Jump to ratings and reviews
Rate this book

In haar voetsporen: Een reis langs de erfenis van Nederlands-Indië

Rate this book
In het boek In haar voetsporen gaan de Indonesische schrijfster en visueel kunstenaar Lala Bohang en de Nederlands-Indische schrijfster en historicus Lara Nuberg op zoek naar datgene wat hen bindt.

Zijn hun levens door 350 jaar Nederlandse aanwezigheid in de Indonesische archipel onlosmakelijk met elkaar verbonden? Of heeft de koloniale geschiedenis nauwelijks haar sporen nagelaten op de levens van deze twee jonge vrouwen?

In haar voetsporen is een bundel van verhalen, brieven, foto’s, tekeningen en vragen. Het is een vertaling van het eerder verschenen boek The Journey of Belonging, dat in oktober de Ranald MacDonald Award won.

De samenwerking tussen Lala Bohang en Lara Nuberg is voortgekomen uit het uitwisselingsproject ‘My Story, Shared History’, een initiatief van Dutch Culture, Indisch Herinneringscentrum en Komunitas Salihara.

172 pages, Hardcover

First published January 28, 2020

5 people are currently reading
215 people want to read

About the author

Lala Bohang

13 books189 followers
Lala Bohang lahir di Makassar dan merupakan lulusan jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan yang bekerja sebagai perupa, penulis, dan kurator untuk label buku Pear Press. Sejak tahun 2009 ia telah berpartisipasi pada beberapa pameran kelompok di dalam dan luar negeri. Tahun 2016 Lala mulai mempublikasikan buku trilogi berjudul The Book of Forbidden Feelings (2016), The Book of Invisible Questions (2017), dan The Book of Imaginary Beliefs (2019).

Ratings & Reviews

What do you think?
Rate this book

Friends & Following

Create a free account to discover what your friends think of this book!

Community Reviews

5 stars
35 (29%)
4 stars
54 (46%)
3 stars
23 (19%)
2 stars
5 (4%)
1 star
0 (0%)
Displaying 1 - 19 of 19 reviews
Profile Image for Puty.
Author 8 books1,377 followers
Read
January 1, 2023
Buku ini menceritakan sejarah hubungan Belanda dan Indonesia dari sudut pandang pribadi masing-masing, Lala sebagai orang Indonesia dengan nenek berdarah campura Belanda, dan Lara, orang Belanda dengan nenek berdarah campuran Indonesia. Dimulai dengan penggambaran timeline Indonesia dan Belanda, kemudian keduanya menceritakan awal pertemuan mereka lalu dilanjutkan dengan cerita tentang ibu dan nenek masing-masing. Terdapat resep sup kacang merah (hidangan Belanda yang biasa disajikan di Indonesia) dan bolu kukus (hidangan Indonesia yang biasa disajikan di belanda), serta rangkaian surat-menyurat antara Lala dan Lara.

Diceritakan secara bergantian, kita bisa memahami bahwa sejarah dapat dipahami dari berbagai lensa dan akan sangat tergantung siapa yang menceritakannya. Buku ini terasa begitu personal (Bisa jadi agak terlalu personal jika kamu mengharapkan buku sejarah). Dihiasi dengan gambar dan desain khas Lala Bohang, buku ini terasa segar dan mengundang kita untuk mengulik masa lalu, memahami masa kini dan memikirkan masa depan hubungan Indonesia dan Belanda.
Profile Image for Yaumil.
10 reviews
August 7, 2021
I love how Lala and Lara use family as a personal approach while telling us the Dutch colonial history in Indonesia.

History has a lot of different perspectives, indeed, but empathy should be the answer.
Profile Image for Aziz Azthar.
30 reviews6 followers
August 9, 2021
Bagi sebagian besar anak muda Indonesia, termasuk aku, sejarah kolonial terasa jauh dan hanya berupa fakta dan data yang tidak memberikan perasaan apa-apa. Namun, efek kolonialisme nyatanya masih bercokol dalam kehidupan kita, tidak sedikit berupa trauma yang diwariskan ke generasi berikutnya atau budaya busuk bagai parasit di dalam pertumbuhan pohon bangsa.

