Esthy Wika, adalah ibu dari dua orang anak istimewa yang sangat berbeda, Ken dan Uma. Ken terlahir tuli, sebuah keterbatasan yang membuatnya kesulitan berkomunikasi dengan orang di sekitarnya tapi tak membuatnya kehilangan masa kecil yang indah dan hangat. Banyak tantangan yang dihadapi Esthy beserta suami dalam merawat dan membesarkan Ken. Namun, kehadiran Uma menjadi salah satu energi besar yang membantu Esthy bersiasat dengan kondisi Ken yang istimewa. Uma tumbuh menjadi anak yang mandiri, bahkan dalam beberapa situasi menjadi lebih dewasa dari usianya, karena situasi yang membentuknya demikian. Lewat buku inilah Esthy secara rinci merekam hari-hari yang dilewatinya bersama Ken dan Uma. Tentang bagaimana khususnya Uma bertumbuh menjadi anak yang sangat bisa diandalkan dan pengertian.
Keseharian membesarkan dua anak diceritakan dengan apa adanya. Satu sangat aktif dan banyak rasa ingin tahu, satunya sedikit kalem dan tuli. Tentu bukan hal mudah bagi Esthy menjalani hari-harinya. Namun selalu ada kejutan kecil dari tingkah laku kedua buah hati. Mulai dari yang bikin tertawa sampai yang bikin ikut kesal. Bagiku, buku ini terasa dekat. Karena aku sempat menjadi guru pendamping untuk anak berkebutuhan khusus. Warna warni berbeda selalu ada setiap hari. Semuanya menjadi sedikit lebih mudah setelah tahu benar apa yang disuka si anak dan apa yang membuat moodnya buruk. Ah buku ini bikin kangen masa itu.
Bercerita mengenai pengalaman Mba Esthy dalam mengasuh dua orang anak yang usianya berdekatan dengan kebutuhan akses yang berbeda. Ken, si kakak, yang adalah penyandang tuna rungu, menempatkan Uma untuk bersikap lebih mengayomi dan harus dewasa melebihi usia mental dia. Buku ini menangkap kejadian sehari-hari Uma mulai dari masa bermain, awal sekolah dan masa bersekolah.
Tanpa bertemu Uma atau tanpa pernah melihat fotonya, mudah sekali bagi saya untuk menyukai Uma. Dalam kisah-kisah ini, Uma digambarkan sebagai anak yang penurut, kritis, suka mengobservasi, memasang badan untuk kakaknya, punya hati yang lembut dan peka. Banyak kisah yang membuat saya tersenyum haru membayangkan seolah saya juga menyaksikan. Contohnya ketika Ken akan diserang anak kompleks, dan Uma dengan berani membela kakaknya. Atau Uma kecil, dua tahun yang belum lancar berbicara dan bilang ‘sabar’ ke ibunya. Ada pula kisah ketika Uma baru mulai sekolah dan pamit sendiri ke guru mengaji karena dia ingin pindah guru. Anak kecil berbicara mengenai keputusan penting ke orang dewasa adalah luar biasa menurut saya. Uma yang tidak sedih walau nilainya jelek, asalkan dia mengerjakan tugasnya sendiri. Uma yang menghibur ibunya saat ibunya menceritakan kisah memalukan saat masa kecil. Uma yang sedih saat ibu bapaknya berselisih paham.
Tentu saja, Uma bisa bertumbuh menjadi anak yang menginspirasi ini karena pengaruh pengajaran orang tua, terutama ibunya yang menghabiskan banyak waktu dengannya. Banyak sekali cerita di buku ini yang membuat saya ingin menepuk pundak, Mba Esthy ini sambil bilang: ‘Anda hebat sekali.’.
Selain buku ini merekam keseharian Uma, Ken dan refleksi penulis sebagai ibu. Bagi saya, xerita mengenai anak-anak selalu menarik. Saya sebagai pembaca bisa belajar kembali dari anak-anak yang polos, apa adanya dan penuh rasa ingin tahu.
buku ini nyeritain tentang Uma, seorang anak yang bertepatan juga sebagai seorang adik dari kakak dengan disabilitas tuli.
mostly cerita2 di buku ini adalah tentang keseharian Uma, tetapi ada beberapa cerita tentang bagaimana uma tumbuh jadi anak yang sangat pengertian dengan kondisi kakaknya.
selama baca buku ini, aku teringat sama salah satu pertanyaan yang aku tanyakan ke dosenku saat pertemuan terakhir di kelas hambatan perilaku anak dan remaja.
"Bu, saya kok ambil kelas ini malah jadi tambah takut punya anak, ya?"
kira-kira jawabannya begini
"jadi orang tua itu juga harus mau belajar dan mau mengakui serta memperbaiki kesalahan2 yang dilakukan selama proses pengasuhan"
buatku yang sampai saat ini jadi orang tua, jawaban dosenku itu bisa aku gunakan untuk memahami profesiku yang mungkin akan bersinggungan dengan anak atau orang yang lebih muda. bahwa kita sebagai orang dewasa harus mau...
belajar.
point lain yang aku tangkap adalah, Wika, sang ibu, menerapkan pemberian alasan atas ajaran atau aturan yang diberikan. misalnya adalah ketika Uma di bully oleh temannya. Wika tak hanya menenangkan Uma dengan kata-kata penyemangat saja, tetapi Wika memberi pengertian mengapa Uma tak perlu takut. Wika memberikan pengertian bahwa teman yang membully Uma itu malah justru memperhatikan Uma, sehingga mereka bisa mencari2 apa yang bisa diejek dari Uma. hal ini cukup bagus efeknya di Uma karena semangat untuk sekolahnya mulai kembali seiring dengan kembalinya rasa percaya dirinya.
very worth to read. Boleh dijadikan opsi kalau sedang butuh buku yang ringan, menyenangkan, dan bisa diselesaikan dalam waktu yang cepat.
Dubidubiduma berisi kumpulan cerita pendek, tentang serba-serbi keseharian Ken dan Umi. Ada yang bikin ketawa, ada yang bikin terenyuh, ada yang bikin ikutan gemes, dan ada yang bikin kagum sama Mbak Esthy sebagai ibu sekaligus penulis buku ini dalam mendidik anak-anaknya. Campur-campur rasanyaaa. Aku suka baca buku kayak gini ^^
The book cover brought me in. The overall diary log type of stories? Won me over. Sooo cute and heart-warming (the one which makes us goes "Aww🤭"). Kudos to Bubun and Uma for being (almost-always) good companies to each other! Like the writer's style of storytelling.