" milik Vled oleh Departemen Anak Terlantar. Juga pemikiran: kenapa kereta malam itu datang di malam lebaran dan menculik dirinya?
Apakah Tamir dan anak-anak di sana dapat melepaskan diri dari tambang batu milik Vled?
Buku ini cukup seru dan bikin penasaran. Meski ada beberapa pengadeganan yang mengingatkan saya pada The Polar Express dan Harry Potter: The Prisoner of Azkaban, terutama saat Harry menumpang knight bus. Penulis juga kurang mengekplorasi karakter dan mengembangkan karakter anak-anak lainnya. Yang saya ingat hanya Mo dan Badur. Padahal, menarik mengetahui karakter mereka, kenapa mereka bisa sampai Harlok (apakah sama seperti Tamir), dan lainnya.
So? 3,5 stars ya. Semoga makin banyak buku-buku untuk anak yang bertema keajaiban hari raya Islam :).
Sebuah angin segar dari buku anak dengan tokoh difabel, dan mengangkat tema yang agak 'dark' karena kesulitan si tokoh yang mungkin agaknya menurut orang dewasa kok susah banget. Padahal ketika puteri saya membacanya pun tidak menganggap itu hal berat, huh orang-orang dewasa memang terlalu berat berpikirnya.. haha.. Harlok, sebuah tempat yang ternyata mengerikan bagi anak-anak yatim piatu yang dipaksa menggali tambang. Seperti perbudakan yang tak akan selesai, mereka terjebak selamanya di sana. Sampai datangnya Tamir, anak berkaki satu dan bermata satu yang ternyata memiliki jiwa yang bebas dan tak mau direpresi. Ia tak mau selamanya di sana dan mencari cara bisa lepas dari kungkungan Vlad tanpa tahu ada sesuatu yang menantinya di ujung jembatan.
meski hanya 144 hlmn dan bisa dibaca sekali duduk, tapi bnyak pelajaran yg didapat dari cerita ini. Mengisahkan ttg anak2 terlantar, ak highlight tokohny Tamir yg hanya punya 1 kaki dgn semangat menjalani hidup.
Pentingny bersyukur, karena bnyak org di luar sana terlahir dgn keterbatasan fisik bahkan ditelantarkan org tuanya, tapi masih bs berusaha menjalani kehidupan dgn penuh semangat. Tertarik baca buku ini karna liat coverny cantik dan ak kira crita ini tuh fantasi ttg petualangan.
bagian fantasiny betul sii, tapi petualanganny... agak dark💀
ak suka sama kebersamaan dan kekeluargaanny Tamir brgg tmn2nya di kulila dan di harlok
Buku ini menceritakan tentang perjuangan, kekeluargaan, persahabatan, dan keikhlasan dalam menjalani kehidupan. Juga membahas tentang kedzaliman orang terhadap anak yatim piatu💔
Berasa bukan baca buku, tapi seakan diperlihatkan langsung narasi-narasi di buku seperti nonton film, dan itu malah bikin hati semakin bikin sedih dan iba. Ditambah ilustrasinya bikin hati tersayat-sayat. Apa yang kubaca terbayang dengan jelas dan bacanya ngalir banget sekali duduk bisa selesai ini.
Sebenarnya, kalau beberapa bagian dibuang dan karakter Tamir diperdalam, cerita ini akan jadi bagus. Aku agak kesulitan dengan banyaknya karakter dan nama yang dituangkan, meski di pertengahan dan akhir hanya beberapa yang diceritakan, tentu karena merekalah yang menggerakkan cerita. Bagiku, semua karakternya nanggung alias di kulit saja. Aku juga enggak sreg dengan ending yang dicut tiba-tiba trus enggak jelas mimpi atau bukan mimpi atau apa gitu. Sayang banget.
Buku yang menceritakan kisah seorang anak berkebutuhan khusus yang tinggal di sebuah panti asuhan sampai suatu hari ditinggalkan oleh pengurusnya. Anak tersebut bermimpi menumpaki kereta malam diatas langit dan berhenti di salah satu desa. Dimana ia harus berjuang bersama anak-anak yang lain agar dapat bertahan hidup. Ia tokoh yang pemberani dan dapat membawa semangat kepada teman-temannya. Buku fantasi yang cukup seru.
THIS is the kind of childlit story that I looking for. Isinya ngalir banget, penuh imajinasi dan humor layaknya dunia anak. Ga cuma kebahagiaan, semua anak di sini harus belajar berteman dengan kesedihan, kekecewaan dan saling tanggung jawab.
Sepanjang cerita sedih, tegang, tapi ikut bahagia juga akhirnya.
"Sampai kapan kita di sini?" "Sampai mati." "Lalu kenapa kita tidak berjuang?"
untuk cerita anak-anak ini termasuk cerita yg menarik dan happy ending tentu saja HAHA tapi jujur kalo baca ini pas sd jaman masih sering baca KKPK pasti bakal suka bgt sama buku ini, karena ceritanya seru dan anti mainstream. good job!
Padahal ceritanya udah bagus banget, tapi sayang endingnya gak sesuai harapan. Saya kecewa setiap kali membaca cerita bagus tapi diakhiri dengan "semua hanyalah mimpi belaka".