Pembaca buku ini akan tergugah mengambil langkah pertama untuk mempelajari masa lalu dengan cara yang lebih simpatik dan narasi berasal dari berbagai sisi. Di buku ini ada dua sisi, sisi Indonesia dan Belanda. Bagi Lara, seorang Indo-Belanda, efek kolonialisme sangat terasa dalam kehidupannya ketika keluarganya mendapatkan diskriminasi dari orang kulit putih Belanda. Bagi Lala, munculnya pertanyaan-pertanyaan mengenai asal nenek buyutnya, contohnya kejutan ketika mendapati bahwa di darahnya mengalir juga darah Belanda-Jerman.

Aku pun jadi ingin menelusuri asal-usul nenek buyutku. Namun, tidak seberani kedua penulis, aku tidak langsung melakukannya. Terlebih nenekku sudah sangat tua dan beliau tidak mau membahas masa lalu lagi kecuali jika dia ingin bagikan. Masa lalu keluargaku berkabut pekat dan aku tidak tahu apa yang akan kudapatkan jika menyibak tabirnya.

PS: Hai Goodreads Librarians, ejaan nama Lara keliru, seharusnya: Nuberg, bukan Noberg
Profile Image for Gita Swasti.
322 reviews40 followers
November 3, 2022
Bagaimana kamu menghadapi kenyataan bahwa seiring bertambahnya usia, masa-masa yang dialami saat ini menjadi bagian dari sejarah?

Masih terbayang dengan jelas ketika erupsi gunung Kelud melanda. Selama berhari-hari ketika berada di luar rumah, kami memakai jas hujan. Abu di mana-mana. Alergi di kulit muncul. Beberapa tahun setelah terjadi, saya jadi berefleksi mengapa kejadian-kejadian tersebut teringat sebagai hal penting.

Adalah Lala dan Lara yang sedang mengalami proses 'mengakar'. Ada kesadaran dalam diri mereka bahwa setiap orang dapat memiliki konteks penuh atas sejarah hidupnya. Hal ini saya temukan dalam penuturan Lala ketika ia selalu bingung saat ditanya, "Kamu orang mana?"

“Perdebatan tentang masa lalu, terkait dengan sejarah, sering kali rentan terjebak dalam diskusi tanpa akhir. Semakin banyak aku membicarakan sejarah dan semakin banyak sudut pandang yang kudengar, semakin aku dapat membentuk opiniku sendiri, proses ini menjadi semacam perjalanan pencarian yang sangat pribadi bagiku."


Perjalanan hidup mereka terasa mengasyikkan karena mengantarkan kita pada sesuatu yang tak asing, sejarah koloni Belanda di Indonesia. Bagian terbaik dari buku ini adalah ketika Lala dan Lara saling berkabar melalui surat. Ilustrasi karya Lala juga menjadi sebuah kekhasan buku ini.

Saya merasakan sesuatu yang menarik ketika membandingkan bagaimana kita mengingat tidak hanya peristiwanya, melainkan perasaan lebih umum dari suatu era. Bagaimana kita menggunakan anekdot pribadi dari era-era tersebut untuk menghidupkan sejarah baru tanpa mengubahnya menjadi semacam nostalgia yang narsis.
Profile Image for Happy Dwi Wardhana.
244 reviews38 followers
February 1, 2022
Desain bukunya luks. Harganya juga #eh.
Dicetak full color pada kertas HVS (CMIIW) ditambah ilustrasi dari benang-benang dan foto-foto, buku ini sungguh memanjakan mata. Tak hanya bagian grafisnya saja yang berwarna, fonnya juga.

Bagian yang paling saya suka adalah bab Surat-Surat yang berisi korespondensi Lala dan Lara bertukar pandangan mengenai kolonialisme. Layaknya surat, tulisannya bukan berisi debat kusir bangsa penjajah-terjajah, tapi dimulai dari hal-hal personal lalu menyelinap dalam topik sejarah Hindia Belanda. Hangat sekaligus mencerahkan.
Profile Image for Mehsi.
15.1k reviews454 followers
January 19, 2022
Goed eerste stuk over de familie, alleen de brieven vond ik niet superinteressant en andere delen ook niet echt. En leuk dat je een boek vertaald naar Nederlands.. maar gebruik dan gewoon grammen en zo voor een recept. Wij doen niet aan kopjes. Ik zou niet eens weten wat voor kopje. XD
Ook komisch dat een van de meiden dingen vergelijkt met Nederland en vervolgens zegt dat ze nooit in NL is geweest, maak dat soort opmerkingen dan niet.
Profile Image for Salma Yarista.
16 reviews39 followers
March 16, 2022
Nano2 sih baca nya: sebel, marah, thought-provoking, dan banyak "ooooh gt ya?!" nya jg krn saya biasanya ngga tertarik sm literatur bersegmen sejarah, soalnya pas SD-SMA cmn ngafalin biar lulus ujian :p.

Tapi buku ini ternyata seru banget! Kedua penulisnya, Lala Bohang dan Lara Nuberg punya latar belakang mixed, ada campuran Indonesia & Belanda. Mereka ingin mencari tahu jati diri, asal usul nenek moyang, dan alasan latar belakang mereka yg mixed. Agak terkesan seperti buku biografi personal mereka sih. Tapi dr penelusuran pohon keluarga itulah banyak cerita ttg pengalaman personal dgn tema kolonial dutch-east indies. Kalau di Indonesia, keturunan indo dianggap "wah" dan superior, di Belanda ternyata dianggap berbeda dan dianggap they dont really belong. Terus baru ngeh jg bahwa Indonesia hrs bayar 4jt gulden ke pemerintah belanda utk "membeli" kemerdekaan NKRI. Dan ini br lunas 2003. Di sisi lain, negara jajahan belanda yg lain, Suriname, malah dibayar 3,5jt gulden sebagai ganti rugi. Ga fair bgt ya. Ada ga sih di buku sejarah skrg?

Ada lagi kisah ringan akulturasi budaya dlm bentuk makanan. Lala sering dimasakkin neneknya sup brenenbon (bruinebonen) yg notabene khas Belanda, dan Lara pernah dimasakkin neneknya roti kukus (bolu kukus) khas indonesia. Hehe jd laper.

Overall bagus.. menggugah rasa penasaran utk ngulik dan mendalami sejarah negara sendiri lbh lanjut.
This entire review has been hidden because of spoilers.
Profile Image for Safira.
17 reviews4 followers
August 7, 2022
a nice book to read in one sitting, though sadly it has a few typos and errors.

the storytelling began lightly with the family history tale of Lala and Lara, in which were delivered by the two alternately. the historical aspect got richer towards the end, especially in the “Letters” section where the authors exchanged thoughts about the Indo-Dutch history.

not to mention the graphics, the photos, and the text placement are great. as someone who gets distracted often, those things were a big help keeping me entertained.
Profile Image for Olive Hateem.
Author 1 book258 followers
April 18, 2024
This book feels closer than I expected because it discusses Indonesia and the Netherlands, as well as the literal journey of belonging from both authors. Their exchange of letters became my favorite part because, well, I'm a sucker for letters. It makes me want to find pen pals from various countries again.
Profile Image for Judy.
17 reviews7 followers
March 23, 2023
3.5 The idea is beautiful. The book is very nicely designed - love the symbolism of the threads. I just wish the story itself went a little deeper into the true struggles and feelings of both women, regarding their identities and the struggles of their ancestors.
Profile Image for Aulia Hanifa.
Author 1 book6 followers
July 28, 2021
Great concept to connecting herstory (Lala & Lara) about Indo and Dutch with plot line.
Profile Image for Stella Wenny.
463 reviews143 followers
November 21, 2024
A rare and important book about the collective history of colonialism told through personal history.
A sort of family memoir in the shape of letters to a friend.
Profile Image for Reviewer.
166 reviews12 followers
March 15, 2022
I always like book by Lala Bohang. This one more like autobiography? It's mostly Lala & Lara family history & to be honest, I don't find the book interesting.
Profile Image for Nava.
52 reviews
October 21, 2025
It's interesting how Lala (Indonesia) and Lara (Indo-Dutch) trace their family histories and uncover how their lives are connected through the history of Dutch colonialism in Indonesia. Their parallel journeys uncover the emotional weight of history, and how identity is carried through family, culture, and memory. This book offers a thoughtful, intimate portrayal of how two women confront the past to better understand where they come from—and where they belong.

"Somehow we are all in search of belonging."
Profile Image for Rui Jun.
32 reviews2 followers
June 30, 2022
Ik vond het niet zo'n interessant boek. De mails / brieven zijn leuk als persoonlijke aandenken voor Lala en Lara. Ik haalde er zelf niet veel uit, het was niet erg boeiend. Hoe een aantal dingen waren omschreven vond ik tegenstrijdig en het romantiseerde ook de bezetting van Nederland in de Indonesische archipel.

De timeline is wel interessant en het is leuk vormgegeven.
Displaying 1 - 19 of 19 reviews

Can't find what you're looking for?

Get help and learn more about the design.